Sebulan sebelum Aksa membawa Dahayu pergi ke kota keadaan benar-benar sangat tak menguntungkan, saat itu Dahayu pulang dari ladang dan mendengar teriakan seseorang meminta bantuan.
Dia adalah Aksa yang kakinya tertimpa reruntuhan kayu di resort terbengkalai. Dahayu hendak membantu Aksa keluar dari resort tersebut, tapi mendadak hujan badai disertai petir. Sejak kecil Dahayu memang sangat takut dengan petir dan kegelapan, dia langsung menjerit dan melepaskan Aksa hingga terjatuh lantaran kakinya terluka. Aksa yang tidak berdaya hanya dapat menghela napas pasrah melihat seseorang yang dia harapkan untuk menolong malah ketakutan sendiri. Terpaksa Aksa melalui malam gelap dengan gadis desa yang tidak dia kenal, sampai mereka ditemukan warga desa yang mencari keberadaan Dahayu. Kesalahpahaman terjadi, Aksa menjadi bulan-bulanan warga desa saat dia dalam kondisi yang tidak bisa melawan. "Jangan! Jangan pukuli tuan Aksa. Dia sedang sakit! Kakinya terluka!" "Hentikan, aku mohon! Tuan Aksa tidak bersalah, kami tidak melakukan apa-apa!" "Berhenti, jangan pukuli tuan Aksa lagi, dia sedang sakit, aku mohon!" Dahayu terus meraung sembari bercucuran air mata melihat Aksa dipukuli pemuda desa. Sampai ketika Dahayu melihat salah satu dari mereka mengambil balok kayu untuk memukul Aksa, Dahayu sudah tak bisa berdiam diri. Tak mempedulikan keselamatannya, Dahayu malah memasang tubuh untuk melindungi Aksa yang tidak berdaya. Balok kayu itu menghantam keras di punggung Dahayu. Dan sialnya, ada tonjolan paku di balok tersebut, hingga saat ditarik ke bawah langsung memberikan bekas memanjang di punggung Dahayu yang berdarah. Dahayu pingsan. Saat dia sadarkan diri, ternyata dia sudah sah menjadi istri Aksa. "Maaf." Itu yang dikatakan Aksa saat Dahayu bangun. Dahayu hanya bisa mengembuskan napas pasrah, dia tidak bisa menyalahkan Aksa, karena Aksa sendiri sebenarnya juga korban. Satu bulan Dahayu merawat Aksa di rumahnya, mengabaikan luka di punggungnya sendiri yang pada saat itu juga membutuhkan perhatian. Hingga Aksa akhirnya membaik, dia meminta izin pada orang tua Dahayu untuk mengajaknya pulang ke kota. Sampai di jalan Dahayu baru mendapatkan pengakuan Aksa yang mengejutkan. "Mungkin aku tidak bisa mencintaimu sebagai seorang suami. Tapi aku akan bertanggung jawab atas kehidupanmu. Di rumah, saat ini ada seorang istri yang sedang menungguku. Jadi aku harap kamu bisa memaklumi kemarahannya saat mengetahui kita sudah menikah." Kala itu Dahayu merasa hancur. Dia yang masih polos, tidak tahu harus pergi ke mana dan berbuat apa? Dahayu terpaksa menjalani kehidupan pahit, dan menelan setiap hinaan, celaan, dan juga segala macam penindasan yang dilakukan Yesti sebagai istri pertama yang tersakiti. Berkali-kali Dahayu meminta cerai, tapi Aksa tak mengacuhkannya. Meski tidak pernah datang dan menjamah tubuh Dahayu layaknya seorang suami. Tapi Aksa tak sekalipun membentak dan bersikap kasar pada Dahayu. "Kamu gugup atau takut?" Pertanyaan Aksa membawa Dahayu kembali ke masa sekarang. Dahayu menoleh perlahan menatap Aksa. "Untuk apa Tuan membawaku pulang? Nyonya akan sedih melihat ini." "Nyonya di sini bukan hanya dia," jawab Aksa enteng. Dahayu kembali meluruskan wajah dan berkata, "Aku tidak merasa pantas." "Sekarang merasalah. Kamu bukan gadis desa lagi." Memang iya, sekarang Dahayu bukan lagi gadis dekil yang dibawa Aksa dari desa, dia adalah gadis cantik lulusan universitas ternama di luar negeri. Tapi apa masalahnya sesederhana itu? Menjadi istri kedua bukanlah hal yang mudah. Selama ini Dahayu selalu melihat cinta dan kasih sayang Aksa untuk Yesti. Untuk apa Aksa terus memeliharanya? "Tuan, biarkan aku pergi." Aksa kembali mengabaikan permintaan Dahayu, dan