Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Damian meminta Ibunya untuk membereskan semua barang- barang. Damian menjauh dari Vanesa.“Ibu, bereskan semua barang-barang kita, tidak usah bawa barang Vanesa, tinggalkan saja di sana semua, karena dia tidak akan ikut di sana.”Setelah bicara dengan ibunya Damian mendekati Vanesa, “sayang aku ada urusan sebentar, kamu tinggal di sini dulu nanti aku datang lagi.”“Baiklah. Oh, katakan sama Ibu, mobil pindahan sudah menuju ke rumah.”Damian menunjukkan ekpresi kaget, “Ah, kenapa buru-buru bangat? Apa kita tidak bisa melakukannya besok?”“Tidak, pembeli rumahnya ingin kita segera pindah. Bahkan pembeli sudah ada di sana sekarang.”Damian belum sempat berpikir ia melajukan kendaraannya ke rumah, bahkan menunda permintaan Iren yang memintanya datang. Laki-laki itu tidak tahu kejutan apa yang sudah dipersiapkan Vanesa untuknya.Tiba di rumah, ternyata sudah ada box pindahan serta orang-orang yang membantu mereka pindahan.“Mas kenapa sangat buru-buru?” tanya Dila.“Pembeli rumah ini ya
Vanesa keluar dari rumah dan Damian mengejar.“Kamu mau kemana Vanesa?”“Ini rumah kamu, aku akan pergi seperti yang kalian inginkan, lalu ia masuk ke dalam mobil yang biasa dipakai Damian.“Mobil itu bukannya kamu jual?”“Ini mobilku Mas, Aku membelinya dulu dengan susah payah, aku tidak akan menjualnya.”Wajah Damian menegang, “Lalu mobilku?”“Kamu sudah membeli mobil mewah atas namamu, kamu hanya perlu membayar cicilannya setiap bulan.”“Apa …? Kamu mempermainkanku?”Vanesa masuk ke dalam mobilnya, lalu membuka kaca jendela, “rumah jatoh tempoh tanggal lima dan mobil tanggal sembilan, aku yakin kamu bisa membayarnya.”“Vanesa apa rumah ini juga kredit?” bola mata Damian melotot.“Iya, kamu membeli rumah dengan uangmu, uang mukanya aku menjual perhiasan.. Pemilik rumah setuju DP pakai perhiasan, uang muka sudah masuk tiga ratus juta sisanya bisa kamu bayar dengan mencicil selama satu tahun, uang tiga ratus juta itu uang milikmu. Oh, hampir lupa ini kartu kredit mu Mas.”Vanesa
“Kamu terlambat sepuluh menit. Kamu selalu tidak tepat janji,” ucapnya lagi sembari memutar-mutar gelas wine di tangannya.Vanesa meneguk wine miliknya sembari berkata pelan, “Jalanan macet.”Gavin mendengus kesal, “dari jaman Belanda Jakarta sudah macet, itu tidak bisa jadi alasan,” ucap Gavin melipat tangan di dada.Vanesa masih berdiri menunggu perintah dari pria di depannya.” Lain kali saya tidak akan terlambat,”ucap Vanesa.“Saya ingat janji kamu.”Tidak lama kemudian Gavin berdiri, ia menyodorkan beberapa lembar kertas padanya, “saya sudah melakukan, seperti yang kau minta, sekarang lakukan tugas kamu.”Vanesa membaca dengan teliti kertas di tangannya, kesimpulanya Gavin memintanya melakukan pernikahan kontrak sampai ia melahirkan anak.“Aku akan hamil, tapi tidak perlu ada pernikahan,” tolak Vanesa lagi.Pria bertampang dingin itu berbalik badan menatap Vanesa dengan tajam.“Saya tidak ingin anak saya disebut anak haram.”“Kapan kita akan melakukannya?”Gavin mendekat, “seka
Damian duduk menatap Vanesa yang berjalan meninggalkannya, sebesar apapun ia memohon wanita itu tidak mau bersamanya lagi. Vanesa tidak akan bisa melakukannya sebab ia sudah menikah dengan Gavin.Dari rumah sakit Vanesa menuju rumahnya, rumah yang dulunya ia tempati dengan Damian dan ibu mertuanya sekarang sudah kosong. Rumah itu sekarang sudah jadi milik Gavin. Laki-laki berjanji akan memberikannya padanya jika berhasil melahirkan anak. Tapi ia bisa menempatinya selama dia mau. Gavin bahkan membangun tembok yang lebih tinggi di sekeliling rumah, jadi orang lain dan tetangganya tidak bisa melihat ke dalam rumah. Saat ia membuka gerbang para pekerja sibuk membangun sebuah taman di depan rumah. Padahal Vanesa tidak ingin punya rumah yang terlalu mewah, ia lebih suka dengan desain rumahnya yang pertama. Namun pikirannya dan pikiran Gavin dua hal yang berbeda. Laki-laki es batu itu ingin rumah yang mewah, sementara Vanesa ingin rumah sederhana tapi ada cinta dan kebersamaan di sana.
“ Apa aku memuaskanmu Danita?”“Sakit,” ucap Vanesa menggigit bibir bawahnya.“Nikmati saja sayang, kamu harus ingat, siapa laki-laki yang memberimu kepuasan,” ucap Gavin semakin menghentakkan tubuhnya dengan tempo yang semakin cepat. Untung saja ruangan Gavin kedap suara jadi suara ribut keduanya tidak kedengaran ke ruangan pegawai lain.Dengan bermandikan keringat Gavin melepaskan dirinya dari tubuh Vanesa, Wanita berambut panjang itu masih berbaring dengan napas terengah-engah. Gavin memang pejantan tangguh, Vanesa sampai bermandikan keringat dibuatnya.“Segera pakaianmu dan pergi dari sini. Sebentar lagi istriku akan datang ke sini.”Mendengar kata istri, Vanesa segera beranjak, ia membersihkan diri dengan tisu basah, buru-buru mengenakan pakaian nya. Beberapa menit kemudian ia sudah rapi dengan pakaian penyamarannya.“Aku akan pulang.”“Tunggu! Bersihkan cairan dari atas meja kerjaku, bersihkan sampai bersih jangan sampai Karin melihatnya.”Dengan sikap tergesa-gesa Vanesa mem
Setelah bertemu dengan sang Nenek Gavin bukannya merasa tenang, tapi dendamnya semakin besar pada Vanesa, “Kalau bukan karena kamu dan keluargaku Ibu dan nenekku tidak akan menderita seperti ini, wanita sialan,” umpatnya dengan marah. Ia menelepon Vanesa tapi wanita itu berada di ruang pemeriksaan jadi ia tidak bisa menerima telepon. Gavin semakin emosi saat Vanesa tidak mengangkat telepon darinya.“Apa sebenarnya yang kamu kerjakan?” Ia melihat GPS kemana Vanesa pergi, lalu mengikuti.Vanesa baru saja keluar dari ruangan pemeriksaan, saat ingin keluar bertemu Damian.“Vanesa? Apa yang kamu lakukan, apa kamu sakit?”“Tidak, aku hanya pemeriksaan biasa, aku ingin pulang.”Damian berdiri meneliti penampilan Vanesa dari bawah sampai keatas, semenjak keluar dari rumahnya. Vanesa sudah berubah dari penampilan dan sikap.“Apa kamu tidak bertanya kenapa aku di sini, Sayang?” tanya Damian rupanya laki-laki itu menyesal telah berselingkuh dengan Iren.“Tidak, aku tidak ingin tahu.” Vanesa