Vanesa berjalan tergesa-gesa meninggalkan gedung bertingkat tersebut, ada amarah yang tersimpan dalam hati, namun tidak bisa ia lepaskan. Ia hanya ingin segera pergi dan menghilang dari hadapan pria yang merendahkan. Vanesa berjalan menjauh tanpa tujuan, setelah sadar ia berada di depan sebuah sekolah.
Setelah berhenti ia baru merasakan capek dan haus, duduk sebentar untuk memulihkan tenaganya. Ditengah keramaian kota dan hiruk pikuk orang yang melintas di depannya Vanesa merasa sendirian, tidak ada tempat mengadu.
Ada banyak kemunafikan dan pengkhianatan hingga ia sulit membedakan mana yang tulus dan mana hanya pura-pura.
Berjuang dan berjalan sendiri tanpa ada orang yang dipercaya itu berat.
Ia duduk termenung di bangku panjang di depan sekolah, Vanesa duduk, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa seluruh hidupnya tidak berharga.
Diusir suami dan selingkuhan, ayahnya terbaring di rumah sakit, Gavin menghina dan merendahkannya. Tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, hanya ada amarah dan kekecewaan.
‘Ini tidak adil untukku’ ucapnya membatin.
Saat duduk melamun ia melihat anak-anak pelajar SMK masuk ke dalam sekolah membawa kain kerajinan. Vanesa penasaran lalu minta ijin untuk melihat ke dalam kelas. Rupanya para pelajar itu sedang melakukan kerajinan merancang pakain.
Vanesa melihat bagaimana anak-anak itu membentuk kain batik secara tradisional dan manual dari motif daun yang beraneka jenis dan menghasilkan motif yang unik yang cantik, setelah melihat-lihat dan mengobrol dengan beberapa siswa dan guru pengawas , Vanesa punya ide baru untuk usaha butik miliknya. Setelah mengobrol banyak dengan seorang guru pembina, ia pamit pulang.
Saat di tengah jalan pesan peringatan kembali datang menegurnya.
[Waktu yang kamu miliki hampir habis, segera dapatkan uangnya] isi pesan pria itu lagi.
“Astaga … apa yang harus aku lakukan?”
Vanesa kembali ke rumah Damian untuk mengambil sebuah barang yang dibutuhkan. Saat tiba rumah sangat sepi, ia berpikir Damian dan keluarganya sedang keluar untuk bersenang-senang. Vanesa masuk melalui pintu belakang, ia sudah terbiasa lewat dari sana jika pulang terlalu larut dari toko.
Saat ia masuk ia mendengar suara desahan di dalam kamar. Vanesa tersenyum kecut ia sudah bisa menebak siapa yang ada di sana.
“Wanita yang tidak tahu malu. Apa diluar sana sudah tidak ada pria lain yang bisa kamu dapatkan?” gumamnya kesal.
Dengan tenang menghidupkan kamera ponselnya, “ayo kita lihat sampai di mana ini nanti.”
Vanesa berjalan menuju kamar dan merekam semuanya, saat buka terbuka.
Wanita itu kaget mencoba menutup tubuhnya yang naked dengan bantal.
Damian juga melakukan hal yang sama menarik selimut menutupi tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian.
“Apa aku mengganggu permainan kalian? Ayo lanjutkan saja.”
“Dasar wanita gila! Matikan kamera nya!” bentak Damian dengan marah.
“Jangan berteriak, aku hanya sebentar, ada barang yang ketinggalan.”
Vanesa menyimpan ponselnya ke dalam saku celana sebelum Damian merebut dan merusak.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Aku sudah memintamu meninggalkan rumah ini, aku hanya sebentar tidak lama.” Vanesa membuka lemari mencari barang yang dibutuhkan.
“Apa yang ingin kamu curi? Semua barang berharga di rumah ini milik Damian,”ucap Iren.
Vanesa tertawa miring menatap dengan jijik wanita yang sedang dibalut selimut tersebut.
‘Kamu belum jadi istrinya Iren, aku tidak akan memberikan hal itu padamu dengan mudah ucap Vanesa dalam hati, ia sudah punya rencana untuk membalas perselingkuhan mereka berdua.
Vanesa baru ingat kalau barang-barang berharga miliknya sudah diamankan di rumah salah satu teman.
Saat ia ingin keluar tiba-tiba ibu mertuanya dan adik iparnya baru pulang.
Melihat Vanesa pulang kerumah wanita itu mendekat dengan wajah kesal.
“Oh, akhirnya kamu pulang juga. Kemana barang-barang itu kamu sembunyikan?” tanya ibu mertua.
“Barang apa maksud ibu?”
“Semua barang berharga yang ada di lemari Damian, semua milik anakku.”
