"Tentu saja murahan, dia 'kan orang ketiga."
"Astaga, apakah dia belum puas merusak rumah tangga tuan Aksa dan nyonya Yesti? Masih saja bertemu dengan dua orang laki-laki di kamar hotel." "Perebut lelaki orang, menjijikan!" "Aku sangat menyesal sebelumnya kasihan melihat dia teraniaya seperti itu. Cuih ... ternyata dia memang pantas mendapatkannya." Diam-diam Yesti tersenyum mendengar ujaran kebencian dari semua orang. Sudut matanya melirik Dahayu yang terlihat semakin terpuruk, dan itu sedikit membuat hatinya puas. Sementara mata pekat Aksa semakin menggelap, tidak akan baik jika dia terus tetap berdiam di tempat itu. Lagi, dia ingin mengangkat tubuh Dahayu. Namun, kembali gerakannya terhenti tatkala polisi datang dan berkata, "Saudari Dahayu Kanta? Segera ikut kami ke kantor polisi, untuk memberi keterangan bahwa Anda terlibat tindak percobaan pembunuhan." Dahayu hanya pasrah ketika seorang polisi memborgol tangannya. Dia benar-benar sangat lemas dan gemetaran, hingga saat polisi menariknya pun Dahayu sudah tak sanggup berdiri apalagi untuk berjalan. Tak tega melihat kondisi Dahayu yang tidak berdaya, Aksa segera menggendongnya dan membawa ke luar dari ruangan tersebut. Berjalan dengan langkah ringan sampai mata pekatnya menemukan sosok laki-laki yang berdiri angkuh dengan kedua tangan yang bersembunyi di balik saku. 'Lukas ...,' gumam Aksa dalam hati. Sekarang, kurang lebih dia tahu dengan kejadian yang menimpa Dahayu. Tak heran jika polisi dan wartawan datang secepat ini. Tatapan Aksa penuh permusuhan kala melewati Lukas. Yang hanya dibalas dengan senyum simpul oleh laki-laki tersebut. Kemudian Yesti tiba di depan Lukas, dengan binar wajah suram melihat punggung tegap Aksa menjauh diikuti polisi. "Ternyata dia, cukup tangguh," ucap Lukas santai. Yesti mendengkus samar menanggapi ujaran Lukas. Kemudian berkata, "Ini sungguh diluar prediksi." "Kamu kesal?" tanya Lukas datar. Kembali Yesti mendengkus dan berkata, "Kamu paling tahu apa yang aku rasakan." Lukas maju selangkah dan sedikit menunduk hingga mulutnya sampai di dekat telinga Yesti, tangannya juga mulai membelai pinggang Yesti dengan gerakan lembut yang sedikit nakal. "Kalau begitu, bisakah malam kita bersenang-senang?" "Singkirkan tanganmu. Aku harus memastikan gadis udik itu mendapatkan tempat yang benar. Jika tidak, besok harus menjadi panggungmu." Yesti tersenyum manis dan berlenggang pergi setelah mendorong Lukas. Lukas mengembalikan kedua tangannya ke dalam saku celana dan tersenyum. "Aku mengerti," gumamnya lirih. *** Di kantor polisi interogasi panjang sedang berlangsung. Sementara Aksa segera mencari bukti bahwa Dahayu terjebak dan hanya berusaha membela diri. Setelah mendapatkan rekaman CCTV hotel, sudah dipastikan bahwa Dahayu adalah korban pelecehan. Dahayu dibebaskan. Namun, lantaran terlalu banyak tekanan Dahayu pingsan saat perjalanan menuju mobil. Kini dia sedang terbaring lemas di brankar rumah sakit untuk menjalani perawatan. "Bagaimana keadaannya?" Aksa memastikan kondisi istri kecilnya kala dokter selesai memeriksa. "Dia akan segera membaik. Dia terlalu syok, dia butuh istirahat," terang dokter, ramah. Namun belum ada binar puas di wajah Aksa, hingga dia kembali bertanya, "Apa tidak ada luka yang lain selain itu?" Dokter segera tersenyum, dia tahu maksud pertanyaan Aksa. "Jangan khawatir, dia masih perawan." Binar wajah kelegaan segera terlihat di wajah Aksa. Sementara Yesti yang ada di sampingnya malah semakin geram dan mengepalkan tangan. Dia sudah