"Pergi! Jangan mendekat padaku! Pergi!"
Senyum dan tawa merendahkan tak henti menguar menanggapi seru ketakutan Dahayu yang terlempar di atas kasur dengan kasar. Wajah memerah penuh derai air mata malah membuat dua laki-laki sangat berhasrat untuk memakan gadis itu hidup-hidup. Bahkan ketakutan itu kian terlihat indah di mata mereka. "Menurutlah ... menurutlah ... kami akan membuatmu nyaman," ucap salah satu laki-laki tersebut kala melihat Dahayu terus mundur ke belakang. Sementara laki-laki lain masih menatap tubuh ramping Dahayu yang berbalut gaun sutera panjang warna mocca, sungguh keindahan yang luar biasa. "Kamu benar-benar sangat cantik, aku belum pernah memakan daun muda sepertimu, apakah kamu sangat manis?" Pria yang lain bertanya dengan raut wajah yang membuat Dahayu jijik. Dicekoki begitu banyak alkohol tentu saja melemahkan kesadaran Dahayu, tapi dia masih mempunyai kewarasan untuk tidak melayani laki-laki jahanam yang hendak menganiayanya. Ketika salah satu dari mereka mendekat, Dahayu tak ragu untuk menjejakkan kaki dengan kuat di area paling sensitif bawah perut. Pekikan keras terdengar kala laki-laki tersebut tersungkur jatuh ke lantai sembari memegangi miliknya yang terasa hancur oleh tendangan Dahayu. Sementara Dahayu sudah merangkak hendak turun dari tempat tidur berbahaya, menjauhi dua ancaman yang masih mengintai kehormatannya. "Hei, kamu pergi ke mana? Jangan coba-coba melarikan diri, ayo kita bersenang-senang!" Segera laki-laki tersebut berlari menjangkau Dahayu yang sudah berada di sisi lain tempat tidur. Terdengar bunyi robekan kain, membuat Dahayu membeku sesaat, kemudian menampakan kulit punggung putih, namun ada bekas luka memanjang yang masih terlihat indah. Laki-laki yang baru saja menarik pakaian Dahayu hingga robek, menyeringai jahat melihat bekas luka di punggung Dahayu, dia pun mencela dengan penuh nafsu. "Sangat menarik, apakah kamu masokis?" Dahayu tidak menjawab, dia masih berusaha melindungi tubuhnya dari ancaman pria tersebut. Bahkan dia tidak tahu apa yang sedang ditanyakan oleh laki-laki tersebut. Dahayu kembali berusaha menjauh dari ranjang sialan. Namun, kembali dia terpental di atas kasur, kala laki-laki tersebut menarik dan melemparkannya dengan kasar. "Tuan, aku mohon, biarkan aku pergi. Aku bukan wanita yang kalian inginkan!" Dahayu semakin ketakutan, tawa menyebalkan yang tadinya begitu mencela kini sudah tak lagi terdengar. Wajah laki-laki di depannya terlihat sangat serius dan mengerikan, setiap gerak geriknya menebar ancaman mematikan yang ingin membinasakan Dahayu. "Tuan, aku mohon jangan lakukan ini. Aku punya suami, biarkan aku pergi. Aku mohon!" pinta Dahayu memelas dengan derai air mata yang masih bercucuran. "Malam ini kamilah suamimu!" Bam! Jerit Dahayu melengking pilu setelah suara pukulan keras yang membuat tubuhnya terempas ke samping dengan sangat menyedihkan. Pandangan Dahayu menggelap, pipinya mati rasa akibat pukulan tersebut. Belum juga Dahayu sembuh dari rasa sakit dan syok akibat hantaman, Dahayu sudah kembali merasakan sakit tak terkira di kepala kala tangan kekar menjambak rambutnya dengan kasar. "Aaarrgh!" Dahayu mendongak dengan paksa akibat tarikan. "Kamu masokis, kamu suka dengan kekerasan seperti ini 'kan?" tanya laki-laki itu dengan nada mengerikan yang sama sekali tak enak didengar. "Tuan, lepaskan! Ini