Hari itu, suasana dalam kamar tiba-tiba hening, seorang wanita duduk di sisi ranjang, tatapan matanya memelas, mencoba memberikan pengertian pada suaminya.
“Ayahmu selalu menyusahkan hidupku.”
“Mas, selama ini Papiku yang mendukungmu hingga bisa sampai seperti ini, dia tidak pernah meminta apa-apa darimu, justru dia yang selalu memberikan uang padamu,” ucap Vanesa memelas.
“Vanesa, ayo kita berpisah saja.”
Bagai petir disiang bolong mendengar perkataan sang suami Vanesa hanya bisa melonggo.
“Ke-kenapa tiba-tiba?” tanya wanita berpenampilan sederhana itu dengan ekpresi kaget.
“Ini bukan tiba-tiba Vanesa, Aku sudah lama ingin menceraikanmu. Lihat penampilanmu, udah lusuh, dekil bau lagi!”
“Mas, selama ini aku melakukan ini demi keluarga kita. Agar kamu bisa kuliah.”
Laki-laki itu mengeleng dengan malas ,” sekarang aku tidak kuliah lagi. Sekarang aku sudah manager pemasaran di kantor.”
“Itu semua karena aku Mas. Aku yang selama ini kerja pontang panting agar kamu bisa kuliah.”
“Jadi kamu perhitungan! Jadi selama kamu tidak iklas. Aku akan membayarnya semuanya.” Laki-laki kurang ajar itu melemparkan sekepok uang ke wajah Vanesa. Bola mata bermanik coklat itu melotot kaget. Tidak pernah terbesit dalam hatinya kalau ia akan mendapatkan perlakukan kasar seperti itu dari laki-laki yang amat ia cintai tersebut.
‘Apa ini? Apa dia berubah setelah mendapatkan jabatan baru di kantornya?’ Vanesa masih mematung.
“Kenapa kamu bersikap seperti ini padaku?” tanya Vanesa dengan suara bergetar.
“Aku ingin berpisah. Aku juga ingin kamu meninggalkan rumah ini.”
“Kamu membuangku seperti sampah setelah kamu mendapatkan semua yang kamu inginkan?” tanya Vanesa dengan suara bergetar.
“Aku masih baik memberimu uang. Sekarang aku ingin berpisah Vanesa Danita . Sekarang pergilah tinggalkan rumah ini.”
Tidak lama kemudian ibu mertua dan ipar perempuanya datang dari dapur, menatap Vanesa dengan tatapan puas.
“Mampus lu,” ucap wanita itu dengan tatapan mengejek.
“Aku bekerja keras untuk keluarga ini selama ini, apa ini yang kalian lakukan padaku?” suara Vanesa bergetar . Sedih rasanya orang kita pikir bisa jadi tempat bersandar justru mengusirnya seperti orang lain. Hidup Vanesa bagai habis manis sepah dibuang.
“Mas Damian sudah manager sekarang, hidup kami akan enak mulai sekarang,” ujar gadis berrambut panjang itu dengan angkuh.
“Aku tidak terima kalian memperlakukanku seperti ini. Rumah ini hasil kerja kerasku.”
Tidak lama kemudian ibu mertuanya maju ke depan memberi tamparan keras di wajahnya.
Pak!
“Dasar wanita tidak tahu malu. Kamu masih berani melawan! kamu tidak dibutuhkan di sini lagi, tidak berguna sama sekali, pergilah kamu hanya membuat keluarga ini malu di mata tetangga ,” ucap wanita paruh baya itu dengan geram.
Dalam rumah mereka ada ibu mertua dan satu adik perempuan yang tinggal bersama. Selama ini ibu dan adik iparnya sangat malas, mereka hanya bisa memerintah dan meminta saat butuh. Damian sangat memanjakan adik dan ibunya. Padahl segala kebutuhan rumah selama ini Vanesa yang menanggung semuanya.
Vanesa kaget saat di tampar ibu mertuanya, ia menatap Damian, ternyata laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa. Dulu saat pertama kali datang ke rumah sebagai menantu, setiap kali ibu mertuanya marah Damian akan membela dirinya setidaknya ia menasihati sang ibu supaya jangan memarahi Vanesa. Sekarang, semua sudah berubah, laki-laki itu tidak perduli padanya walau dia dimaki dan tampar.
“Sudah pergi sana. Mas Damian sudah mengusirmu,” usir adik iparnya.
