“Bayar hutangmu atau kepala ini akan saya tebas,” ancam sekelompok preman mengobrak-abrik seisi rumah.
Vanesa berlari menghampiri seorang pria paruh baya, “Papi, siapa mereka?”
Pria paru baya itu hanya menjawab dengan kata-kata tidak jelas, ia mabuk.
“Ayahmu kalah berjudi dan dia punya banyak hutang pada Bos kami.”
“Sekarang kamu bayar atau kepala laki-laki ini kami penggal.”
Wajah wanita itu tampak lelah melihat perbuatan ayahnya lagi, dia sudah bekerja keras demi bisa melepaskan ayahnya dari ketergantungan alkohol dan judi, ternyata semua yang dilakukan masih kurang.
“Jangan sentuh Papiku! Aku akan membayar semua utangnya, lepaskan dia.”
Para preman itu menertawakan Vanesa, “kamu bayar pakai apa nona cantik? Tubuhmu?”
“Aku akan membayarnya nanti, jangan meledek putri kesayanganku,” ucap pria tua itu berjalan sempoyongan, ia masih sangat mabuk, bau alkohol masih menyeruak keluar dari mulutnya. Dengan sisa tenaga berusaha melindungi Vanesa, lalu, mendorong seorang preman yang mencoba melecehkan Vanesa.
“Dasar tua bangka!”
Pak!
Satu pukulan keras diberikan preman padanya, ia tersungkur di lantai. Vanesa bergegas menghampiri sanga ayah.
“Kalau kalian masih berani menyentuh Papiku akan aku panggil polisi,” ancamnya dengan tegas.
“Kamu berani? Kalau begitu lakukan itu dengan bos kami.”
Preman berpakaian hitam-hitam itu menutup mulut Vanesa dengan lakban, menutup mata dengan kain, lalu mengangkut ke dalam mobil.
Wanita cantik yang bernama Vanesa Danita Myles itu hanya bisa meronta dengan sekuat tenaga. Namun, sekuat apapun ia melawan tenaganya tidak akan kuat melawan para pria tersebut, bahkan tenaga wanita cantik itu tifak ada apa-apanya dengan para preman yang menculik dirinya. Ia terdiam karena kelelahan mulut dan matanya ditutup dengan lakban, tidak tahu akan dibawa kemana. Rasa takut, panik, cemas berbaur jadi satu, hanya satu yang tercipta yakni pasrah dengan keadaanya.
Mobil berhenti di sebuah ruko, tubuh Vanesa kembali dibawa dengan paksa. Tiba di sebuah pintu, tubuh itu didorong ke sebuah ruangan gelap. Dalam ruangan ia merasakan suasana dingin dan hening menyebabkan bulu roma bergelidik nyeri. Tidak lama kemudian penutup mulut dan kain penutup mata dilepaskan. Samar-samar ia melihat seseorang di depannya.
“Aku akan membayar hutang-hutang papiku, tolong lepaskan aku, Tuan,” mohon Vanesa.
“Dengan apa kamu membayarnya?” suara bariton itu tidak begitu asing ditelinganya, tapi ia tidak bisa melihat siapa sosok miterius tersebut.
“Akan aku usahakan secepatnya. Aku mohon, Tuan.”
Pria bertubuh tinggi itu berdiri kembali, lalu membelakanginya. Vanesa mencoba mengenali siapa pria misterius suasana memang sangat gelap di dalam ruangan tersebut jadi ia tidak berhasil. Dalam ruangan ada sedikit penerang dari cahaya yang mengintip dari balik celah jendela.
“Aku kasih kamu waktu satu hari saja, kalau dalam waktu satu hari kamu tidak bisa melunasi hutang ayahmu , nyawa adik dan ayahmu akan melayang.”
“Baik-baik Tuan,” sahut Vanesa gemetar.
“Pergilah,” usirnya lagi, aura dingin dan tegas bisa terasa dari suaranya.
Terdengar ia menjentikkan jari tangannya sebagai kode memanggil anak buahnya, tidak lama kemudian pintu terbuka kembali. Preman yang membawanya tadi kembali masuk, mereka menutup mata dan mulut Vanesa, sama saat ia dibawa masuk. Pria misterius itu tidak ingin tahu kemana ia akan dibawa. Vanesa dikembalikan kembali ke rumahnya di lepaskan dengan cara didorong masuk.
Vanesa bergegas menghampiri Ayahnya yang masih terkapar di lantai, “Papi bangunlah, ayo kita ke rumah sakit.”
Pria itu tidak merespon, ia menarik koper miliknya ke dalam rumah. Tadi saat ia tiba belum sempat ia bawa masuk karena melihat sekelompok pereman memasuki rumah ayahnya.
Vanesa menghubungi ambulance untuk membawa ayahnya ke rumah sakit.
