Share

Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat
Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat
Penulis: Widya Yasmin

Diperlakukan Tak Adil

Penulis: Widya Yasmin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku baru saja tiba di bandara, setelah selama dua tahun bekerja menjadi TKW di luar negri. Sengaja tidak mengabari kedua orang tua jika aku telah pulang ke Indonesia, karena ingin memberikan kejutan pada mereka. Ingin rasanya kupeluk mereka dengan erat untuk mengobati rasa rindu.

"Loh, kenapa kamu tiba-tiba pulang?" tanya Ibu saat aku telah tiba di depan pintu.

Reaksi kedua orang tua beserta ketiga saudaraku tampak tak sesuai harapan. Tatapan mereka sangat dingin, padahal selama dua tahun aku sangat merindukan mereka. Aku langsung menyeret dua koper besar yang kubawa ke dalam rumah, sementara mereka masih berdiri mematung, mereka tampak kecewa dengan kepulanganku hingga tak ada yang mau menyambut koper besar yang kubawa.

"Iya, Bu, Ayah. Aku sudah pulang karena kontrak kerjaku sudah selesai. Aku sengaja tidak mengabari kalian karena berniat memberikan kejutan."

"Bukankah kamu sering mengatakan bahwa majikan wanita sangat baik dan puas dengan kinerjamu, kenapa tidak tambah kontrak?"

Aku menghela napas saat mendengar ucapan Ibu. Selama dua tahun menjadi TKW di luar negeri bukanlah hal yang mudah bagiku, tak bolehkah jika aku beristirahat di rumah, mengapa mereka memperlakukanku sebagai sapi perah?

"Selama dua tahun ini, aku bekerja sangat keras hingga kurang istirahat. Sebenarnya aku tak pernah betah bekerja di sana, tapi semuanya kulakukan demi kalian semua. Selain itu majikan lelaki selalu berusaha menggodaku, aku sangat takut terjadi sesuatu yang buruk padaku."

"Harusnya kamu senang kalau majikan laki-laki menyukaimu, barangkali kamu akan dijadikan istri keduanya," ucap Ayah tiba-tiba.

"Astaghfirullah, Ayah, apakah Ayah tidak pernah mendengar berita TKW yang diperkosa oleh majikan laki-lakinya, lalu setelah itu ia malah disiksa oleh majikan perempuannya karena kebanyakan wanita disana malah lebih membela suaminya, meskipun suaminya yang bersalah. Bahkan banyak TKW yang malah dipenjara dan dihukum pancung padahal dia adalah korban."

"Harusnya kamu memikirkan nasib adik-adikmu, bagaimana dengan biaya sekolah mereka?" Ibu menyahut.

Aku hanya mengelus dada mendengar ucapan mereka. Mengapa hanya ketiga adikku yang mereka pikirkan, sementara mereka tak pernah peduli dengan keselamatan juga kebahagiaanku.

"Tak bolehkah aku istirahat, aku capek."

"Apa yang ada di koper itu, Kak? Apakah itu oleh-oleh buat kami?" tanya Ratih, Ratna dan Rani.

"Ini kunci koper itu, buka saja, isinya oleh-oleh untuk kalian semua," jawabku sembari menyeret satu koper lain ke kamar.

Kedua orang tuaku langsung membantu mereka membuka koper itu, bahkan mereka tak menawariku untuk makan.

Namaku Kirana, sejak kecil aku telah diberikan tanggung jawab yang banyak, hingga aku sama sekali tak memiliki waktu untuk bermain karena terlalu padatnya tugas yang diberikan oleh Ayah dan Ibu. Namun, berbeda denganku, ketiga adikku malah diperlakukan layaknya anak emas. Namanya Ratih, Ratna dan Rani. Mereka bisa bermain dan melakukan apapun yang mereka mau, karena Ayah dan Ibu selalu menuruti semua yang mereka inginkan.

"Bu, sepatuku sudah jelek," ujar Ratih yang kala itu baru kelas 3 SD.

"Nanti ibu belikan yang baru, ya."

"Aku juga mau membeli sepatu baru, Bu." Ratna yang baru kelas 1 SD menyahut.

"Iya, tenang aja, nanti kalian berdua akan ibu belikan sepatu dan tas baru."

