Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.
Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.
Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.
Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.
Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.
Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, hanya ada amarah dan kekecewaan.
‘Ini tidak adil untukku’ ucapnya membatin.
Saat duduk melamun ia melihat anak-anak pelajar SMK masuk ke dalam sekolah membawa kain kerajinan. Vanesa penasaran lalu minta ijin untuk melihat ke dalam kelas. Rupanya para pelajar itu sedang melakukan kerajinan merancang pakain.
Vanesa melihat bagaimana anak-anak itu membentuk kain batik secara tradisional dan manual dari motif daun yang beraneka jenis dan menghasilkan motif yang unik yang cantik, setelah melihat-lihat dan mengobrol dengan beberapa siswa dan guru pengawas , Vanesa punya ide baru untuk usaha butik miliknya. Setelah mengobrol banyak dengan seorang guru pembina, ia pamit pulang.
Saat di tengah jalan pesan peringatan kembali datang menegurnya.
[Waktu yang kamu miliki hampir habis, segera dapatkan uangnya] isi pesan pria itu lagi.
“Astaga … apa yang harus aku lakukan?”
Vanesa kembali ke rumah Damian untuk mengambil sebuah barang yang dibutuhkan. Saat tiba rumah sangat sepi, ia berpikir Damian dan keluarganya sedang keluar untuk bersenang-senang. Vanesa masuk melalui pintu belakang, ia sudah terbiasa lewat dari sana jika pulang terlalu larut dari toko.
Saat ia masuk ia mendengar suara desahan di dalam kamar. Vanesa tersenyum kecut ia sudah bisa menebak siapa yang ada di sana.
“Wanita yang tidak tahu malu. Apa diluar sana sudah tidak ada pria lain yang bisa kamu dapatkan?” gumamnya kesal.
Dengan tenang menghidupkan kamera ponselnya, “ayo kita lihat sampai di mana ini nanti.”
Vanesa berjalan menuju kamar dan merekam semuanya, saat buka terbuka.
Wanita itu kaget mencoba menutup tubuhnya yang naked dengan bantal.
Damian juga melakukan hal yang sama menarik selimut menutupi tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian.
“Apa aku mengganggu permainan kalian? Ayo lanjutkan saja.”
“Dasar wanita gila! Matikan kamera nya!” bentak Damian dengan marah.
“Jangan berteriak, aku hanya sebentar, ada barang yang ketinggalan.”
Vanesa menyimpan ponselnya ke dalam saku celana sebelum Damian merebut dan merusak.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Aku sudah memintamu meninggalkan rumah ini, aku hanya sebentar tidak lama.” Vanesa membuka lemari mencari barang yang dibutuhkan.
“Apa yang ingin kamu curi? Semua barang berharga di rumah ini milik Damian,”ucap Iren.
Vanesa tertawa miring menatap dengan jijik wanita yang sedang dibalut selimut tersebut.
‘Kamu belum jadi istrinya Iren, aku tidak akan memberikan hal itu padamu dengan mudah ucap Vanesa dalam hati, ia sudah punya rencana untuk membalas perselingkuhan mereka berdua.
Vanesa baru ingat kalau barang-barang berharga miliknya sudah diamankan di rumah salah satu teman.
Saat ia ingin keluar tiba-tiba ibu mertuanya dan adik iparnya baru pulang.
Melihat Vanesa pulang kerumah wanita itu mendekat dengan wajah kesal.
“Oh, akhirnya kamu pulang juga. Kemana barang-barang itu kamu sembunyikan?” tanya ibu mertua.
“Barang apa maksud ibu?”
“Semua barang berharga yang ada di lemari Damian, semua milik anakku.”
“Damian tidak tidak pernah memberikan barang berharga untukku Bu.”
“Kalung yang selalu kamu pakai.”
Vanesa tidak ingin berdebat, ia tahu Ibu mertuanya punya hati yang jahat sama seperti hari itu dimana wanita itu meminta preman untuk memaksanya menanda tangan surat cerai. Vanesa buru-buru keluar dari kamar, ia sengaja berdiri di teras rumah bila ibu mertuanya ingin mencelakainya ia bisa berteriak meminta tolong. Setelah menemukan kunci toko Vanesa ingin pergi, tapi wanita itu menghadangnya lagi.
“Kamu mau kemana? Jangan kabur.” Ibu mertuanya menyeret tangan Vanesa.
