Wanita yang wajahnya mirip denganku itu terus berlari bahkan berkali-kali terjatuh. Sementara lelaki yang membawa pisau itu terus mengejarnya tanpa rasa iba. Hingga tiba-tiba wanita itu terjebak di tepi jurang, sementara si lelaki bersiap menghunuskan pisaunya.
"Jangaaaaaaan!" teriakku.Seketika wanita itu melompat ke jurang tersebut hingga membuatku seketika berteriak histeris."Bella! Bella! Kamu kenapa?"Seketika aku langsung terbangun saat seseorang mengguncangkan tubuhku. Perlahan kubuka mata, lalu kulihat Gio menatapku dengan tatapan cemas bercampur penasaran."Kamu mimpi buruk?" tanyanya sembari duduk di sampingku dan mencoba untuk memelukku.Aku langsung beringsut menjauhinya, hingga membuatnya mengernyitkan dahi."Kamu kenapa tidak mau kusentuh? Aku hanya ingin membuatmu lebih tenang." Ia malah menarik tanganku lalu memelukku dengan erat.Seketika dadaku berdebar kencang saat berada dalam pelukannya. Tidak, ini tidak boleh terjadi, dia suami orang, jadi aku tak boleh diam saja saat dia memelukku."Gio, tolong lepaskan!" Aku langsung menghempaskan tubuhnya."Apakah aku tidak boleh memeluk istriku sendiri?""Tapi saat ini aku belum mengingat semuanya, bahkan aku masih ragu kalau kamu itu suamiku.""Aku janji, Bella, aku akan melakukan apapun agar kamu bisa mengingatku.""Terserah!" Aku langsung berbaring membelakanginya lalu menarik selimut, sementara Gio tampaknya kembali tidur di sofa.Suasana tiba-tiba hening, entah mengapa tiba-tiba bulu kudukku meremang, bersamaan dengan itu aku merasa sangat kedinginan padahal aku mengenakan selimut yang tebal. Mungkinkah karena AC di kamar ini terlalu dingin?"Hu...hu...huhu...hu.." Tiba-tiba terdengar suara tangis yang begitu menyayat hati.Aku langsung membuka mata dan beranjak dari tempat tidur, kulihat Gio tengah tidur dengan lelapnya, sementara suara tangis wanita itu semakin terdengar jelas dari luar jendela, tampaknya ada seseorang di balkon kamar ini. Karena penasaran, aku segera membuka pintu menuju balkon.Degh! Seketika aku langsung terhenyak saat melihat wanita yang tengah menangis tersedu-sedu sembari menundukkan wajahnya. Bagaimana bisa dia ada di balkon, lewat mana dia masuk?"Hei, kamu siapa? Kenapa kamu menangis?"Wanita itu langsung mengangkat wajahnya hingga tiba-tiba aku kembali terhenyak saat melihat wajah wanita itu yang sama persis denganku. Namun, wajahnya begitu pucat pasi seolah tak memiliki darah."Kamu Bella, kan?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.Ia mengangguk, lalu menatapku dengan tatapan pilu."Semua orang mencarimu, kenapa kamu malah ada di sini?""Tolong ungkap siapa yang orang yang telah membunuhku," ujarnya sembari meraih tanganku, hingga seketika bulu kudukku meremang, sementara tangannya begitu dingin seperti es batu."Apa kamu bilang? Jadi kamu sudah meninggal?"Ia mengangguk, lalu kembali menatapku dengan tatapan nanar."Aaaaaaasaaaaaak!" Aku langsung berteriak histeris, karena seumur-umur belum pernah melihat penampakan hantu."Bellla! Bella!" Aku kembali terhenyak dan menyadari bahwa aku tengah berada di tempat tidur."Kamu mimpi buruk lagi?" tanya Gio.Aku menghela napas saat menyadari bahwa tadi hanyalah mimpi, tapi mengapa semua itu terasa sangat nyata?"Bella, sebenarnya kamu mimpi apa?""Emm..itu..aku mimpi melihat hantu.""Gimana kalau aku tidur di sampingmu aja? Agar kamu gak mimpi buruk lagi.""Gak perlu, Gio. Kamu kembali ke sofa aja.""Jujur aja aku sangat khawatir sama kamu." Perlahan tangannya membelai