Aku hanya menelan ludah saat mendengar ucapan Ibu, karena aku tak pernah sama sekali dibelikan sepatu baru olehnya. Sejak kelas 1 SD aku selalu mengenakan sepatu bekas tetangga, namanya Erlita, anak tetangga yang usianya lebih tua dua tahun dariku. Setiap tahun dia memberikan sepatu juga pakaian bekasnya kepadaku.

"Kok aku belum pernah ya merasakan memiliki apapun yang baru, semuanya selalu bekas orang lain," protesku kala itu.

Kuberanikan diri untuk protes, semoga saja Ibu bisa mengerti dengan apa yang aku rasakan.

"Harusnya kamu membantu mengurangi kesulitan Ayah dan Ibu, bukan malah nambah-nambahin beban."

Aku hanya menghela napas saat mendengar ucapan Ibu. Aku selalu berusaha menerima saat Ayah dan Ibu hanya memprioritaskan Ratih dan Ratna, karena sebagai anak sulung aku dipaksa harus selalu mengalah. Aku juga berusaha menerima saat Ratih dan Ratna terkadang memperlakukanku layaknya pembantu.

Saat aku lulus SMP dengan nilai paling tinggi sehingga aku mendapat beasiswa.

"Kamu tak perlu masuk SMA, lebih baik kamu mencari pekerjaan untuk bisa membantu membiayai sekolah Ratih dan Ratna."

"Aku mohon, Bu, aku mendapat beasiswa, jadi aku gak akan merepotkan Ayah dan Ibu. Selain itu aku juga berjanji akan bekerja paruh waktu."

"Ngapain sih, meski sekolah sampai SMA, toh nanti ujung-ujungnya kamu akan berada di dapur juga." Ayah yang sejak tadi mengotak-atik motornya yang sudah tua langsung menyahut.

"Aku janji akan melakukan apapun, tapi jangan melarangku untuk sekolah SMA."

Meski awalnya Ibu dan Ayah tak setuju dengan permintaanku. Namun, karena aku terus memaksa bahkan sampai berlutut di kaki mereka, akhirnya aku diizinkan untuk bersekolah.

Aku sangat senang karena akhirnya bisa mengenakan seragam putih abu-abu, meskipun setiap sebelum berangkat sekolah aku mengantarkan kue ke warung-warung, lalu setelah pulang sekolah aku bekerja paruh waktu di sebuah warung nasi.

Kehidupanku sangatlah monoton. Aku sama sekali tidak memiliki teman. Bahkan aku tak pernah bercanda tawa dengan kedua saudaraku. Karena mereka seolah menganggapku seperti pelayan di rumah. Bahkan di sekolah, tak ada yang mau berteman denganku, karena aku dianggap tidak selevel dengan mereka.

"Kak, cucikan sepatuku, dong," ujar Ratih dan Ratna sembari memberikan sepatu kotor mereka.

Seperti biasa aku hanya pasrah, karena jika menolak, pasti tangan kekar Ayah akan mendarat di pipiku.

Semuanya terasa berat. Namun, aku berharap suatu hari nanti bisa mendapatkan kehidupan seperti Cinderella yang hidup bahagia setelah menikah dengan pangeran tampan yang kaya raya.

Tiga tahun berlalu, aku telah lulus SMA, lalu setelah itu aku mulai bekerja di sebuah restoran untuk menjadi pelayan. Di tempat itu lah, aku mulai menemukan warna dalam hidupku. Aku tak hanya mendapatkan teman sesama pelayan yang semuanya sangat ramah padaku. Namun, aku juga bertemu dengan seorang koki yang sangat baik dan hangat. Lelaki berusia 40 tahun yang akrab disapa Pak Thomas itu memperlakukanku seperti pada putrinya sendiri.

Berkat kebaikan semua orang yang ada di restoran tersebut, aku menjadi bersemangat menjalani hari. Terkadang, Pak Thomas juga mengajariku cara membuat aneka hidangan yang menggugah selera di restoran tersebut jika restoran sedang sepi. Karena manager di restoran tersebut juga sangat baik kepadaku dan pekerja lainnya. Sejak itu aku merasa restoran tersebut bukanlah tempat bekerja, melainkan sebuah rumah yang sangat nyaman untukku.