“Damian tidak tidak pernah memberikan barang berharga untukku Bu.”
“Kalung yang selalu kamu pakai.”
Vanesa tidak ingin berdebat, ia tahu Ibu mertuanya punya hati yang jahat sama seperti hari itu dimana wanita itu meminta preman untuk memaksanya menanda tangan surat cerai. Vanesa buru-buru keluar dari kamar, ia sengaja berdiri di teras rumah bila ibu mertuanya ingin mencelakainya ia bisa berteriak meminta tolong. Setelah menemukan kunci toko Vanesa ingin pergi, tapi wanita itu menghadangnya lagi.
“Kamu mau kemana? Jangan kabur.” Ibu mertuanya menyeret tangan Vanesa.
“Apa yang ibu lakukan lepaskan tanganku.”
Tidak hanya ibu mertuanya adik iparnya ikut menyeret tangan Vanesa masuk ke rumah.
Vanesa berontak, belum sempat buka mulut rupanya Iren ikut menutup mulutnya dengan tangan.
“Aku tidak ingin dia berteriak nanti semua orang datang.”
“Seret dia ke kamar dan kunci dia di sana,” suruh Damian juga.
Satu keluarga itu ternyata punya niat jahat pada Vanesa setelah mereka tahu kalau rumah dan mobil yang dimiliki Damian atas nama istrinya. Ibu mertuanya dan adik iparnya membekap mulut Vanesa.
“Iren apa yang kamu lakukan?” Bola mata Vanesa melotot tajam ke arah Iren.
“Gua tidak mau lu menyebarkan video tadi, berikan hapenya padaku.”
Vanesa menolak, lalu menepis tangan Iren yang mencoba merebut ponsel miliknya. Melihat Damian diam dengan bigung Iren pura-pura jatuh.
“Sayang dia mendorongku.”
Tanpa pikir panjang Damian memberinya tamparan keras.
Pak!
“Aku sudah katakan padamu dia sedang hamil. Apa kamu ingin membunuhnya?”
Vanesa tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap sang suami dengan tatapan dendam membara. Tidak hanya Damian yang memukulnya Ibu mertuanya juga ikut memukulnya dan menyeretnya ke gudang belakang.
“Lepaskan dia!”
Suara bernada tegas itu menghentikan perbuatan jahat mereka. Seorang pria bertubuh tinggi tegap berdiri di depan pintu. Damian melotot kaget, dia tahu persis siapa pria yang bertamu ke rumahnya.
“Siapa kamu sembarangan masuk ke rumah orang!” bentak Ibu Damian dengan geram. Ia marah karena rencana ingin menguasai semua perhiasan Vanesa gagal karena kedatangan tamu tak diundang tersebut.
“Saya bisa melaporkan kalian dengan tuntutan penganiayaan,” ucapnya sang pria dengan tatapan tajam.
“Siapa kamu?” tanya Ibu Damian dengan raut wajah kesal
Damian mendekati Ibunya, “sudah, hentikan.”
“Memang siapa pria ini?”
“Dia Pak Devan bos Damian Bu.”
Damian mendekat, “ ada apa pak Devan datang ke rumah saya?”
Devan tidak menjawab, laki-laki bertubuh kekar itu menghampiri Vanesa menggendongnya ke dalam mobil.
Damian dan Iren hanya bisa melongo sebab Devan membawa Vanesa tanpa permisi maupun ijin padanya.
‘Apa mereka saling mengenal?’ tanya Damian dalam hati.
Mereka tidak tahu kalau Devan dan Vanesa sudah saling mengenal sebelum Damian dan Vanesa menikah. Damian berlari menghampiri Devan ke mobil.
“Pak Devan apa yang Bapak lakukan dengan istri saya?” tanya Damian dengan panik.
Devan berbalik badan, ia menatap Damian dan Iren dengan tajam lalu menatap Ibu dan adiknya tidak kala tajam juga.
“Kitaa kan bicara di kantor,” ucap pria itu melirik Vanesa yang sedang mengusap hidungnya yang sedang berdarah.
Mendengar itu wajah Damian berubah jadi tegang, ada ketakutan yang di wajahnya.
