"Bella, sejak kapan kamu pintar memasak, padahal dulu kamu masuk dapur saja tak pernah mau," ujar Opa William."Karena aku bukan Bella, Opa."Tiba-tiba kulihat lelaki berambut putih sebagian itu seketika memegangi kepalanya."Opa mohon, jangan lagi mengatakan hal itu.""Ayo, Mas, kita tunggu di meja makan saja!" Oma Sandra langsung menggandeng suaminya itu, sementara Mama Clara masih menatapku tanpa berkedip."Mama kenapa bengong begitu, mau bantu?"Seketika ia langsung terhenyak dengan pertanyaanku."Kamu lanjutkan masak, mama hanya penasaran bagaimana rasa masakanmu, pasti tidak seenak Villia."Aku hanya tersenyum getir dan kembali fokus memasak. Saat di Arab dulu, semua anggota keluarga di sana memuji semua masakanku. Mereka bilang aku cocok menjadi koki restoran bintang lima."Mbak Carlota, daripada bengong aja, mending bantuin saya iris wortel dan buncis, iris memanjang seperti korek api, ya."Seketika ia mendelik sinis, tetapi tetap melakukan apa yang aku minta.Beberapa saat ke
Wanita yang wajahnya mirip denganku itu terus berlari bahkan berkali-kali terjatuh. Sementara lelaki yang membawa pisau itu terus mengejarnya tanpa rasa iba. Hingga tiba-tiba wanita itu terjebak di tepi jurang, sementara si lelaki bersiap menghunuskan pisaunya."Jangaaaaaaan!" teriakku.Seketika wanita itu melompat ke jurang tersebut hingga membuatku seketika berteriak histeris."Bella! Bella! Kamu kenapa?" Seketika aku langsung terbangun saat seseorang mengguncangkan tubuhku. Perlahan kubuka mata, lalu kulihat Gio menatapku dengan tatapan cemas bercampur penasaran."Kamu mimpi buruk?" tanyanya sembari duduk di sampingku dan mencoba untuk memelukku.Aku langsung beringsut menjauhinya, hingga membuatnya mengernyitkan dahi."Kamu kenapa tidak mau kusentuh? Aku hanya ingin membuatmu lebih tenang." Ia malah menarik tanganku lalu memelukku dengan erat.Seketika dadaku berdebar kencang saat berada dalam pelukannya. Tidak, ini tidak boleh terjadi, dia suami orang, jadi aku tak boleh diam sa
"Mama mau kemana?" tanya Leo."Mama mau menemui orang tua mama.""Aku mau ikut," rengeknya."Tapi Leo kan harus sekolah." Seorang wanita berpakaian baby sitter tiba-tiba muncul, tampaknya ia adalah pengasuh Leo yang diceritakan Mbok Minten baru masuk hari ini setelah kemarin izin tak masuk kerja karena keluarganya sakit."Memangnya Leo udah sekolah?""Iya, Non Bella, Leo kan sudah PAUD. Kok Non Bella bisa lupa? Ngomong-ngomong, selamat datang kembali di rumah ini," sapanya lembut."Saya hilang ingatan, ngomong-ngomong nama kamu siapa?""Saya Tiar, Non.""Leo, Sayang. Hari ini Leo sekolah, ya, gak usah ikut sama mama." Aku membujuknya."Emm...oke, deh."Dia anak yang sangat pintar dan menggemaskan, andai saja aku tak berada dalam situasi ini, aku ingin menjadi ibunya. Namun, aku harus secepatnya meninggalkan rumah ini, sebelum mereka menyadari bahwa aku bukanlah Bella, lalu menuduhku sebagai penipu. Setelah itu Tiar membawa Leo ke kamar, sementara aku bergegas menuju meja makan."Kamu
Aku menatap satu persatu foto Bella saat dia masih kecil. Ada foto saat dia memotong kue ulang tahun, ada foto saat berlibur bersama kedua orang tuanya, bahkan ada juga foto bersama teman-temannya saat mereka masih mengenakan seragam SD. Meskipun Mbok Minten pernah mengatakan bahwa kedua orangtuanya selalu sibuk bekerja, tapi dari foto-foto itu aku bisa melihat kalau kedua orangtuanya selalu meluangkan waktu untuk Bella, dia sangat beruntung karena memiliki semua hal yang aku inginkan di dunia ini."Tampaknya kamu sangat suka melihat foto-fotomu saat masih kecil?" tanya wanita yang dipanggil Bunda oleh Gio hingga membuyarkan lamunanku.Aku hanya mengangguk dan tersenyum."Ayo, bunda ajak kamu ke kamarmu," ujarnya sembari menuntunku ke sebuah kamar.Setibanya di sana, kulihat foto-foto Bella memenuhi seluruh dinding di kamar itu. Dari mulai saat SD, SMP, SMA bahkan ada juga foto saat ia wisuda."Kamu ingat foto-foto itu, Sayang?"Aku hanya menggeleng."Gak apa-apa, nanti lambat Laun ka