rambutku dengan lembut hingga membuatku secepat kilat meraihnya."Jangan menyentuhku sampai aku mengingat semuanya.""Meskipun bingung, tapi aku akan menghindari semua yang membuatmu tak nyaman."Setelah Gio kembali tidur di sofa, aku kembali memikirkan mimpiku tadi. Apakah benar Bella sudah meninggal? Jika iya, lalu siapa orang yang telah membunuhnya, apakah pembunuhnya ada di rumah ini? Lalu mengapa dia harus memintaku mengungkap semuanya, mengapa dia tidak menemui Gio dalam mimpi lalu meminta tolong padanya?Meskipun tidak mengenalnya, tapi entah mengapa aku merasa sangat iba kepada wanita bernama Bella itu. Kenapa dia bisa sampai dibunuh? Apa salah dia hingga ia harus meninggal dengan cara yang tragis seperti yang kulihat di mimpi?"Maafkan aku, Bell, maafkan aku." Seketika lamunanku buyar saat mendengar suara Gio, rupanya dia tengah mengigau.Namun, mengapa ia terus mengatakan maaf dan menyebut nama Bella, sebenarnya dosa apakah yang ia lakukan pada Bella, apa jangan-jangan....Ah, tidak mungkin dia yang menyuruh orang untuk membunuh Bella. Bagaimana bisa ada seorang suami yang tega melakukan hal sekejam itu. Tapi, kalau dipikir-pikir, bisa saja dia melakukan hal itu, karena mungkin dia sudah bosan pada Bella makanya dia selingkuh dan menikahi Villia."Tidak...tidak..." Gio semakin mengigau hingga membuatku seketika langsung mendekatinya."Kamu kenapa Gio?""Bella, jangan tinggalkan aku Bell." Ia langsung memelukku dengan erat.Kulihat keringat dingin membasahi wajahnya yang tampak panik, ia tampak sangat ketakutan, selain itu aku bisa merasakan detak jantungnya yang begitu kencang, sehingga aku merasa tak tega untuk melepaskan pelukannya."Sebenarnya kamu kenapa, Gio.""A...aku hanya mimpi buruk," ujarnya sembari melepaskan pelukannya."Baiklah, kalau begitu ayo kita kembali tidur."Ia mengangguk, lalu kami kembali tidur di tempat masing-masing.Keesokan paginya, aku langsung ke kamar mandi, sebelumnya aku mengambil pakaian ganti ke kamar mandi, karena tak mungkin aku berganti pakaian di hadapan Gio. Aku langsung mengguyur seluruh tubuh saat mengingat bahwa semalam Gio telah memeluk tubuhku dengan erat. Seumur-umur belum ada lelaki yang memeluk tubuhku, mengapa bisa malah aku dipeluk oleh suami orang.Beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu segera keluar dari kamar mandi untuk mengeringkan rambut."Kamu mau kemana, kok pagi-pagi gini udah rapi?" tanya Gio yang baru saja bangun."Mau ke rumah orang tuaku.""Oke, tunggu sebentar, aku akan mandi lalu mengantarmu ke sana.""Memangnya kamu gak kerja?""Aku akan menelpon sekretarisku dan menyuruhnya untuk menghandle semua pekerjaanku."Aku tak lagi menimpali ucapannya, lalu kulihat ia bergegas menuju kamar mandi. Sementara aku langsung menoleh ke arah deretan skincare yang berbaris di meja rias. Sepertinya tak apa-apa jika aku menggunakan semua itu, siapa tahu wajahku bisa secantik dan seglowing Bella. Setelah merias wajah, aku juga tak lupa mencatok ikal rambutku sembari menatap foto Bella yang terpajang di dinding, entah mengapa pagi ini aku ingin terlihat sama persis dengannya."Bella, tolong ambilkan pakaianku," ujar Gio tiba-tiba.Aku langsung terkejut saat melihatnya yang hanya mengenakan handuk. Ia tampa rasa malu menampakan dadanya yang bidang sedikit berbulu itu, bahkan aku bisa melihat perutnya yang sixpack."Hei! Kenapa kamu berani-beraninya menampakan diri dengan hanya mengenakan handuk seperti itu?" Seketika aku langsung menutup