Beranda / Romansa / Tuan, Biarkan Aku Pergi / 4. Apakah Ini Takdirnya?

Share

4. Apakah Ini Takdirnya?

Penulis: Kerry Pu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-29 08:53:20

Dahayu terdiam lemah di salah satu bangku stasiun kereta api, terpaku menatap gerbong kereta yang beberapa saat lagi akan membawanya pergi.

Cek bernilai ratusan juta dia genggam dengan erat. Ini cukup untuknya bertahan dan memulai hidup baru.

Dahayu segera berdiri setelah menghela napas kasar, dia hendak masuk ke dalam kereta seperti penumpang lain.

Dahayu menyamankan diri pada tempat duduk dengan tenang, dan mengosongkan pikiran berharap ini adalah awal yang baik.

Tapi segera terkejut manakala seseorang meraih tangannya dan berucap, "Kamu mau ke mana?"

Secara alami Dahayu menoleh dengan gerakan terkejut. "Tu-tuan ... bagaimana kamu bisa di sini?"

"Ayo pulang." Aksa menarik tangan Dahayu yang langsung mendapat penolakan.

"Saya tidak akan kembali. Saya tidak ingin menjadi orang ketiga di antara kalian. Lagipula saya adalah kriminal, saya tidak ingin mempermalukan, Tuan." Dahayu berusaha melepaskan genggaman Aksa.

"Kamu masih istriku, aku yang akan memutuskan kamu pergi atau tidak."

Detik berikutnya Dahayu merasakan tubuhnya sudah melayang di udara saat Aksa menggendong dan membawa pergi dari dalam kereta, tak peduli jika banyak orang memperhatikannya.

"Tuan, saya tidak mau pulang ke rumah, saya tidak ingin terus menyakiti perasaan nyonya." Dahayu masih bersikeras meloloskan diri.

"Kamu tidak akan pulang, kamu harus melanjutkan pendidikanmu ke luar negeri."

Dahayu langsung berhenti meronta, wajahnya mendongak menatap Aksa yang terus berjalan sambil menggendongnya menuju mobil.

***

Empat tahun kemudian ....

Yesti berdiri di depan pintu ruang dokter kandungan. Wajahnya sendu menatap secarik kertas di mana ada tulisan tebal dengan kata, 'Negatif'.

Mengundang helaan napas kekecewaan keluar dari celah hidung Aksa, ini sudah sekian kalinya dia mendapat kabar yang tak memuaskan hati.

Kemudian melangkah ringan di koridor rumah sakit sembari menyembunyikan kedua tangan di balik saku, meninggalkan Yesti yang masih terpaku.

Yesti sudah berhenti mengkonsumsi pil kontrasepsi selama bertahun-tahun, tapi sampai sekarang belum juga mendapatkan hasil yang dia harapkan.

Dokter mengatakan itu adalah efek dari suplemen pelangsing yang rutin dia konsumsi hingga kesuburannya mulai menurun.

Terlebih tekanan darahnya sering naik sejak dia ketergantungan mengkonsumsi suplemen pelangsing tersebut, hingga dokter meresepkan obat untuk menurunkan tekanan darah yang ternyata juga mempengaruhi kesuburan wanita.

Yesti belum putus asa dia segera berlari menyusul Aksa yang sudah berjalan agak jauh darinya.

"Aksa, kita bisa mencoba bayi tabung," ucap Yesti setelah berhasil meraih lengan Aksa.

Tak ada tanggapan dari laki-laki itu, dia terus melangkah santai dengan raut wajah dingin.

"Aksa, katakan sesuatu. Aku masih belum menyerah," Yesti membujuk suaminya.

"Kita bicarakan lain kali saja, aku akan pergi ke luar kota. Aku sudah menyuruh sopir untuk menjemputmu." Aksa melepaskan rengkuhan tangan Yesti dan berlenggang pergi dengan langkah santai kembali meninggalkan Yesti.

Untuk sesaat Yesti kembali terpaku, menatap punggung tegap suaminya yang terus menjauh.

