"Fitri, kamu Fitri, kan?" Aku kembali bertanya padanya."Kamu kenal dia, Beb?" tanya lelaki tua itu.Wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu menggeleng."Maaf, Mbak, mungkin Mbak salah orang. Saya Celine, bukan Fitri," ujarnya sembari menarik tangan lelaki tua itu agar segera pergi meninggalkanku.Bagaimana mungkin dia menyangkal bahwa dirinya adalah Fitri, padahal tanda lahir di keningnya bisa membuktikan bahwa dia adalah Fitri."Kamu kenal dia?" tanya Gio tiba-tiba."Sepertinya aku salah orang.""Siapa Fitri yang kamu maksud, setahuku kamu gak punya teman yang namanya Fitri?""Sudahlah, jangan dibahas." Setelah itu aku langsung mengajak Gio untuk segera pulang.Sebenarnya ada untungnya juga jika wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu pura-pura tidak mengenaliku, karena dengan cara itu rahasiaku sebagai Kirana tidak terbongkar di hadapan Gio. Namun, tetap saja aku merasa penasaran, mengapa tiba-tiba penampilan Fitri begitu terbuka, padahal setiap pulang kampung d
"katakan pada orang tuaku agar mereka segera mencari jasadku," ujarnya sembari memegangi kedua bahuku hingga seketika seluruh tubuh ini bergetar hebat disertai bulu kuduk yang meremang semua."Aaaaaaaaaaaak!" Aku kembali berteriak histeris karena ketakutan, wajah Bella begitu menakutkan, selama ini aku belum pernah melihat penampakan hantu senyata itu."Bella...Bellaaa..." Tiba-tiba terdengar suara Gio, disertai sentuhan hangat di pipiku.Aku langsung tersentak dan menyadari bahwa aku tengah terbaring di tempat tidur. Kukerjap-kerjapkan kedua mata ini, barangkali aku masih bermimpi, karena aku sangat yakin jika tadi aku tengah mandi."Bella, kamu mimpi buruk lagi?" tanyanya lalu duduk di sampingku."Bukankah kamu tadi sudah keluar dari kamar, kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?""Tadi aku mau mengambil HPku, lalu tiba-tiba aku mendengar kamu terus berteriak histeris."Aku terdiam mendengar ucapan Gio, rupanya tadi itu hanyalah mimpi, tapi mengapa terasa sangat nyata."Kamu mimpi apa, k
"Jangan bicara sembarangan di depan anak kecil!" Aku langsung menutup telinga Leo lalu menatap tajam pada Villia."Kenapa? Kamu takut rahasiamu terbongkar?""Ma, apa yang dikatakan Mama Villia benar? Apakah Mama bukan Mama Bella?" Leo menatapku penuh tanya sembari memegangi ujung bajuku."Leo gak perlu mendengarkan ucapannya, karena aku adalah Mama Bella, mamanya Leo, Mama yang sudah melahirkan Leo."Anak lelaki bermata coklat itu langsung memelukku dengan erat."Dan kamu Villia, aku peringatkan jangan bicara macam-macam di hadapan Leo!" Ia hanya tersenyum sinis saat mendengar peringatan dariku, sementara aku mencoba menahan diri untuk tidak gemetar, karena kenyataannya aku sangat takut jika rahasiaku terbongkar. Selain itu aku juga bingung, bagaimana caranya dia mengetahui bahwa aku bukan Bella?"Ayo, Ma! Aku ingin sarapan nasi goreng buatan Mama," ujar Leo.Aku mengangguk lalu bergegas meninggalkan Villia yang masih menatapku dengan senyum sinisnya."Kebetulan kamu datang, Bella. L
"Sayang, kok gak bilang-bilang mau datang?" tanya Bunda yang langsung menyambutku dengan hangat.Aku tersenyum sembari menatap wajah cantik nan teduh itu."Aku kangen sama Bunda. Boleh aku peluk Bunda sebentar saja?""Tentu saja, Sayang." Aku berharap waktu bisa berhenti sebentar saja, rasanya sangat nyaman saat berada dalam pelukan wanita asing ini, dia bukanlah ibuku, tapi hatiku terasa hangat saat berada dalam pelukannya."Kamu datang kesini sendiri?" tanya Ayah sembari duduk di sampingku."Aku diantar Pak Jono, soalnya Gio ke Singapura buat meeting sama kliennya.""Leo gak dibawa? Ayah dan Bunda kangen banget sama dia.""Leo sekarang sedang sekolah.""Oh, ya, mau makan apa? Nanti ayah suruh pelayan buat siapkan.""Gak perlu, Ayah, Bunda, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan."Aku menatap kedua paruh baya itu, mereka terlihat sangat baik, jadi aku tak tega jika harus terus membohongi mereka. Meski hari ini adalah hari terakhirku melihat mereka, aku akan mencoba untuk