menggenggam tangan gadis itu semakin erat kala mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Aksa, kamu pulang?" Suara Yesti menggema dari lantai dua, tapi senyum indah dari perempuan itu segera luruh, menggelapkan wajahnya yang cantik tatkala melihat Dahayu menyertai suaminya. Terlebih ketika melihat tangan kokoh yang menggenggam jemari ramping itu. Kilat permusuhan segera bisa dilihat oleh Aksa dari mata Yesti yang menatap istri keduanya, namun dia terlihat tidak peduli kali ini. Bahkan ketika Dahayu mencoba melepaskan genggamannya, dia masih menahan tangan ramping itu tanpa keraguan. "Ayo." Aksa kembali menuntun Dahayu menaiki tangga, dan baru melepas tangan tersebut sesampainya di depan Yesti. "Beristirahat di kamarmu," ucap Aksa yang segera disambut anggukan oleh Dahayu, dia tak ingin bersinggungan dengan tatapan permusuhan Yesti. "Jadi kamu menemukan istri kecilmu?" tanya Yesti setelah Dahayu berlalu, selama ini Yesti memang tidak tahu jika Aksa mengirim Dahayu ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. "Hmm, jangan pernah menyuruhnya pergi lagi," jawab Aksa datar. Yesti menyeringai sengit. "Seberapa buruk dia mengadukan aku kepadamu?" Aksa pun tersenyum simpul. "Kamu pikir aku memerlukan aduan untuk mengetahui keserakahanmu?" "Serakah kamu bilang? Aku merasa terancam Aksa, apa kamu tidak bisa memahami itu?" Wajah Yesti sudah memerah menahan emosi yang mendalam. Tentu saja Aksa dapat memahami kekhawatiran Yesti, namun dia sendiri juga enggan melepas Dahayu, dengan egoisnya Aksa berkata, "Pikiran burukmu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Berpikirlah secara rasional." "Kamu yang tidak rasional. Membawa istri mudamu tinggal bersamaku di sini, apa kamu mencoba menghinaku?" sentak Yesti dengan nada kemarahan. "Jika kamu keberatan, besok aku akan mencarikan tempat tinggal baru untuk Ayu. Sekarang aku lelah, aku hanya ingin beristirahat. Aku harap kamu tidak berisik." Aksa berjalan acuh tak acuh menuju kamarnya mengabaikan Yesti. Tapi detik selanjutnya dia berhenti dan menoleh kala mendengar suara tangis samar dari istri pertamanya. Guratan kesedihan itu terlihat sangat jelas di raut wajah Yesti yang memerah, Aksa pun menghela napas. Dia sadar telah keterlaluan. Bagaimanapun Yesti adalah wanita yang pernah dia kasihi. Memang tidak seharusnya dia memperlakukan Yesti seperti itu. Aksa kembali mendekati Yesti dan merengkuhnya dalam pelukan, lantas berkata pelan. "Kamu masih di hatiku." Dua jam kemudian, Yesti muncul di depan Dahayu, saat gadis itu bersiap untuk tidur. "Apa yang kamu inginkan? Apakah cek yang aku berikan kurang?" Hanya tatapan sinis Yesti yang dilihat Dahayu saat ini, gadis itu tersenyum. Dan itu menciptakan keterkejutan di wajah Yesti. 'Gadis polos itu, dari mana dia mendapatkan keberanian untuk tersenyum mencela di hadapanku?' Bahkan saat ini Dahayu malah mendekat tanpa keraguan dan memandangnya dengan binar keberanian. "Percayalah, dia terus menjeratku meski aku sangat ingin meninggalkan suamimu. Tapi jika kamu ingin menindasku seperti empat tahun yang lalu. Maka ingatlah, aku bukan Dahayu yang dulu."Dahayu menuruni tangga dengan langkah pelan setelah pelayan mengatakan sarapan sudah siap.Sudah ada Aksa dan Yesti yang duduk di meja makan.Decit kursi yang digeser segera terdengar, saat Aksa menariknya.Tidak mengucapkan apa-apa, tapi itu seperti perintah untuk Dahayu agar dia duduk di samping Aksa.Dahayu menangkap aura ketidaksenangan di wajah Yesti. Selalu seperti ini sejak empat tahun yang lalu.Dahayu lelah, dan tak ingin terus mengulangi kejadian yang tidak mengenakkan itu, dia memilih pergi menuju kursi lain.Tapi belum sempat Dahayu duduk, Aksa sudah bertitah, "Mina, buang semua kursi, selain yang aku pegang."Dahayu tertegun sejenak menatap suaminya. Pria tersebut tidak membentak atau menunjukkan nada kemarahan, tapi suaranya yang rendah dan berwibawa sudah bisa membuat orang tunduk kepadanya.Dahayu menelan saliva dan duduk dengan patuh di samping Aksa, meski bayangan pertengkaran hebat disertai jerit tangis Yesti sudah menghantui."Apakah kamu tidur dengan nyenyak?" tan
