Sebelum pulang dari toko Vanesa sengaja berganti pakaian, mengenakan satu pakaian terbaik miliknya. Ia juga berdandan cantik seperti yang diinginkan Damian. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak ingin berpisahb
“Aku berharap dia sudah pulang,” ucap Vanesa menyapu lipstik berwarna merah ke bibirnya.
Vanesa pulang ke rumah berharap suami tidak marah lagi padanya. Melihat ada mobil Damian di depan, Vanesa merapikan pakaian dan riasan di wajahnya. Ia sengaja berpenampilan cantik dari toko saat pulang ke rumah ingin menunjukkan pada suami kalau dia bisa tampil cantik.
Kakinya melangkah dengan ragu saat mendengar tawa riang dari ibu mertuanya dan adik iparnya. Ia berpikir ada tamu besar yang datang ke rumah membawa hadiah yang banyak untuk ibu mertua.
Kakinya semakin gemetar saat melihat sepasang sepatu hill tinggi ada didepan pintu. Saat ia masuk tubuhnya terdiam dengan bigung. Iren ada di sana duduk mesra dengan suaminya.
‘Apa yang mereka lakukan?’ tanya Iren dalam hati.
Namun mencoba menenangkan diri.
Tawa mereka terhenti melihat Vanesa datang.
“Iren! Kapan datang?” tanya Vanesa mencoba membuang kecurigaannya pada sepupuhnya.
Tapi bukan Iren yang menjawab tapi Ibu mertuanya yang berdiri dengan tangan berdecak pinggang.
“Ngapain lagi kamu datang ke rumah ini? Bukannya Damian sudah mengusirmu?”
“Ibu jangan bicara seperti itu, Mas Damian suamiku, aku masih berhak pulang ke rumah.”
“Itu dulu. Sekarang tidak lagi, saya sudah punya menantu yang akan mengantikan kamu di sini.”
“Apa?”
Jantung Vanesa hampir meledak mendengar perkataan ibu mertuanya. Teman yang dijadikan tempat berkeluh kesah selama ini ternyata ingin merebut posisinya dihati suaminya bahkan di rumah. Iren menatapnya dengan santai mendukung semua yang dikatakan ibu mertuanya.
“Iren … apa yang dikatakan Ibu benar?”
“Maaf Nes, aku mencintai suamimu.”
Mata Vanesa menatap tajam pada sosok wanita yang bernampilam modis tersebut.
“Iya, aku memutuskan akan menikah dengan Iren,” ucap Damian tidak berani menatapnya.
Bagai ditusuk ribuan pisau tepat di ulu hati, itulah yang dirasakan Vanesa, ia tidak menduga orang yang dianggap teman akan menikamnya juga dari belakang.
“Kalian berdua …? Sudah sejak kapan?” tanya Vanesa dengan suara bergetar.
Ia bahkan tidak memperdulihan riasan wajahnya yang hancur tersapu air mata, ia bahkan tidak perduli lagi dengan aliner yang luncur meninggalkan jejak garis hitam di pipi karena air mata yang tiba-tiba meluap tanpa permisi. Ia hanya tahu dadanya terasa amat sakit dihianati suami dan adik sepupuh yang selama ini ia bantu.
“Iren sudah hamil,” ucap Ibu mertuanya lagi.
Vanesa tertawa dengan ekpresi menyedihkan, “jadi kamu berjina dengan suamiku?’
“Kami saling mencintai ,” balas Iren.
“Busyet dengan cinta Iren, kamu tidak pernah mencintai orang lain, kamu hanya perduli degan dirimu sendiri, hanya bisa iri dengan kehidupan orang lain lalu merusaknya. Bukankah kamu seperti itu?”
“Itu dulu, sekarang aku mencintai Damian, dia laki-laki yang hebat sekarang, tidak pantas bersama wanita dekil seperti kamu. Bahkan tidak pantas mendapat ayah mertua pemabuk penjudi seperti papimu.”
Mendengar ayahnya dibawa-bawa, kali ini emosi Vanesa memucak, ia menampar Iren dengan keras
“Jangan membawa-bawa keluargaku. Siapa yang dulu mengemis-ngemis meminta bantuan ayahku. Bukannya kamu dan keluargamu. Sekarang saat ayahku terpuruk kamu dan keluargamu lupa daratan.”
