"Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi
"Leo Sayang. Hari ini mama capek banget. Mama istirahat dulu, ya." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama bisa, kan, ngasih adik buat aku?" Ia menatapku penuh harap."Itu gak mungkin, Leo. Mama gak mungkin ngasih adik buat Leo."Tiba-tiba ia tertunduk lesu. "Tapi kenapa? Bukankah tadi Papa bilang akan memberikan semua yang aku minta?" Kali ini ia menatap Gio sembari merengut."Papa sih mau aja ngasih Leo adik, cuma mamanya aja yang gak mau." Gio melirik ke arahku sembari memicingkan mata.Mataku membulat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia menjadikan Leo sebagai alasan untuk mendekatiku."Besok kita bahas lagi, ya, sekarang mama capek banget." Aku kembali mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama harus janji dulu, akan memberikan adik buat aku.""Oma akan pastikan Mama dan Papa memberi adik baru untuk Leo." Tiba-tiba Mama Clara muncul lalu menyahuti obrolan kami."Horeeeee!" Leo seketika bersorak gembira.Aku menghela napas dengan apa yang dilakukan Gio juga Mama Clara, bisa-bisan
Setelah jam besuk berakhir, aku segera pulang. Selama di perjalanan, aku masih terus kepikiran ucapan Villia yang mengatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah dia. Hatiku bertanya-tanya, jika bukan dia, lalu siapa lagi?"Non, sekarang kita kemana?" tanya Pak Jono."Kita ke sekolah Leo aja.""Baik, Non."Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju sekolah Leo, lalu tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di sana, kebetulan sudah waktunya jam istirahat. Tampak Tiar sedang menyuapi Leo makan."Hai Sayang." Aku berjalan menghampirinya.Leo menoleh, lalu seketika senyumnya mengembang saat melihatku."Mamaaa!" Leo langsung merentangkan tangannya lalu memelukku."Kok makannya disuapin? Leo kan anak pintar, harusnya makan sendiri." Aku mengelus lembut rambutnya."Oh, iya, kan bentar lagi aku jadi kakak, jadi aku harus makan sendiri." Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia begitu ngotot untuk mendapatkan adik, sementara aku dan Gio tidak memiliki hubungan apapun."Sini
Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa
"Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan
Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be
Aku baru saja tiba di bandara, setelah selama dua tahun bekerja menjadi TKW di luar negri. Sengaja tidak mengabari kedua orang tua jika aku telah pulang ke Indonesia, karena ingin memberikan kejutan pada mereka. Ingin rasanya kupeluk mereka dengan erat untuk mengobati rasa rindu. "Loh, kenapa kamu tiba-tiba pulang?" tanya Ibu saat aku telah tiba di depan pintu.Reaksi kedua orang tua beserta ketiga saudaraku tampak tak sesuai harapan. Tatapan mereka sangat dingin, padahal selama dua tahun aku sangat merindukan mereka. Aku langsung menyeret dua koper besar yang kubawa ke dalam rumah, sementara mereka masih berdiri mematung, mereka tampak kecewa dengan kepulanganku hingga tak ada yang mau menyambut koper besar yang kubawa."Iya, Bu, Ayah. Aku sudah pulang karena kontrak kerjaku sudah selesai. Aku sengaja tidak mengabari kalian karena berniat memberikan kejutan.""Bukankah kamu sering mengatakan bahwa majikan wanita sangat baik dan puas dengan kinerjamu, kenapa tidak tambah kontrak?"Ak
Keesokan paginya, saat ketiga adikku sekolah, sementara kedua orang tuaku tengah pergi ke pasar, diam-diam aku meninggalkan rumah dengan membawa koper. Aku tak bisa lagi membiarkan diri ini berada dalam tekanan mereka. "Mau kemana, Neng Kirana?" tanya Mang Agus, tukang ojek di kampungku."Tolong antar saya ke simpang tol, Mang, saya mau pergi ke Jakarta.""Loh, tapi bukankah kamu akan dinikahkan dengan Juragan Karta?"Mendengar pertanyaannya seketika bulir bening berjatuhan hingga membasahi pipi. Perasaan pedih ini sulit sekali kusembunyikan, terlebih aku tak memiliki siapapun untuk mengadu."Mamang ngerti apa yang kamu rasakan, ayo naik, akan mamang antar ke simpang tol," ujarnya lalu memberikan helm.Setelah itu Mang Agus membawaku ke jalan yang sepi."Kenapa lewat sini, Mang?" "Biar gak ketemu sama orang tuamu atau Juragan Karta."Aku mencoba memercayainya, karena setahuku Mang Agus adalah tukang ojek yang baik dan jujur. Namun, air mataku tiba-tiba tak berhenti mengalir, memikir
Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be
"Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan
Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa
Setelah jam besuk berakhir, aku segera pulang. Selama di perjalanan, aku masih terus kepikiran ucapan Villia yang mengatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah dia. Hatiku bertanya-tanya, jika bukan dia, lalu siapa lagi?"Non, sekarang kita kemana?" tanya Pak Jono."Kita ke sekolah Leo aja.""Baik, Non."Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju sekolah Leo, lalu tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di sana, kebetulan sudah waktunya jam istirahat. Tampak Tiar sedang menyuapi Leo makan."Hai Sayang." Aku berjalan menghampirinya.Leo menoleh, lalu seketika senyumnya mengembang saat melihatku."Mamaaa!" Leo langsung merentangkan tangannya lalu memelukku."Kok makannya disuapin? Leo kan anak pintar, harusnya makan sendiri." Aku mengelus lembut rambutnya."Oh, iya, kan bentar lagi aku jadi kakak, jadi aku harus makan sendiri." Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia begitu ngotot untuk mendapatkan adik, sementara aku dan Gio tidak memiliki hubungan apapun."Sini
"Leo Sayang. Hari ini mama capek banget. Mama istirahat dulu, ya." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama bisa, kan, ngasih adik buat aku?" Ia menatapku penuh harap."Itu gak mungkin, Leo. Mama gak mungkin ngasih adik buat Leo."Tiba-tiba ia tertunduk lesu. "Tapi kenapa? Bukankah tadi Papa bilang akan memberikan semua yang aku minta?" Kali ini ia menatap Gio sembari merengut."Papa sih mau aja ngasih Leo adik, cuma mamanya aja yang gak mau." Gio melirik ke arahku sembari memicingkan mata.Mataku membulat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia menjadikan Leo sebagai alasan untuk mendekatiku."Besok kita bahas lagi, ya, sekarang mama capek banget." Aku kembali mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama harus janji dulu, akan memberikan adik buat aku.""Oma akan pastikan Mama dan Papa memberi adik baru untuk Leo." Tiba-tiba Mama Clara muncul lalu menyahuti obrolan kami."Horeeeee!" Leo seketika bersorak gembira.Aku menghela napas dengan apa yang dilakukan Gio juga Mama Clara, bisa-bisan
"Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi
"Jangan lagi kamu menyentuh meskipun hanya sehelai rambut putriku!" Bunda langsung menarik tanganku. Lalu, Plaaaaaak! tangannya melayang dan mendarat di pipi wanita yang selama bertahun-tahun kupanggil Ibu."Ibuu....!" Kulihat Rani dan Ratna berlari menuju ibunya."Kalian...." Ibu tampak tercengang saat melihat Ayah dan Bunda, terlebih saat Bunda menyebutku sebagai putrinya."Kenapa, kamu terkejut karena saya dan putri saya yang kamu culik saat bayi bisa bersatu kembali? Meskipun kamu merantau ke kota ini lalu mengubah namamu dari Ijah menjadi Sumiati, kenyataannya kamu tetap kami temukan!" Bunda tampak tersenyum sinis, sementara Ibu angkatku tampak gemetaran.Sementara itu Gio hanya terdiam sembari menggenggam erat tanganku, sebenarnya aku ingin melepaskannya, tetapi jemarinya begitu kuat mengunci jemariku."Sebenarnya apa alasan kamu dan Sopian menculik putri kami, lalu memperlakukannya dengan semena-mena?" tanya Ayah.Kulihat Ibu tampak gemetaran, lalu matanya langsung memerah dan
"Bangunlah, Gio. Semuanya sudah terjadi. Meskipun kamu bersujud di kaki kami, Bella tak akan kembali pada kami.""Aku sangat menyesal, Ayah, Bunda, tetapi aku memang tak pernah mencintai Bella, pernikahan kami terjadi karena paksaan dari Opa, andai saja saat itu aku tak pernah menerima perjodohan kami, mungkin Bella tak akan tersakiti dengan sikapku.""Egois kamu!" bentak Bunda sembari menatap tajam ke arahnya."Sudahlah, Bunda. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Gio. Mungkin kita yang salah karena telah membiarkan Bella menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintainya," ujar Ayah.Gio memang bersalah karena telah menyakiti Bella, tetapi apa yang ia katakan ada benarnya juga. Mungkin ia tak bisa memaksakan hatinya untuk mencintai Bella. Pernikahannya terjadi atas kehendak Opa William, bahkan mungkin Gio pernah diancam tidak mendapatkan warisan jika tidak menerima perjodohan itu."Baiklah, Gio. Sekarang kami berniat untuk ke Bandung, jadi silakan kamu pergi.""Bolehkah aku i
Keesokan paginya, aku langsung mandi setelah tersadar dari mimpiku semalam. Meskipun pikiranku masih tertaut pada ucapan Bella yang mengatakan bahwa Gio sangat mencintaiku. Tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan. Aku harus sadar bahwa yang dicintai Gio adalah Bella, bukan aku. Lagipula jr tak boleh mencintai dia, karena dia adalah salah satu penyebab kematian Bella.Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai mandi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Siapa?" tanyaku tanpa membuka pintu, bisa saja itu Gio, dia tak boleh melihatku yang hanya mengenakan handuk seperti ini."Non Bella, eh maksud mbok, Non Bianca sudah ditunggu di meja makan oleh Tuan William dan lainnya.""Iya, Mbok, aku baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.""Iya, Non," ujarnya.Setelah itu aku segera berpakaian dan berdandan. Lalu beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu aku segera turun menuju ruang makan. Kulihat semua orang telah berada di kursinya masing-masing, termasuk kedua orang tuaku."Mornin