Di RSU Bandung, seorang wanita cantik tampak duduk bersandar pada Bed pasien, ia baru saja selesai meminum obat yang telah menjadi rutinitas kesehariannya. Tanpa banyak bicara wanita itu memejamkan kedua matanya seraya mengangguk saat perawatnya membisikkan sesuatu sebelum pergi.
"Hm," desahnya seraya menghela napas.Inara Alesha, wanita muda berwajah oval, kedua matanya indah bersinar dengan bulu mata lentik. Memiliki alis panjang dan tebal menghiasi wajahnya, serta bibirnya yang merah merekah memberikan kesan anggun pada senyumnya. Inara merasa jenuh dengan kesehariannya, selama bertahun-tahun wanita itu telah menghabiskan waktunya di rumah sakit.Semenjak kecelakaan tiga tahun lalu, membuatnya bergelut dengan suasana bising, berbagai keluhan orang-orang sakit dan aroma obat yang sangat menyengat menusuk hidung. Kecelakaan itu pula yang membuatnya kehilangan seluruh ingatannya. Telah bertahun-tahun wanita itu menempati ruangan rumah sakit itu, dan baru hari ini ia akan merasakan sebuah kebebasan, pergi jauh dari ruangan yang mengurungnya selama ini.'Selama ini aku seperti burung dalam sangkar, yang hanya berkicau tanpa mengepakkan sayap, tapi tidak lama lagi aku akan mengarungi indahnya alam luas,' batinnya.Inara Alesha, seorang wanita cantik yang ditemukan hampir tewas oleh Kiev Arion sekitar tiga tahun yang lalu, ia terjatuh dari ketinggian seratus meter, di salah satu apartemen di kota itu. Seluruh tubuhnya mengalami luka parah, dan tulang belakangnya hampir patah, akibat benturan yang sangat keras.Saat itu, Kiev mengira wanita itu telah meninggal, tetapi ketika ia masih merasakan adanya denyut nadi di pergelangan tangan wanita itu, akhirnya ia memutuskan untuk menolongnya dan membawanya kerumah sakit. Namun, Kiev sengaja merahasiakan semua itu dari orang-orang disekitarnya. Sebab ia yakin kecelakaan yang terjadi pada Inara Alesha adalah sebuah konspirasi. Jadi, untuk menyelamatkan nyawanya, Kiev sengaja menyembunyikannya di rumah sakit itu. Ia juga tidak menemukan identitas apapun dari wanita itu, apalagi Inara mengalami amnestic syndrom (Amnesia) akibat benturan keras dikepalanya.Nama Inara Alesha, adalah satu-satunya nama yang diucapkan wanita cantik itu pasca sadar dari koma selama hampir tiga tahun. Oleh karena itu, Kiev berpikir akan memberinya identitas baru sebagai calon istrinya. Dan itu telah menjadi janjinya pada saat wanita itu sedang sekarat, jika masih diberikan kesempatan untuk hidup, maka Kiev akan menikahinya untuk melindunginya dari kemungkinan bahaya yang akan terjadi suatu saat nanti."Selamat pagi, Sayang," bisik Kiev di telinga Inara yang masih memejamkan kedua matanya."Kiev, kau disini?" Inara tersenyum setelah membuka kelopak matanya, dan menangkap bayangan seorang pria bertubuh kekar dengan raut wajah yang begitu mempesona sedang berdiri di samping ranjangnya.Kiev mengamati wajah cantik yang kini lebih bugar dari sebelumnya. Wajah yang telah bertahun-tahun memucat, seakan tanpa darah. Kini, telah kembali merona dalam sebuah peluk asmara kebahagiaan pernikahan mereka esok hari."Senyuman yang indah, aku suka." Kiev mendekati wajah Inara, berniat hendak mengecup bibir indahnya yang menggoda.Sontak Inara menghindar dan meletakkan jari telunjuknya di bibir pria itu seraya berkata, "Belum waktunya, aku mohon bersabarlah."Kiev tersenyum seraya menarik kembali wajahnya, ia merasa lega karena wanita pilihannya, bukanlah wanita sembarangan. Wanita yang tidak mudah menerima sentuhan dari pria lain. Jika saja Inara adalah wanita murahan, sudah pasti saat ini mereka telah melakukannya."Aku hanya mengujimu, apakah kau ini wanita yang mudah disentuh atau tidak." Kiev terkekeh dengan separuh tubuhnya terguncang menahan tawa.Satu detik kemudian, pria itu berteriak meringis kesakitan, dikarenakan saat ini cubitan halus telah mendarat di lengannya. Serta sorotan mata tajam diberikan oleh Inara kepadanya, seakan siap meruntuhkan langit-langit kamar rumah sakit