“Sayang, dia menamparku!” Iren merengek manja memeluk dada Damian.
Dengan kasar Damian mendorong tubuh Vanesa sampai terjatuh, ”dasar wanita sialan , kalau kandungan Iren kenapa-kenapa aku akan membunuhmu,” ucapnya dengan kasar.
Ibu mertuanya juga menarik rambut Vanesa, “kalau cucuku sampai kenapa-kenapa aku juga akan membunuhmu.”
“Aku tidak takut. Lakukan saja kalau ibu berani,” tantang Vanesa dengan marah, ia menatap wajah Iren dengan tatapan Aneh. Mereka tidak tahu kalau wanita licik itu sudah membohongi mereka.
“Mas Damian tidak membutuhkan wanita jelek seperti kamu lagi. Dulu dia membutuhkanmu karena ingin menjadikanmu batu pijakan untuk mencapi hal yang lebih tingg,” ujar adik Damian.
“Kamu seorang wanita sama sepertiku, aku berharap kamu juga merasakan rasa sakit yang lebih yang aku rasakan,” ujar Vanesa menatap adik iparnya dengan marah.
“Aku tidak takut,” balasnya dengan sombong.
Vanesa melawan empat sekaligus dan itu melemahkan tubuhnya tapi dia tetap berdiri dengan tegap, ia melepaskan tangan ibu mertuanya dari rambutnya.
“Anak hasil hubungan zinah apa kamu membangakannya? Harusnya sebagai orang tua ibu malu menginjinkan anakmu melakukan zina. Saat dia masih bersatus suamiku dia malah tidur dengan wanita lain sampai hamil. Itu satu hal yang memalukan bukan untuk dibanggakan.” Vanesa berteriak marah mengundang perhatian tetangganya.
Damian marah mendengar perkataan Vanesa, “Aku menalakmu Vanesa Danita!” ucapnya lagi.
“Segera tandatangani surat cerai dan pergilah dari sini,” usir pria itu dengan kejam.
“Aku tidak tidak akan melakukannya.” Vanesa menolak mendatangi surat yang disodorkan
Ibu mertuanya memaksa Vanesa untuk menandatangi surat yang disodorkan Damian
“Diam kamu! Tutup mulutmu,” bentak wanita itu menyeret Vanesa ke dalam kamar mengunci di sana.
“Aku tidak akan membiarkan kamu menikmati hidupmu Damian,” teriak Vanesa.
Keluarga itu panik saat Venesa berteriak menimbulkan keributan.
“Kenapa ibu tidak bilang kalau dia akan balik ke rumah ini?” tanya Damian.
“Sayang, lakukan sesuatu aku tidak mau dia mempermalukanku,” ucap Iren manja.
“Kita harus paksa dia menandatangi surat cerai.”
“Apa kamu sudah mempersiapkan berkasnya?” Iren mengusap-usap perutnya yang masih rata, melihat hal itu Damian da Ibunya tidak ingin anak dalam kandungan Iren ada masalah jadi ia melakukan semua cara untuk menyingkirkan Vanesa istrinya.
“Bagaimana kalau keluargaku mendengar kabar tentang kami nanti keluargaku marah, tidak mengijinkan saya menikah dengan Mas Damian,” regek wanita itu dengan manja.
Mendengar hal itu Ibu Damian semakin panik, tidak mau kehilangan menantu kaya seperti Iren. Wanita itu sudah sangat lama mengidam-idamkan wanita kaya. Dari dulu ia tidak pernah setuju Damian menikah dengan Vanesa. Menurutnya Vanesa hanya gadis miskin tidak bisa memberinya kekayaan. Saat melihat Iren Ibu Damian sangat senang dalam otak ia akan mendapatkan kemewahan seperti yang digembor-gemborkan Iren.
‘Aku akan melakukan sesuatu. Aku tidak mau kehilangan menantu kaya’ ucapnya membatin
“Jangan khawatir serahkan sama Ibu.”