mata saat menyadari bahwa seharusnya aku tak melihat hal yang seharusnya kulihat."Tapi bukankah kamu sudah sering melihat seluruh tubuhku bahkan tanpa sehelai benangpun?"Ucapannya seketika membuatku merasa geli, lalu tanpa berlama-lama aku langsung berlari menuju pintu."Mau kemana, Bell?""A..aku tunggu diluar saja," ujarku lalu bergegas keluar kamar.Lama-lama aku bisa gila jika terus berada di rumah ini. Tak dapat kupungkiri jika Gio sangatlah tampan dan menawan, tapi bagaimana pun dia bukan suamiku, aku harus sadar diri."Wah, pagi-pagi gini rambut Non Bella sudah basah?" tanya Mbok Minten saat berpapasan denganku."Iya, Mbok, banyak hal yang terjadi semalam hingga membuatku harus segera mandi."Tiba-tiba Mbok Minten langsung tertawa saat mendengar jawabanku, entah apa yang ia pikirkan. Lalu tiba-tiba Villia menatapku dengan wajah masam, rupanya sejak tadi ia berdiri di belakangku.Bersambung"Mama mau kemana?" tanya Leo."Mama mau menemui orang tua mama.""Aku mau ikut," rengeknya."Tapi Leo kan harus sekolah." Seorang wanita berpakaian baby sitter tiba-tiba muncul, tampaknya ia adalah pengasuh Leo yang diceritakan Mbok Minten baru masuk hari ini setelah kemarin izin tak masuk kerja karena keluarganya sakit."Memangnya Leo udah sekolah?""Iya, Non Bella, Leo kan sudah PAUD. Kok Non Bella bisa lupa? Ngomong-ngomong, selamat datang kembali di rumah ini," sapanya lembut."Saya hilang ingatan, ngomong-ngomong nama kamu siapa?""Saya Tiar, Non.""Leo, Sayang. Hari ini Leo sekolah, ya, gak usah ikut sama mama." Aku membujuknya."Emm...oke, deh."Dia anak yang sangat pintar dan menggemaskan, andai saja aku tak berada dalam situasi ini, aku ingin menjadi ibunya. Namun, aku harus secepatnya meninggalkan rumah ini, sebelum mereka menyadari bahwa aku bukanlah Bella, lalu menuduhku sebagai penipu. Setelah itu Tiar membawa Leo ke kamar, sementara aku bergegas menuju meja makan."Kamu
Aku menatap satu persatu foto Bella saat dia masih kecil. Ada foto saat dia memotong kue ulang tahun, ada foto saat berlibur bersama kedua orang tuanya, bahkan ada juga foto bersama teman-temannya saat mereka masih mengenakan seragam SD. Meskipun Mbok Minten pernah mengatakan bahwa kedua orangtuanya selalu sibuk bekerja, tapi dari foto-foto itu aku bisa melihat kalau kedua orangtuanya selalu meluangkan waktu untuk Bella, dia sangat beruntung karena memiliki semua hal yang aku inginkan di dunia ini."Tampaknya kamu sangat suka melihat foto-fotomu saat masih kecil?" tanya wanita yang dipanggil Bunda oleh Gio hingga membuyarkan lamunanku.Aku hanya mengangguk dan tersenyum."Ayo, bunda ajak kamu ke kamarmu," ujarnya sembari menuntunku ke sebuah kamar.Setibanya di sana, kulihat foto-foto Bella memenuhi seluruh dinding di kamar itu. Dari mulai saat SD, SMP, SMA bahkan ada juga foto saat ia wisuda."Kamu ingat foto-foto itu, Sayang?"Aku hanya menggeleng."Gak apa-apa, nanti lambat Laun ka
"Tapi aku masih kangen sama Ayah dan Bunda." Aku mencoba mencari alasan agar tidak ikut bersamanya, karena ketika Gio mengetahui bahwa aku tidak lancar bahasa Inggris, maka ia akan mencurigai bahwa aku bukanlah Bella."Sudahlah, Sayang, kamu ikut saja bersama Gio, nanti kamu bisa datang kesini kapanpun kamu mau," ujar Bunda.Akhirnya aku tak bisa lagi menolak keinginan Gio untuk menemaninya menemui kliennya itu. Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar kencang, andai nanti semuanya terungkap, aku akan mengatakan bahwa sejak awal aku sudah berusaha mengatakan bahwa aku bukanlah Bella. Aku akan berusaha membela diri, jika mereka malah menuntutku.Setibanya di sebuah restoran, kami langsung mendatangi sepasang suami istri yang kemungkinan adalah Mr. George dan istrinya."O çok güzel," ucap wanita bermata hijau berambut coklat itu.Seketika aku langsung tersenyum saat mendengar bahwa ia mengatakan bahwa aku cantik dengan bahasa Turki. Aku tersenyum bukan karena pujiannya, tapi karena dia men
