Share

6. Tuan, Biarkan Aku Pergi

Sebulan sebelum Aksa membawa Dahayu pergi ke kota keadaan benar-benar sangat tak menguntungkan, saat itu Dahayu pulang dari ladang dan mendengar teriakan seseorang meminta bantuan.

Dia adalah Aksa yang kakinya tertimpa reruntuhan kayu di resort terbengkalai.

Dahayu hendak membantu Aksa keluar dari resort tersebut, tapi mendadak hujan badai disertai petir.

Sejak kecil Dahayu memang sangat takut dengan petir dan kegelapan, dia langsung menjerit dan melepaskan Aksa hingga terjatuh lantaran kakinya terluka.

Aksa yang tidak berdaya hanya dapat menghela napas pasrah melihat seseorang yang dia harapkan untuk menolong malah ketakutan sendiri.

Terpaksa Aksa melalui malam gelap dengan gadis desa yang tidak dia kenal, sampai mereka ditemukan warga desa yang mencari keberadaan Dahayu.

Kesalahpahaman terjadi, Aksa menjadi bulan-bulanan warga desa saat dia dalam kondisi yang tidak bisa melawan.

"Jangan! Jangan pukuli tuan Aksa. Dia sedang sakit! Kakinya terluka!"

"Hentikan, aku mohon! Tuan Aksa tidak bersalah, kami tidak melakukan apa-apa!"

"Berhenti, jangan pukuli tuan Aksa lagi, dia sedang sakit, aku mohon!"

Dahayu terus meraung sembari bercucuran air mata melihat Aksa dipukuli pemuda desa.

Sampai ketika Dahayu melihat salah satu dari mereka mengambil balok kayu untuk memukul Aksa, Dahayu sudah tak bisa berdiam diri.

Tak mempedulikan keselamatannya, Dahayu malah memasang tubuh untuk melindungi Aksa yang tidak berdaya.

Balok kayu itu menghantam keras di punggung Dahayu. Dan sialnya, ada tonjolan paku di balok tersebut, hingga saat ditarik ke bawah langsung memberikan bekas memanjang di punggung Dahayu yang berdarah.

Dahayu pingsan. Saat dia sadarkan diri, ternyata dia sudah sah menjadi istri Aksa.

"Maaf." Itu yang dikatakan Aksa saat Dahayu bangun.

Dahayu hanya bisa mengembuskan napas pasrah, dia tidak bisa menyalahkan Aksa, karena Aksa sendiri sebenarnya juga korban.

Satu bulan Dahayu merawat Aksa di rumahnya, mengabaikan luka di punggungnya sendiri yang pada saat itu juga membutuhkan perhatian.

Hingga Aksa akhirnya membaik, dia meminta izin pada orang tua Dahayu untuk mengajaknya pulang ke kota.

Sampai di jalan Dahayu baru mendapatkan pengakuan Aksa yang mengejutkan.

"Mungkin aku tidak bisa mencintaimu sebagai seorang suami. Tapi aku akan bertanggung jawab atas kehidupanmu. Di rumah, saat ini ada seorang istri yang sedang menungguku. Jadi aku harap kamu bisa memaklumi kemarahannya saat mengetahui kita sudah menikah."

Kala itu Dahayu merasa hancur. Dia yang masih polos, tidak tahu harus pergi ke mana dan berbuat apa?

Dahayu terpaksa menjalani kehidupan pahit, dan menelan setiap hinaan, celaan, dan juga segala macam penindasan yang dilakukan Yesti sebagai istri pertama yang tersakiti.

Berkali-kali Dahayu meminta cerai, tapi Aksa tak mengacuhkannya.

Meski tidak pernah datang dan menjamah tubuh Dahayu layaknya seorang suami. Tapi Aksa tak sekalipun membentak dan bersikap kasar pada Dahayu.

"Kamu gugup atau takut?" Pertanyaan Aksa membawa Dahayu kembali ke masa sekarang.

Dahayu menoleh perlahan menatap Aksa. "Untuk apa Tuan membawaku pulang? Nyonya akan sedih melihat ini."

"Nyonya di sini bukan hanya dia," jawab Aksa enteng.

Dahayu kembali meluruskan wajah dan berkata, "Aku tidak merasa pantas."

"Sekarang merasalah. Kamu bukan gadis desa lagi."