itu. Pandangannya lebih menyakitkan dari serangan segerombolan gigitan semut sekalipun."Rasakan! Dasar, pria penggoda!" Inara memasang wajah cemberut, pertanda ia tidak suka dengan sikap calon suaminya.Hal itu membuat Kiev menundukkan kepalanya, rasanya ia tidak kuasa jika harus membalas tatapan tajam dari wanita cantik di depannya. Seseorang yang telah berhasil memikat hatinya, meskipun ia sendiri tidak pernah mengetahui, apakah Inara juga mencintainya? Bagi Kiev, yang terpenting adalah mencintai Inara dengan tulus dan akan menanggung semua resiko saat ingatan Inara telah kembali nanti.Melihat reaksi pria disampingnya, sontak Inara menegakkan tubuhnya dan meraih pipi Kiev dengan puncak hidungnya. Tentu saja hal itu membuat pria itu membulatkan kedua matanya. Ia tidak pernah mengira, akan mendapatkan serangan manis secara tiba-tiba."Kau–," ucap Kiev terputus karena sentuhan itu membuatnya kehilangan kata-kata. Beruntung perawat tadi telah pergi dari ruangan itu, dengan membawa sisa obat-obatan yang telah diberikan kepada Inara."Ini sebagai ucapan terimakasih untukmu, karena telah merawatku selama ini, jika bukan karena kebaikanmu, pasti aku telah mati." Air matanya mulai berlinang dibalik senyuman membayangkan dirinya tiga tahun lalu.Kiev meletakkan ujung jarinya pada bibir Inara, berharap wanita itu tidak akan mengatakannya kembali. Pandangan mereka beradu pada satu titik seolah memberikan kekuatan cinta, saling menembus jiwa masing-masing. Membiarkan cinta tetap membara didalam hati."Tidak, jangan katakan itu! Aku akan selalu menjagamu hingga akhir hayatku, tapi yang aku khawatirkan adalah, aku takut kau akan meninggalkan diriku saat kau telah mengingat siapa dirimu?" Ekspresi wajah takut kehilangan terpancar dari sorot mata Kiev.Inara menggenggam tangannya dan berkata, "Aku akan selalu bersamamu, meski apapun yang akan terjadi. Siapa diriku itu tidak penting lagi, mungkin aku tidak diharapkan oleh siapapun didunia ini."Bulir-bulir bening mulai terjatuh dari kelopak matanya yang berkaca-kaca, dadanya terasa sesak karena selama dirawat tidak satu pun orang di dunia ini yang mencari keberadaannya. Ia memang mengalami amnesia, tetapi setidaknya ada seseorang yang membantu mengingatkan masa lalunya. Seringkali Inara melihat para pasien yang dikelilingi oleh keluarganya, memberikan dukungan dan semangat agar segera sembuh. Akan tetapi, tidak dengan Inara, Ia hanya seorang diri dan itu sangatlah menyakitkan."Aku adalah satu-satunya orang yang menginginkanmu untuk selalu bersamaku, bahkan saat kita menikah nanti aku tidak akan pernah meninggalkan dirimu," ucap Kiev berjanji, berusaha menghibur kekasihnya.Mendengar perkataan dari calon suaminya membuat Inara terharu, rasanya ia tidak akan pernah mendapatkan cinta yang lebih besar dari cinta seorang Kiev kepadanya. Cinta yang memberinya sebuah nyawa kedua dan kehidupan baru. Sebuah kehidupan yang di penuhi oleh cinta tanpa hadirnya airmata. Mereka saling berpelukan dengan penuh cinta, seolah saling memberikan kekuatan untuk menjalani lika-liku kehidupan.Setelah selesai mengurus seluruh administrasi rumah sakit, Kiev menggandeng tangan Inara dengan hangat. Tangan yang selama ini terkulai tak berdaya, kini telah mampu membalas genggaman tangannya. Kiev membukakan pintu mobil untuk Inara agar wanita itu dengan mudah masuk kedalamnya. Inara menebar senyuman yang begitu mempesona, ia merasasangat istimewa di mata Kiev."Sayang, ada seseorang yang ingin berkenalan denganmu," ucap Kiev kemudian setelah mereka duduk di dalam mobil, membuat Inara mengerutkan keningnya seraya menatap manik mata Kiev dengan tajam."Siapa dia, sepertinya orang yang cukup special?" tanya Inara ingin tahu, siapa sebenarnya yang akan diperkenalkan dengan dirinya."Ikutlah denganku, dan kau akan tahu sendiri nanti." Kiev menghidupkan mesin mobilnya lalu melajukannya dengan hati-hati.Di tengah rasa penasarannya, Inara hanya bisa diam, sepanjang perjalanan yang ada di dalam pikirannya hanya satu pertanyaan. 