sangat kecewa lantaran Dahayu terbebas dari jerat hukum. Sekarang dokter malah menyatakan bahwa gadis itu masih perawan. Harapan agar Aksa membenci dan menceraikan Dahayu sirna seketika, digantikan perasaan dongkol yang tak terperi. "Aku sangat lelah, aku akan pulang untuk beristirahat," pamit Yesti dan segera pergi. Sampai di koridor rumah sakit, Yesti segera mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Dan memanggil seseorang. "Lukas, lakukan yang terbaik." *** Matahari baru saja bersinar, tapi berita kriminal yang memuat gambar Dahayu sebagai tersangka dalam tindak pembunuhan sudah viral di mana-mana. Tentu saja nama Aksa dan Yesti juga ikut terseret dalam berita tersebut. "Sudah aku katakan Aksa, inilah akibatnya jika kamu tetap mempertahankan gadis itu di sampingmu. Dia sama sekali tak cocok dengan kehidupan kota, kembalikan dia ke tempat asalnya," bujuk Yesti dengan raut wajah geram setelah membaca halaman berita yang menyudutkan keluarga Jayanta. Tidak seperti yang Yesti harapkan, wajah Aksa masih setenang angin malam setelah mengetahui berita heboh itu. Dia sama sekali tak terusik. "Aksa, tidakkah kamu ingin melakukan sesuatu untuk meredam berita ini? Ceraikan gadis pembawa sial itu!" desak Yesti masih terdengar geram. Aksa menatap Yesti sejenak, tatapan itu terlalu dalam. "Jadi itu tujuanmu mempermalukan Ayu di depan awak media?" Yesti terkesiap tapi segera menguasai diri. "Aku adalah pihak yang teraniaya, tentu saja aku berhak melakukan itu." "Hmm ... apakah kamu yang mengatur semua itu?" Kembali Aksa bertanya dengan sikapnya yang tenang. Yesti kembali terkesiap, tapi kali ini dia menyangkal, "Apa kamu pikir aku kurang kerjaan untuk merencanakan hal gila semacam itu? Kamu sendiri melihat aku selalu bersama tamu undangan sepanjang perjamuan. Apakah aku harus mengikutinya saat dia berpamitan menuju toilet? Aku bukan pengasuh bayi, Aksa!" Aksa mengembuskan napas tenang. "Aku harap apa yang kamu katakan benar." "Tentu saja. Sekarang apa kamu tak bisa mendengar permohonanku? Ceraikan dia, kita akan bahagia seperti sebelum gadis itu hadir." Kali ini Yesti benar-benar sangat memohon sebagai istri yang tersakiti. Aksa mendongakkan wajah dan mengembuskan napas pelan. Dalam hati dia juga kasihan terus menerus melihat kecemburuan di mata Yesti. Tapi sikap keras kepala Yesti yang tak ingin memiliki bayi juga membuat Aksa kesal. Selalu memanjakannya mungkin tidak akan mendapatkan hasil yang baik, dia harus sedikit memberi pelajaran pada istrinya. Aksa menaikan alis sekilas dan berucap, "Itu tergantung dengan keputusanmu. Jadi kapan kamu berencana memiliki bayi?" "Aku sudah membuang semua pil kontrasepsi yang aku simpan. Sekarang tinggal bagaimana usahamu untuk meraihnya," terang Yesti dengan suara merendah. "Aku akan mengambil keputusan untuk Dahayu, ketika aku mendengar berita baik darimu," ucap Aksa datar. Saat Aksa mengakhiri ucapannya, pintu ruangan terlihat terbuka menunjukkan seorang laki-laki yang tidak lain adalah sekretaris Aksa. "Jumpa pers sudah siap, Tuan. Silahkan menuju ke lobi." Aksa berdeham pelan dan segera beranjak dari tempat duduk, untuk mengklarifikasi berita yang menyudutkan keluarganya, juga untuk meluruskan bahwa Dahayu hanya korban bukan kriminal. Sementara Yesti masih terlihat geram. Dari apa yang diucapkan Aksa, suaminya itu sepertinya masih tak ingin melepaskan istri mudanya dalam waktu dekat. "Jika kamu tak ingin melepaskannya, maka gadis itu yang akan melepaskanmu," gumam Yesti dan segera