Aksa sudah tak sehangat sebelumnya, setelah berkali-kali mendapat kekecewaan dari hasil tes kehamilan yang Yesti jalani.

Yesti sangat takut cinta Aksa luntur lantaran ketidakberhasilannya.

Tapi tak ingin terus hanyut dalam kesedihan, Yesti segera mengeluarkan ponsel dan memanggil seseorang. " Lukas, aku sangat pusing, bisa temani aku minum?"

Sementara saat ini Aksa sudah mengemudi menuju desa dengan pemandangan danau yang sangat indah, di mana itu adalah tempat tinggal istri kecilnya yang masih berada di luar negeri saat ini.

Resort yang dulunya mangkrak, kini sudah menjadi bangunan megah yang siap menyambut para wisatawan yang hendak menikmati pemandangan danau dengan air jernih dan tenang, setelah diresmikan.

Itulah tujuan Aksa datang ke desa sekarang. Dia ingin meresmikan resort yang telah dia bangun.

Setelah pemotongan pita dan berbasa-basi dengan tamu undangan, akhirnya acara usai.

Namun, dia tak ingin segera kembali ke kota, ditatapnya rona hijau dari sawah dan ladang yang mengelilingi danau.

Sedikit ada rona kuning kala bias cakrawala senja jatuh di atasnya.

Entah mengapa, itu justru mengundang kerinduan pada istri kecilnya yang tak pernah dia hubungi.

"Bagaimana kabarnya gadis kecil itu sekarang?" gumamnya pelan dengan senyum samar di bibirnya.

Empat tahun ini, Aksa hanya tahu kabar Dahayu dari orang yang dia tugaskan untuk mengurusnya.

Dia tak ingin mengganggu Dahayu agar gadis itu fokus belajar, dia juga tak pernah menjenguknya ke luar negeri.

Bukan tanpa alasan, itu dia lakukan demi menjaga perasaan Yesti, bahkan menelpon pun tidak dia lakukan.

Aksa sendiri sadar, dia pasti tidak tahu apa yang akan dia bicarakan jika memaksa menelpon Dahayu.

Tapi sekarang dia ada di desa, bukankah dia mempunyai alasan untuk menelpon?

Kembali senyum samar terlihat kala Aksa menyahut kunci mobil dan bergegas menuju rumah orang tua Dahayu.

Sambutan hangat segera dia terima dari sepasang mertuanya yang sudah lama tak bertemu.

Berbasa-basi sesaat, kemudian mengeluarkan ponsel untuk menelpon Dahayu.

"Tuan." Tiba-tiba hati Aksa bergetar mendengar suara lembut dari seberang.

"Hmm, aku sedang berada di rumah orang tuamu, kamu ingin berbicara dengan mereka?" tanya Aksa datar dan kaku.

Terdengar suara tawa bahagia dari seberang, kemudian jawaban terdengar. "Iya, tentu saja."

Segera Aksa mengulurkan ponselnya pada ayah Dahayu.

"Ayu, bagaimana kabarmu? Kami sangat merindukanmu. Suamimu sudah sering pulang ke rumah, tapi kamu sendiri malah berada di luar negeri. Kapan kamu akan pulang?" Ayah Dahayu sangat bersemangat menelpon putrinya.

Gelak tawa Dahayu kembali terdengar. "Aku harus menjawab dari mana dulu nih?" candanya.

"Tch, kamu ini, apakah kamu tidak merindukan rumah? Ayo cepat pulang!" Suara ayah Dahayu sedikit meninggi, tapi Dahayu tahu itu hanya wujud candaan dari ayahnya, hingga dia tak bisa menahan diri untuk kembali tergelak.

Ibu Dahayu juga tak bisa menahan diri untuk berbicara. "Ayu, jangan bercanda terus, ini sudah empat tahun lebih pernikahanmu dengan nak Aksa. Jika kamu terus berada di luar negeri, kapan kamu akan memberi kami cucu?"

"Ah, Ibu ini bicara apa? Aku ini masih muda. Kenapa harus buru-buru mempunyai anak? Aku ingin bekerja dulu."

"Aish ... kamu ini berbicara seakan tidak punya suami saja."