"Tapi aku masih kangen sama Ayah dan Bunda." Aku mencoba mencari alasan agar tidak ikut bersamanya, karena ketika Gio mengetahui bahwa aku tidak lancar bahasa Inggris, maka ia akan mencurigai bahwa aku bukanlah Bella."Sudahlah, Sayang, kamu ikut saja bersama Gio, nanti kamu bisa datang kesini kapanpun kamu mau," ujar Bunda.Akhirnya aku tak bisa lagi menolak keinginan Gio untuk menemaninya menemui kliennya itu. Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar kencang, andai nanti semuanya terungkap, aku akan mengatakan bahwa sejak awal aku sudah berusaha mengatakan bahwa aku bukanlah Bella. Aku akan berusaha membela diri, jika mereka malah menuntutku.Setibanya di sebuah restoran, kami langsung mendatangi sepasang suami istri yang kemungkinan adalah Mr. George dan istrinya."O çok güzel," ucap wanita bermata hijau berambut coklat itu.Seketika aku langsung tersenyum saat mendengar bahwa ia mengatakan bahwa aku cantik dengan bahasa Turki. Aku tersenyum bukan karena pujiannya, tapi karena dia men
"Fitri, kamu Fitri, kan?" Aku kembali bertanya padanya."Kamu kenal dia, Beb?" tanya lelaki tua itu.Wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu menggeleng."Maaf, Mbak, mungkin Mbak salah orang. Saya Celine, bukan Fitri," ujarnya sembari menarik tangan lelaki tua itu agar segera pergi meninggalkanku.Bagaimana mungkin dia menyangkal bahwa dirinya adalah Fitri, padahal tanda lahir di keningnya bisa membuktikan bahwa dia adalah Fitri."Kamu kenal dia?" tanya Gio tiba-tiba."Sepertinya aku salah orang.""Siapa Fitri yang kamu maksud, setahuku kamu gak punya teman yang namanya Fitri?""Sudahlah, jangan dibahas." Setelah itu aku langsung mengajak Gio untuk segera pulang.Sebenarnya ada untungnya juga jika wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu pura-pura tidak mengenaliku, karena dengan cara itu rahasiaku sebagai Kirana tidak terbongkar di hadapan Gio. Namun, tetap saja aku merasa penasaran, mengapa tiba-tiba penampilan Fitri begitu terbuka, padahal setiap pulang kampung d
"katakan pada orang tuaku agar mereka segera mencari jasadku," ujarnya sembari memegangi kedua bahuku hingga seketika seluruh tubuh ini bergetar hebat disertai bulu kuduk yang meremang semua."Aaaaaaaaaaaak!" Aku kembali berteriak histeris karena ketakutan, wajah Bella begitu menakutkan, selama ini aku belum pernah melihat penampakan hantu senyata itu."Bella...Bellaaa..." Tiba-tiba terdengar suara Gio, disertai sentuhan hangat di pipiku.Aku langsung tersentak dan menyadari bahwa aku tengah terbaring di tempat tidur. Kukerjap-kerjapkan kedua mata ini, barangkali aku masih bermimpi, karena aku sangat yakin jika tadi aku tengah mandi."Bella, kamu mimpi buruk lagi?" tanyanya lalu duduk di sampingku."Bukankah kamu tadi sudah keluar dari kamar, kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?""Tadi aku mau mengambil HPku, lalu tiba-tiba aku mendengar kamu terus berteriak histeris."Aku terdiam mendengar ucapan Gio, rupanya tadi itu hanyalah mimpi, tapi mengapa terasa sangat nyata."Kamu mimpi apa, k
"Jangan bicara sembarangan di depan anak kecil!" Aku langsung menutup telinga Leo lalu menatap tajam pada Villia."Kenapa? Kamu takut rahasiamu terbongkar?""Ma, apa yang dikatakan Mama Villia benar? Apakah Mama bukan Mama Bella?" Leo menatapku penuh tanya sembari memegangi ujung bajuku."Leo gak perlu mendengarkan ucapannya, karena aku adalah Mama Bella, mamanya Leo, Mama yang sudah melahirkan Leo."Anak lelaki bermata coklat itu langsung memelukku dengan erat."Dan kamu Villia, aku peringatkan jangan bicara macam-macam di hadapan Leo!" Ia hanya tersenyum sinis saat mendengar peringatan dariku, sementara aku mencoba menahan diri untuk tidak gemetar, karena kenyataannya aku sangat takut jika rahasiaku terbongkar. Selain itu aku juga bingung, bagaimana caranya dia mengetahui bahwa aku bukan Bella?"Ayo, Ma! Aku ingin sarapan nasi goreng buatan Mama," ujar Leo.Aku mengangguk lalu bergegas meninggalkan Villia yang masih menatapku dengan senyum sinisnya."Kebetulan kamu datang, Bella. L