Karena di sana, aku tak hanya bertemu sosok ayah yang baik seperti Pak Thomas, tapi aku juga mendapatkan banyak teman yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri.

"Masakanmu enak, kamu sangat cepat mempelajari semua resep yang saya berikan, semoga suatu hari kamu jadi koki seperti saya," ujar Pak Thomas hingga membuatku tersenyum.

Pak Thomas tak hanya mengajariku resep menu utama di restoran tersebut, tapi juga aneka dessert dan minuman. Karena memang sejak kecil aku terlatih memasak dan membuat kue di rumah.

"Kalau aku ramal, Kirana akan menjadi orang sukses dan memiliki restoran," ujar Rika hingga membuat kami semua tertawa.

Namun, kebahagiaanku tiba-tiba dihancurkan dengan ucapan Ibu dan Ayah saat aku pulang bekerja.

"Kamu harus bekerja di luar negeri untuk membiayai sekolah ketiga adikmu."

"Tapi bukankah selama ini semua gajiku selalu diberikan pada Ibu?"

"Gajimu sebagai pelayan restoran tidak seberapa, makanya kamu harus keluar negeri untuk bisa membiayai sekolah adik-adikmu."

"Kenapa kalian tidak adil padaku? Dulu aku bisa sekolah karena beasiswa dan bekerja paruh waktu, kenapa kalian tidak memaksa mereka untuk belajar dengan giat agar mendapatkan beasiswa juga bekerja paruh waktu sama sepertiku?"

Plaaak! Lagi-lagi tangan kekar Ayah mendarat di pipiku.

"Kamu harus bekerja di luar negri atau menjadi istri Juragan Karta," ancam Ayah.

Akhirnya aku terpaksa mengikuti permintaan mereka untuk bekerja menjadi TKW di luar negri. Meskipun pekerjaan yang harus kulakukan sangatlah berat hingga membuatku tersiksa.

Dua tahun setelah menjadi TKW, aku memutuskan untuk pulang dan berniat untuk istirahat. Aku juga ingin menikmati hidup seperti orang lain. Bahkan aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya pacaran, padahal kini usiaku telah 25 tahun. Disaat teman seusiaku telah berumah tangga dan memiliki anak.

"Kamu harus menikah dengan Juragan Karta," ucap Ibu seminggu setelah aku berada di rumah.

"Maaf, Bu, aku gak bisa."

Untuk pertama kalinya aku menolak permintaan mereka. Bagaimana mungkin aku harus menikah dengan seorang lelaki berusia 50 tahun yang telah memiliki tiga orang istri.

"Kamu tidak bisa menolak, karena kami telah menerima sejumlah uang yang sangat besar untuk biaya pernikahanmu," ucap Ayah.

"Kenapa kalian tidak bertanya dulu padaku sebelum menerima uang tersebut?"

"Semua keputusan ada di tangan kami, yang harus kamu lakukan hanya menerima apa yang kami putuskan."

"Kenapa kalian jahat sekali? Kenapa kalian tidak pernah memperdulikan perasaaanku?"

"Sebagai anak berbakti, kamu tidak memiliki hak untuk menolak apapun yang kami ucapkan."

"Tidak adil! Kalian selalu saja menekanku untuk melakukan semua yang kalian inginkan, tapi tidak pada Ratih, Ratna dan Rani, kenapa kalian pilih kasih?"

Plaaak! Sebuah tamparan mendarat di pipiku.

"Anak tidak tahu terimakasih, sudah untung kami membesarkanmu hingga sekarang, mungkin jika kami tidak memiliki hati, sudah kami buang kamu sejak bayi."

"Apakah aku ini bukan anak kandung kalian?"

"Diaaaaaam!" bentak Ibu sembari menyeretku masuk kamar lalu mengurungku.

Aku hanya bisa menangis di sebuah kamar yang dulunya adalah gudang itu. Air mataku tak berhenti mengalir saat mengingat semua ketidak adilan yang kudapatkan selama ini. Namun, tiba-tiba aku menghapus semua air mataku saat aku menyadari bahwa menangis saja tidak akan menyelesaikan masalah. Aku sudah tak bisa lagi menerima penderitaan ini. Aku harus pergi dari rumah ini, sebelum aku menjadi istri keempat lelaki bertubuh gempal dan berkumis tebal itu.

