Vanesa tidak mau mengalah begitu saja, walau diusir paksa oleh ibu mertuanya ia masih mencoba mempertahankannya. Vanesa tidak ingin berpisah.
“Kalau aku berpisah apa bedanya hidupku dengan kedua orang tuaku,’ ucapnya pelan.
Saat ibu mertuanya membuang pakaiannya, ia memungutnya kembali membawanya ke dalam rumah.
“Ibu tidak berhak megusirku,” ucap Vanesa.
“Kenapa tidak! Ini rumah anakku.”
“Ini hasil kerja kerasku, kalau ibu ingin aku pergi dari sini panggil polisi, biar rame sekalian. Biar semua orang tahu kalau ibu mertuaku terlalu ikut campur dalam rumah tangga anaknya.”
“Kamu mengancamku?” wanita paru baya itu bahkan jauh lebih galak saat Vanesa menantangnya.
Damian melerai keduanya, “sudah Bu malu sama tetangga.”
Vanesa masuk ke dalam kamar, membawa pakiannya kembali, ia duduk di sisi sofa. Ibu mertuanya masih mengoceh membawa-bawa nama ayahnya ke dalam persoalan mereka.
“Begini jadinya kalau punya ayah penjudi dan pemabuk, putrinya pasti akan jadi anak pembangkang.”
Wanita itu sengaja bicara keras-keras di depan pintu kamar supaya Vanesa mendengarnya. Ia masih berusaha sabar, ia mengunci pintu lalu memasukkan semua berkas-berkas ke dalam tas menyembunyikannya dengan baik. Terdengar suara ketukan pintu.
“Buka! Kenapa pintunya ditutup?”
Ia membuka pintu,”mas aku tidak mau berpisah, berikan aku kesempatan sekali lagi, aku akan berpenampilan cantik,” bujuk Vanesa.
“Aku tidak bisa Vanesa.”
Vanesa menutup pintu, “kenapa tidak Mas, kita juga bisa bikin anak sekarang agar aku cepat hamil.” Vanesa merai leher Damian meraih bibir laki-laki itu menariknya ke dalam kasur.
“Vanesa apa yang kamu lakukan, aku capek,” tolak Damian.
“Mas selama ini kamu yang menolakku, aku pikir kamu capek makanya aku tidak memintanya.”
“Vanesa aku ingin hal yang baru, aku bosan dengan rumah tangga ini. Kamu istri yang kaku dan membosankan, itu sangat menjengkelkan bagiku,”
Vanesa memohon meraih telapak tangan Damian memegangnya dengan erat, “baiklah aku salah selama ini, katakan saja aku harus seperti apa, aku harus bagaiamana, aku akan melakukannya,”
Damian menarik tangannya, hatinya sudah membeku tidak ada niat lagi untuk Vanesa. Sebesar apapun ia memohon dan membujuk Damian tidak memberinya kesempatan.
“Selama ini aku iri dengan istri teman-teman satu kantor yang selalu tampil cantik wangi saat mereka pulang kerja.”
“Iya, aku janji aka melakukan hal itu, tolong berikan aku kesempatan.”
Vanesa melepaskan semua pakaiannya memint Damian untuk menidurinya agar segera hamil, ia juga membuka paksa pakaian Damian agar mau melakukannya.
“Tolong jangan tinggalkan aku Mas, aku akan melakukan apun yang kamu minta.”
“Vanesa dengan kamu bersikap seperti ini itu membuatku marah.”
“Aku hanya ingin punya anak Mas, selama ini kamu selalu menolak melakukan hubungan suami istri, aku pikir karena kamu capek.”
Damian menatap dengan tegas,” bukannya aku tidak mau, tapi melihat penampilanmu yang semakin hari semakin dekil, napsuku hilang,” ujar Damian.
“Baik aku janji tidak akan seperti itu lagi, mari kita lakukan satu kali saja, mungkin kali ini akan berhasil. Aku baru kemarin selesai datang bulan dan dokter mengatakan kalau aku lagi masa subur,” bujuk Vanesa, ia mengajak sang suami berbaring di ranjang mereka.
“Vanesa aku capek kamu mengerti gak sih!” bentak Damian.