'Siapa dia?' Dan hal itu membuat Inara terdiam, tidak sepatah katapun terucap dari bibirnya yang manis. Ia hanya diam dalam kebisuan. Kiev juga tidak ingin terlalu memaksakan keinginannya untuk berbincang lebih lama dengan Inara, karena ia tidak ingin memaksa rangsangan otak wanitanya yang bisa saja berakibat fatal. Kiev yakin meskipun hanya terlihat diam dalam kebisuan, Inara terus saja memutar otaknya untuk mengingat sesuatu atau memikirkan apa yang akan dilakukannya nanti. Tidak lama kemudian, mobil pun memasuki area resto 'THE S'QUAD', sebuah restoran mewah tempat Kiev melepas lapar dan dahaga bersama Agam ketika telah jenuh bekerja. Sesuai dengan perjanjiannya dengan Agam, mobilnya pun diparkir di sana. Seperti sebelumnya, Kiev kembali membukakan pintu mobil untuk Inara, dan menggandeng tangannya dengan mesra memasuki area resto. Mereka tampak serasi, tam
Inara menggerak-gerakkan kedua kaki dan tangannya bersamaan, ketika tubuhnya kembali di gendong oleh Agam. Ia meronta. Suara jeritannya menghiasi derap langkah pria itu, tetapi seakan tidak pernah terdengar sama sekali di telinganya. Sepuluh pasang mata menatap mereka dengan penuh tanda tanya, dengan berbagai pikiran di dalam kepalanya masing-masing. "Turunkan aku …!" pekik Inara dengan suara yang melengking tinggi. Bersamaan dengan tubuhnya yang melayang, kemudian terjatuh tepat diatas sebuah ranjang. Senyum tipis terpancar dari wajah pria itu, dengan tatapan mata yang penuh nafsu. Inara membalas dengan sorot mata penuh kebencian, ia merasa tidak terima atas perlakuan pria itu terhadap dirinya. "Mengapa kau membawaku kemari? Asal kau tahu, besok aku akan menikah!" Suara penuh emosi Inara disertai tangisannya, dengan kedua mata yang digenangi airmata menatap Agam dengan penuh kebencian. Inara mengumpulkan seluruh kekuatannya yang melemah, karena meronta-ronta sejak tadi. Perlahan
"Terimakasih, tuan Agam yang terhormat," gumam Kiev menahan amarah dengan mengatupkan rahangnya, "tetapi harga diriku tidak akan pernah bisa kau beli dengan hartamu!"Bersamaan dengan ucapan Kiev, kertas cek itu melayang kembali dan mengenai tepat di wajah Agam. Hingga mati pun Kiev akan tetap memperjuangkan kehormatannya agar tidak diinjak-injak oleh Agam. Inara, merupakan sebuah kehormatan terbesar yang harus diperjuangkan. Meskipun harus kehilangan nyawa sekalipun ia akan tetap mempertahankannya. Kiev maju satu langkah lalu kedua tangannya mencekal krah jas pengantin pria itu. Kini jarak keduanya sangat dekat dengan sorot mata yang saling menatap tajam. Agam tidak tinggal diam, tangannya menyentuh dada Kiev dan mendorongnya kebelakang hingga pria itu sedikit terpental. Maka aksi saling mendorong pun di mulai, tanpa ada yang mau mengalah. Hingga pada akhirnya mereka mulai memukul dan beradu tinju, sepak terjang mereka sama kuat hingga tidak satu pun serangan yang berhasil mendarat
Roda-roda kecil itu terus berputar membawa mobil itu hingga terseret beberapa meter. membawa gerbongnya pergi menjauh, meninggalkan goresan-goresan hitam di permukaan rel. Suara bisingnya yang memekakkan telinga semakin lama semakin melemah, hingga tidak terdengar sama sekali. Suasana kembali sunyi mengheningkan sang malam. Membiarkan suara angin menyapa gendang telinga dengan syahdu. Dibawah cahaya sang rembulan, tampak dua sosok manusia sedang terbaring tak berdaya diatas hamparan rumput disekitar rel kereta api. Baru saja mereka jatuh berguling-guling, demi menyelamatkan nyawa salah satu dari mereka. Sontak Kiev segera bangkit dengan menahan segala rasa sakit yang mendera tubuhnya, ia tidak perduli lagi dengan keadaan dirinya. Dengan susah payah ia berhasil menjangkau Inara yang terlempar agak jauh darinya, dengan segera Kiev meraih kepala wanita itu dan diletakkan dipangkuannya dengan penuh kasih sayang. Wajah ayu itu terlihat tenang seakan tanpa dosa dalam pingsannya. "Inara …