Aku akan kabur dari rumah ini, aku sangat menyesal tidak melakukan ini dari dulu, karena awalnya kupikir sikap Ayah dan Ibu akan berubah setelah aku melakukan semua yang mereka inginkan.

Bersambung

Bab terkait

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Kabur

    Keesokan paginya, saat ketiga adikku sekolah, sementara kedua orang tuaku tengah pergi ke pasar, diam-diam aku meninggalkan rumah dengan membawa koper. Aku tak bisa lagi membiarkan diri ini berada dalam tekanan mereka. "Mau kemana, Neng Kirana?" tanya Mang Agus, tukang ojek di kampungku."Tolong antar saya ke simpang tol, Mang, saya mau pergi ke Jakarta.""Loh, tapi bukankah kamu akan dinikahkan dengan Juragan Karta?"Mendengar pertanyaannya seketika bulir bening berjatuhan hingga membasahi pipi. Perasaan pedih ini sulit sekali kusembunyikan, terlebih aku tak memiliki siapapun untuk mengadu."Mamang ngerti apa yang kamu rasakan, ayo naik, akan mamang antar ke simpang tol," ujarnya lalu memberikan helm.Setelah itu Mang Agus membawaku ke jalan yang sepi."Kenapa lewat sini, Mang?" "Biar gak ketemu sama orang tuamu atau Juragan Karta."Aku mencoba memercayainya, karena setahuku Mang Agus adalah tukang ojek yang baik dan jujur. Namun, air mataku tiba-tiba tak berhenti mengalir, memikir

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Salah Paham

    "Non Bella selama ini kemana aja?" Selama di perjalanan, wanita yang mengaku bernama Mbok Minten itu terus memegangi tanganku sembari terus menanyakan hal yang sama. Sementara aku terus menoleh kanan kiri, memastikan taksi yang kami naiki telah melaju jauh meninggalkan restoran tempat Bu Linda berada."Bu atau Mbok, sebenarnya saya bukan Bella, jadi saya mau turun aja di sini." Setelah menyadari bahwa kami telah melaju sangat jauh, aku memutuskan untuk keluar dari taksi ini."Non jangan seperti itu, Non. Kita harus pulang ke rumah keluarga suami Non. Den Leo pasti akan senang dengan kedatangan Non.""Leo siapa?""Anaknya Non Bella.""Anak?""Oalah, sepertinya Non mengalami hilang ingatan," ujarnya sembari menatapku dengan tatapan pilu."Em...tapi...""Non tenang aja, nanti simbok akan bantu Non Bella untuk mengingat semuanya.""Tapi saya bukan Bella.""Kamu itu Bella, nama suami kamu Mas Gio."Kepalaku pusing saat mendengar ucapan Mbok Minten, mataku seketika berkunang-kunang, lalu

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Dikira Hilang Ingatan

    "Meski hilang ingatan, tapi ikatan batin antara Non Bella dan Den Leo sangat kuat," ujar Mbok Minten sembari tersenyum saat aku mengelus rambut anak lelaki berusia 4 tahun yang tengah terlelap di pangkuanku."Apakah benar, Mbok pengasuhku sejak kecil?""Iya, mbok yang menjaga Non Bella sejak berusia 5 tahun, karena kedua orang tua Non selalu sibuk bekerja. Bahkan ketika menikah, Non Bella meminta pada keluarga ini agar simbok tetap mengurusi semua kebutuhan Non.""Apakah sekarang kedua orang tuaku masih hidup?""Tentu saja, mereka pasti akan senang jika bertemu dengan Non Bella," ujar Mbok Minten."Kalau begitu ayo kita temui mereka! Aku ingin bertemu dengan mereka."Aku sengaja mencari alasan untuk keluar dari rumah ini, lalu setelah itu aku akan kabur saat dalam perjalanan. Memiliki suami kaya raya adalah impianku, tapi suami dan keluarga ini bukanlah milikku, karena aku bukanlah Bella. Jika aku tetap berada di rumah ini, maka kelak aku akan mendapatkan masalah besar ketika Bella ya