"Fitri, kamu Fitri, kan?" Aku kembali bertanya padanya."Kamu kenal dia, Beb?" tanya lelaki tua itu.Wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu menggeleng."Maaf, Mbak, mungkin Mbak salah orang. Saya Celine, bukan Fitri," ujarnya sembari menarik tangan lelaki tua itu agar segera pergi meninggalkanku.Bagaimana mungkin dia menyangkal bahwa dirinya adalah Fitri, padahal tanda lahir di keningnya bisa membuktikan bahwa dia adalah Fitri."Kamu kenal dia?" tanya Gio tiba-tiba."Sepertinya aku salah orang.""Siapa Fitri yang kamu maksud, setahuku kamu gak punya teman yang namanya Fitri?""Sudahlah, jangan dibahas." Setelah itu aku langsung mengajak Gio untuk segera pulang.Sebenarnya ada untungnya juga jika wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu pura-pura tidak mengenaliku, karena dengan cara itu rahasiaku sebagai Kirana tidak terbongkar di hadapan Gio. Namun, tetap saja aku merasa penasaran, mengapa tiba-tiba penampilan Fitri begitu terbuka, padahal setiap pulang kampung d
"katakan pada orang tuaku agar mereka segera mencari jasadku," ujarnya sembari memegangi kedua bahuku hingga seketika seluruh tubuh ini bergetar hebat disertai bulu kuduk yang meremang semua."Aaaaaaaaaaaak!" Aku kembali berteriak histeris karena ketakutan, wajah Bella begitu menakutkan, selama ini aku belum pernah melihat penampakan hantu senyata itu."Bella...Bellaaa..." Tiba-tiba terdengar suara Gio, disertai sentuhan hangat di pipiku.Aku langsung tersentak dan menyadari bahwa aku tengah terbaring di tempat tidur. Kukerjap-kerjapkan kedua mata ini, barangkali aku masih bermimpi, karena aku sangat yakin jika tadi aku tengah mandi."Bella, kamu mimpi buruk lagi?" tanyanya lalu duduk di sampingku."Bukankah kamu tadi sudah keluar dari kamar, kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?""Tadi aku mau mengambil HPku, lalu tiba-tiba aku mendengar kamu terus berteriak histeris."Aku terdiam mendengar ucapan Gio, rupanya tadi itu hanyalah mimpi, tapi mengapa terasa sangat nyata."Kamu mimpi apa, k
"Jangan bicara sembarangan di depan anak kecil!" Aku langsung menutup telinga Leo lalu menatap tajam pada Villia."Kenapa? Kamu takut rahasiamu terbongkar?""Ma, apa yang dikatakan Mama Villia benar? Apakah Mama bukan Mama Bella?" Leo menatapku penuh tanya sembari memegangi ujung bajuku."Leo gak perlu mendengarkan ucapannya, karena aku adalah Mama Bella, mamanya Leo, Mama yang sudah melahirkan Leo."Anak lelaki bermata coklat itu langsung memelukku dengan erat."Dan kamu Villia, aku peringatkan jangan bicara macam-macam di hadapan Leo!" Ia hanya tersenyum sinis saat mendengar peringatan dariku, sementara aku mencoba menahan diri untuk tidak gemetar, karena kenyataannya aku sangat takut jika rahasiaku terbongkar. Selain itu aku juga bingung, bagaimana caranya dia mengetahui bahwa aku bukan Bella?"Ayo, Ma! Aku ingin sarapan nasi goreng buatan Mama," ujar Leo.Aku mengangguk lalu bergegas meninggalkan Villia yang masih menatapku dengan senyum sinisnya."Kebetulan kamu datang, Bella. L