Vanesa memungut pakaianya kembali lalu berjalan ke kamar mandi, di kamar mandi ia menangis. Ia merasa sangat terhina karena Damian menolak menyentuhnya, ia merasa malu pada diri sendiri karena bersikap murahan. Saat ia keluar dari kamar mandi Damian sudah tidak ada lagi. Pria itu pergi entah kemana. Vanesa merasa lapar ia ke dapur ibu mertua adan adiknya kembali menguji kesabarannya. Tidak ada yang tersisa sedikipun makanan di meja makan. Bahkan kulkas kosong, ia tahu itu semua ulah ibu mertuanya yang menyembunyikan makanan.
“Tidak apa-apa, aku akan menahan diri,” bisik Vanesa.
Melihat tidak ada makanan di rumah Vanesa ingin keluar, sebelum pergi ia masuk ke kamarnya membawa barang-barang penting lalu menitipkannya di rumah teman. Ia berangkat ke toko. Ibu mertuanya tidak tahu kalau toko miliknya sedang berkembang pesat, belakangan ini pesanan toko miliknya sangat membludak karena menjelang lebaran.
“Selamat pagi.” Sapa Vanesa pada pegawai yang membantunya mengurus toko online miliknya.
“Pagi Bu.”
“Bagaimana apa ada kendala dalam pengiriman?”
“Tidak ada Bu, Pesanan tahun ini melonjak dari tahun kemarin,” lapor seorang pegawai.
“Baguslah.”
Vanesa ikut membantu memeriksa semua orderan dan struk orderan yang akan dikirim.”
Salah seorang pegawai bertanya dengan sikap ragu-ragu, “bu boleh saya bertanya?”
Vanesa menoleh pada pengawai sebentar, lalu menjawab dengan tenang, “iya tanya apa?”
“Kenapa kita tidak membuka toko pakaian juga maksudku toko ofline, pakaian yang kita jual kwalitas terbaik dan semua hasil desain Ibu, kenapa kita hanya jual online?”
“Saya tidak ingin ada orang yang melihatku Mirna. Saya tidak ingin orang mengenalku, cukup mereka mengenal pakaian buatanku tidak perlu mengenal siapa pembuatnya, Kamu nanti ke bagaian produksi berikan gambar ini pada Pak Yuyun.”
“Kenapa? Apa ibu tidak ingin terkenal seperti Ivan Gunawan artis desainer itu?”
Vanesa menggeleng, “tidak, saya tidak suka dikenal banyak orang.”
“Oh, Pak Yuyun sudah curiga , dia bertanya padaku tentang siapa sebenarnya ‘Vanda’.”
“Seperti yang aku katakan padamu janganpernah mengaku tentang apapun. Kalau memang sudah terdesak katakan saja kalau orang pemilik merek ‘Vanda’ ada di luar negeri dan kamu adalah asistennya,” ujar Vanesa.
“Bu, kemarin Mba Iren juga datang ke sini, untungnya kami sudah menutup pintu belakang jadi tidak melihat aktivitas di sana.”
“Apa Iren sudah pulang?”
Iren sepupuh sekaligus teman Vanesa, ia sering cerita pada Iren tentang masalahnya. Ia senang wanita itu kembali ke indonesia ia berpikir akan cerita banyak hal tentang suaminya dan perlakuan kakak iparnya pada Iren.
“Mbak Iren kan teman Ibu, kenapa dia tidak boleh mengetahui tentang toko kita?” tanya Mirna penasaran. Ia heran dengan Vanesa bosnya .
“Saya takut dia cerita ke ibu mertua kalau toko kita rame nanti ibu mertuaku akan meminta ini itu lagi,” ucap Vanesa membuat alasan.
Vanesa tidak ingin orang lain tahu tentant identitasnya yang sebenarnya dan rencana yang sudah ia susun.
Vanesa membantu menyelesaikan semua orderan, setelah semua selesai ia memberikan bonus pada semua karyawannya, ia tahu mereka capek bergadang sampai malam untuk menyelesaikan semua penasanan. Mereka sangat senang bekerja pada Vanesa karena bosnya tidak pernah pelit dan selalu memikirkan kehidupan karyawan. Walau Vanesa banyak rahasia tapi mereka semua setia selalu menuruti apa yang dikatakan Vanesa. Ibu mertua Vanesa tahunya menantunya hanya punya toko pakaian kecil yang diurus satu karyawan. Mereka tidak tahu kalau di dalam ruko tersebut ada puluhan karyawan yang berkerja untuk Vanesa.
“Aku pulang duluan ya, kita tutup saja lebih cepat hari ini agar kalian bisa istirahat, besok baru kembali lagi,” tutur Vanesa.
