Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa
"Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan
Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be
Aku baru saja tiba di bandara, setelah selama dua tahun bekerja menjadi TKW di luar negri. Sengaja tidak mengabari kedua orang tua jika aku telah pulang ke Indonesia, karena ingin memberikan kejutan pada mereka. Ingin rasanya kupeluk mereka dengan erat untuk mengobati rasa rindu. "Loh, kenapa kamu tiba-tiba pulang?" tanya Ibu saat aku telah tiba di depan pintu.Reaksi kedua orang tua beserta ketiga saudaraku tampak tak sesuai harapan. Tatapan mereka sangat dingin, padahal selama dua tahun aku sangat merindukan mereka. Aku langsung menyeret dua koper besar yang kubawa ke dalam rumah, sementara mereka masih berdiri mematung, mereka tampak kecewa dengan kepulanganku hingga tak ada yang mau menyambut koper besar yang kubawa."Iya, Bu, Ayah. Aku sudah pulang karena kontrak kerjaku sudah selesai. Aku sengaja tidak mengabari kalian karena berniat memberikan kejutan.""Bukankah kamu sering mengatakan bahwa majikan wanita sangat baik dan puas dengan kinerjamu, kenapa tidak tambah kontrak?"Ak
Keesokan paginya, saat ketiga adikku sekolah, sementara kedua orang tuaku tengah pergi ke pasar, diam-diam aku meninggalkan rumah dengan membawa koper. Aku tak bisa lagi membiarkan diri ini berada dalam tekanan mereka. "Mau kemana, Neng Kirana?" tanya Mang Agus, tukang ojek di kampungku."Tolong antar saya ke simpang tol, Mang, saya mau pergi ke Jakarta.""Loh, tapi bukankah kamu akan dinikahkan dengan Juragan Karta?"Mendengar pertanyaannya seketika bulir bening berjatuhan hingga membasahi pipi. Perasaan pedih ini sulit sekali kusembunyikan, terlebih aku tak memiliki siapapun untuk mengadu."Mamang ngerti apa yang kamu rasakan, ayo naik, akan mamang antar ke simpang tol," ujarnya lalu memberikan helm.Setelah itu Mang Agus membawaku ke jalan yang sepi."Kenapa lewat sini, Mang?" "Biar gak ketemu sama orang tuamu atau Juragan Karta."Aku mencoba memercayainya, karena setahuku Mang Agus adalah tukang ojek yang baik dan jujur. Namun, air mataku tiba-tiba tak berhenti mengalir, memikir
"Non Bella selama ini kemana aja?" Selama di perjalanan, wanita yang mengaku bernama Mbok Minten itu terus memegangi tanganku sembari terus menanyakan hal yang sama. Sementara aku terus menoleh kanan kiri, memastikan taksi yang kami naiki telah melaju jauh meninggalkan restoran tempat Bu Linda berada."Bu atau Mbok, sebenarnya saya bukan Bella, jadi saya mau turun aja di sini." Setelah menyadari bahwa kami telah melaju sangat jauh, aku memutuskan untuk keluar dari taksi ini."Non jangan seperti itu, Non. Kita harus pulang ke rumah keluarga suami Non. Den Leo pasti akan senang dengan kedatangan Non.""Leo siapa?""Anaknya Non Bella.""Anak?""Oalah, sepertinya Non mengalami hilang ingatan," ujarnya sembari menatapku dengan tatapan pilu."Em...tapi...""Non tenang aja, nanti simbok akan bantu Non Bella untuk mengingat semuanya.""Tapi saya bukan Bella.""Kamu itu Bella, nama suami kamu Mas Gio."Kepalaku pusing saat mendengar ucapan Mbok Minten, mataku seketika berkunang-kunang, lalu
"Meski hilang ingatan, tapi ikatan batin antara Non Bella dan Den Leo sangat kuat," ujar Mbok Minten sembari tersenyum saat aku mengelus rambut anak lelaki berusia 4 tahun yang tengah terlelap di pangkuanku."Apakah benar, Mbok pengasuhku sejak kecil?""Iya, mbok yang menjaga Non Bella sejak berusia 5 tahun, karena kedua orang tua Non selalu sibuk bekerja. Bahkan ketika menikah, Non Bella meminta pada keluarga ini agar simbok tetap mengurusi semua kebutuhan Non.""Apakah sekarang kedua orang tuaku masih hidup?""Tentu saja, mereka pasti akan senang jika bertemu dengan Non Bella," ujar Mbok Minten."Kalau begitu ayo kita temui mereka! Aku ingin bertemu dengan mereka."Aku sengaja mencari alasan untuk keluar dari rumah ini, lalu setelah itu aku akan kabur saat dalam perjalanan. Memiliki suami kaya raya adalah impianku, tapi suami dan keluarga ini bukanlah milikku, karena aku bukanlah Bella. Jika aku tetap berada di rumah ini, maka kelak aku akan mendapatkan masalah besar ketika Bella ya
"Bella, sejak kapan kamu pintar memasak, padahal dulu kamu masuk dapur saja tak pernah mau," ujar Opa William."Karena aku bukan Bella, Opa."Tiba-tiba kulihat lelaki berambut putih sebagian itu seketika memegangi kepalanya."Opa mohon, jangan lagi mengatakan hal itu.""Ayo, Mas, kita tunggu di meja makan saja!" Oma Sandra langsung menggandeng suaminya itu, sementara Mama Clara masih menatapku tanpa berkedip."Mama kenapa bengong begitu, mau bantu?"Seketika ia langsung terhenyak dengan pertanyaanku."Kamu lanjutkan masak, mama hanya penasaran bagaimana rasa masakanmu, pasti tidak seenak Villia."Aku hanya tersenyum getir dan kembali fokus memasak. Saat di Arab dulu, semua anggota keluarga di sana memuji semua masakanku. Mereka bilang aku cocok menjadi koki restoran bintang lima."Mbak Carlota, daripada bengong aja, mending bantuin saya iris wortel dan buncis, iris memanjang seperti korek api, ya."Seketika ia mendelik sinis, tetapi tetap melakukan apa yang aku minta.Beberapa saat ke