Share

Tuan, Biarkan Aku Pergi
Tuan, Biarkan Aku Pergi
Penulis: Kerry Pu

1. Malam Berdarah

"Pergi! Jangan mendekat padaku! Pergi!"

Senyum dan tawa merendahkan tak henti menguar menanggapi seru ketakutan Dahayu yang terlempar di atas kasur dengan kasar.

Wajah memerah penuh derai air mata malah membuat dua laki-laki sangat berhasrat untuk memakan gadis itu hidup-hidup. Bahkan ketakutan itu kian terlihat indah di mata mereka.

"Menurutlah ... menurutlah ... kami akan membuatmu nyaman," ucap salah satu laki-laki tersebut kala melihat Dahayu terus mundur ke belakang.

Sementara laki-laki lain masih menatap tubuh ramping Dahayu yang berbalut gaun sutera panjang warna mocca, sungguh keindahan yang luar biasa.

"Kamu benar-benar sangat cantik, aku belum pernah memakan daun muda sepertimu, apakah kamu sangat manis?" Pria yang lain bertanya dengan raut wajah yang membuat Dahayu jijik.

Dicekoki begitu banyak alkohol tentu saja melemahkan kesadaran Dahayu, tapi dia masih mempunyai kewarasan untuk tidak melayani laki-laki jahanam yang hendak menganiayanya.

Ketika salah satu dari mereka mendekat, Dahayu tak ragu untuk menjejakkan kaki dengan kuat di area paling sensitif bawah perut.

Pekikan keras terdengar kala laki-laki tersebut tersungkur jatuh ke lantai sembari memegangi miliknya yang terasa hancur oleh tendangan Dahayu.

Sementara Dahayu sudah merangkak hendak turun dari tempat tidur berbahaya, menjauhi dua ancaman yang masih mengintai kehormatannya.

"Hei, kamu pergi ke mana? Jangan coba-coba melarikan diri, ayo kita bersenang-senang!"

Segera laki-laki tersebut berlari menjangkau Dahayu yang sudah berada di sisi lain tempat tidur.

Terdengar bunyi robekan kain, membuat Dahayu membeku sesaat, kemudian menampakan kulit punggung putih, namun ada bekas luka memanjang yang masih terlihat indah.

Laki-laki yang baru saja menarik pakaian Dahayu hingga robek, menyeringai jahat melihat bekas luka di punggung Dahayu, dia pun mencela dengan penuh nafsu.

"Sangat menarik, apakah kamu masokis?"

Dahayu tidak menjawab, dia masih berusaha melindungi tubuhnya dari ancaman pria tersebut. Bahkan dia tidak tahu apa yang sedang ditanyakan oleh laki-laki tersebut.

Dahayu kembali berusaha menjauh dari ranjang sialan. Namun, kembali dia terpental di atas kasur, kala laki-laki tersebut menarik dan melemparkannya dengan kasar.

"Tuan, aku mohon, biarkan aku pergi. Aku bukan wanita yang kalian inginkan!"

Dahayu semakin ketakutan, tawa menyebalkan yang tadinya begitu mencela kini sudah tak lagi terdengar.

Wajah laki-laki di depannya terlihat sangat serius dan mengerikan, setiap gerak geriknya menebar ancaman mematikan yang ingin membinasakan Dahayu.

"Tuan, aku mohon jangan lakukan ini. Aku punya suami, biarkan aku pergi. Aku mohon!" pinta Dahayu memelas dengan derai air mata yang masih bercucuran.

"Malam ini kamilah suamimu!"

Bam!

Jerit Dahayu melengking pilu setelah suara pukulan keras yang membuat tubuhnya terempas ke samping dengan sangat menyedihkan.

Pandangan Dahayu menggelap, pipinya mati rasa akibat pukulan tersebut.

Belum juga Dahayu sembuh dari rasa sakit dan syok akibat hantaman, Dahayu sudah kembali merasakan sakit tak terkira di kepala kala tangan kekar menjambak rambutnya dengan kasar.

"Aaarrgh!" Dahayu mendongak dengan paksa akibat tarikan.

"Kamu masokis, kamu suka dengan kekerasan seperti ini 'kan?" tanya laki-laki itu dengan nada mengerikan yang sama sekali tak enak didengar.

"Tuan, lepaskan! Ini sakit!" pekik Dahayu mencoba melepaskan jambakan di rambutnya yang sangat menyiksa.

"Hahaha ... sakit katamu? Aku suka itu. Memohonlah sekali lagi, maka aku akan melepaskanmu."

"Tuan, aku mohon lepaskan aku, ini sakit!"

Dahayu langsung tersungkur hingga dahinya membentur headboard dengan keras, kala laki-laki tersebut mengempaskannya.

Pandangan Dahayu kembali menggelap, namun tarikan kasar segera membalik tubuhnya dengan paksa.

Melihat Dahayu yang sudah tidak berdaya, nafsu laki-laki tersebut semakin membara, dia segera melepas jas dan juga kemeja yang dia kenakan.

Tanpa aba-aba laki-laki tersebut langsung menerkam tubuh Dahayu. Membuat kesadaran gadis tersebut kembali bagai kilat petir.

Sekuat tenaga Dahayu kembali melakukan perlawanan, membuat laki-laki itu murka dan kembali memukul Dahayu dengan keras.

Namun, kali ini Dahayu tak ingin kembali memohon. Dia balik membalas pukulan laki-laki itu dengan keras.