“Mas, apa aku layak menerima semua ini?”
Laki-laki itu membelakanginya sembari berkata, “pergilah sebelum keadaan bertambah buruk.”
Vanesa tidak terima, apa yang ada dalam rumah itu semua dia yang membeli dengan hasil keringat.
“Apa kurangnya aku,” bujuk Vanesa mengikuti Damian ke kamar.
Damian menatap Vanesa dengan tajam, “banyak kekuranga kamu Vanesa. Sebenarnya selama ini aku sudah muak dengan sikapmu yang banyak mengatur, aku capek mendengar semua aturanmu di rumah ini.”
“Aku bisa memperbaiki diri Mas, tapi jangan berpisah,” bujuk Vanesa membelas.
“Aku ingin punya anak dan keluarga yang bahagia, punya istri yang cantik yang bisa merawat diri. Apa kamu tahu saat mengajak kamu keacara kemarin semua orang melihatmu dengan aneh karena penampilanmu yang kumuh. Bosku sendiri bahkan bertanya padaku kenapa mau menikah dengan wanita sepertimu.”
Mendengar Bos besar ikut campur dengan rumah tangganya, bola mata Vanesa melotot,” dia tidak ada hubungannya dengan rumah tangga kita.”
“Dia hanya prihatin denganku, orang sekelas manager punya istri dekil kayak kamu.”ujar Damian .
Vanesa memohon supaya Damian jangan menceraikannya, berjanji akan memperbaiki diri asal jangan diminta berpisah, tapi sebesar apapun Vanesa memohon laki-laki itu tetap saja tidak perduli.
“Mas aku akan mengubah penampilanku lebih cantik lagi, beri aku kesempatan,” ujar Vanesa memelas.
“Aku tidak ingin melanjutkan pernikahan lagi, kita udahan sampai di sini.”
Damian tidak memberi kesempatan padanya. Wanita malang itu hanya bisa tertegun menatap kosong ke sekeliling kamar yang ia tempati, ia sudah melakukan segalanya untuk keluarga mereka, ternyata dia tidak dihargai bahkan diusir dari rumah yang ia bangun dengan keringatnya.
Ibu mertuanya mengekor dari pintu, “Aku ingin punya cucu, selama ini kamu tidak mau memberiku cucu,” tuduh wanita itu lagi.
“Aku bukannya tidak ingi melahirkan anak Bu, Aku dan Mas Damian sepakat untuk menunda anak, itu sebabnyas saat itu aku minum pil KB Bu,” ujar Vanesa menahan air matanya agar tidak tumpah di depan ibu mertuanya.
Vanesa dikenal wanita yang sangat tangguh selama ini, tapi kali ini segala pertahanannya seakan runtuh dan hancur lembur setelah suaminya ingin menceraikannya.
“Alasan saja kamu, bilang saja kamu tidak mau punya anak,” tuduh wanita itu lagi.
“Saat itu aku tidak punya anak di awal pernikahan kita karena aku ingin kuliah. Tapi kenapa sekarang kamu tidak kunjung hamil?” tuduh Damian lagi.
“Mas, aku juga tidak tahu apa penyebabnya setelah minum pil KB selama bertahun –tahun kata dokter rahimku kering.”
Ibu mertuanya berjalan mendekat, “kamu tidak usah cari alasan Vanesa, ngaku saja kalau kamu wanita yang mandul.”
“Bu, saya sudah periksa ke dokter itu tidak benar, aku tidak mandul.”
Ibu mertuanya mencebikkan bibirnya, “Banyak alasan.”
Vanesa dituduh dan dihina sama Ibu mertuanya, bahkan direndahkan sama suaminua sendiri hanya karena dia berpakain lusuh saat di rumah. Padahal Vanesa hanya berpakain sederhana saat di rumah saja, kalau ke undangan tetangga yang hajatan ia selalu berdandan walau hanya dandanan sederhana. Vanesa hanya ingin menyesuaikan diri dengan likungan tempat ia tinggal.
Terkadang niat baik yang kita lakukan belum tentu baik di dimata orang lain. Vanesa sudah bekerja keras siang malam demi keluarganya, ia ingin punya keluarga yang utuh jadi tempat ia berbagi duka luka. Tidak berpisah seperti kedua orang tuanya. Namun, semua itu tidak berjalan sesuai keinginannya.
Tangannya bergetar, ia menatap wajahnya di pantulan kaca, baru menyadari kalau wajahnya tampak lebih tua dari usianya.