Perbincangan orang tua dan anak itu masih berlanjut dibumbui dengan canda dan gelak tawa.

Sementara Aksa hanya tersenyum samar mendengar perbincangan mereka.

Setelah mereka membahas masalah cucu, ingatan Aksa kembali pada Yesti yang sangat sulit hamil.

'Apakah ini memang takdir gadis kecil itu?' batin Aksa bergetar.

Setelah puas berbincang dengan putrinya ayah Dahayu mengembalikan ponsel tersebut pada Aksa.

"Terima kasih, sudah menengok ayah dan ibu." Kini suara Dahayu yang lembut menempel pada daun telinga Aksa setelah laki-laki tersebut mematikan mode pengeras suara.

"Hmm, bagaimana belajarmu?" tanyanya datar.

"Lancar, bahkan besok aku akan wisuda."

Kelopak mata Aksa terangkat perlahan setelah mendengar keterangan istri kecilnya. 'Sudah secepat itu?' batinnya.

"Jam berapa?" Aksa kembali bertanya datar.

"Jam sepuluh."

"Baik, segera beristirahatlah." Aksa memutus panggilan dengan kaku.

Kemudian Aksa segera berpamitan ingin kembali ke kota. Di perjalan dia menghubungi sekretarisnya.

"Siapkan akomodasi penerbangan ke negara M. Aku ingin menemui istri kecilku. Dia harus melahirkan bayi untukku."

Bab terkait

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   5. Saatnya Menjadi Istri Sesungguhnya

    Dahayu merentangkan tangan di pagi hari yang damai. Seperti biasa, setelah bangun tidur dia menuju dapur untuk mengambil air putih."Pagi, Nyonya." Seorang asisten menyapa membuat Dahayu tersenyum."Pagi," jawab Dahayu kemudian menuang air putih pada gelas kaca bening di atas meja, dia tidak tahu ada sepasang mata hangat yang sedang memperhatikannya saat ini.Aksa memang telah tiba di vila tempat Dahayu tinggal sejak dua jam yang lalu, dia terpana melihat gadis remaja umur 18 tahun yang dia bawa dari desa, kini sudah tumbuh menjadi perempuan yang jauh lebih cantik dari sebelumnya.Rambut hitamnya tergerai panjang, dan jatuh secara alami menyapu punggungnya yang putih memesona, siluet hidung mungil di atas bibir tipis terlihat begitu kentara kala pancaran matahari pagi menerobos masuk melalui jendela kaca dari arah samping.Postur tubuh yang tinggi dan ramping terlihat mengenakan gaun tidur berwarna coklat susu dengan bahan tipis, sinar matahari pun kian memperjelas lekuk indah di dala

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-29
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   6. Tuan, Biarkan Aku Pergi

    Sebulan sebelum Aksa membawa Dahayu pergi ke kota keadaan benar-benar sangat tak menguntungkan, saat itu Dahayu pulang dari ladang dan mendengar teriakan seseorang meminta bantuan. Dia adalah Aksa yang kakinya tertimpa reruntuhan kayu di resort terbengkalai. Dahayu hendak membantu Aksa keluar dari resort tersebut, tapi mendadak hujan badai disertai petir. Sejak kecil Dahayu memang sangat takut dengan petir dan kegelapan, dia langsung menjerit dan melepaskan Aksa hingga terjatuh lantaran kakinya terluka. Aksa yang tidak berdaya hanya dapat menghela napas pasrah melihat seseorang yang dia harapkan untuk menolong malah ketakutan sendiri. Terpaksa Aksa melalui malam gelap dengan gadis desa yang tidak dia kenal, sampai mereka ditemukan warga desa yang mencari keberadaan Dahayu. Kesalahpahaman terjadi, Aksa menjadi bulan-bulanan warga desa saat dia dalam kondisi yang tidak bisa melawan. "Jangan! Jangan pukuli tuan Aksa. Dia sedang sakit! Kakinya terluka!" "Hentikan, aku mohon! Tuan A