“Apa yang ibu lakukan lepaskan tanganku.”
Tidak hanya ibu mertuanya adik iparnya ikut menyeret tangan Vanesa masuk ke rumah.
Vanesa berontak, belum sempat buka mulut rupanya Iren ikut menutup mulutnya dengan tangan.
“Aku tidak ingin dia berteriak nanti semua orang datang.”
“Seret dia ke kamar dan kunci dia di sana,” suruh Damian juga.
Satu keluarga itu ternyata punya niat jahat pada Vanesa setelah mereka tahu kalau rumah dan mobil yang dimiliki Damian atas nama istrinya. Ibu mertuanya dan adik iparnya membekap mulut Vanesa.
“Iren apa yang kamu lakukan?” Bola mata Vanesa melotot tajam ke arah Iren.
“Gua tidak mau lu menyebarkan video tadi, berikan hapenya padaku.”
Vanesa menolak, lalu menepis tangan Iren yang mencoba merebut ponsel miliknya. Melihat Damian diam dengan bigung Iren pura-pura jatuh.
“Sayang dia mendorongku.”
Tanpa pikir panjang Damian memberinya tamparan keras.
Pak!
“Aku sudah katakan padamu dia sedang hamil. Apa kamu ingin membunuhnya?”
Vanesa tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap sang suami dengan tatapan dendam membara. Tidak hanya Damian yang memukulnya Ibu mertuanya juga ikut memukulnya dan menyeretnya ke gudang belakang.
“Lepaskan dia!”
Suara bernada tegas itu menghentikan perbuatan jahat mereka. Seorang pria bertubuh tinggi tegap berdiri di depan pintu. Damian melotot kaget, dia tahu persis siapa pria yang bertamu ke rumahnya.
“Siapa kamu sembarangan masuk ke rumah orang!” bentak Ibu Damian dengan geram. Ia marah karena rencana ingin menguasai semua perhiasan Vanesa gagal karena kedatangan tamu tak diundang tersebut.
“Saya bisa melaporkan kalian dengan tuntutan penganiayaan,” ucapnya sang pria dengan tatapan tajam.
“Siapa kamu?” tanya Ibu Damian dengan raut wajah kesal
Damian mendekati Ibunya, “sudah, hentikan.”
“Memang siapa pria ini?”
“Dia Pak Devan bos Damian Bu.”
Damian mendekat, “ ada apa pak Devan datang ke rumah saya?”
Devan tidak menjawab, laki-laki bertubuh kekar itu menghampiri Vanesa menggendongnya ke dalam mobil.
Damian dan Iren hanya bisa melongo sebab Devan membawa Vanesa tanpa permisi maupun ijin padanya.
‘Apa mereka saling mengenal?’ tanya Damian dalam hati.
Mereka tidak tahu kalau Devan dan Vanesa sudah saling mengenal sebelum Damian dan Vanesa menikah. Damian berlari menghampiri Devan ke mobil.
“Pak Devan apa yang Bapak lakukan dengan istri saya?” tanya Damian dengan panik.
Devan berbalik badan, ia menatap Damian dan Iren dengan tajam lalu menatap Ibu dan adiknya tidak kala tajam juga.
“Kitaa kan bicara di kantor,” ucap pria itu melirik Vanesa yang sedang mengusap hidungnya yang sedang berdarah.
Mendengar itu wajah Damian berubah jadi tegang, ada ketakutan yang di wajahnya.