“Baik Bu.” Mirna sebagai kepercayaan Vanesa tersenyum puas melihat amplop di tangan miliknya lebih tebal sedikit dari karyawan yang lain. Karena wanita itu yang paling senior juga yang mengurus dan mengawasi semua karyawan di sana.
Setelah Vanesa pulang lebih dulu para karyawan bergosip,” kalau saja ibu mertuanya tahu kalau menantunya tidak semiskin yang dilihat, mungkin dia akan berhenti menghina bos,” ucap salah seorang karyawan.
“Mereka tidak tahu kalau Bu Vanesa sebenarnya wanita hebat, dia hanya menyembunyikan semua kesuksesannya dari semua orang,” bisik yang lain.
“Sttt … jangan bicara seperti takut ada yang dengar.” Mirna mengunci pintu teralis toko.
Ada rahasia yang disembunyikan Vanesa tentang kehidupanya yang sesungguhnya.
Bersambung
Sebelum pulang dari toko Vanesa sengaja berganti pakaian, mengenakan satu pakaian terbaik miliknya. Ia juga berdandan cantik seperti yang diinginkan Damian. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak ingin berpisahb“Aku berharap dia sudah pulang,” ucap Vanesa menyapu lipstik berwarna merah ke bibirnya.Vanesa pulang ke rumah berharap suami tidak marah lagi padanya. Melihat ada mobil Damian di depan, Vanesa merapikan pakaian dan riasan di wajahnya. Ia sengaja berpenampilan cantik dari toko saat pulang ke rumah ingin menunjukkan pada suami kalau dia bisa tampil cantik.Kakinya melangkah dengan ragu saat mendengar tawa riang dari ibu mertuanya dan adik iparnya. Ia berpikir ada tamu besar yang datang ke rumah membawa hadiah yang banyak untuk ibu mertua.Kakinya semakin gemetar saat melihat sepasang sepatu hill tinggi ada didepan pintu. Saat ia masuk tubuhnya terdiam dengan bigung. Iren ada di sana duduk mesra dengan suaminya.‘Apa yang mereka lakukan?’ tanya Iren dalam hati.N
Vanesa masih di ruangan Gavin, pria yang ia minta tolong untuk membantunya membayar hutang ayahnya.“Kamu tidak punya pilihan lain Vanesa, terima tawaranku dan kamu bisa mengatasi semua masalahmu,” ujar Gavin.Memikirkan perbuatan jahat suami dan keluarganya, Vanesa tidak punya pilihan lain.“Baiklah aku akan bersedia melahirkan anak untukmu, tapi sebagai gantinya berikan aku uang yang banyak.”“Aku sudah katakan padamu dari awal, uang tidak ada apa-apanya bagiku Danita.”Gavin menarik pinggang Vanesa membawanya ke pangkuannya, dalam hati yang paling dalam sebenarnya ia merasa sangat risih, sebab ia masih istri dari Damian. Selama ini demi menjaga pernikahanya tetap utuh ia rela melakukan segalanya, tapi Damian mencampakkanya dan berselingkuh dengan sepupuhnya sendiri. Vanesa Danita merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya. Vanesa beberapa kali membuang napas –napas pendek dari mulut.“Kamu sepertinya keberatan. Saya tidak akan memaksa jika kamu belum siap melakukannya. Aku
Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, han
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Damian meminta Ibunya untuk membereskan semua barang- barang. Damian menjauh dari Vanesa.“Ibu, bereskan semua barang-barang kita, tidak usah bawa barang Vanesa, tinggalkan saja di sana semua, karena dia tidak akan ikut di sana.”Setelah bicara dengan ibunya Damian mendekati Vanesa, “sayang aku ada urusan sebentar, kamu tinggal di sini dulu nanti aku datang lagi.”“Baiklah. Oh, katakan sama Ibu, mobil pindahan sudah menuju ke rumah.”Damian menunjukkan ekpresi kaget, “Ah, kenapa buru-buru bangat? Apa kita tidak bisa melakukannya besok?”“Tidak, pembeli rumahnya ingin kita segera pindah. Bahkan pembeli sudah ada di sana sekarang.”Damian belum sempat berpikir ia melajukan kendaraannya ke rumah, bahkan menunda permintaan Iren yang memintanya datang. Laki-laki itu tidak tahu kejutan apa yang sudah dipersiapkan Vanesa untuknya.Tiba di rumah, ternyata sudah ada box pindahan serta orang-orang yang membantu mereka pindahan.“Mas kenapa sangat buru-buru?” tanya Dila.“Pembeli rumah ini ya