"Sayang, kok gak bilang-bilang mau datang?" tanya Bunda yang langsung menyambutku dengan hangat.Aku tersenyum sembari menatap wajah cantik nan teduh itu."Aku kangen sama Bunda. Boleh aku peluk Bunda sebentar saja?""Tentu saja, Sayang." Aku berharap waktu bisa berhenti sebentar saja, rasanya sangat nyaman saat berada dalam pelukan wanita asing ini, dia bukanlah ibuku, tapi hatiku terasa hangat saat berada dalam pelukannya."Kamu datang kesini sendiri?" tanya Ayah sembari duduk di sampingku."Aku diantar Pak Jono, soalnya Gio ke Singapura buat meeting sama kliennya.""Leo gak dibawa? Ayah dan Bunda kangen banget sama dia.""Leo sekarang sedang sekolah.""Oh, ya, mau makan apa? Nanti ayah suruh pelayan buat siapkan.""Gak perlu, Ayah, Bunda, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan."Aku menatap kedua paruh baya itu, mereka terlihat sangat baik, jadi aku tak tega jika harus terus membohongi mereka. Meski hari ini adalah hari terakhirku melihat mereka, aku akan mencoba untuk
Aku sangat bersyukur karena Ayah dan Bunda bisa mempercayai semua yang aku katakan,bahkan mereka juga bisa mengerti keadaanku. Selain itu aku juga diminta untuk tetap bertahan di rumah keluarga Gio untuk mencari tahu di mana keberadaan Bella yang sebenarnya. Tentu saja aku menyetujuinya, karena aku tak mungkin pulang kampung atau terlunta-lunta di Jakarta disaat anak buah Juragan Karta berkeliaran mencariku.Setelah itu, Bunda menyuruh pelayan di restorannya untuk menghidangkan dessert untuk aku dan Leo, sementara Ayah langsung pergi ke kantor polisi juga meminta pertolongan tim SAR untuk memulai pencarian Bella di seluruh jurang yang ada di kota ini."Nanti setelah makan, aku mau ke Timezone, boleh, kan, Ma?" tanya Leo sembari menyantap chocolate caramel pudding cake yang dihidangkan oleh pelayan."Tentu saja, Sayang," jawabku sembari mengelus rambutnya.Aku melirik ke arah Bunda, ia masih tampak sangat sedih. Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya yang pasti sangat hancur, tapi ia
Selama dalam perjalanan, Gio hanya terdiam, ekspresi wajahnya sama persis seperti semalam."Apa sejak malam kamu terus termenung karena telah mengetahui sesuatu?" Aku memberanikan diri untuk bertanya."Maksud kamu?""Bagaimana jika pelaku yang sebenarnya adalah mama kamu?""Siapapun pelakunya, dia tetap harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. Namun...."Aku melihat ada raut kepedihan saat ia mengatakannya, lalu setelah itu ia kembali fokus menyetir."Namun kenapa, Gio?""Kita harus memiliki bukti yang kuat untuk memastikan bahwa Mama pelakunya.""Tapi kamu bersedia, kan, untuk membantuku menyelidikinya?"Ia mengangguk, tetapi kulihat ada gurat kepedihan di wajahnya.Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya jika benar Mama Clara adalah dalang dibalik kematian Bella. Hati Gio pasti akan sangat hancur ketika wanita yang telah melahirkannya dipenjara, terlebih ia telah kehilangan ayahnya ketika ia berusia 5 tahun.Opa William pernah bercerita bahwa kakekku meninggal ketika Be