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   7. Aku Harus Pergi

    Dahayu menuruni tangga dengan langkah pelan setelah pelayan mengatakan sarapan sudah siap.Sudah ada Aksa dan Yesti yang duduk di meja makan.Decit kursi yang digeser segera terdengar, saat Aksa menariknya.Tidak mengucapkan apa-apa, tapi itu seperti perintah untuk Dahayu agar dia duduk di samping Aksa.Dahayu menangkap aura ketidaksenangan di wajah Yesti. Selalu seperti ini sejak empat tahun yang lalu.Dahayu lelah, dan tak ingin terus mengulangi kejadian yang tidak mengenakkan itu, dia memilih pergi menuju kursi lain.Tapi belum sempat Dahayu duduk, Aksa sudah bertitah, "Mina, buang semua kursi, selain yang aku pegang."Dahayu tertegun sejenak menatap suaminya. Pria tersebut tidak membentak atau menunjukkan nada kemarahan, tapi suaranya yang rendah dan berwibawa sudah bisa membuat orang tunduk kepadanya.Dahayu menelan saliva dan duduk dengan patuh di samping Aksa, meski bayangan pertengkaran hebat disertai jerit tangis Yesti sudah menghantui."Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   8. Aku Tidak Akan Tinggal Diam

    Dahayu menatap senja di depan jendela kamarnya dengan melipat tangan di depan dada.Rona kuning keemasan bersembunyi di balik mendung hitam yang bergelayut bagai kapas kotor dari kejauhan.Warna kelam itu semakin terkumpul dan tebal menghalangi keindahan senja dengan cepat.Sudah pasti akan turun hujan malam ini."Nyonya." Suara Mina membuat Dahayu menoleh perlahan."Tuan membelikan gaun untuk, Nyonya. Beliau meminta Anda bersiap. Tuan besar Jayanta akan mengadakan perjamuan di kediaman utama malam ini."Kata perjamuan itu terdengar mengerikan di telinga Dahayu. Empat tahun yang lalu Dahayu mengotori tangannya untuk membunuh dua orang sekaligus gara-gara Aksa mengajaknya ke perjamuan.Tapi kali ini perjamuan diadakan di kediaman mertuanya, mungkin tidak berbahaya seperti dilakukan di hotel.Dahayu mulai mengangguk dan berkata, "Iya."Setelah Mina pergi, kilat mata Dahayu terlihat kosong usai melihat gaun warna pastel yang tampak indah.Ada yang sedang dia pikirkan dengan sangat dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   9. Berlututlah Sampai Besok Pagi

    Aksa hendak membantu Dahayu kala melihat istri kecilnya jatuh tersungkur. Namun, saat mengetahui Dahayu kembali bangkit dan membalas apa yang dilakukan Yesti, Aksa malah tersenyum samar. 'Ternyata istri kecilku memang sudah berubah,' gumam Aksa dalam hati.Dahayu terbalik dan berjalan tenang, mengabaikan tatapan aneh semua orang yang berbisik-bisik. Tepat ketika dia sampai di depan Aksa yang berdiri tegak dengan tangan bersembunyi di balik saku, Dahayu pun berhenti. "Mana yang sakit?" tanya Aksa pelan."Tidak perlu mempedulikan aku, nyonya lebih berharap perhatianmu." Dahayu hendak kembali berlenggang pergi, namun tangannya diraih Aksa."Ke mana?" Lagi, Aksa bertanya."Toilet." Jawaban singkat Dahayu membuat Aksa melepaskan genggamannya. Seperti yang dikatakan Dahayu, istri pertamanya tampak mendekat dengan wajah sedih setelah Dahayu pergi.Sebagai istri yang sering dimanja, sudah jelas saat ini Yesti sedang haus perhatian."Ganti bajumu dan bersihkan wajahmu." Hanya kata seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   10. Telanjangi Gadis Itu