Bersambung
Devan menghidupkan mesin mobil dan meninggalkan rumah Damian, dalam mobil mereka berdua sama-sama diam, menyimpan kemarahan di hati mereka masing-masing. Setelah berkendara beberapa lama Vanesa mulai membuka mulut.“Turun saja aku di depan.”Devan tidak menjawab, masih bertahan dengan sikap diamnya.Vanesa mengulang kalimatnya untuk kedua kali, ia menghembuskan napas panjang sebelum bicara, “Devan turunkan aku di depan, aku ingin ke toko.”Pria berwajah tegas itu meminggirkan mobil milik lalu menatap Vanesa dengan tegas.“Apa hanya itu yang ingin kamu katakan?”Vanesa sangat lelah untuk berdebat, merasa tenaganya terkuras menghadapi empat orang sekaligus tadi.“Tidak ada yang ingin aku katakan?”Devan tertawa miring, wajahnya seakan meledek Vanesa,” kamu masih saja tidak berubah, bodoh dan lemah!” ucapnya menoyor kepala Vanesa dengan kasar.Vanesa sudah tau karakter Devan, kalau dia melawan laki-laki itu akan semakin murka, ia tidak mengatakan apa-apa walau sebenarnya dalam hati
Darah segar berceceran di tepat di atas rel bersamaan dengan lengan dan kaki . Bagian yang lain terlempar bagian-bagian yang lainya, sungguh pemandangan yang mengerikan ada beberapa daging yang berserakan di sana.“Kasihan sekali padahal dia cantik.”“Mungkin dia banyak putus cinta makanya menabrak dirinya ke rel kereta.”“Kenapa dia harus memilih jalan seperti itu sih,” ucap yang lain.Semakin banyak orang yang berkerumun di pinggir rel melihat sosok wanita yang memilih mengakhiri hidupnya di rel kereta api.Vanesa masih berdiri seperti patung melihat pemandangan yang mengerikan tersebut, ia bahkan merasa perutnya mual melihat potongan berserakan di samping rel.Ternyata saat ia ingin melakukan bundir ternyata ada seorang wanita yang terlebih dulu melakukan hal yang sama. Wanita muda berambut panjang berdiri di tengah rel sebelum kereta tiba. Teriakan semua orang tidak menghentikan aksinya , justru Vanesa yang berhenti lalu melihat wanita itu berdiri tidak jauh darinya, hanya
Vanesa pulang setelah membayar sebagian hutang-hutang ayahnya, keluar dari ruangan Vanesa diantar sampai keluar dari ruangan, wanita itu tidak diperbolehkan hanya sekedar melihat-lihat kesekitar gedung.“Sebaiknya segera tinggalkan tempat ini Nona sebelum kamu dapat masalah,” usir pria berramput gondrong itu dengan tatapan tegas.“Saya ingin pesan mobil online dulu. Boleh aku duduk sebentar di sini?”“Tidak bisa, jika ingin menunggu lakukan saja di sana.” Pria itu menunjuk pitu keluar dari komplek.‘Siapa sebenarnya orang yang memberi Papi hutang, aku hanya ingin tahu’Melihat tatapan tajam para pengawal itu Vanesa menurut, wanita itu berjalan menuju gerbang , hatinya masih penasaran, saat laki-laki itu lengang Vanesa berbelok masuk ke sebuah café tidak jauh dari sana. Sembari menunggu pesanan datang Vanesa mengarahkan camera ponselnya ke arah kaca, mengambil gambar pengawal tersebut.“Aku pasti bisa menemukan siapa kalian?”Setelah mengambil beberapa gambar, Vanesa sibuk dengan po
Wanita paruh baya itu duduk dengan dada naik turun menahan amarah karena Vanesa.“Apa Ibu sudah mencari di rumah ayahnya?” tanya Dila antusias.“Sudah, di sana tidak apa-apa. Hanya ada barang rongsokan yang tidak berguna, keluarga ini benar-benar miskin tidak memiliki apa-apa yang bisa dimanfaatkan.” Ibu Damian mendengus jengkel memikirkan keluarga menantunya.“Bagaimana Ibu bisa masuk ke rumah orang tua Vanesa, apa Papi Vanesa tidak ada?” Dila penasaran.“Saya tidak masuk sendiri saya meminta Om kamu yang masuk dengan anak buahnya. Laki-laki tua itu masuk rumah sakit, tidaka ada orang disana. Tidak sia-sia juga Ibu punya bos preman, semua yang kita ingin kita lakukan minta bantuan saja. Tapi sayang keluarga Vanesa sangat miskin tidak ada yang bisa dirampok di sana,” tuturnya lagi.Dila mencebikkan bibirnya kedepan,” aku pikir hidup kita akan berubah setelah wanita kampung ini diusir dari rumah.”Ibunya memintanya untuk bersabar, “ Ibu juga ingin punya menantu kaya yang bisa kita ma