sakit!" pekik Dahayu mencoba melepaskan jambakan di rambutnya yang sangat menyiksa. "Hahaha ... sakit katamu? Aku suka itu. Memohonlah sekali lagi, maka aku akan melepaskanmu." "Tuan, aku mohon lepaskan aku, ini sakit!" Dahayu langsung tersungkur hingga dahinya membentur headboard dengan keras, kala laki-laki tersebut mengempaskannya. Pandangan Dahayu kembali menggelap, namun tarikan kasar segera membalik tubuhnya dengan paksa. Melihat Dahayu yang sudah tidak berdaya, nafsu laki-laki tersebut semakin membara, dia segera melepas jas dan juga kemeja yang dia kenakan. Tanpa aba-aba laki-laki tersebut langsung menerkam tubuh Dahayu. Membuat kesadaran gadis tersebut kembali bagai kilat petir. Sekuat tenaga Dahayu kembali melakukan perlawanan, membuat laki-laki itu murka dan kembali memukul Dahayu dengan keras. Namun, kali ini Dahayu tak ingin kembali memohon. Dia balik membalas pukulan laki-laki itu dengan keras. Ditinjunya jakun pria tersebut hingga terbatuk dan merasa tercekik. Dahayu bergegas turun dari tempat tidur. Tapi sial, laki-laki yang lain sudah mendapatkan kembali tenaganya dan menarik Dahayu hingga wanita tersebut terempas ke lantai. "Pelacur kecil sepertimu tak pantas untuk menolakku!" pekik laki-laki tersebut dengan kemarahan. Terdengar suara robekan kasar, saat rok Dahayu yang berbahan sutera lembut ditarik, mengekspos paha dan betis mulus milik sang gadis. Melihat pria yang hendak melecehkannya, Dahayu segera menjejak dada pria kurang ajar membuatnya bergerak mundur. Namun, laki-laki tersebut malah tertawa mengejek, dan kembali menerkam Dahayu yang terbaring di lantai. "Menurutlah ... agar semuanya cepat berlalu," ucap laki-laki tersebut dengan nada menjijikkan. Matanya sudah dipenuhi cahaya cabul dan kesenangan. Dahayu sudah merasa sangat kelelahan, tenaga juga sudah menipis untuk terus melakukan perlawanan. Berusaha menoleh ke samping kala laki-laki tersebut hendak melumat bibirnya. Tepat pada saat itu, mata Dahayu menemukan gelas di atas meja pendek tak jauh dari tempatnya terbaring. Tanpa pikir panjang Dahayu meraih gelas tersebut. Pyar! Gelas pecah di kepala laki-laki yang menindihnya diikuti rona merah segar yang mengalir pada dahi. Dahayu segera mendorong tubuh laki-laki yang tampak tidak berdaya akibat hantaman beling. Dahayu hendak kembali melarikan diri. Tapi pria yang lain sudah kembali datang dan membuat Dahayu semakin kesal hingga kehilangan kesabaran. Ketika sepasang mata kembali menangkap botol anggur di atas meja. Dahayu sudah kehilangan akal sehat. Tangannya kembali terulur meraih botol tersebut. Pyar! Rona merah keunguan menyebar di lantai bersama pecahan beling, setelah Dahayu membenturkan botol anggur dengan cepat di pinggir meja. Tanpa pikir panjang, Dahayu mengarahkan benda tajam di tangannya pada laki-laki yang mendekat ke arahnya dengan gerakan tergesa-gesa. Cras! Serpihan kaca menembus perut tak berbenang, membuat laki-laki tersebut membeku untuk beberapa saat melihat serpihan botol beling menancap di perutnya. Laki-laki tersebut ambruk seperti laki-laki sebelumnya, terlihat sangat mengenaskan. Dahayu membeku seketika, tangannya terus bergetar tak bisa dikendalikan, matanya berkaca-kaca dan pucat. Perlahan Dahayu menarik pantatnya ke belakang dan meringkuk bagai bola, memeluk lutut dengan sangat erat, kala matanya kosong dengan cahaya