Bersambung
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Damian meminta Ibunya untuk membereskan semua barang- barang. Damian menjauh dari Vanesa.“Ibu, bereskan semua barang-barang kita, tidak usah bawa barang Vanesa, tinggalkan saja di sana semua, karena dia tidak akan ikut di sana.”Setelah bicara dengan ibunya Damian mendekati Vanesa, “sayang aku ada urusan sebentar, kamu tinggal di sini dulu nanti aku datang lagi.”“Baiklah. Oh, katakan sama Ibu, mobil pindahan sudah menuju ke rumah.”Damian menunjukkan ekpresi kaget, “Ah, kenapa buru-buru bangat? Apa kita tidak bisa melakukannya besok?”“Tidak, pembeli rumahnya ingin kita segera pindah. Bahkan pembeli sudah ada di sana sekarang.”Damian belum sempat berpikir ia melajukan kendaraannya ke rumah, bahkan menunda permintaan Iren yang memintanya datang. Laki-laki itu tidak tahu kejutan apa yang sudah dipersiapkan Vanesa untuknya.Tiba di rumah, ternyata sudah ada box pindahan serta orang-orang yang membantu mereka pindahan.“Mas kenapa sangat buru-buru?” tanya Dila.“Pembeli rumah ini ya
Vanesa keluar dari rumah dan Damian mengejar.“Kamu mau kemana Vanesa?”“Ini rumah kamu, aku akan pergi seperti yang kalian inginkan, lalu ia masuk ke dalam mobil yang biasa dipakai Damian.“Mobil itu bukannya kamu jual?”“Ini mobilku Mas, Aku membelinya dulu dengan susah payah, aku tidak akan menjualnya.”Wajah Damian menegang, “Lalu mobilku?”“Kamu sudah membeli mobil mewah atas namamu, kamu hanya perlu membayar cicilannya setiap bulan.”“Apa …? Kamu mempermainkanku?”Vanesa masuk ke dalam mobilnya, lalu membuka kaca jendela, “rumah jatoh tempoh tanggal lima dan mobil tanggal sembilan, aku yakin kamu bisa membayarnya.”“Vanesa apa rumah ini juga kredit?” bola mata Damian melotot.“Iya, kamu membeli rumah dengan uangmu, uang mukanya aku menjual perhiasan.. Pemilik rumah setuju DP pakai perhiasan, uang muka sudah masuk tiga ratus juta sisanya bisa kamu bayar dengan mencicil selama satu tahun, uang tiga ratus juta itu uang milikmu. Oh, hampir lupa ini kartu kredit mu Mas.”Vanesa
“Kamu terlambat sepuluh menit. Kamu selalu tidak tepat janji,” ucapnya lagi sembari memutar-mutar gelas wine di tangannya.Vanesa meneguk wine miliknya sembari berkata pelan, “Jalanan macet.”Gavin mendengus kesal, “dari jaman Belanda Jakarta sudah macet, itu tidak bisa jadi alasan,” ucap Gavin melipat tangan di dada.Vanesa masih berdiri menunggu perintah dari pria di depannya.” Lain kali saya tidak akan terlambat,”ucap Vanesa.“Saya ingat janji kamu.”Tidak lama kemudian Gavin berdiri, ia menyodorkan beberapa lembar kertas padanya, “saya sudah melakukan, seperti yang kau minta, sekarang lakukan tugas kamu.”Vanesa membaca dengan teliti kertas di tangannya, kesimpulanya Gavin memintanya melakukan pernikahan kontrak sampai ia melahirkan anak.“Aku akan hamil, tapi tidak perlu ada pernikahan,” tolak Vanesa lagi.Pria bertampang dingin itu berbalik badan menatap Vanesa dengan tajam.“Saya tidak ingin anak saya disebut anak haram.”“Kapan kita akan melakukannya?”Gavin mendekat, “seka
Damian duduk menatap Vanesa yang berjalan meninggalkannya, sebesar apapun ia memohon wanita itu tidak mau bersamanya lagi. Vanesa tidak akan bisa melakukannya sebab ia sudah menikah dengan Gavin.Dari rumah sakit Vanesa menuju rumahnya, rumah yang dulunya ia tempati dengan Damian dan ibu mertuanya sekarang sudah kosong. Rumah itu sekarang sudah jadi milik Gavin. Laki-laki berjanji akan memberikannya padanya jika berhasil melahirkan anak. Tapi ia bisa menempatinya selama dia mau. Gavin bahkan membangun tembok yang lebih tinggi di sekeliling rumah, jadi orang lain dan tetangganya tidak bisa melihat ke dalam rumah. Saat ia membuka gerbang para pekerja sibuk membangun sebuah taman di depan rumah. Padahal Vanesa tidak ingin punya rumah yang terlalu mewah, ia lebih suka dengan desain rumahnya yang pertama. Namun pikirannya dan pikiran Gavin dua hal yang berbeda. Laki-laki es batu itu ingin rumah yang mewah, sementara Vanesa ingin rumah sederhana tapi ada cinta dan kebersamaan di sana.