bergegas menuju rumah sakit. Dahayu menoleh, wajahnya yang penuh luka masih tampak ketakutan dan tersirat trauma untuk bertemu orang lain. Dia sedikit bergerak dan menelan saliva kala Yesti berjalan mendekat ke arahnya. Apalagi saat Yesti tak mengucapkan apa-apa, dan hanya berdiri menatapnya. Dahayu menunduk lemah. "Puas, sekarang kamu mempermalukan dan mencemarkan nama baik Aksa?" Nada sinis itu menembus kesunyian setelah melalui keheningan yang cukup lama. Dahayu masih diam seperti yang sudah-sudah. Intimidasi Yesti sudah biasa dia dengar, kali ini dia pun tak ingin menimpali. "Sebenarnya perempuan macam apa kamu ini? Sebagai seorang wanita apa kamu tak mempunyai perasaan? Terus bertahan di antara kami, sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu tahu 'kan Aksa sama sekali tidak mempunyai perasaan terhadapmu?" Dahayu menelan saliva, tentu saja dia tahu tentang hal itu. Hanya saja sampai sekarang Aksa juga tak membiarkannya pergi. Yesti mengeluarkan cek dari dalam tasnya dan berucap, "Aku rasa ini lebih dari cukup untukmu bertahan. Pergilah jauh, di mana kami tak bisa menemukanmu. Kamu sudah cukup menjadi beban dalam pernikahanku dengan Aksa."Dahayu terdiam lemah di salah satu bangku stasiun kereta api, terpaku menatap gerbong kereta yang beberapa saat lagi akan membawanya pergi.Cek bernilai ratusan juta dia genggam dengan erat. Ini cukup untuknya bertahan dan memulai hidup baru.Dahayu segera berdiri setelah menghela napas kasar, dia hendak masuk ke dalam kereta seperti penumpang lain.Dahayu menyamankan diri pada tempat duduk dengan tenang, dan mengosongkan pikiran berharap ini adalah awal yang baik.Tapi segera terkejut manakala seseorang meraih tangannya dan berucap, "Kamu mau ke mana?"Secara alami Dahayu menoleh dengan gerakan terkejut. "Tu-tuan ... bagaimana kamu bisa di sini?""Ayo pulang." Aksa menarik tangan Dahayu yang langsung mendapat penolakan."Saya tidak akan kembali. Saya tidak ingin menjadi orang ketiga di antara kalian. Lagipula saya adalah kriminal, saya tidak ingin mempermalukan, Tuan." Dahayu berusaha melepaskan genggaman Aksa."Kamu masih istriku, aku yang akan memutuskan kamu pergi atau tidak."Det
Dahayu merentangkan tangan di pagi hari yang damai. Seperti biasa, setelah bangun tidur dia menuju dapur untuk mengambil air putih."Pagi, Nyonya." Seorang asisten menyapa membuat Dahayu tersenyum."Pagi," jawab Dahayu kemudian menuang air putih pada gelas kaca bening di atas meja, dia tidak tahu ada sepasang mata hangat yang sedang memperhatikannya saat ini.Aksa memang telah tiba di vila tempat Dahayu tinggal sejak dua jam yang lalu, dia terpana melihat gadis remaja umur 18 tahun yang dia bawa dari desa, kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik dari sebelumnya.Rambut hitamnya tergerai panjang, dan jatuh secara alami menyapu punggungnya yang putih memesona, siluet hidung mungil di atas bibir tipis terlihat begitu kentara kala pancaran matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kaca dari arah samping.Postur tubuh yang tinggi dan ramping terlihat mengenakan gaun tidur berwarna coklat susu dengan bahan tipis, sinar matahari pun kian memperjelas lekuk indah di dala