rumit. "Apa yang telah aku lakukan?" Tiba-tiba Dahayu menangis sejadi-jadinya sembari menutup mulut dengan tangan. Dia benar-benar sangat takut sekarang. "Aku pembunuh ... aku pembunuh ...," gumam Dahayu di sela isak tangis. Tubuh ramping itu lemas, Dahayu yang tadinya sangat ingin keluar dari kamar tersebut, mendadak kehilangan tenaga akibat penyesalan. Tepat pada saat itu, pintu kamar hotel terbuka dengan kasar. Diikuti kilat kamera yang tak berhenti mengerjap menyilaukan netra. Dahayu langsung menyipitkan mata menghalau kilat cahaya yang tak berhenti menusuk retina. Tangan yang tadinya membekap mulut, mendadak jatuh lemas mendapati begitu banyak orang yang menerobos masuk ke dalam kamar hotel. Semua wajah tercengang melihat kekacauan Dahayu. Sebelumnya mereka mendapat kabar bahwa salah satu dari anggota keluarga Jayanta adalah wanita penggoda. Namun, yang mereka lihat adalah kamar berdarah yang penuh penghakiman. Dari penampilan Dahayu yang berantakan dan menyedihkan, tentu saja semua orang tahu, jika Dahayu adalah korban pemaksaan. Namun, melihat dua orang terkapar dengan bersimbah darah, berbagai asumsi bermunculan di benak mereka. "Apa yang dia lakukan? Apakah dia baru saja membunuh dua orang, seorang diri?" "Apakah dia psikopat, hingga bisa membunuh dua orang sekaligus?" "Mungkin dia mencoba membela diri. Lihatlah pakaiannya yang sobek di mana-mana!" "Tapi tetap saja, membunuh orang itu adalah kelakuan diluar batas kewajaran." "Siapa sih dia sebenarnya? Apakah dia benar-benar salah salah satu anggota keluarga Jayanta?" Dahayu begitu pucat mendengar setiap cuitan yang terarah padanya. Dia merasa kedatangan mendadak sekumpulan orang-orang ini seperti diskenario. Jika saja dia tidak melawan tindakan dua laki-laki yang terkapar. Mungkin yang ditangkap oleh kerumunan orang-orang ini adalah adegan memalukan yang tidak dapat Dahayu bayangkan. Dahayu masih sangat linglung, sampai dia mendengar suara suaminya muncul di balik himpitan sekelompok orang. "Ayu ...."Dahayu mendongak mendapati dua orang yang sangat dia kenal. Yesti dan Aksa. Dua pasang mata itu melebar terkejut mendapati pemandangan mengenaskan di dekat Dahayu yang bersimpuh layu lengkap dengan wajah berantakan yang sangat memprihatinkan. Alis pekat Aksa berkerut tajam, tatapannya teramat dingin. Hatinya pilu melihat istri kecilnya yang menyedihkan. Wajah bengkak yang penuh luka, gaun indah yang dia belikan sudah berubah menjadi rombeng lantaran sobek di mana-mana, dan juga beberapa luka lebam di tangan ramping yang biasanya terlihat putih mulus. Kaki panjang Aksa segera tertekuk, jongkok. Tanpa ragu dia membawa Dahayu dalam pelukan, guna memberi ketenangan. "Ayu, apa yang terjadi denganmu?" Setitik kecemburuan hadir menghinggapi hati Yesti yang memandang. 'Sial, seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya Aksa membencinya saat perempuan itu melayani dua laki-laki sekaligus,' batin Yesti kesal, lantaran semua terjadi tak sesuai dengan yang dia harapkan. Rona wajah Daha