Aku sangat bersyukur karena Ayah dan Bunda bisa mempercayai semua yang aku katakan,bahkan mereka juga bisa mengerti keadaanku. Selain itu aku juga diminta untuk tetap bertahan di rumah keluarga Gio untuk mencari tahu di mana keberadaan Bella yang sebenarnya. Tentu saja aku menyetujuinya, karena aku tak mungkin pulang kampung atau terlunta-lunta di Jakarta disaat anak buah Juragan Karta berkeliaran mencariku.Setelah itu, Bunda menyuruh pelayan di restorannya untuk menghidangkan dessert untuk aku dan Leo, sementara Ayah langsung pergi ke kantor polisi juga meminta pertolongan tim SAR untuk memulai pencarian Bella di seluruh jurang yang ada di kota ini."Nanti setelah makan, aku mau ke Timezone, boleh, kan, Ma?" tanya Leo sembari menyantap chocolate caramel pudding cake yang dihidangkan oleh pelayan."Tentu saja, Sayang," jawabku sembari mengelus rambutnya.Aku melirik ke arah Bunda, ia masih tampak sangat sedih. Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya yang pasti sangat hancur, tapi ia
"Mau meracuni aku ya? Apa kamu gak takut masuk penjara setelah ini?""O my to the God, Bella. Ya, gak mungkin, lah, aku ngeracuni kamu," ujarnya sembari meraih satu pastel lalu memakannya dengan lahap."Gak percaya, pasti kamu sengaja memisahkan satu pastel yang gak pakai racun.""Gini aja, kamu ambil satu pastel lalu kamu kasih ke Carlota."Aku setuju lalu dia memanggil Carlota, setelah itu aku meraih satu pastel dan memberikan padanya. Saat kulihat Carlota memakan pastel itu dengan lahapnya, tanpa ada efek apapun, aku langsung percaya dan meraih satu pastel lalu memakannya."Bagaimana, Bell, enak, gak?" tanyanya."Rasanya enak, kamu pinter masak," jawabku sembari menikmati pastel tersebut, sementara Villia hanya tersenyum sembari menatapku dengan tatapan aneh, entah apa yang ia pikirkan.Setelah beberapa menit kemudian, tiba-tiba aku merasa gatal di seluruh tubuhku. Rasanya sangat tidak nyaman, gatal dan panas hingga, kulitku memerah setelah digaruk."Bella, kamu kenapa?" tanya Gio
Setelah mendengar banyak penjelasan dari Mbok Minten, aku langsung mendatangi Villia ke kamarnya."Jika kamu ketahuan mencelakai Bella lagi, aku tak akan pernah memaafkan kamu." Langkahku terhenti saat terdengar suara Gio di dalam."Kenapa sekarang kamu berubah? Kenapa kamu begitu membelanya, apa jangan-jangan kamu mulai mencintainya?"Hening, tak ada jawaban, tampaknya Gio tak menjawab pertanyaan Villia. Karena penasaran, aku semakin merapatkan telinga di pintu, entah mengapa aku merasa penasaran dengan obrolan mereka."Iya, aku mulai mencintainya.""Tega kamu, Mas! Bukankah dulu kamu pernah berjanji untuk tidak berpaling? Dulu, kamu bilang, alasanmu menikahi Bella hanya agar Opa mewariskan semua hartanya padamu, bahkan kamu pernah mengatakan bahwa kamu terpaksa tidur bersama Bella hanya karena desakan dari Opa!""Maaf, tapi mulai sekarang, aku sangat mencintainya. Aku berjanji untuk menjaganya dengan nyawaku."Entah mengapa dadaku berdebar kencang saat mendengar ucapannya, lalu aku
"Kamu sudah pulang, kamu gak apa-apa, kan?" tanya Gio saat aku pulang, ia tampak mengucek kedua bola matanya, rupanya ia menungguku sampai tertidur di ruang tamu."Iya, aku gak apa-apa. Hanya sedikit syok aja dengan apa yang terjadi pada temanku."Aku terpaksa berbohong mengikuti cerita yang dikarang Bunda."Siapa nama temanmu yang dibunuh itu? Kita satu angkatan saat kuliah, jadi aku tahu semua teman-temanmu.""Namanya Nina, dia teman saat aku kecil."Aku menghela napas setelah mengatakannya, kalau dipikir-pikir, aku jadi banyak berbohong sejak berada di rumah ini."Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke kamar!" Ia langsung meraih tanganku."T.. tapi.. kenapa setiap malam kamu harus tidur di kamarku? Mengapa kamu tidak tidur bersama Villia.""Jujur saja aku masih kecewa dengannya. Jadi tolong izinkan aku tidur bersamamu.""T..tapi...""Aku akan tidur di sofa seperti biasa."Aku menghela napas lega, lalu bergegas ke kamar dengannya. Setelah itu aku langsung membaringkan tubuh. Bayangan pe
Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be
"Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan
Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa
Setelah jam besuk berakhir, aku segera pulang. Selama di perjalanan, aku masih terus kepikiran ucapan Villia yang mengatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah dia. Hatiku bertanya-tanya, jika bukan dia, lalu siapa lagi?"Non, sekarang kita kemana?" tanya Pak Jono."Kita ke sekolah Leo aja.""Baik, Non."Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju sekolah Leo, lalu tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di sana, kebetulan sudah waktunya jam istirahat. Tampak Tiar sedang menyuapi Leo makan."Hai Sayang." Aku berjalan menghampirinya.Leo menoleh, lalu seketika senyumnya mengembang saat melihatku."Mamaaa!" Leo langsung merentangkan tangannya lalu memelukku."Kok makannya disuapin? Leo kan anak pintar, harusnya makan sendiri." Aku mengelus lembut rambutnya."Oh, iya, kan bentar lagi aku jadi kakak, jadi aku harus makan sendiri." Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia begitu ngotot untuk mendapatkan adik, sementara aku dan Gio tidak memiliki hubungan apapun."Sini