Dahayu menatap senja di depan jendela kamarnya dengan melipat tangan di depan dada.Rona kuning keemasan bersembunyi di balik mendung hitam yang bergelayut bagai kapas kotor dari kejauhan.Warna kelam itu semakin terkumpul dan tebal menghalangi keindahan senja dengan cepat.Sudah pasti akan turun hujan malam ini."Nyonya." Suara Mina membuat Dahayu menoleh perlahan."Tuan membelikan gaun untuk, Nyonya. Beliau meminta Anda bersiap. Tuan besar Jayanta akan mengadakan perjamuan di kediaman utama malam ini."Kata perjamuan itu terdengar mengerikan di telinga Dahayu. Empat tahun yang lalu Dahayu mengotori tangannya untuk membunuh dua orang sekaligus gara-gara Aksa mengajaknya ke perjamuan.Tapi kali ini perjamuan diadakan di kediaman mertuanya, mungkin tidak berbahaya seperti dilakukan di hotel.Dahayu mulai mengangguk dan berkata, "Iya."Setelah Mina pergi, kilat mata Dahayu terlihat kosong usai melihat gaun warna pastel yang tampak indah.Ada yang sedang dia pikirkan dengan sangat dalam
Aksa hendak membantu Dahayu kala melihat istri kecilnya jatuh tersungkur. Namun, saat mengetahui Dahayu kembali bangkit dan membalas apa yang dilakukan Yesti, Aksa malah tersenyum samar. 'Ternyata istri kecilku memang sudah berubah,' gumam Aksa dalam hati.Dahayu terbalik dan berjalan tenang, mengabaikan tatapan aneh semua orang yang berbisik-bisik. Tepat ketika dia sampai di depan Aksa yang berdiri tegak dengan tangan bersembunyi di balik saku, Dahayu pun berhenti. "Mana yang sakit?" tanya Aksa pelan."Tidak perlu mempedulikan aku, nyonya lebih berharap perhatianmu." Dahayu hendak kembali berlenggang pergi, namun tangannya diraih Aksa."Ke mana?" Lagi, Aksa bertanya."Toilet." Jawaban singkat Dahayu membuat Aksa melepaskan genggamannya. Seperti yang dikatakan Dahayu, istri pertamanya tampak mendekat dengan wajah sedih setelah Dahayu pergi.Sebagai istri yang sering dimanja, sudah jelas saat ini Yesti sedang haus perhatian."Ganti bajumu dan bersihkan wajahmu." Hanya kata seperti
"Aku akan melakukannya sekarang, perintahkan pada mereka untuk mengurus perawatan ayah di desa." Mata Dahayu mulai menunjukkan cahaya semangat meski terlihat menyedihkan Entah mengapa, alis pekat Aksa yang sudah basah oleh air hujan langsung menunjukkan kerutan, kemudian dia bergumam sinis, "Bodoh."Aksa melepaskan tangan Dahayu dan beranjak berdiri, meninggalkan istri kecilnya tersebut.Dari arah kediaman utama, Yesti datang membawa payung dan menghampiri Aksa."Aksa, kenapa kamu tidak memakai payung? Ini sangat dingin, kamu bisa sakit," ucapnya sembari memayungi Aksa.Aksa sama sekali tak merespon, dia terus berjalan santai masuk ke paviliun.Sementara senyum simpul langsung tercetak di bibir Yesti setelah melihat Dahayu berlutut di tengah hujan lebat."Matikan semua lampu taman!" titah Aksa yang membuat tubuh Dahayu semakin bergetar hebat.Bukan hanya kedinginan, tapi dia fobia dengan kegelapan, sepertinya Aksa benar-benar akan menyiksanya malam ini.Segera jerit Dahayu menggema s