Sebulan sebelum Aksa membawa Dahayu pergi ke kota keadaan benar-benar sangat tak menguntungkan, saat itu Dahayu pulang dari ladang dan mendengar teriakan seseorang meminta bantuan. Dia adalah Aksa yang kakinya tertimpa reruntuhan kayu di resort terbengkalai. Dahayu hendak membantu Aksa keluar dari resort tersebut, tapi mendadak hujan badai disertai petir. Sejak kecil Dahayu memang sangat takut dengan petir dan kegelapan, dia langsung menjerit dan melepaskan Aksa hingga terjatuh lantaran kakinya terluka. Aksa yang tidak berdaya hanya dapat menghela napas pasrah melihat seseorang yang dia harapkan untuk menolong malah ketakutan sendiri. Terpaksa Aksa melalui malam gelap dengan gadis desa yang tidak dia kenal, sampai mereka ditemukan warga desa yang mencari keberadaan Dahayu. Kesalahpahaman terjadi, Aksa menjadi bulan-bulanan warga desa saat dia dalam kondisi yang tidak bisa melawan. "Jangan! Jangan pukuli tuan Aksa. Dia sedang sakit! Kakinya terluka!" "Hentikan, aku mohon! Tuan A
Dahayu menuruni tangga dengan langkah pelan setelah pelayan mengatakan sarapan sudah siap.Sudah ada Aksa dan Yesti yang duduk di meja makan.Decit kursi yang digeser segera terdengar, saat Aksa menariknya.Tidak mengucapkan apa-apa, tapi itu seperti perintah untuk Dahayu agar dia duduk di samping Aksa.Dahayu menangkap aura ketidaksenangan di wajah Yesti. Selalu seperti ini sejak empat tahun yang lalu.Dahayu lelah, dan tak ingin terus mengulangi kejadian yang tidak mengenakkan itu, dia memilih pergi menuju kursi lain.Tapi belum sempat Dahayu duduk, Aksa sudah bertitah, "Mina, buang semua kursi, selain yang aku pegang."Dahayu tertegun sejenak menatap suaminya. Pria tersebut tidak membentak atau menunjukkan nada kemarahan, tapi suaranya yang rendah dan berwibawa sudah bisa membuat orang tunduk kepadanya.Dahayu menelan saliva dan duduk dengan patuh di samping Aksa, meski bayangan pertengkaran hebat disertai jerit tangis Yesti sudah menghantui."Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" tan
Dahayu menatap senja di depan jendela kamarnya dengan melipat tangan di depan dada.Rona kuning keemasan bersembunyi di balik mendung hitam yang bergelayut bagai kapas kotor dari kejauhan.Warna kelam itu semakin terkumpul dan tebal menghalangi keindahan senja dengan cepat.Sudah pasti akan turun hujan malam ini."Nyonya." Suara Mina membuat Dahayu menoleh perlahan."Tuan membelikan gaun untuk, Nyonya. Beliau meminta Anda bersiap. Tuan besar Jayanta akan mengadakan perjamuan di kediaman utama malam ini."Kata perjamuan itu terdengar mengerikan di telinga Dahayu. Empat tahun yang lalu Dahayu mengotori tangannya untuk membunuh dua orang sekaligus gara-gara Aksa mengajaknya ke perjamuan.Tapi kali ini perjamuan diadakan di kediaman mertuanya, mungkin tidak berbahaya seperti dilakukan di hotel.Dahayu mulai mengangguk dan berkata, "Iya."Setelah Mina pergi, kilat mata Dahayu terlihat kosong usai melihat gaun warna pastel yang tampak indah.Ada yang sedang dia pikirkan dengan sangat dalam
Aksa hendak membantu Dahayu kala melihat istri kecilnya jatuh tersungkur. Namun, saat mengetahui Dahayu kembali bangkit dan membalas apa yang dilakukan Yesti, Aksa malah tersenyum samar. 'Ternyata istri kecilku memang sudah berubah,' gumam Aksa dalam hati.Dahayu terbalik dan berjalan tenang, mengabaikan tatapan aneh semua orang yang berbisik-bisik. Tepat ketika dia sampai di depan Aksa yang berdiri tegak dengan tangan bersembunyi di balik saku, Dahayu pun berhenti. "Mana yang sakit?" tanya Aksa pelan."Tidak perlu mempedulikan aku, nyonya lebih berharap perhatianmu." Dahayu hendak kembali berlenggang pergi, namun tangannya diraih Aksa."Ke mana?" Lagi, Aksa bertanya."Toilet." Jawaban singkat Dahayu membuat Aksa melepaskan genggamannya. Seperti yang dikatakan Dahayu, istri pertamanya tampak mendekat dengan wajah sedih setelah Dahayu pergi.Sebagai istri yang sering dimanja, sudah jelas saat ini Yesti sedang haus perhatian."Ganti bajumu dan bersihkan wajahmu." Hanya kata seperti