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Teriakan Minta Tolong

    "Bella, sejak kapan kamu pintar memasak, padahal dulu kamu masuk dapur saja tak pernah mau," ujar Opa William."Karena aku bukan Bella, Opa."Tiba-tiba kulihat lelaki berambut putih sebagian itu seketika memegangi kepalanya."Opa mohon, jangan lagi mengatakan hal itu.""Ayo, Mas, kita tunggu di meja makan saja!" Oma Sandra langsung menggandeng suaminya itu, sementara Mama Clara masih menatapku tanpa berkedip."Mama kenapa bengong begitu, mau bantu?"Seketika ia langsung terhenyak dengan pertanyaanku."Kamu lanjutkan masak, mama hanya penasaran bagaimana rasa masakanmu, pasti tidak seenak Villia."Aku hanya tersenyum getir dan kembali fokus memasak. Saat di Arab dulu, semua anggota keluarga di sana memuji semua masakanku. Mereka bilang aku cocok menjadi koki restoran bintang lima."Mbak Carlota, daripada bengong aja, mending bantuin saya iris wortel dan buncis, iris memanjang seperti korek api, ya."Seketika ia mendelik sinis, tetapi tetap melakukan apa yang aku minta.Beberapa saat ke

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Villia Cemburu

    Wanita yang wajahnya mirip denganku itu terus berlari bahkan berkali-kali terjatuh. Sementara lelaki yang membawa pisau itu terus mengejarnya tanpa rasa iba. Hingga tiba-tiba wanita itu terjebak di tepi jurang, sementara si lelaki bersiap menghunuskan pisaunya."Jangaaaaaaan!" teriakku.Seketika wanita itu melompat ke jurang tersebut hingga membuatku seketika berteriak histeris."Bella! Bella! Kamu kenapa?" Seketika aku langsung terbangun saat seseorang mengguncangkan tubuhku. Perlahan kubuka mata, lalu kulihat Gio menatapku dengan tatapan cemas bercampur penasaran."Kamu mimpi buruk?" tanyanya sembari duduk di sampingku dan mencoba untuk memelukku.Aku langsung beringsut menjauhinya, hingga membuatnya mengernyitkan dahi."Kamu kenapa tidak mau kusentuh? Aku hanya ingin membuatmu lebih tenang." Ia malah menarik tanganku lalu memelukku dengan erat.Seketika dadaku berdebar kencang saat berada dalam pelukannya. Tidak, ini tidak boleh terjadi, dia suami orang, jadi aku tak boleh diam sa

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Bertemu Orang Tua Bella

    "Mama mau kemana?" tanya Leo."Mama mau menemui orang tua mama.""Aku mau ikut," rengeknya."Tapi Leo kan harus sekolah." Seorang wanita berpakaian baby sitter tiba-tiba muncul, tampaknya ia adalah pengasuh Leo yang diceritakan Mbok Minten baru masuk hari ini setelah kemarin izin tak masuk kerja karena keluarganya sakit."Memangnya Leo udah sekolah?""Iya, Non Bella, Leo kan sudah PAUD. Kok Non Bella bisa lupa? Ngomong-ngomong, selamat datang kembali di rumah ini," sapanya lembut."Saya hilang ingatan, ngomong-ngomong nama kamu siapa?""Saya Tiar, Non.""Leo, Sayang. Hari ini Leo sekolah, ya, gak usah ikut sama mama." Aku membujuknya."Emm...oke, deh."Dia anak yang sangat pintar dan menggemaskan, andai saja aku tak berada dalam situasi ini, aku ingin menjadi ibunya. Namun, aku harus secepatnya meninggalkan rumah ini, sebelum mereka menyadari bahwa aku bukanlah Bella, lalu menuduhku sebagai penipu. Setelah itu Tiar membawa Leo ke kamar, sementara aku bergegas menuju meja makan."Kamu