Embun baru saja menetes dari dedaunan kala mentari pagi mengintip dari ufuk timur.Aksa membuka matanya perlahan, sementara tangannya memijat kening untuk mengurangi rasa pening akibat alkohol yang dia konsumsi tadi malam.Tapi setelah ingat perihal istri muda yang dia hukum tadi malam, kakinya bergegas membawa diri ke dekat dinding kaca.Langit masih tampak redup, namun gadis yang tergeletak di bawah sana membuat Aksa melebarkan mata dengan aura kemarahan pekat."Apa-apaan ini?!"Gegas Aksa berlari dari dalam ruangan tersebut dan menuruni tangga dengan cepat.Udara pagi masih sangat dingin manakala Aksa keluar dari dalam rumah."Ayu, Ayu, buka matamu. Siapa yang melakukan semua ini?" pekik Aksa sembari memeluk Dahayu.Pelayan memang mendekat saat melihat Aksa keluar dari kediamannya dengan membawa kemarahan, namun, tak ada satupun yang berani menjawab."Ayu, Ayu, buka matamu." Kekhawatiran tercetak jelas di wajah Aksa, bahkan binar mata itu membawa penyesalan yang teramat dalam.Gaun
Yesti gemetaran saat Ethan kembali membawa lima orang beserta lima ember air es di tangan mereka masing-masing. "Aksa, setelah sembilan tahun pernikahan kita, apakah kamu akan melakukan ini padaku?" Yesti ingin memegang tangan Aksa, namun pria tersebut segera mundur. Aksa malah memerintahkan pada dua pelayan yang tadinya terus berlutut untuk bertindak seperti apa yang mereka lakukan pada Dahayu tadi malam. "Lakukan seperti apa yang kalian lakukan pada Dahayu, jika tidak ingin stick bisbol ini menghancurkan kepala kalian." Dua pelayan itu saling menatap bingung, tapi juga ketakutan. Yesti sudah lama menjadi nyonya muda di kediaman Jayanta, tentu saja lebih banyak keraguan daripada melakukannya pada Dahayu yang baru saja datang dan membawa status predikat buruk. Sementara Aksa menatap Ethan sejenak kemudian membalikkan tubuh dengan perlahan. Ethan segera tahu apa yang diinginkan Aksa. Dia pun memberi isyarat pada lima orang yang membawa ember besar untuk mengguyur Yesti secara ber
Udara basah dan lembab menyelimuti kota Zimo sepanjang hari, sejak hujan berhenti sebentar di pagi hari, langit kembali menumpahkan rintik air yang tak kunjung reda meski juga tak terlalu deras. Langit kelabu tampak jelas dari jendela kaca di kamar Dahayu, saat gadis tersebut membuka kelopak mata dengan berat. "Nyonya, Anda sudah bangun?" Suara seorang pelayan membuat Dahayu menoleh. "Syukurlah Nyonya sudah sadar, Nyonya membutuhkan sesuatu?" Dahayu tak segera menjawab, dia masih menyesuaikan diri dengan ruangan asing tersebut. Dahayu baru ingat dengan kejadian tadi malam setelah sedikit menggerakkan tubuhnya yang terasa remuk redam. "Nyonya tidak perlu banyak bergerak jika masih sakit, katakan saja jika memerlukan sesuatu.'' Pelayan tersebut terus berkata dengan sopan dan lembut kepada Dahayu. Sepertinya dia memang sangat ingin melayani Dahayu dengan baik. "Bantu aku duduk." Suara Dahayu yang timbul tenggelam terdengar sangat serak, namun malah membuat pelayan tersenyum dan men
Aksa meletakkan ponsel dengan pelan di atas meja dan memejamkan mata. Dia tidak mempunyai dendam apapun pada Lukas meski dia sangat tahu saudara tak seibu itu tidak akan berhenti menyerangnya sampai di situ. Sejak Lukas mengetahui jika Elena adalah selingkuhan Defgan semasa ibu kandungnya masih hidup. Lukas menjadi sangat membenci keberadaan Aksa dan Elena di rumahnya. Lukas menganggap kematian ibunya akibat tertekan karena perselingkuhan Defgan dengan Elena, hingga dia berusaha melahirkan Lukas secara prematur agar anak pertama keluarga Jayanta keluar dari rahimnya. Namun, hanya kekecewaan yang dia dapat, ibu kandung Lukas baru berhasil melahirkan setelah Aksa lahir satu jam sebelumnya. Itu membuat ibu kandung Lukas sangat tertekan dan kehilangan nyawa akibat depresi berlebihan pasca melahirkan paksa. Kematian ibu kandung Lukas mempermudah Elena masuk dan menjadi nyonya besar Jayanta. Terlebih dia juga melahirkan putra pertama yang nantinya akan mewarisi semua harta kekayaan kel
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m