"Leo Sayang. Hari ini mama capek banget. Mama istirahat dulu, ya." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama bisa, kan, ngasih adik buat aku?" Ia menatapku penuh harap."Itu gak mungkin, Leo. Mama gak mungkin ngasih adik buat Leo."Tiba-tiba ia tertunduk lesu. "Tapi kenapa? Bukankah tadi Papa bilang akan memberikan semua yang aku minta?" Kali ini ia menatap Gio sembari merengut."Papa sih mau aja ngasih Leo adik, cuma mamanya aja yang gak mau." Gio melirik ke arahku sembari memicingkan mata.Mataku membulat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia menjadikan Leo sebagai alasan untuk mendekatiku."Besok kita bahas lagi, ya, sekarang mama capek banget." Aku kembali mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama harus janji dulu, akan memberikan adik buat aku.""Oma akan pastikan Mama dan Papa memberi adik baru untuk Leo." Tiba-tiba Mama Clara muncul lalu menyahuti obrolan kami."Horeeeee!" Leo seketika bersorak gembira.Aku menghela napas dengan apa yang dilakukan Gio juga Mama Clara, bisa-bisan
"Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi
"Jangan lagi kamu menyentuh meskipun hanya sehelai rambut putriku!" Bunda langsung menarik tanganku. Lalu, Plaaaaaak! tangannya melayang dan mendarat di pipi wanita yang selama bertahun-tahun kupanggil Ibu."Ibuu....!" Kulihat Rani dan Ratna berlari menuju ibunya."Kalian...." Ibu tampak tercengang saat melihat Ayah dan Bunda, terlebih saat Bunda menyebutku sebagai putrinya."Kenapa, kamu terkejut karena saya dan putri saya yang kamu culik saat bayi bisa bersatu kembali? Meskipun kamu merantau ke kota ini lalu mengubah namamu dari Ijah menjadi Sumiati, kenyataannya kamu tetap kami temukan!" Bunda tampak tersenyum sinis, sementara Ibu angkatku tampak gemetaran.Sementara itu Gio hanya terdiam sembari menggenggam erat tanganku, sebenarnya aku ingin melepaskannya, tetapi jemarinya begitu kuat mengunci jemariku."Sebenarnya apa alasan kamu dan Sopian menculik putri kami, lalu memperlakukannya dengan semena-mena?" tanya Ayah.Kulihat Ibu tampak gemetaran, lalu matanya langsung memerah dan
"Bangunlah, Gio. Semuanya sudah terjadi. Meskipun kamu bersujud di kaki kami, Bella tak akan kembali pada kami.""Aku sangat menyesal, Ayah, Bunda, tetapi aku memang tak pernah mencintai Bella, pernikahan kami terjadi karena paksaan dari Opa, andai saja saat itu aku tak pernah menerima perjodohan kami, mungkin Bella tak akan tersakiti dengan sikapku.""Egois kamu!" bentak Bunda sembari menatap tajam ke arahnya."Sudahlah, Bunda. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Gio. Mungkin kita yang salah karena telah membiarkan Bella menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintainya," ujar Ayah.Gio memang bersalah karena telah menyakiti Bella, tetapi apa yang ia katakan ada benarnya juga. Mungkin ia tak bisa memaksakan hatinya untuk mencintai Bella. Pernikahannya terjadi atas kehendak Opa William, bahkan mungkin Gio pernah diancam tidak mendapatkan warisan jika tidak menerima perjodohan itu."Baiklah, Gio. Sekarang kami berniat untuk ke Bandung, jadi silakan kamu pergi.""Bolehkah aku i
Keesokan paginya, aku langsung mandi setelah tersadar dari mimpiku semalam. Meskipun pikiranku masih tertaut pada ucapan Bella yang mengatakan bahwa Gio sangat mencintaiku. Tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan. Aku harus sadar bahwa yang dicintai Gio adalah Bella, bukan aku. Lagipula jr tak boleh mencintai dia, karena dia adalah salah satu penyebab kematian Bella.Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai mandi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Siapa?" tanyaku tanpa membuka pintu, bisa saja itu Gio, dia tak boleh melihatku yang hanya mengenakan handuk seperti ini."Non Bella, eh maksud mbok, Non Bianca sudah ditunggu di meja makan oleh Tuan William dan lainnya.""Iya, Mbok, aku baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.""Iya, Non," ujarnya.Setelah itu aku segera berpakaian dan berdandan. Lalu beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu aku segera turun menuju ruang makan. Kulihat semua orang telah berada di kursinya masing-masing, termasuk kedua orang tuaku."Mornin