Vanesa merasa bersalah karena ia membuat Damian dalam masalah, ia ingin membantu.“Aku ingin memberikannya.” Vanesa menyodorkan cek yang nominalnya membuat mata Damian melotot kaget.“Kamu dapat uang dari mana sebanyak itu, Nesa?”“Mas, itu tidak penting, aku ingin menebus kesalahanku padamu, pakailah uang ini dan bukalah café.”“Kenapa tiba-tiba?”“Aku tidak ingin kamu dapat masalah yang lebih besar di kantor, aku tidak ingin kamu terlibat dalam masalah yang aku buat.”“Tidak apa- apa Vanesa, hal seperti sudah biasa aku alami.”&ldqu
Vanesa menepis tangannya dengan kesal, “jaga sikapmu Gavin.”“Kenapa kamu marah, bukanya aku sudah membayarmu mahal? Apa kamu ingin melayani Damian?”Vanesa sangat kesal mendengar kata ‘bayar, bayar’ berulang-ulang dari Gavin.“Aku akan membayar semua uang yang pernah aku terima dari kamu Gavin, berhentilah mengucapkan kata bayar, bayar aku muak mendengarnya.”“Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu? Atau kamu menjual diri juga? Aku melihat kamu sangat mesra dengan laki-laki sampah itu. Apa dia juga membayarmu?”“Tidak Gavin.”“Apa kamu meminta uang dari Mamimu?”Vanesa merasa kalah berdebat dengan Gavin, ia tidak ingin Ibunya di bawa-bawa dalam masalahnya. Vanesa duduk di kembali di kursinya membuka laptop, ia mendiamkan Gavin yang terus menyudutkan dan menghinanya.“Kenapa kamu diam? Mana keberania
Vanesa membuka rantang tiga susun tersebut, tanpa sadar ia tertawa ngakak.“Mas, masukin redang rantang ke dalam tas?”“Iya, aku malu nenteng-nenteng, ayo kita makan, kebetulan aku juga belum serapan dari rumah.”Damian membuka rak tiga susun, dua nasi dan satu rendang. Vanesa memang lapar ia belum makan. Mereka berdua makan sembari tertawa, ternyata kuah rendang tumpah di dalam tas mengenai kemeja bagian belakang Damian.“Pantas saja saat Mas tiba bau rendang, ternyata tumpah,” ucap Vanesa mencoba membersihkan noda dari kemeja belakang Damian.“Aku juga merasa bagian belakang ku juga kena, aku merasa panas b
Setelah membasuh wajah ia duduk menikmati wine sendiri, tanpa sadar ia sudah menghabiskan dua botol. Saat ingin tidur ponselnya berdering . Ternyata Karin menelepon melirik jam ternyata sudah jam sebelas malam.‘sial aku lupa janjiku pada Karin’ ucapnya mengumpat.“Iya Karin.”“Kamu di mana Sayang, aku sudah menunggu dari tadi.”“Oh, sebentar lagi sampai, ini mau jalan ke sana.”Rupanya Gavin berjanji akan menghabiskan malam bersama istrinya setelah pulang dari Paris. Gavin meminta bantuan asistennya mengantar diriny
Masalah yang dihadapi Gavin saat itu, jadi shock terapi untuknya, sudah lama pria itu tidak pernah mendapat masalah di kantor. Namun kali ini sekali dapat masalah ia dihadapkan dengan banyak tuntutan, menyebabkan ia dapat masalah besar.“Siapa mereka sebenarnya? Apa kamu sudah menemukan Vanesa?” tanya Gavin menatap tajam asistennya lagi.“Saya mengecek pasfornya Bu Vanesa sedang melakukan perjalanan ke luar negeri untuk melakukan pengobatan Pak,” lapor Fano.“Pengobatan? Pengobatan apa?”Asisten menggeleng, “saya tidak tahu Pak.” &