“Aku tidak layak menerima semua ini Mas. Aku sudah melakukan semuanya untukmu selama empat tahun. Semua yang kamu miliki saat ini karena dukunganku,” ujar Vanesa dengan suara parau.
“Jangan mengaku-ngaku. Anakku bisa seperti sekarang ini semua itu karena kerja kerasnya, pergilah dari rumah ini,” usir ibu mertuanya lagi.
Tanpa sungkan wanita gila itu bahkan mengeluarkan semua pakaian dari lemari Vanesa, lalu memasukkannya ke dalam tas melemparkannya keluar.
“Dengar! Rumah ini putraku, semua ini milik putraku pergilah dari rumah ini sebelum aku lebih marah lagi, aku sudah muak melihatmu selama ini.”
Bersambung
Vanesa tidak mau mengalah begitu saja, walau diusir paksa oleh ibu mertuanya ia masih mencoba mempertahankannya. Vanesa tidak ingin berpisah.“Kalau aku berpisah apa bedanya hidupku dengan kedua orang tuaku,’ ucapnya pelan.Saat ibu mertuanya membuang pakaiannya, ia memungutnya kembali membawanya ke dalam rumah.“Ibu tidak berhak megusirku,” ucap Vanesa.“Kenapa tidak! Ini rumah anakku.”“Ini hasil kerja kerasku, kalau ibu ingin aku pergi dari sini panggil polisi, biar rame sekalian. Biar semua orang tahu kalau ibu mertuaku terlalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya.”“Kamu mengancamku?” wanita paru baya itu bahkan jauh lebih galak saat Vanesa menantangnya.Damian melerai keduanya, “sudah Bu malu sama tetangga.”Vanesa masuk ke dalam kamar, membawa pakiannya kembali, ia duduk di sisi sofa. Ibu mertuanya masih mengoceh membawa-bawa nama ayahnya ke dalam persoalan mereka.“Begini jadinya kalau punya ayah penjudi dan pemabuk, putrinya pasti akan jadi anak pembangkang.”Wanita itu s
Sebelum pulang dari toko Vanesa sengaja berganti pakaian, mengenakan satu pakaian terbaik miliknya. Ia juga berdandan cantik seperti yang diinginkan Damian. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak ingin berpisahb“Aku berharap dia sudah pulang,” ucap Vanesa menyapu lipstik berwarna merah ke bibirnya.Vanesa pulang ke rumah berharap suami tidak marah lagi padanya. Melihat ada mobil Damian di depan, Vanesa merapikan pakaian dan riasan di wajahnya. Ia sengaja berpenampilan cantik dari toko saat pulang ke rumah ingin menunjukkan pada suami kalau dia bisa tampil cantik.Kakinya melangkah dengan ragu saat mendengar tawa riang dari ibu mertuanya dan adik iparnya. Ia berpikir ada tamu besar yang datang ke rumah membawa hadiah yang banyak untuk ibu mertua.Kakinya semakin gemetar saat melihat sepasang sepatu hill tinggi ada didepan pintu. Saat ia masuk tubuhnya terdiam dengan bigung. Iren ada di sana duduk mesra dengan suaminya.‘Apa yang mereka lakukan?’ tanya Iren dalam hati.N
Vanesa masih di ruangan Gavin, pria yang ia minta tolong untuk membantunya membayar hutang ayahnya.“Kamu tidak punya pilihan lain Vanesa, terima tawaranku dan kamu bisa mengatasi semua masalahmu,” ujar Gavin.Memikirkan perbuatan jahat suami dan keluarganya, Vanesa tidak punya pilihan lain.“Baiklah aku akan bersedia melahirkan anak untukmu, tapi sebagai gantinya berikan aku uang yang banyak.”“Aku sudah katakan padamu dari awal, uang tidak ada apa-apanya bagiku Danita.”Gavin menarik pinggang Vanesa membawanya ke pangkuannya, dalam hati yang paling dalam sebenarnya ia merasa sangat risih, sebab ia masih istri dari Damian. Selama ini demi menjaga pernikahanya tetap utuh ia rela melakukan segalanya, tapi Damian mencampakkanya dan berselingkuh dengan sepupuhnya sendiri. Vanesa Danita merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya. Vanesa beberapa kali membuang napas –napas pendek dari mulut.“Kamu sepertinya keberatan. Saya tidak akan memaksa jika kamu belum siap melakukannya. Aku
Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, han
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Vanesa merasa bersalah karena ia membuat Damian dalam masalah, ia ingin membantu.“Aku ingin memberikannya.” Vanesa menyodorkan cek yang nominalnya membuat mata Damian melotot kaget.“Kamu dapat uang dari mana sebanyak itu, Nesa?”“Mas, itu tidak penting, aku ingin menebus kesalahanku padamu, pakailah uang ini dan bukalah café.”“Kenapa tiba-tiba?”“Aku tidak ingin kamu dapat masalah yang lebih besar di kantor, aku tidak ingin kamu terlibat dalam masalah yang aku buat.”“Tidak apa- apa Vanesa, hal seperti sudah biasa aku alami.”&ldqu
Vanesa menepis tangannya dengan kesal, “jaga sikapmu Gavin.”“Kenapa kamu marah, bukanya aku sudah membayarmu mahal? Apa kamu ingin melayani Damian?”Vanesa sangat kesal mendengar kata ‘bayar, bayar’ berulang-ulang dari Gavin.“Aku akan membayar semua uang yang pernah aku terima dari kamu Gavin, berhentilah mengucapkan kata bayar, bayar aku muak mendengarnya.”“Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu? Atau kamu menjual diri juga? Aku melihat kamu sangat mesra dengan laki-laki sampah itu. Apa dia juga membayarmu?”“Tidak Gavin.”“Apa kamu meminta uang dari Mamimu?”Vanesa merasa kalah berdebat dengan Gavin, ia tidak ingin Ibunya di bawa-bawa dalam masalahnya. Vanesa duduk di kembali di kursinya membuka laptop, ia mendiamkan Gavin yang terus menyudutkan dan menghinanya.“Kenapa kamu diam? Mana keberania
Vanesa membuka rantang tiga susun tersebut, tanpa sadar ia tertawa ngakak.“Mas, masukin redang rantang ke dalam tas?”“Iya, aku malu nenteng-nenteng, ayo kita makan, kebetulan aku juga belum serapan dari rumah.”Damian membuka rak tiga susun, dua nasi dan satu rendang. Vanesa memang lapar ia belum makan. Mereka berdua makan sembari tertawa, ternyata kuah rendang tumpah di dalam tas mengenai kemeja bagian belakang Damian.“Pantas saja saat Mas tiba bau rendang, ternyata tumpah,” ucap Vanesa mencoba membersihkan noda dari kemeja belakang Damian.“Aku juga merasa bagian belakang ku juga kena, aku merasa panas b
Setelah membasuh wajah ia duduk menikmati wine sendiri, tanpa sadar ia sudah menghabiskan dua botol. Saat ingin tidur ponselnya berdering . Ternyata Karin menelepon melirik jam ternyata sudah jam sebelas malam.‘sial aku lupa janjiku pada Karin’ ucapnya mengumpat.“Iya Karin.”“Kamu di mana Sayang, aku sudah menunggu dari tadi.”“Oh, sebentar lagi sampai, ini mau jalan ke sana.”Rupanya Gavin berjanji akan menghabiskan malam bersama istrinya setelah pulang dari Paris. Gavin meminta bantuan asistennya mengantar diriny
Masalah yang dihadapi Gavin saat itu, jadi shock terapi untuknya, sudah lama pria itu tidak pernah mendapat masalah di kantor. Namun kali ini sekali dapat masalah ia dihadapkan dengan banyak tuntutan, menyebabkan ia dapat masalah besar.“Siapa mereka sebenarnya? Apa kamu sudah menemukan Vanesa?” tanya Gavin menatap tajam asistennya lagi.“Saya mengecek pasfornya Bu Vanesa sedang melakukan perjalanan ke luar negeri untuk melakukan pengobatan Pak,” lapor Fano.“Pengobatan? Pengobatan apa?”Asisten menggeleng, “saya tidak tahu Pak.” &