"Aku akan melakukannya sekarang, perintahkan pada mereka untuk mengurus perawatan ayah di desa." Mata Dahayu mulai menunjukkan cahaya semangat meski terlihat menyedihkan Entah mengapa, alis pekat Aksa yang sudah basah oleh air hujan langsung menunjukkan kerutan, kemudian dia bergumam sinis, "Bodoh."Aksa melepaskan tangan Dahayu dan beranjak berdiri, meninggalkan istri kecilnya tersebut.Dari arah kediaman utama, Yesti datang membawa payung dan menghampiri Aksa."Aksa, kenapa kamu tidak memakai payung? Ini sangat dingin, kamu bisa sakit," ucapnya sembari memayungi Aksa.Aksa sama sekali tak merespon, dia terus berjalan santai masuk ke paviliun.Sementara senyum simpul langsung tercetak di bibir Yesti setelah melihat Dahayu berlutut di tengah hujan lebat."Matikan semua lampu taman!" titah Aksa yang membuat tubuh Dahayu semakin bergetar hebat.Bukan hanya kedinginan, tapi dia fobia dengan kegelapan, sepertinya Aksa benar-benar akan menyiksanya malam ini.Segera jerit Dahayu menggema s
Embun baru saja menetes dari dedaunan kala mentari pagi mengintip dari ufuk timur.Aksa membuka matanya perlahan, sementara tangannya memijat kening untuk mengurangi rasa pening akibat alkohol yang dia konsumsi tadi malam.Tapi setelah ingat perihal istri muda yang dia hukum tadi malam, kakinya bergegas membawa diri ke dekat dinding kaca.Langit masih tampak redup, namun gadis yang tergeletak di bawah sana membuat Aksa melebarkan mata dengan aura kemarahan pekat."Apa-apaan ini?!"Gegas Aksa berlari dari dalam ruangan tersebut dan menuruni tangga dengan cepat.Udara pagi masih sangat dingin manakala Aksa keluar dari dalam rumah."Ayu, Ayu, buka matamu. Siapa yang melakukan semua ini?" pekik Aksa sembari memeluk Dahayu.Pelayan memang mendekat saat melihat Aksa keluar dari kediamannya dengan membawa kemarahan, namun, tak ada satupun yang berani menjawab."Ayu, Ayu, buka matamu." Kekhawatiran tercetak jelas di wajah Aksa, bahkan binar mata itu membawa penyesalan yang teramat dalam.Gaun
"Seperti itukah putra kesayanganmu?"Ucapan sarkas Elena membuat wajah Defgan menggelap."Lukas, apa yang kamu tertawaan?"Tawa Lukas mulai mereda, dan berkata, "Memangnya kenapa jika aku tidur dengan Yesti? Aku hanya mencoba menyelamatkan keluarga Jayanta."Semua orang bingung dengan pernyataan Lukas.Tapi Lukas justru menegakkan kepala dengan percaya diri ketika menatap Defgan. Bahkan dia tersenyum."Ayah, aku ingin menjadi putra baik dan berbudi luhur. Tapi keadaan memaksaku melakukan itu, jika tidak maka keturunan keluarga Jayanta akan terputus.""Apa maksudmu?"Lukas tersenyum. "Ayah, Yesti dan Aksa menikah sudah hampir 10 tahun, tapi mereka tidak pernah dikaruniai seorang anak. Tapi Yesti hanya melakukan sekali denganku dan dia langsung hamil. Apa itu artinya?"Lukas kembali tertawa mengejek ketika melihat Aksa, dan berkata, "Aksa mandul!""Omong kosong!" Elena tidak terima."Terserah kamu percaya atau tidak. Putramu itu adalah laki-laki mandul. Meskipun dia sangat kaya dan memp