Hari itu juga Gavin kembali ke Jakarta, ia meminta semua orang tidak boleh pulang sebelum menyelesaikan kekacauan tersebut. Semua orang tinggal di kantor menunggu Gavin datang. Damian salah satu orang yang paling takut. Tidak lama kemudian ia tiba, wajahnya suram tatapan matanya menatap semua orang dengan sinis.“Katakan apa yang terjadi sini. Ada banyak orang di sini. Kenapa sampai ada kejadian seperti ini. Bagaimana mungkin ada acara launching barang baru tapi yang muncul malah mereka orang lain.”Semua orang menunduk tidak ada yang berani membuka mulut, “siapa yang bisa menjelaskan?”Salah satu seorang dari mereka memberanikan diri menjelaskan kejadian sesungguhnya.“Kenapa bisa barang contoh bisa hilang dari kantor ini. Di sini ada banyak petugas keamanan tapi bisa terjadi kehilangan. Tugas mereka sebenarnya apa? Pecat semua,” perintahnya dengan marah.Banyak orang kehilangan pekerjaan k, Damian tidak berani menatap Damian. Ia meminta semua orang menyelesaikan masalah malam it
Satu minggu sudah Vanesa bekerja di kantor Gavin, ia semakin leluasa karena Gavin ada pekerjaan di luar kota. Vanesa sengaja mengganti nomornya agar Gavin tidak meneleponnya. Hari itu juga rancangan milik Vanesa terpilih dalam daftar fashion show bertemakan musim panas yang akan diselenggarakan di Paris.Vanesa senang karena hasil kerjanya diakui di luar negeri, walau sebenarnya ada rasa sedih juga. Sebab nama Karin lah yang di tercatat di sana sebagai desainer.‘Tidak apa-apa Vanesa, itu hanya pakaian. Kamu bisa mengerjakan yang lebih baik dari itu nantinya’ kamu hanya perlu satu tiket untuk masuk ke dalam perusahaan ini’ ucap Vanesa dalam hati.Vanesa menyimpan semua gambar yang dikerjakan, ia juga menyimpan semua bukti kalau semua pakaian buatannya hasil pekerjaannya. Karin hanya mengaku-ngaku saja, sebenarnya wanita itu tidak mampu melakukan seperti yang dibuat Vanesa. Tidak lama kemudian Karin datang ke ruangannya, untung saja ia sudah menyimpan semua gambar.“Aku ingin
Saat Damian berangkat ke kantor, Vanesa juga meninggalkan rumah , ia menulis pesan dalam kertas diatas meja makan. Ia juga berterima kasih padanya telah merawat dirinya dengan baik beberapa hari itu. Ia berharap laki-laki itu melupakan pernikahan mereka. Vanesa juga meminta Damian mencari wanita lain. Setelah pulang dari sana Vanesa menuju rumah sakit untuk bertemu ayahnya. Tiba di sana ia memeluk Banu dengan erat, ia berjanji tidak akan menangis, tidak ingin orang tua itu melihatnya menangis.“Apa pekerjaanmu sudah selesai Nak?” tanya Banu.Vanesa mengangguk, “Pi, sudah waktunya aku memulai semuanya. Mulai besok aku akan bekerja di sana, tapi aku khawatir tentang Zein.”Banu tersenyum hangat, “jangan khawatir adikmu baik-baik saja, dia dan ayah akan membantu Nak.”Mendengar perkataan Papinya Vanesa mengangkat kepalanya, ia menatap laki-laki itu dengan penasaran lalu bertanya, “apa Zein sudah mengabari Papi?”Pak Banu mengangguk pelan, “dia menelepon Papi, dia meminta supaya kamu
Mendengar itu mata Damian melotot kaget, “apa maksudnya?”“Ketika suamiku menolak membantuku, maka aku meminta bantuan lelaki lain dan sebagai imbalannya tubuhku,” ungkap Vanesa dengan emosi.Damian menghentikan mobilnya mendadak, “tidak. Kamu bukan wanita seperti itu Nesa, kamu wanita terhormat.”“ Kamu yang mendorongku melakukan itu Damian, kamu yang mengubahku jadi wanita murahan. Kalau saja kamu saat itu membantuku menyelesaikan masalah, aku tidak akan seperti ini. Kalau saja saat itu kamu tidak berselingkuh dengan Iren hidupku akan baik-baik saja dan rumah tangga kita masih ada .”“Tidak, kamu pasti berbohong.”“Bukan hanya menjual tubuhku Damian, aku bahkan melakukan pernikahan kontrak dengannya, dia ingin aku melayaninya kapanpun dia inginkan.”Damian menutup kuping tidak percaya dengan apa yang sudah didengar, “kau masih istriku Vanesa! Mana mungkin kamu melakukan hal gila seperti itu!” teriak Damian dengan marah“Iya, aku melakukan poliandri, aku menikah sebelum kita res