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Klien dari Turki

    Aku menatap satu persatu foto Bella saat dia masih kecil. Ada foto saat dia memotong kue ulang tahun, ada foto saat berlibur bersama kedua orang tuanya, bahkan ada juga foto bersama teman-temannya saat mereka masih mengenakan seragam SD. Meskipun Mbok Minten pernah mengatakan bahwa kedua orangtuanya selalu sibuk bekerja, tapi dari foto-foto itu aku bisa melihat kalau kedua orangtuanya selalu meluangkan waktu untuk Bella, dia sangat beruntung karena memiliki semua hal yang aku inginkan di dunia ini."Tampaknya kamu sangat suka melihat foto-fotomu saat masih kecil?" tanya wanita yang dipanggil Bunda oleh Gio hingga membuyarkan lamunanku.Aku hanya mengangguk dan tersenyum."Ayo, bunda ajak kamu ke kamarmu," ujarnya sembari menuntunku ke sebuah kamar.Setibanya di sana, kulihat foto-foto Bella memenuhi seluruh dinding di kamar itu. Dari mulai saat SD, SMP, SMA bahkan ada juga foto saat ia wisuda."Kamu ingat foto-foto itu, Sayang?"Aku hanya menggeleng."Gak apa-apa, nanti lambat Laun ka

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Mr. George dan Miss Allara

    "Tapi aku masih kangen sama Ayah dan Bunda." Aku mencoba mencari alasan agar tidak ikut bersamanya, karena ketika Gio mengetahui bahwa aku tidak lancar bahasa Inggris, maka ia akan mencurigai bahwa aku bukanlah Bella."Sudahlah, Sayang, kamu ikut saja bersama Gio, nanti kamu bisa datang kesini kapanpun kamu mau," ujar Bunda.Akhirnya aku tak bisa lagi menolak keinginan Gio untuk menemaninya menemui kliennya itu. Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar kencang, andai nanti semuanya terungkap, aku akan mengatakan bahwa sejak awal aku sudah berusaha mengatakan bahwa aku bukanlah Bella. Aku akan berusaha membela diri, jika mereka malah menuntutku.Setibanya di sebuah restoran, kami langsung mendatangi sepasang suami istri yang kemungkinan adalah Mr. George dan istrinya."O çok güzel," ucap wanita bermata hijau berambut coklat itu.Seketika aku langsung tersenyum saat mendengar bahwa ia mengatakan bahwa aku cantik dengan bahasa Turki. Aku tersenyum bukan karena pujiannya, tapi karena dia men

Bab terbaru

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Lelaki Yang Bersama Mama Clara

    Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Pengakuan Villia Pada Gio

    "Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Penyelamat

    Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Diculik Lagi

    Setelah jam besuk berakhir, aku segera pulang. Selama di perjalanan, aku masih terus kepikiran ucapan Villia yang mengatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah dia. Hatiku bertanya-tanya, jika bukan dia, lalu siapa lagi?"Non, sekarang kita kemana?" tanya Pak Jono."Kita ke sekolah Leo aja.""Baik, Non."Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju sekolah Leo, lalu tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di sana, kebetulan sudah waktunya jam istirahat. Tampak Tiar sedang menyuapi Leo makan."Hai Sayang." Aku berjalan menghampirinya.Leo menoleh, lalu seketika senyumnya mengembang saat melihatku."Mamaaa!" Leo langsung merentangkan tangannya lalu memelukku."Kok makannya disuapin? Leo kan anak pintar, harusnya makan sendiri." Aku mengelus lembut rambutnya."Oh, iya, kan bentar lagi aku jadi kakak, jadi aku harus makan sendiri." Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia begitu ngotot untuk mendapatkan adik, sementara aku dan Gio tidak memiliki hubungan apapun."Sini

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Bukan Villia Pelakunya

    "Leo Sayang. Hari ini mama capek banget. Mama istirahat dulu, ya." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama bisa, kan, ngasih adik buat aku?" Ia menatapku penuh harap."Itu gak mungkin, Leo. Mama gak mungkin ngasih adik buat Leo."Tiba-tiba ia tertunduk lesu. "Tapi kenapa? Bukankah tadi Papa bilang akan memberikan semua yang aku minta?" Kali ini ia menatap Gio sembari merengut."Papa sih mau aja ngasih Leo adik, cuma mamanya aja yang gak mau." Gio melirik ke arahku sembari memicingkan mata.Mataku membulat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia menjadikan Leo sebagai alasan untuk mendekatiku."Besok kita bahas lagi, ya, sekarang mama capek banget." Aku kembali mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama harus janji dulu, akan memberikan adik buat aku.""Oma akan pastikan Mama dan Papa memberi adik baru untuk Leo." Tiba-tiba Mama Clara muncul lalu menyahuti obrolan kami."Horeeeee!" Leo seketika bersorak gembira.Aku menghela napas dengan apa yang dilakukan Gio juga Mama Clara, bisa-bisan