*
Tiba di sana ia mendapat kabar dari dokter, kalau ayahnya mengalami pembengkakan jantung harus segera dilakukan tindakan sebelum terlambat. Vanesa diminta mengurus admintrasinya. Wanita cantik itu tidak memikirkan apa-apa dalam benaknya hanya ingin Papinya sembuh, masalah biaya nanti akan ia pikirkan. Ia berlomba dengan waktu dan dipaksa untuk melakukan keputusan yang cepat dalam situasi genting.
Baru duduk sebentar pesan dari bos penangih hutang sudah datang
[waktumu hanya tersisa beberapa jam lagi]
Bola mata Vanesa membesar karena kaget, “darimana pria ini dapat nomorku?” tanya wanita cantik itu dengan heran.
[Jika besok pagi kamu tidak membawakan uang satu miliar, ayahmu yang berbaring di ranjang rumah sakit akan jadi mayat] ancamnya lagi.
Vanesa masih menatap dengan diam pesan di layar ponsel miliknya, otaknya seakan-akan mogok untuk berpikir, ia seperti melihat kertas kosong tanpa tulisan.
‘Apa yang harus aku lakukan, dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu’ ia bertanya dalam hati.
[Apa kamu mendengarku? Kenapa kamu hanya diam?]
[Baik, Tuan]
Vanesa menghampiri ayahnya yang terbaring lemah.
“Pi, aku akan mencari bantuan, aku tidak akan membiarkan mereka menyakiti Papi.”
Laki-laki masih berbaring dengan lemah, Vanesa memutuskan mendatangi rumah laki-laki yang paling dia benci.
**
“Aku bersedia tidur denganmu, tapi sebagai imbalanya berikan aku uang yang banyak.”
Laki-laki bertampang dingin itu mengusap-usap dagunya, kedua siku tanganya bertungu diatas meja. Matanya yang tajam menatap wanita di depannya.
“Tawaran itu sudah kamu lewatkan Danita,” ucapnya dengan suara santai namun terdengar seksi.
“Aku yakin kamu masih menginginkan tubuhku, sama seperti dulu Gavin.”
Pria bertubuh gagah itu berdiri dari kursi kebesarannya, menghampiri wanita yang duduk di sofa, lalu meraih dagu sang wanita. Manik berwarna gelap itu menatap dengan seksama. Ia seperti pemburu yang sedang meneliti hasil buruannya.
“Kenapa sekarang kamu datang padaku?”
Vanesa menghela nafas panjang, “Aku tidak punya pilihan lain.”
“Apa ini kamu lakukan demi ayahmu dan adikkmu atau demi suamimu?”
“Kamu tidak perlu tahu.”
Laki-laki yang bermana lengkap Gavin Ivander Myles hanya tertawa meledek, “kalian para wanita itu terlalu lemah. Aku sudah katakan padamu laki-laki yang kamu pilih jadi suamimu tidak satu level denganmu. Mereka beda kasta denganmu. Walau kamu sudah mengorbankan seluruh hidupmu bagi kaum seperti mereka itu tidak berarti. Saat itu aku sudah tawarkan padamu sebuah kedudukan di kerajaanku, tapi kamu menolaknya tapi sekarang kenapa kamu datang lagi padaku.”
“Aku akan memuaskanmu ranjangmu sampai kamu tidak menginginkan kehangatan yang lain. Apa kamu bisa memberikan yang aku minta?” tanya Vanesa lagi.
Pria itu berpikir sejenak lalu berkata lagi;
“Aku menawarkan hal yang lebih dari kepuasan diranjang Danita, aku ingin lebih dari itu,” ucap pria itu berjongkok di depan Vanesa, telapak tangan mengusap dari mata kaki sampai ke pangkal paha milik Vanesa.
Wanita cantik bermanik coklat terang itu menutup mata sekejap lalu menjawab dengan mantap,”apa yang kamu inginkan?”
“Lahirkan anak untukku.”
Bola mata Vanesa membesar segeda jengkol, “kamu gila Gavin? Aku adikmu!”
Laki-laki itu tertawa renyah melihat ekpres kaget dari Vanesa,”apa bedanya dengan tidur denganku?”
“Setidaknya kita bisa melakukanya diam-diam. Kalau aku hamil semua orang akan tahu kalau aku tidur denganmu. Bagaimana dengan istrimu. Apa dia bisa menerimaku?”
“Aku tidak perlu meminta ijin padanya untuk melakukan hal seperti itu.”
Vanesa terdiam, ia tidak pernah ingin jadi orang ketiga dalam rumah tangga seseorang. Ia membenci hal itu dan beberapa kali bersumpah tidak ingin jadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain. Ia sudah menyaksikan bagaimana rasanya jadi orang seperti itu.
“Aku tidak bisa melakukannya, aku hanya menawarkan untuk pemuas ranjangmu, kalau itu aku bisa melakukannya. Aku juga masih punya suami.”
“Tinggalkan suamimu Aku akan memberikan apa yang jadi milikkmu.”
“Tidak aku tidak butuh apa-apa. Aku hanya uang 1 miliar, aku akan memuaskan dahagamu.”
Gavin meraih bibir Vanesa melumat dengan lembut, “hmm … rasanya masih sama seperti dulu,” ucapnya melepaskannya lagi.