Dahayu jelas merasakan ada banyak pasang mata yang tak terhitung jumlahnya sedang tertuju padanya.Dalam sekejap, Dahayu dan Yesti sepertinya menjadi tontonan.Keheningan langsung menyelimuti setelah kegaduhan dari mulut Yesti. Semua orang masih tercengang dan ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.Pada akhirnya Dahayu menyeringai. "Apa kamu kebanyakan nonton drama protagonis yang teraniaya?" cela Dahayu asal asalan."Sudah cukup kamu beromong kosong!"Dahayu menoleh dan melihat yang berbicara barusan adalah Defgan.Dia tersenyum dangkal dan menghela napas tidak berdaya.'Betapa bodohnya orang tua ini dikelabuhi Yesti,' batinnya.Lukas juga terlihat datang dan membantu Yesti berdiri."Aku menyesal mengundangmu ke sini. Kamu memang membawa bencana dimana pun kamu berada!"Lukas juga ikut angkat bicara membuat Dahayu sadar dia telah diserbu."Penjaga! Usir wanita pembawa sial itu dari sini!"Perintah Defgan menghadirkan dua orang keamanan dan langsung mencengkeram dua tangan
Di sisi Defgan, Lukas juga tampak tersenyum mencemooh kepada Aksa.Dia menganggap, sekarang Aksa hanya seorang laki-laki tak berguna yang hidup mengandalkan wanitanya.Sudah tidak punya pekerjaan, semua saham juga sudah dikuasai oleh istrinya.'Benar-benar laki-laki bodoh!'Raut ejekan di wajah Lukas terlihat jelas di mata Aksa. Tapi tampaknya dia juga tidak peduli.Perhatian Aksa justru tertuju pada Defgan yang terlihat tegang.Sama sekali tak ada kesan puas di wajah Defgan meski perusahaan Jayanta sudah lolos dari masa kritis.Tentu saja.Lukas baru saja kehilangan 25% saham hanya demi mempertahankan perusahaan Jayanta.Perusahaan Wisesa memang berjanji tidak akan mencekal bisnis perusahaan Jayanta lagi, mereka juga menyumbang begitu banyak dana untuk membantu perusahaan Jayanta.Tapi juga merampas kepemilikan saham sebanyak 25%.Namun, perusahaan Jayanta tidak punya pilihan untuk bisa menolak.Saat ini perusahaan Jayanta sudah terpecah, dan sebagian besar dimiliki oleh Dahayu dan
Konsorsium Jayanta kini hanya seonggok bangunan sepi setelah kehilangan banyak investornya.Hampir semua proyek mangkrak karena kekurangan dana untuk mengoperasikannya.Dan sudah pasti pendapatan menurun drastis dan berakibat pengurangan karyawan secara besar-besaran untuk menghindari defisit dalam jangka panjang.Bahkan bisnis yang ada di luar negeri tiba-tiba mendapat serangan dari perusahaan Wisesa.Defgan dibuat sakit kepala dengan masalah pasca pengangkatan Lukas sebagai CEO konsorsium Jayanta.Dulu saat dipegang Aksa, dia tinggal duduk manis dan menikmati hasilnya.Sekarang dia sudah tidak punya saham, tapi masih saja dipusingkan dengan urusan perusahaan.Dia baru sadar jika putra keduanya ini benar-benar tidak becus mengelola perusahaan.Tapi menyesal saja tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Defgan tetap turun tangan demi menyelamatkan perusahaan peninggalan leluhurnya."Atur janji dengan pemimpin perusahaan Wisesa. Jika masih menolak, paling tidak bisa berbicara melalui sa
Lukas tersenyum senang. Ternyata saudaranya ini sangat bodoh dan masih melindunginya seperti dulu.'Apa kamu pikir dengan bersikap baik padaku, ayah akan melunak padamu?''Anak haram tetaplah anak haram. Kamu bukan lagi tuan muda Jayanta.'Tapi semua anggota dewan direksi justru tidak terima dengan pernyataan Aksa.Dahayu sendiri juga tidak menyangka jika Aksa akan menyerah secepat ini."Tuan Aksa. Kami sangat percaya pada Anda, kami tahu Anda lebih baik dari pada Lukas dalam memimpin perusahaan. Kami harap Anda tidak menyerah dan mengecewakan kami. Kami sangat mendukung Anda di perusahaan ini."Seseorang mulai menyampaikan kekhawatirannya dan membuat yang lain juga melontarkan pendapat mereka masing-masing agar Aksa tidak mundur dari jabatannya.Tapi sepertinya Aksa memang sudah tidak berniat memimpin konsorsium Jayanta lagi."Saya tidak ingin menyalahi aturan. Siapa yang mempunyai saham tertinggi maka dialah yang pantas menjadi pemimpin. Karena itu sejak awal saya sudah mempersiapka