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Gio Semakin Agresif

    "Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Reaksi Ibu Angkat

    "Jangan lagi kamu menyentuh meskipun hanya sehelai rambut putriku!" Bunda langsung menarik tanganku. Lalu, Plaaaaaak! tangannya melayang dan mendarat di pipi wanita yang selama bertahun-tahun kupanggil Ibu."Ibuu....!" Kulihat Rani dan Ratna berlari menuju ibunya."Kalian...." Ibu tampak tercengang saat melihat Ayah dan Bunda, terlebih saat Bunda menyebutku sebagai putrinya."Kenapa, kamu terkejut karena saya dan putri saya yang kamu culik saat bayi bisa bersatu kembali? Meskipun kamu merantau ke kota ini lalu mengubah namamu dari Ijah menjadi Sumiati, kenyataannya kamu tetap kami temukan!" Bunda tampak tersenyum sinis, sementara Ibu angkatku tampak gemetaran.Sementara itu Gio hanya terdiam sembari menggenggam erat tanganku, sebenarnya aku ingin melepaskannya, tetapi jemarinya begitu kuat mengunci jemariku."Sebenarnya apa alasan kamu dan Sopian menculik putri kami, lalu memperlakukannya dengan semena-mena?" tanya Ayah.Kulihat Ibu tampak gemetaran, lalu matanya langsung memerah dan

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Ke Bandung

    "Bangunlah, Gio. Semuanya sudah terjadi. Meskipun kamu bersujud di kaki kami, Bella tak akan kembali pada kami.""Aku sangat menyesal, Ayah, Bunda, tetapi aku memang tak pernah mencintai Bella, pernikahan kami terjadi karena paksaan dari Opa, andai saja saat itu aku tak pernah menerima perjodohan kami, mungkin Bella tak akan tersakiti dengan sikapku.""Egois kamu!" bentak Bunda sembari menatap tajam ke arahnya."Sudahlah, Bunda. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Gio. Mungkin kita yang salah karena telah membiarkan Bella menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintainya," ujar Ayah.Gio memang bersalah karena telah menyakiti Bella, tetapi apa yang ia katakan ada benarnya juga. Mungkin ia tak bisa memaksakan hatinya untuk mencintai Bella. Pernikahannya terjadi atas kehendak Opa William, bahkan mungkin Gio pernah diancam tidak mendapatkan warisan jika tidak menerima perjodohan itu."Baiklah, Gio. Sekarang kami berniat untuk ke Bandung, jadi silakan kamu pergi.""Bolehkah aku i

  • Tiba-Tiba Menjadi Menantu Konglomerat    Setelah Semuanya Terungkap

    Keesokan paginya, aku langsung mandi setelah tersadar dari mimpiku semalam. Meskipun pikiranku masih tertaut pada ucapan Bella yang mengatakan bahwa Gio sangat mencintaiku. Tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan. Aku harus sadar bahwa yang dicintai Gio adalah Bella, bukan aku. Lagipula jr tak boleh mencintai dia, karena dia adalah salah satu penyebab kematian Bella.Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai mandi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Siapa?" tanyaku tanpa membuka pintu, bisa saja itu Gio, dia tak boleh melihatku yang hanya mengenakan handuk seperti ini."Non Bella, eh maksud mbok, Non Bianca sudah ditunggu di meja makan oleh Tuan William dan lainnya.""Iya, Mbok, aku baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.""Iya, Non," ujarnya.Setelah itu aku segera berpakaian dan berdandan. Lalu beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu aku segera turun menuju ruang makan. Kulihat semua orang telah berada di kursinya masing-masing, termasuk kedua orang tuaku."Mornin

DMCA.com Protection Status