Bersambung
Bantu Vote dan like ya Kakak terimakasih
Hari itu, suasana dalam kamar tiba-tiba hening, seorang wanita duduk di sisi ranjang, tatapan matanya memelas, mencoba memberikan pengertian pada suaminya.“Ayahmu selalu menyusahkan hidupku.”“Mas, selama ini Papiku yang mendukungmu hingga bisa sampai seperti ini, dia tidak pernah meminta apa-apa darimu, justru dia yang selalu memberikan uang padamu,” ucap Vanesa memelas.“Vanesa, ayo kita berpisah saja.”Bagai petir disiang bolong mendengar perkataan sang suami Vanesa hanya bisa melonggo.“Ke-kenapa tiba-tiba?” tanya wanita berpenampilan sederhana itu dengan ekpresi kaget.“Ini bukan tiba-tiba Vanesa, Aku sudah lama ingin menceraikanmu. Lihat penampilanmu, udah lusuh, dekil bau lagi!”“Mas, selama ini aku melakukan ini demi keluarga kita. Agar kamu bisa kuliah.”Laki-laki itu mengeleng dengan malas ,” sekarang aku tidak kuliah lagi. Sekarang aku sudah manager pemasaran di kantor.”“Itu semua karena aku Mas. Aku yang selama ini kerja pontang panting agar kamu bisa kuliah.”“Jadi kamu
Vanesa tidak mau mengalah begitu saja, walau diusir paksa oleh ibu mertuanya ia masih mencoba mempertahankannya. Vanesa tidak ingin berpisah.“Kalau aku berpisah apa bedanya hidupku dengan kedua orang tuaku,’ ucapnya pelan.Saat ibu mertuanya membuang pakaiannya, ia memungutnya kembali membawanya ke dalam rumah.“Ibu tidak berhak megusirku,” ucap Vanesa.“Kenapa tidak! Ini rumah anakku.”“Ini hasil kerja kerasku, kalau ibu ingin aku pergi dari sini panggil polisi, biar rame sekalian. Biar semua orang tahu kalau ibu mertuaku terlalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya.”“Kamu mengancamku?” wanita paru baya itu bahkan jauh lebih galak saat Vanesa menantangnya.Damian melerai keduanya, “sudah Bu malu sama tetangga.”Vanesa masuk ke dalam kamar, membawa pakiannya kembali, ia duduk di sisi sofa. Ibu mertuanya masih mengoceh membawa-bawa nama ayahnya ke dalam persoalan mereka.“Begini jadinya kalau punya ayah penjudi dan pemabuk, putrinya pasti akan jadi anak pembangkang.”Wanita itu s
Sebelum pulang dari toko Vanesa sengaja berganti pakaian, mengenakan satu pakaian terbaik miliknya. Ia juga berdandan cantik seperti yang diinginkan Damian. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak ingin berpisahb“Aku berharap dia sudah pulang,” ucap Vanesa menyapu lipstik berwarna merah ke bibirnya.Vanesa pulang ke rumah berharap suami tidak marah lagi padanya. Melihat ada mobil Damian di depan, Vanesa merapikan pakaian dan riasan di wajahnya. Ia sengaja berpenampilan cantik dari toko saat pulang ke rumah ingin menunjukkan pada suami kalau dia bisa tampil cantik.Kakinya melangkah dengan ragu saat mendengar tawa riang dari ibu mertuanya dan adik iparnya. Ia berpikir ada tamu besar yang datang ke rumah membawa hadiah yang banyak untuk ibu mertua.Kakinya semakin gemetar saat melihat sepasang sepatu hill tinggi ada didepan pintu. Saat ia masuk tubuhnya terdiam dengan bigung. Iren ada di sana duduk mesra dengan suaminya.‘Apa yang mereka lakukan?’ tanya Iren dalam hati.N
Vanesa masih di ruangan Gavin, pria yang ia minta tolong untuk membantunya membayar hutang ayahnya.“Kamu tidak punya pilihan lain Vanesa, terima tawaranku dan kamu bisa mengatasi semua masalahmu,” ujar Gavin.Memikirkan perbuatan jahat suami dan keluarganya, Vanesa tidak punya pilihan lain.“Baiklah aku akan bersedia melahirkan anak untukmu, tapi sebagai gantinya berikan aku uang yang banyak.”“Aku sudah katakan padamu dari awal, uang tidak ada apa-apanya bagiku Danita.”Gavin menarik pinggang Vanesa membawanya ke pangkuannya, dalam hati yang paling dalam sebenarnya ia merasa sangat risih, sebab ia masih istri dari Damian. Selama ini demi menjaga pernikahanya tetap utuh ia rela melakukan segalanya, tapi Damian mencampakkanya dan berselingkuh dengan sepupuhnya sendiri. Vanesa Danita merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya. Vanesa beberapa kali membuang napas –napas pendek dari mulut.“Kamu sepertinya keberatan. Saya tidak akan memaksa jika kamu belum siap melakukannya. Aku
Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, han
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po