Hari itu juga Gavin kembali ke Jakarta, ia meminta semua orang tidak boleh pulang sebelum menyelesaikan kekacauan tersebut. Semua orang tinggal di kantor menunggu Gavin datang. Damian salah satu orang yang paling takut. Tidak lama kemudian ia tiba, wajahnya suram tatapan matanya menatap semua orang dengan sinis.“Katakan apa yang terjadi sini. Ada banyak orang di sini. Kenapa sampai ada kejadian seperti ini. Bagaimana mungkin ada acara launching barang baru tapi yang muncul malah mereka orang lain.”Semua orang menunduk tidak ada yang berani membuka mulut, “siapa yang bisa menjelaskan?”Salah satu seorang dari mereka memberanikan diri menjelaskan kejadian sesungguhnya.“Kenapa bisa barang contoh bisa hilang dari kantor ini. Di sini ada banyak petugas keamanan tapi bisa terjadi kehilangan. Tugas mereka sebenarnya apa? Pecat semua,” perintahnya dengan marah.Banyak orang kehilangan pekerjaan k, Damian tidak berani menatap Damian. Ia meminta semua orang menyelesaikan masalah malam it
Satu minggu sudah Vanesa bekerja di kantor Gavin, ia semakin leluasa karena Gavin ada pekerjaan di luar kota. Vanesa sengaja mengganti nomornya agar Gavin tidak meneleponnya. Hari itu juga rancangan milik Vanesa terpilih dalam daftar fashion show bertemakan musim panas yang akan diselenggarakan di Paris.Vanesa senang karena hasil kerjanya diakui di luar negeri, walau sebenarnya ada rasa sedih juga. Sebab nama Karin lah yang di tercatat di sana sebagai desainer.‘Tidak apa-apa Vanesa, itu hanya pakaian. Kamu bisa mengerjakan yang lebih baik dari itu nantinya’ kamu hanya perlu satu tiket untuk masuk ke dalam perusahaan ini’ ucap Vanesa dalam hati.Vanesa menyimpan semua gambar yang dikerjakan, ia juga menyimpan semua bukti kalau semua pakaian buatannya hasil pekerjaannya. Karin hanya mengaku-ngaku saja, sebenarnya wanita itu tidak mampu melakukan seperti yang dibuat Vanesa. Tidak lama kemudian Karin datang ke ruangannya, untung saja ia sudah menyimpan semua gambar.“Aku ingin
Saat Damian berangkat ke kantor, Vanesa juga meninggalkan rumah , ia menulis pesan dalam kertas diatas meja makan. Ia juga berterima kasih padanya telah merawat dirinya dengan baik beberapa hari itu. Ia berharap laki-laki itu melupakan pernikahan mereka. Vanesa juga meminta Damian mencari wanita lain. Setelah pulang dari sana Vanesa menuju rumah sakit untuk bertemu ayahnya. Tiba di sana ia memeluk Banu dengan erat, ia berjanji tidak akan menangis, tidak ingin orang tua itu melihatnya menangis.“Apa pekerjaanmu sudah selesai Nak?” tanya Banu.Vanesa mengangguk, “Pi, sudah waktunya aku memulai semuanya. Mulai besok aku akan bekerja di sana, tapi aku khawatir tentang Zein.”Banu tersenyum hangat, “jangan khawatir adikmu baik-baik saja, dia dan ayah akan membantu Nak.”Mendengar perkataan Papinya Vanesa mengangkat kepalanya, ia menatap laki-laki itu dengan penasaran lalu bertanya, “apa Zein sudah mengabari Papi?”Pak Banu mengangguk pelan, “dia menelepon Papi, dia meminta supaya kamu
Mendengar itu mata Damian melotot kaget, “apa maksudnya?”“Ketika suamiku menolak membantuku, maka aku meminta bantuan lelaki lain dan sebagai imbalannya tubuhku,” ungkap Vanesa dengan emosi.Damian menghentikan mobilnya mendadak, “tidak. Kamu bukan wanita seperti itu Nesa, kamu wanita terhormat.”“ Kamu yang mendorongku melakukan itu Damian, kamu yang mengubahku jadi wanita murahan. Kalau saja kamu saat itu membantuku menyelesaikan masalah, aku tidak akan seperti ini. Kalau saja saat itu kamu tidak berselingkuh dengan Iren hidupku akan baik-baik saja dan rumah tangga kita masih ada .”“Tidak, kamu pasti berbohong.”“Bukan hanya menjual tubuhku Damian, aku bahkan melakukan pernikahan kontrak dengannya, dia ingin aku melayaninya kapanpun dia inginkan.”Damian menutup kuping tidak percaya dengan apa yang sudah didengar, “kau masih istriku Vanesa! Mana mungkin kamu melakukan hal gila seperti itu!” teriak Damian dengan marah“Iya, aku melakukan poliandri, aku menikah sebelum kita res