Wanita itu menelepon saudaranya yang kepala preman, meminta mereka datang ke rumah untuk menculik dan memaksa Vanesa menandatangi surat perceraian. Untung saja Vanesa mendengar pembicaraan ibu mertuanya. Ia memasukkan barang-barang penting miliknya ke dalam koper lalu kabur dari jendela menuju rumah ayahnya, tiba di sana bukan kedamaian yang ia dapatkan, sejumlah preman mendatangi rumah orang tuanya , bahkkan mengancam akan membunuh ayahnya jika tidak membayar hutang.
Bersambung
Vanesa masih di ruangan Gavin, pria yang ia minta tolong untuk membantunya membayar hutang ayahnya.“Kamu tidak punya pilihan lain Vanesa, terima tawaranku dan kamu bisa mengatasi semua masalahmu,” ujar Gavin.Memikirkan perbuatan jahat suami dan keluarganya, Vanesa tidak punya pilihan lain.“Baiklah aku akan bersedia melahirkan anak untukmu, tapi sebagai gantinya berikan aku uang yang banyak.”“Aku sudah katakan padamu dari awal, uang tidak ada apa-apanya bagiku Danita.”Gavin menarik pinggang Vanesa membawanya ke pangkuannya, dalam hati yang paling dalam sebenarnya ia merasa sangat risih, sebab ia masih istri dari Damian. Selama ini demi menjaga pernikahanya tetap utuh ia rela melakukan segalanya, tapi Damian mencampakkanya dan berselingkuh dengan sepupuhnya sendiri. Vanesa Danita merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya. Vanesa beberapa kali membuang napas –napas pendek dari mulut.“Kamu sepertinya keberatan. Saya tidak akan memaksa jika kamu belum siap melakukannya. Aku
Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, han
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Damian meminta Ibunya untuk membereskan semua barang- barang. Damian menjauh dari Vanesa.“Ibu, bereskan semua barang-barang kita, tidak usah bawa barang Vanesa, tinggalkan saja di sana semua, karena dia tidak akan ikut di sana.”Setelah bicara dengan ibunya Damian mendekati Vanesa, “sayang aku ada urusan sebentar, kamu tinggal di sini dulu nanti aku datang lagi.”“Baiklah. Oh, katakan sama Ibu, mobil pindahan sudah menuju ke rumah.”Damian menunjukkan ekpresi kaget, “Ah, kenapa buru-buru bangat? Apa kita tidak bisa melakukannya besok?”“Tidak, pembeli rumahnya ingin kita segera pindah. Bahkan pembeli sudah ada di sana sekarang.”Damian belum sempat berpikir ia melajukan kendaraannya ke rumah, bahkan menunda permintaan Iren yang memintanya datang. Laki-laki itu tidak tahu kejutan apa yang sudah dipersiapkan Vanesa untuknya.Tiba di rumah, ternyata sudah ada box pindahan serta orang-orang yang membantu mereka pindahan.“Mas kenapa sangat buru-buru?” tanya Dila.“Pembeli rumah ini ya
Vanesa keluar dari rumah dan Damian mengejar.“Kamu mau kemana Vanesa?”“Ini rumah kamu, aku akan pergi seperti yang kalian inginkan, lalu ia masuk ke dalam mobil yang biasa dipakai Damian.“Mobil itu bukannya kamu jual?”“Ini mobilku Mas, Aku membelinya dulu dengan susah payah, aku tidak akan menjualnya.”Wajah Damian menegang, “Lalu mobilku?”“Kamu sudah membeli mobil mewah atas namamu, kamu hanya perlu membayar cicilannya setiap bulan.”“Apa …? Kamu mempermainkanku?”Vanesa masuk ke dalam mobilnya, lalu membuka kaca jendela, “rumah jatoh tempoh tanggal lima dan mobil tanggal sembilan, aku yakin kamu bisa membayarnya.”“Vanesa apa rumah ini juga kredit?” bola mata Damian melotot.“Iya, kamu membeli rumah dengan uangmu, uang mukanya aku menjual perhiasan.. Pemilik rumah setuju DP pakai perhiasan, uang muka sudah masuk tiga ratus juta sisanya bisa kamu bayar dengan mencicil selama satu tahun, uang tiga ratus juta itu uang milikmu. Oh, hampir lupa ini kartu kredit mu Mas.”Vanesa