Sejenak Agam tertegun dengan senyum tipis penuh harap, ia sangat yakin jika Inara pasti akan lebih memilih dirinya daripada Kiev yang hanyalah seorang karyawan biasa. Cinta masa lalu mereka yang pernah terjalin begitu indah, Sedikit membuatnya lupa akan kemarahan yang telah melanda hatinya. Pria itu berdiri dengan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, bersiap mendekap mesra tubuh wanita yang kini sedang berlari ke arahnya. Namun, semua itu ternyata hanyalah harapan belaka, karena pada detik berikutnya Inara berlari melewati Agam dan menembus kerumunan anak buahnya. Dengan segenap jiwa serta kebesaran kekuatan cinta, ia memeluk tubuh Kiev yang telah bersimbah darah. Inara menyatakan bahwa cintanya terhadap pria itu jauh lebih besar daripada terhadap Agam yang merupakan cinta pertamanya. "B-benarkah, yang aku dengar ini? K-kau tidak akan meninggalkanku?" Kiev bertanya dengan suara sedikit mengerang menahan rasa sakit. Senyum kebahagiaan terulas di bibirnya yang dipenuhi darah, ra
Kebencian telah menyelimuti hati inara, wanita yang dulunya sangat lembut dan penuh perhatian terhadap sesama, kini telah membaja akibat dari semua peristiwa yang dialaminya. Inara yang dulu sangatlah lugu, kini menjadi pribadi yang selalu curiga dan tidak mudah percaya terhadap siapapun. Alasan satu-satunya mengapa ia bertahan dalam permainan ini, hanyalah satu, yaitu mengungkap kebenaran dan membalaskan dendamnya pada seorang wanita yang telah menyebabkan kehancuran dalam hidupnya. Akan tetapi, dengan semua peristiwa itu ia bersyukur, berkat kecelakaan yang menimpanya tiga tahun lalu, ia dipertemukan dengan seorang pria yang benar-benar mencintai dirinya tanpa syarat. Kiev yang selalu ada untuknya, Kiev yang selalu menjaganya, dan Kiev yang rela berkorban demi keselamatan dirinya. Sedangkan Agam, belum tentu pria itu mampu melakukan semua yang dilakukan Kiev untuknya. Sang jagad merah mulai menampakkan wajahnya dengan sinar hangat menerangi bumi. Daun-daun
"Lihatlah, asap yang mengepul itu!" Agam mengangkat sebelah tangannya kedepan. Tampak kepulan asap dengan bau yang menyengat berasal dari aroma daging panggang menusuk tajam ke dalam indera penciuman. Kembali Inara mempercepat langkahnya yang terseret, ketika tangannya ditarik dengan keras oleh Agam. Kakinya yang putih bersih melangkah melewati batu kerikil yang berdebu hingga separuh kakinya diselimuti debu jalanan yang kotor. Seonggok daging yang telah hangus terbakar, menjadi sumber asalnya bau menyengat itu. Inara menatap heran seraya melemparkan pandangannya ke sekeliling. Ia merasa tidak asing lagi dengan tempat itu, tetapi ia juga merasa ada yang berbeda. Namun, saat pandanganya melihat jelas rel kereta api yang hampir membuat nyawanya melayang, ia teringat akan peristiwa penyerangan Kiev yang dilakukan semalam. "Kau tahu daging yang hangus terbakar itu?" Agam bertanya dengan menatap intens ke arah wanita cantik di sampingnya, yang kemudian mendapatkan gelengan kepala sebaga
Entah karena Inara yang terlalu ingin melihat detik-detik kematian suaminya, ataukah Agam yang terlalu terbuai dengan bujuk rayu istrinya, hingga mereka tidak menyadari akan kehadiran seorang OB yang memasuki ruangan itu. Baru mereka tersadar ketika sendok yang hampir memasuki rongga mulut Agam, terjatuh bersamaan dengan jatuhnya rantang makanan dari tangan Inara. Sontak saja keduanya terkejut dan sama-sama memandang OB itu dengan berang. "Sialan! Beraninya kau berbuat kurang ajar padaku!" sentak Agam dengan murka. Wajah pria itu merah padam menatap tajam pada OB tersebut. Pria sederhana itupun menundukkan kepala dengan penuh hormat, berkali-kali meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Namun, tidak pernah mereka sadari dendam yang tersembunyi didalam hati pria OB tersebut. Beruntunglah Agam, karena atas perbuatan si OB, ia berhasil lolos dari maut yang tak disadarinya. Nasi dan lauk beracun itu kini telah berserakan di atas lantai, terpisah dari rantangnya. Atas permintaan