"Tentu saja murahan, dia 'kan orang ketiga." "Astaga, apakah dia belum puas merusak rumah tangga tuan Aksa dan nyonya Yesti? Masih saja bertemu dengan dua orang laki-laki di kamar hotel." "Perebut lelaki orang, menjijikan!" "Aku sangat menyesal sebelumnya kasihan melihat dia teraniaya seperti itu. Cuih ... ternyata dia memang pantas mendapatkannya." Diam-diam Yesti tersenyum mendengar ujaran kebencian dari semua orang. Sudut matanya melirik Dahayu yang terlihat semakin terpuruk, dan itu sedikit membuat hatinya puas. Sementara mata pekat Aksa semakin menggelap, tidak akan baik jika dia terus tetap berdiam di tempat itu. Lagi, dia ingin mengangkat tubuh Dahayu. Namun, kembali gerakannya terhenti tatkala polisi datang dan berkata, "Saudari Dahayu Kanta? Segera ikut kami ke kantor polisi, untuk memberi keterangan bahwa Anda terlibat tindak percobaan pembunuhan." Dahayu hanya pasrah ketika seorang polisi memborgol tangannya. Dia benar-benar sangat lemas dan gemetaran, hingga saat pol
Dahayu terdiam lemah di salah satu bangku stasiun kereta api, terpaku menatap gerbong kereta yang beberapa saat lagi akan membawanya pergi.Cek bernilai ratusan juta dia genggam dengan erat. Ini cukup untuknya bertahan dan memulai hidup baru.Dahayu segera berdiri setelah menghela napas kasar, dia hendak masuk ke dalam kereta seperti penumpang lain.Dahayu menyamankan diri pada tempat duduk dengan tenang, dan mengosongkan pikiran berharap ini adalah awal yang baik.Tapi segera terkejut manakala seseorang meraih tangannya dan berucap, "Kamu mau ke mana?"Secara alami Dahayu menoleh dengan gerakan terkejut. "Tu-tuan ... bagaimana kamu bisa di sini?""Ayo pulang." Aksa menarik tangan Dahayu yang langsung mendapat penolakan."Saya tidak akan kembali. Saya tidak ingin menjadi orang ketiga di antara kalian. Lagipula saya adalah kriminal, saya tidak ingin mempermalukan, Tuan." Dahayu berusaha melepaskan genggaman Aksa."Kamu masih istriku, aku yang akan memutuskan kamu pergi atau tidak."Det
Dahayu merentangkan tangan di pagi hari yang damai. Seperti biasa, setelah bangun tidur dia menuju dapur untuk mengambil air putih."Pagi, Nyonya." Seorang asisten menyapa membuat Dahayu tersenyum."Pagi," jawab Dahayu kemudian menuang air putih pada gelas kaca bening di atas meja, dia tidak tahu ada sepasang mata hangat yang sedang memperhatikannya saat ini.Aksa memang telah tiba di vila tempat Dahayu tinggal sejak dua jam yang lalu, dia terpana melihat gadis remaja umur 18 tahun yang dia bawa dari desa, kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik dari sebelumnya.Rambut hitamnya tergerai panjang, dan jatuh secara alami menyapu punggungnya yang putih memesona, siluet hidung mungil di atas bibir tipis terlihat begitu kentara kala pancaran matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kaca dari arah samping.Postur tubuh yang tinggi dan ramping terlihat mengenakan gaun tidur berwarna coklat susu dengan bahan tipis, sinar matahari pun kian memperjelas lekuk indah di dala
Sebulan sebelum Aksa membawa Dahayu pergi ke kota keadaan benar-benar sangat tak menguntungkan, saat itu Dahayu pulang dari ladang dan mendengar teriakan seseorang meminta bantuan. Dia adalah Aksa yang kakinya tertimpa reruntuhan kayu di resort terbengkalai. Dahayu hendak membantu Aksa keluar dari resort tersebut, tapi mendadak hujan badai disertai petir. Sejak kecil Dahayu memang sangat takut dengan petir dan kegelapan, dia langsung menjerit dan melepaskan Aksa hingga terjatuh lantaran kakinya terluka. Aksa yang tidak berdaya hanya dapat menghela napas pasrah melihat seseorang yang dia harapkan untuk menolong malah ketakutan sendiri. Terpaksa Aksa melalui malam gelap dengan gadis desa yang tidak dia kenal, sampai mereka ditemukan warga desa yang mencari keberadaan Dahayu. Kesalahpahaman terjadi, Aksa menjadi bulan-bulanan warga desa saat dia dalam kondisi yang tidak bisa melawan. "Jangan! Jangan pukuli tuan Aksa. Dia sedang sakit! Kakinya terluka!" "Hentikan, aku mohon! Tuan A