Memang iya, sekarang Dahayu bukan lagi gadis dekil yang dibawa Aksa dari desa, dia adalah gadis cantik lulusan universitas ternama di luar negeri. Tapi apa masalahnya sesederhana itu?

Menjadi istri kedua bukanlah hal yang mudah. Selama ini Dahayu selalu melihat cinta dan kasih sayang Aksa untuk Yesti. Untuk apa Aksa terus memeliharanya?

"Tuan, biarkan aku pergi."

Aksa kembali mengabaikan permintaan Dahayu, dan menggenggam tangan gadis itu semakin erat kala mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Aksa, kamu pulang?"

Suara Yesti menggema dari lantai dua, tapi senyum indah dari perempuan itu segera luruh, menggelapkan wajahnya yang cantik tatkala melihat Dahayu menyertai suaminya. Terlebih ketika melihat tangan kokoh yang menggenggam jemari ramping itu.

Kilat permusuhan segera bisa dilihat oleh Aksa dari mata Yesti yang menatap istri keduanya, namun dia terlihat tidak peduli kali ini.

Bahkan ketika Dahayu mencoba melepaskan genggamannya, dia masih menahan tangan ramping itu tanpa keraguan.

"Ayo." Aksa kembali menuntun Dahayu menaiki tangga, dan baru melepas tangan tersebut sesampainya di depan Yesti.

"Beristirahat di kamarmu," ucap Aksa yang segera disambut anggukan oleh Dahayu, dia tak ingin bersinggungan dengan tatapan permusuhan Yesti.

"Jadi kamu menemukan istri kecilmu?" tanya Yesti setelah Dahayu berlalu, selama ini Yesti memang tidak tahu jika Aksa mengirim Dahayu ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan.

"Hmm, jangan pernah menyuruhnya pergi lagi," jawab Aksa datar.

Yesti menyeringai sengit. "Seberapa buruk dia mengadukan aku kepadamu?"

Aksa pun tersenyum simpul. "Kamu pikir aku memerlukan aduan untuk mengetahui keserakahanmu?"

"Serakah kamu bilang? Aku merasa terancam Aksa, apa kamu tidak bisa memahami itu?" Wajah Yesti sudah memerah menahan emosi yang mendalam.

Tentu saja Aksa dapat memahami kekhawatiran Yesti, namun dia sendiri juga enggan melepas Dahayu, dengan egoisnya Aksa berkata, "Pikiran burukmu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Berpikirlah secara rasional."

"Kamu yang tidak rasional. Membawa istri mudamu tinggal bersamaku di sini, apa kamu mencoba menghinaku?" sentak Yesti dengan nada kemarahan.

"Jika kamu keberatan, besok aku akan mencarikan tempat tinggal baru untuk Ayu. Sekarang aku lelah, aku hanya ingin beristirahat. Aku harap kamu tidak berisik." Aksa berjalan acuh tak acuh menuju kamarnya mengabaikan Yesti.

Tapi detik selanjutnya dia berhenti dan menoleh kala mendengar suara tangis samar dari istri pertamanya.

Guratan kesedihan itu terlihat sangat jelas di raut wajah Yesti yang memerah, Aksa pun menghela napas. Dia sadar telah keterlaluan.

Bagaimanapun Yesti adalah wanita yang pernah dia kasihi. Memang tidak seharusnya dia memperlakukan Yesti seperti itu.

Aksa kembali mendekati Yesti dan merengkuhnya dalam pelukan, lantas berkata pelan. "Kamu masih di hatiku."

Dua jam kemudian, Yesti muncul di depan Dahayu, saat gadis itu bersiap untuk tidur.

"Apa yang kamu inginkan? Apakah cek yang aku berikan kurang?"

Hanya tatapan sinis Yesti yang dilihat Dahayu saat ini, gadis itu tersenyum. Dan itu menciptakan keterkejutan di wajah Yesti.

'Gadis polos itu, dari mana dia mendapatkan keberanian untuk tersenyum mencela di hadapanku?'

Bahkan saat ini Dahayu malah mendekat tanpa keraguan dan memandangnya dengan binar keberanian.

"Percayalah, dia terus menjeratku meski aku sangat ingin meninggalkan suamimu. Tapi jika kamu ingin menindasku seperti empat tahun yang lalu. Maka ingatlah, aku bukan Dahayu yang dulu."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ranii
udah habis aja lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status