Share

2. Biarkan Mereka Mati

Dahayu mendongak mendapati dua orang yang sangat dia kenal.

Yesti dan Aksa. Dua pasang mata itu melebar terkejut mendapati pemandangan mengenaskan di dekat Dahayu yang bersimpuh layu lengkap dengan wajah berantakan yang sangat memprihatinkan.

Alis pekat Aksa berkerut tajam, tatapannya teramat dingin. Hatinya pilu melihat istri kecilnya yang menyedihkan.

Wajah bengkak yang penuh luka, gaun indah yang dia belikan sudah berubah menjadi rombeng lantaran sobek di mana-mana, dan juga beberapa luka lebam di tangan ramping yang biasanya terlihat putih mulus.

Kaki panjang Aksa segera tertekuk, jongkok. Tanpa ragu dia membawa Dahayu dalam pelukan, guna memberi ketenangan.

"Ayu, apa yang terjadi denganmu?"

Setitik kecemburuan hadir menghinggapi hati Yesti yang memandang.

'Sial, seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya Aksa membencinya saat perempuan itu melayani dua laki-laki sekaligus,' batin Yesti kesal, lantaran semua terjadi tak sesuai dengan yang dia harapkan.

Rona wajah Dahayu masih sangat terlihat pucat dan sama sekali tak berekspresi meski sekarang sudah dalam dekapan hangat sang suami.

"Mereka mati," ucap Dahayu lirih yang membuat Aksa menoleh pada dua pria yang terkapar mengenaskan.

Aksa hanya menarik napas dalam, dia tak berucap apa-apa juga tak ingin membenarkan tindakan Dahayu. Namun, Aksa yakin Dahayu mempunyai alasan kuat, hingga melakukan tindakan sejauh itu.

Yesti yang geram memunculkan sorot tajam di mata, hatinya yang memburuk mulai ingin menyudutkan Dahayu.

"Dahayu, apa yang kamu lakukan? Kamu ingin membuat keluarga Jayanta malu dengan kelakuan kejimu itu! Lihat tangan kotormu telah melenyapkan dua orang sekaligus!"

Mendengar seruan Yesti, Dahayu semakin gemetaran. Gadis itu kian merasa bersalah pada Aksa, meski dia sangat ingin berpisah dengannya.

Dahayu yang sebelumnya sempat membeku akibat kedatangan begitu banyak orang secara mendadak, tiba-tiba kembali bergetar ketakutan dan terisak.

Seketika tatapan Aksa tertuju pada Yesti dengan binar mata gelap yang teramat suram menyatu dengan gelapnya malam.

Dengan kondisi Dahayu yang sama sekali tidak baik, seharusnya Yesti bisa lebih bijak dalam mengambil kesimpulan.

Tapi istri pertamanya ini seperti sengaja menuang minyak pada api yang baru saja menyala, hingga semua orang yang menyaksikan itu terbakar untuk untuk menggali lebih dalam.

Bukannya Yesti tidak tahu dengan tatapan permusuhan yang ditunjukan Aksa, tapi dia menempatkan diri pada pihak yang benar dan terus menyudutkan Dahayu.

"Dahayu, apa kamu ini orang tak tahu diri? Aksa memungutmu dari bak sampah dan menjadikanmu putri raja, inikah balasanmu untuknya?!"

"Yesti!" hardik Aksa dengan tatapan menusuk.

"Aksa, kamu tidak perlu membelanya. Kenyataan sudah menunjukan, gadis yang tidak dilahirkan dari keluarga bermartabat, memang tidak mempunyai etika yang baik. Percuma kamu mempertahankan dia di sisimu."

Semua orang yang kembali berbisik-bisik menanyakan siapa sebenarnya Dahayu? Mendengar apa yang dilontarkan Yesti, mereka langsung menangkap jika Dahayu bukan murni keluarga Jayanta.

"Siapa dia? Apakah dia anak pungut?"

"Tuan dan nyonya Jayanta masih muda. Apakah mereka mengadopsi anak gadis?"

"Seharusnya mereka mengadopsi bayi, agar bisa dididik dari nol. Jika mereka mengadopsi gadis remaja seperti ini, mana mereka tahu seburuk apa didikan gadis ini sebelumnya."

"Nyonya Jayanta, sebenarnya siapa gadis ini?" celetuk seseorang tak tahan memendam rasa penasaran.

Yesti tak menjawab, dia ingin menggiring opini miring di benak semua orang tentang Dahayu. Dia masih menunggu Aksa membeberkan sendiri status Dahayu pada khalayak umum.

Aksa kembali pada Dahayu yang bersandar takut di dadanya. Kemudian bertanya, "Apa yang terjadi?"

Dahayu menatap dua orang yang tergelak di lantai dan menjawab dengan gemetar. "Mereka ... mereka ... mereka ingin melecehkan saya. Saya tidak ingin membunuh mereka."

Mata gelap Aksa semakin pekat, rahangnya mengerat tajam, memandang dua orang yang tergeletak dengan penuh kebencian. "Kalau begitu biarkan mereka mati."

Semua orang terkejut dan membekap mulut mereka setelah mendengar kata datar dan jahat yang baru saja keluar dari mulut Aksa.

Dalam benak semua orang, 'apa dia bukan manusia? Begitu mudahnya dia memutuskan kematian seseorang.'

Yesti sendiri tidak menyangka jika Aksa akan berkata demikian. Sepuluh jarinya meremas kuat. "Aksa, apa kamu sudah dibutakan oleh gadis udik ini? Hingga mengabaikan tangan jahatnya yang membunuh orang."

"Jika kamu hanya datang untuk mencela, lebih baik kamu pulang," usir Aksa datar dan terlihat tidak peduli.

Aksa hendak mengangkat tubuh Dahayu, tapi perempuan itu segera mendongak dan berkata lirih. "Tuan, mungkin mereka masih bisa diselamatkan, panggil ambulans."

Aksa menatap Dahayu sejenak, mata dinginnya pun meredup, dan sungguh mengejutkan ketika dia tiba-tiba berkata, "Baiklah."

Semua orang saling berpandangan, cukup bingung dengan situasi yang terjadi, tadinya Aksa begitu tidak peduli, dan berharap dua laki-laki tercela itu mati. Tapi begitu Dahayu yang meminta, bagaimana Aksa sangat mudah mengiyakan kata-kata Dahayu?

Yesti semakin pahit mendapati kenyataan ini. Dia tidak menyangka jika Aksa sepeduli itu dengan Dahayu, sepertinya dia harus melakukan hal lebih untuk mencegah mereka semakin dekat dan menghancurkan hubungannya dengan Aksa.

"Aksa, apa kamu sudah gila? Begitu mudahnya kamu memutuskan hidup dan mati seseorang hanya dengan kata yang keluar dari mulut gadis udik ini. Tidakkah kamu pikirkan bagaimana istri mudamu itu bisa bersama dua orang pria dan masuk ke dalam kamar hotel?"

"...."

"...."

"...."

Semua mata terbelalak lebar mendengar seruan Yesti.

"Apa? Istri muda?"

"Jadi dia adalah istri mudanya tuan Aksa? Pantas saja dia terlihat begitu murahan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status