Ditinjunya jakun pria tersebut hingga terbatuk dan merasa tercekik.

Dahayu bergegas turun dari tempat tidur.

Tapi sial, laki-laki yang lain sudah mendapatkan kembali tenaganya dan menarik Dahayu hingga wanita tersebut terempas ke lantai.

"Pelacur kecil sepertimu tak pantas untuk menolakku!" pekik laki-laki tersebut dengan kemarahan.

Terdengar suara robekan kasar, saat rok Dahayu yang berbahan sutera lembut ditarik, mengekspos paha dan betis mulus milik sang gadis.

Melihat pria yang hendak melecehkannya, Dahayu segera menjejak dada pria kurang ajar membuatnya bergerak mundur.

Namun, laki-laki tersebut malah tertawa mengejek, dan kembali menerkam Dahayu yang terbaring di lantai.

"Menurutlah ... agar semuanya cepat berlalu," ucap laki-laki tersebut dengan nada menjijikkan. Matanya sudah dipenuhi cahaya cabul dan kesenangan.

Dahayu sudah merasa sangat kelelahan, tenaga juga sudah menipis untuk terus melakukan perlawanan.

Berusaha menoleh ke samping kala laki-laki tersebut hendak melumat bibirnya. Tepat pada saat itu, mata Dahayu menemukan gelas di atas meja pendek tak jauh dari tempatnya terbaring.

Tanpa pikir panjang Dahayu meraih gelas tersebut.

Pyar!

Gelas pecah di kepala laki-laki yang menindihnya diikuti rona merah segar yang mengalir pada dahi.

Dahayu segera mendorong tubuh laki-laki yang tampak tidak berdaya akibat hantaman beling.

Dahayu hendak kembali melarikan diri. Tapi pria yang lain sudah kembali datang dan membuat Dahayu semakin kesal hingga kehilangan kesabaran.

Ketika sepasang mata kembali menangkap botol anggur di atas meja. Dahayu sudah kehilangan akal sehat. Tangannya kembali terulur meraih botol tersebut.

Pyar!

Rona merah keunguan menyebar di lantai bersama pecahan beling, setelah Dahayu membenturkan botol anggur dengan cepat di pinggir meja.

Tanpa pikir panjang, Dahayu mengarahkan benda tajam di tangannya pada laki-laki yang mendekat ke arahnya dengan gerakan tergesa-gesa.

Cras!

Serpihan kaca menembus perut tak berbenang, membuat laki-laki tersebut membeku untuk beberapa saat melihat serpihan botol beling menancap di perutnya.

Laki-laki tersebut ambruk seperti laki-laki sebelumnya, terlihat sangat mengenaskan.

Dahayu membeku seketika, tangannya terus bergetar tak bisa dikendalikan, matanya berkaca-kaca dan pucat.

Perlahan Dahayu menarik pantatnya ke belakang dan meringkuk bagai bola, memeluk lutut dengan sangat erat, kala matanya kosong dengan cahaya rumit.

"Apa yang telah aku lakukan?"

Tiba-tiba Dahayu menangis sejadi-jadinya sembari menutup mulut dengan tangan. Dia benar-benar sangat takut sekarang.

"Aku pembunuh ... aku pembunuh ...," gumam Dahayu di sela isak tangis.

Tubuh ramping itu lemas, Dahayu yang tadinya sangat ingin keluar dari kamar tersebut, mendadak kehilangan tenaga akibat penyesalan.

Tepat pada saat itu, pintu kamar hotel terbuka dengan kasar. Diikuti kilat kamera yang tak berhenti mengerjap menyilaukan netra.

Dahayu langsung menyipitkan mata menghalau kilat cahaya yang tak berhenti menusuk retina.

Tangan yang tadinya membekap mulut, mendadak jatuh lemas mendapati begitu banyak orang yang menerobos masuk ke dalam kamar hotel.

Semua wajah tercengang melihat kekacauan Dahayu. Sebelumnya mereka mendapat kabar bahwa salah satu dari anggota keluarga Jayanta adalah wanita penggoda. Namun, yang mereka lihat adalah kamar berdarah yang penuh penghakiman.

Dari penampilan Dahayu yang berantakan dan menyedihkan, tentu saja semua orang tahu, jika Dahayu adalah korban pemaksaan.

Namun, melihat dua orang terkapar dengan bersimbah darah, berbagai asumsi bermunculan di benak mereka.

"Apa yang dia lakukan? Apakah dia baru saja membunuh dua orang, seorang diri?"

"Apakah dia psikopat, hingga bisa membunuh dua orang sekaligus?"

"Mungkin dia mencoba membela diri. Lihatlah pakaiannya yang sobek di mana-mana!"

"Tapi tetap saja, membunuh orang itu adalah kelakuan diluar batas kewajaran."

"Siapa sih dia sebenarnya? Apakah dia benar-benar salah salah satu anggota keluarga Jayanta?"

Dahayu begitu pucat mendengar setiap cuitan yang terarah padanya. Dia merasa kedatangan mendadak sekumpulan orang-orang ini seperti diskenario.

Jika saja dia tidak melawan tindakan dua laki-laki yang terkapar. Mungkin yang ditangkap oleh kerumunan orang-orang ini adalah adegan memalukan yang tidak dapat Dahayu bayangkan.

Dahayu masih sangat linglung, sampai dia mendengar suara suaminya muncul di balik himpitan sekelompok orang.

"Ayu ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status