Keriuhan di kota Zimo diabaikan.Aksa masih bekerja seperti biasa, dan pulang ke apartemen Dahayu setelahnya.Vila Seroja sudah menjadi tempat menjijikkan bagi Aksa.Tempat itu hanya mengingatkan akan kebodohan dan penyesalannya saat ini.Duduk termenung menatap gemerlap lampu kota sambil menyesap anggur sudah menjadi kegemaran baru setiap harinya.Apartemen itu sangat nyaman untuk meresapi kerinduannya terhadap Dahayu."Tuan …." Suara Ethan terdengar ringan.Aksa tidak menoleh, juga tidak menyahut.Seakan tidak ingin diganggu.Tapi suara orang lain, tiba-tiba membuat alisnya berkerut dengan sedikit senyuman dingin."Beruntung sekali Kakak ipar mengunjungiku," ucap Aksa santai sambil memutar kursinya."Berhenti memanggilku seperti itu. Kamu membuatku jijik."Aksa terkekeh mendengar umpatan Satya."Ada apa?" tanya Aksa santai."Aku ada urusan di luar negeri, ayah dan ibu juga sangat sibuk. Jika kamu suami yang baik, kamu tidak akan membiarkan dia sendirian."Satya yang tidak ingin berb
Keesokan harinya, kota Zimo langsung digegerkan dengan berita bahwa Aksa dicoret dari kartu keluarga Jayanta karena tidak ingin menceraikan Dahayu.Aksa tidak lagi menyandang gelar tuan muda Jayanta karena sudah dibuang oleh ayahnya.Berita bahwa Aksa adalah anak haram juga beredar di mana-mana.Sudah pasti Lukas di balik rumor jahat yang beredar saat ini.Biasanya Aksa akan menebas dan melenyapkan berita miring tentangnya.Tapi kali ini dia membiarkan saja berita tersebut menyala dan membuat kegaduhan semua kalangan di kota Zimo.Dan sampailah pada Dahayu yang saat ini sedang duduk bersandar di kamarnya sambil menonton televisi."Sepertinya dia sangat mencintaimu. Demi mempertahankanmu, dia rela didepak dari keluarga Jayanta," ucap Satya acuh tak acuh sembari memasukan kacang atom ke mulutnya.Saat ini Satya tengah berbaring di samping Dahayu.Dahayu sama sekali tak menanggapi ucapan kakaknya hanya menatap dingin layar televisi saat ini."Kamu tidak ingin memberi tahunya jika dia aka
Acara pesta berakhir. Melihat Aksa masih berdiri menatapnya, Dahayu sama sekali tak ingin menghindar. Dia pun berjalan dengan anggun menghampiri suaminya. "Tuan Aksa Jayanta, para tamu undangan sudah pulang, kenapa Anda masih di sini?" Wajah tampan aksa bersinar, menyambut kedatangan istrinya. "Aku belum mengucapkan. Selamat ulang tahun pada istriku?" Dahayu tersenyum sengit dan berkata, "Ucapan selamat saja tidak cukup, Anda harus datang dengan membawa hadiah. Tapi sepertinya Anda datang dengan tangan kosong, sebaiknya aku yang menentukan hadiahku." Aksa tahu apa yang akan dilakukan Dahayu saat seseorang mendekat dengan membawa stopmap di tangannya. Dia tersenyum dan menerima berkas tersebut. Namun, bukannya menandatangani, Aksa malah menyobek lembar kertas tersebut menjadi sobekan kecil-kecil dan melemparkan ke udara. Untuk sesaat Dahayu kejatuhan sobekan kertas hingga seperti sedang diguyur confetti. Raut wajahnya menjadi dingin dan kejam kala menatap Aksa. Namun, Aksa ju
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut. Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi. Apalagi saat melihat Dahayu yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya. Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?" "Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?" "Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila." "Benar, perempuan muda dan be