Dahayu menuruni tangga dengan langkah pelan setelah pelayan mengatakan sarapan sudah siap.Sudah ada Aksa dan Yesti yang duduk di meja makan.Decit kursi yang digeser segera terdengar, saat Aksa menariknya.Tidak mengucapkan apa-apa, tapi itu seperti perintah untuk Dahayu agar dia duduk di samping Aksa.Dahayu menangkap aura ketidaksenangan di wajah Yesti. Selalu seperti ini sejak empat tahun yang lalu.Dahayu lelah, dan tak ingin terus mengulangi kejadian yang tidak mengenakkan itu, dia memilih pergi menuju kursi lain.Tapi belum sempat Dahayu duduk, Aksa sudah bertitah, "Mina, buang semua kursi, selain yang aku pegang."Dahayu tertegun sejenak menatap suaminya. Pria tersebut tidak membentak atau menunjukkan nada kemarahan, tapi suaranya yang rendah dan berwibawa sudah bisa membuat orang tunduk kepadanya.Dahayu menelan saliva dan duduk dengan patuh di samping Aksa, meski bayangan pertengkaran hebat disertai jerit tangis Yesti sudah menghantui."Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" tan
Dahayu menatap senja di depan jendela kamarnya dengan melipat tangan di depan dada.Rona kuning keemasan bersembunyi di balik mendung hitam yang bergelayut bagai kapas kotor dari kejauhan.Warna kelam itu semakin terkumpul dan tebal menghalangi keindahan senja dengan cepat.Sudah pasti akan turun hujan malam ini."Nyonya." Suara Mina membuat Dahayu menoleh perlahan."Tuan membelikan gaun untuk, Nyonya. Beliau meminta Anda bersiap. Tuan besar Jayanta akan mengadakan perjamuan di kediaman utama malam ini."Kata perjamuan itu terdengar mengerikan di telinga Dahayu. Empat tahun yang lalu Dahayu mengotori tangannya untuk membunuh dua orang sekaligus gara-gara Aksa mengajaknya ke perjamuan.Tapi kali ini perjamuan diadakan di kediaman mertuanya, mungkin tidak berbahaya seperti dilakukan di hotel.Dahayu mulai mengangguk dan berkata, "Iya."Setelah Mina pergi, kilat mata Dahayu terlihat kosong usai melihat gaun warna pastel yang tampak indah.Ada yang sedang dia pikirkan dengan sangat dalam
Aksa hendak membantu Dahayu kala melihat istri kecilnya jatuh tersungkur. Namun, saat mengetahui Dahayu kembali bangkit dan membalas apa yang dilakukan Yesti, Aksa malah tersenyum samar. 'Ternyata istri kecilku memang sudah berubah,' gumam Aksa dalam hati.Dahayu terbalik dan berjalan tenang, mengabaikan tatapan aneh semua orang yang berbisik-bisik. Tepat ketika dia sampai di depan Aksa yang berdiri tegak dengan tangan bersembunyi di balik saku, Dahayu pun berhenti. "Mana yang sakit?" tanya Aksa pelan."Tidak perlu mempedulikan aku, nyonya lebih berharap perhatianmu." Dahayu hendak kembali berlenggang pergi, namun tangannya diraih Aksa."Ke mana?" Lagi, Aksa bertanya."Toilet." Jawaban singkat Dahayu membuat Aksa melepaskan genggamannya. Seperti yang dikatakan Dahayu, istri pertamanya tampak mendekat dengan wajah sedih setelah Dahayu pergi.Sebagai istri yang sering dimanja, sudah jelas saat ini Yesti sedang haus perhatian."Ganti bajumu dan bersihkan wajahmu." Hanya kata seperti
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m