Damian meminta Ibunya untuk membereskan semua barang- barang. Damian menjauh dari Vanesa.“Ibu, bereskan semua barang-barang kita, tidak usah bawa barang Vanesa, tinggalkan saja di sana semua, karena dia tidak akan ikut di sana.”Setelah bicara dengan ibunya Damian mendekati Vanesa, “sayang aku ada urusan sebentar, kamu tinggal di sini dulu nanti aku datang lagi.”“Baiklah. Oh, katakan sama Ibu, mobil pindahan sudah menuju ke rumah.”Damian menunjukkan ekpresi kaget, “Ah, kenapa buru-buru bangat? Apa kita tidak bisa melakukannya besok?”“Tidak, pembeli rumahnya ingin kita segera pindah. Bahkan pembeli sudah ada di sana sekarang.”Damian belum sempat berpikir ia melajukan kendaraannya ke rumah, bahkan menunda permintaan Iren yang memintanya datang. Laki-laki itu tidak tahu kejutan apa yang sudah dipersiapkan Vanesa untuknya.Tiba di rumah, ternyata sudah ada box pindahan serta orang-orang yang membantu mereka pindahan.“Mas kenapa sangat buru-buru?” tanya Dila.“Pembeli rumah ini ya
Vanesa keluar dari rumah dan Damian mengejar.“Kamu mau kemana Vanesa?”“Ini rumah kamu, aku akan pergi seperti yang kalian inginkan, lalu ia masuk ke dalam mobil yang biasa dipakai Damian.“Mobil itu bukannya kamu jual?”“Ini mobilku Mas, Aku membelinya dulu dengan susah payah, aku tidak akan menjualnya.”Wajah Damian menegang, “Lalu mobilku?”“Kamu sudah membeli mobil mewah atas namamu, kamu hanya perlu membayar cicilannya setiap bulan.”“Apa …? Kamu mempermainkanku?”Vanesa masuk ke dalam mobilnya, lalu membuka kaca jendela, “rumah jatoh tempoh tanggal lima dan mobil tanggal sembilan, aku yakin kamu bisa membayarnya.”“Vanesa apa rumah ini juga kredit?” bola mata Damian melotot.“Iya, kamu membeli rumah dengan uangmu, uang mukanya aku menjual perhiasan.. Pemilik rumah setuju DP pakai perhiasan, uang muka sudah masuk tiga ratus juta sisanya bisa kamu bayar dengan mencicil selama satu tahun, uang tiga ratus juta itu uang milikmu. Oh, hampir lupa ini kartu kredit mu Mas.”Vanesa
“Kamu terlambat sepuluh menit. Kamu selalu tidak tepat janji,” ucapnya lagi sembari memutar-mutar gelas wine di tangannya.Vanesa meneguk wine miliknya sembari berkata pelan, “Jalanan macet.”Gavin mendengus kesal, “dari jaman Belanda Jakarta sudah macet, itu tidak bisa jadi alasan,” ucap Gavin melipat tangan di dada.Vanesa masih berdiri menunggu perintah dari pria di depannya.” Lain kali saya tidak akan terlambat,”ucap Vanesa.“Saya ingat janji kamu.”Tidak lama kemudian Gavin berdiri, ia menyodorkan beberapa lembar kertas padanya, “saya sudah melakukan, seperti yang kau minta, sekarang lakukan tugas kamu.”Vanesa membaca dengan teliti kertas di tangannya, kesimpulanya Gavin memintanya melakukan pernikahan kontrak sampai ia melahirkan anak.“Aku akan hamil, tapi tidak perlu ada pernikahan,” tolak Vanesa lagi.Pria bertampang dingin itu berbalik badan menatap Vanesa dengan tajam.“Saya tidak ingin anak saya disebut anak haram.”“Kapan kita akan melakukannya?”Gavin mendekat, “seka
Damian duduk menatap Vanesa yang berjalan meninggalkannya, sebesar apapun ia memohon wanita itu tidak mau bersamanya lagi. Vanesa tidak akan bisa melakukannya sebab ia sudah menikah dengan Gavin.Dari rumah sakit Vanesa menuju rumahnya, rumah yang dulunya ia tempati dengan Damian dan ibu mertuanya sekarang sudah kosong. Rumah itu sekarang sudah jadi milik Gavin. Laki-laki berjanji akan memberikannya padanya jika berhasil melahirkan anak. Tapi ia bisa menempatinya selama dia mau. Gavin bahkan membangun tembok yang lebih tinggi di sekeliling rumah, jadi orang lain dan tetangganya tidak bisa melihat ke dalam rumah. Saat ia membuka gerbang para pekerja sibuk membangun sebuah taman di depan rumah. Padahal Vanesa tidak ingin punya rumah yang terlalu mewah, ia lebih suka dengan desain rumahnya yang pertama. Namun pikirannya dan pikiran Gavin dua hal yang berbeda. Laki-laki es batu itu ingin rumah yang mewah, sementara Vanesa ingin rumah sederhana tapi ada cinta dan kebersamaan di sana.