    "Aku akan melakukannya sekarang, perintahkan pada mereka untuk mengurus perawatan ayah di desa." Mata Dahayu mulai menunjukkan cahaya semangat meski terlihat menyedihkan Entah mengapa, alis pekat Aksa yang sudah basah oleh air hujan langsung menunjukkan kerutan, kemudian dia bergumam sinis, "Bodoh."Aksa melepaskan tangan Dahayu dan beranjak berdiri, meninggalkan istri kecilnya tersebut.Dari arah kediaman utama, Yesti datang membawa payung dan menghampiri Aksa."Aksa, kenapa kamu tidak memakai payung? Ini sangat dingin, kamu bisa sakit," ucapnya sembari memayungi Aksa.Aksa sama sekali tak merespon, dia terus berjalan santai masuk ke paviliun.Sementara senyum simpul langsung tercetak di bibir Yesti setelah melihat Dahayu berlutut di tengah hujan lebat."Matikan semua lampu taman!" titah Aksa yang membuat tubuh Dahayu semakin bergetar hebat.Bukan hanya kedinginan, tapi dia fobia dengan kegelapan, sepertinya Aksa benar-benar akan menyiksanya malam ini.Segera jerit Dahayu menggema s

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   11. Membayar Utang

    Embun baru saja menetes dari dedaunan kala mentari pagi mengintip dari ufuk timur.Aksa membuka matanya perlahan, sementara tangannya memijat kening untuk mengurangi rasa pening akibat alkohol yang dia konsumsi tadi malam.Tapi setelah ingat perihal istri muda yang dia hukum tadi malam, kakinya bergegas membawa diri ke dekat dinding kaca.Langit masih tampak redup, namun gadis yang tergeletak di bawah sana membuat Aksa melebarkan mata dengan aura kemarahan pekat."Apa-apaan ini?!"Gegas Aksa berlari dari dalam ruangan tersebut dan menuruni tangga dengan cepat.Udara pagi masih sangat dingin manakala Aksa keluar dari dalam rumah."Ayu, Ayu, buka matamu. Siapa yang melakukan semua ini?" pekik Aksa sembari memeluk Dahayu.Pelayan memang mendekat saat melihat Aksa keluar dari kediamannya dengan membawa kemarahan, namun, tak ada satupun yang berani menjawab."Ayu, Ayu, buka matamu." Kekhawatiran tercetak jelas di wajah Aksa, bahkan binar mata itu membawa penyesalan yang teramat dalam.Gaun

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   12. Melucuti Pakaian Dahayu

    Yesti gemetaran saat Ethan kembali membawa lima orang beserta lima ember air es di tangan mereka masing-masing. "Aksa, setelah sembilan tahun pernikahan kita, apakah kamu akan melakukan ini padaku?" Yesti ingin memegang tangan Aksa, namun pria tersebut segera mundur. Aksa malah memerintahkan pada dua pelayan yang tadinya terus berlutut untuk bertindak seperti apa yang mereka lakukan pada Dahayu tadi malam. "Lakukan seperti apa yang kalian lakukan pada Dahayu, jika tidak ingin stick bisbol ini menghancurkan kepala kalian." Dua pelayan itu saling menatap bingung, tapi juga ketakutan. Yesti sudah lama menjadi nyonya muda di kediaman Jayanta, tentu saja lebih banyak keraguan daripada melakukannya pada Dahayu yang baru saja datang dan membawa status predikat buruk. Sementara Aksa menatap Ethan sejenak kemudian membalikkan tubuh dengan perlahan. Ethan segera tahu apa yang diinginkan Aksa. Dia pun memberi isyarat pada lima orang yang membawa ember besar untuk mengguyur Yesti secara ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03

Bab terbaru

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   122. Istri Kecilku Hanya Akan Menjadi Milikku Selamanya

    Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   121. Ada Apa Ini?

    Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   120. Aku Akan Mengabulkan Keinginanmu

    Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   119. Mari Kita Kejutkan Ayah Mertua

    Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   118. Kenapa Dahayu Ada di Sini?

    Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   117. Lukas dan Yesti Harus Hancur

    "Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   116. Hanya Napas Ini yang Bisa Menghentikanku

    Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   115. Rasa Sakit Seperti Inikah yang Kamu rasakan Dulu?

    Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc

  • Tuan, Biarkan Aku Pergi   114. Kamu Adikku

    Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m

DMCA.com Protection Status