"Bagaimana caranya kamu tahu kalau aku dibawa ke hutan?" tanyaku pada Gio di dalam mobil setelah sejak tadi ia hanya diam."Tadi kebetulan aku sedang berada di jalan, pulang meeting. Lalu Tiar mengabarkan bahwa kamu diculik, ia shar location juga memberitahukan plat mobil si penculik. Setelah itu aku langsung mengejar sambil menelpon polisi.""Gio, untuk kedua kalinya, aku sangat berterima kasih karena lagi-lagi kamu menyelamatkanku.""Iya." Ia hanya menjawab datar sembari fokus menyetir, aku jadi semakin curiga jika ia menyembunyikan sesuatu dariku.Tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di rumah, tampak Opa William dan semua orang menyambut kedatanganku."Mamaaa!" teriak Leo yang langsung menghambur ke pelukanku sembari berlinang air mata.Aku langsung memeluknya dengan erat, untunglah penculik tadi tidak menyakitinya sedikit pun."Saat Tiar mengatakan bahwa kamu diculik, jujur saja opa sangat khawatir sama kamu." Opa William menatapku nanar sembari sesekali memegangi dadan
Dalam keadaan tubuh terikat dan mulut yang disumpal kain, aku menyandarkan kepala di jok mobil. Seluruh tubuh ini dibanjiri keringat, sementara dadaku terasa berguncang hebat memikirkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Kulihat para penjahat itu tertawa riang sembari melajukan mobil yang membawaku entah kemana. Sesekali terdengar obrolan mereka yang membuatku seketika bergidik ngeri."Sebelum kita singkirkan, kita nikmati dulu dia," ujar seorang lelaki berkepala botak yang sejak tadi menatapku penuh nafsu."Tentu saja, hari ini kita akan berpesta." Yang lainnya ikut menyahut, lalu setelah itu mereka kembali tertawa hingga membuat darah di tubuhku seakan berhenti mengalir.Jika harus memilih, aku lebih baik memilih mati daripada harus menjadi budak nafsu mereka. Mobil yang membawaku terus melaju menjauh dari keramaian kota, lalu mataku membelalak saat kulihat deretan pepohonan yang begitu rimbun disertai suara burung dan binatang alam lainnya, pertanda mobil ini memasuki kawasa
Setelah jam besuk berakhir, aku segera pulang. Selama di perjalanan, aku masih terus kepikiran ucapan Villia yang mengatakan bahwa pelaku sebenarnya bukanlah dia. Hatiku bertanya-tanya, jika bukan dia, lalu siapa lagi?"Non, sekarang kita kemana?" tanya Pak Jono."Kita ke sekolah Leo aja.""Baik, Non."Setelah itu ia melajukan mobilnya menuju sekolah Leo, lalu tidak lama kemudian, kami telah tiba. Setibanya di sana, kebetulan sudah waktunya jam istirahat. Tampak Tiar sedang menyuapi Leo makan."Hai Sayang." Aku berjalan menghampirinya.Leo menoleh, lalu seketika senyumnya mengembang saat melihatku."Mamaaa!" Leo langsung merentangkan tangannya lalu memelukku."Kok makannya disuapin? Leo kan anak pintar, harusnya makan sendiri." Aku mengelus lembut rambutnya."Oh, iya, kan bentar lagi aku jadi kakak, jadi aku harus makan sendiri." Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia begitu ngotot untuk mendapatkan adik, sementara aku dan Gio tidak memiliki hubungan apapun."Sini
"Leo Sayang. Hari ini mama capek banget. Mama istirahat dulu, ya." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama bisa, kan, ngasih adik buat aku?" Ia menatapku penuh harap."Itu gak mungkin, Leo. Mama gak mungkin ngasih adik buat Leo."Tiba-tiba ia tertunduk lesu. "Tapi kenapa? Bukankah tadi Papa bilang akan memberikan semua yang aku minta?" Kali ini ia menatap Gio sembari merengut."Papa sih mau aja ngasih Leo adik, cuma mamanya aja yang gak mau." Gio melirik ke arahku sembari memicingkan mata.Mataku membulat mendengar ucapannya, bisa-bisanya ia menjadikan Leo sebagai alasan untuk mendekatiku."Besok kita bahas lagi, ya, sekarang mama capek banget." Aku kembali mengalihkan pembicaraan."Tapi Mama harus janji dulu, akan memberikan adik buat aku.""Oma akan pastikan Mama dan Papa memberi adik baru untuk Leo." Tiba-tiba Mama Clara muncul lalu menyahuti obrolan kami."Horeeeee!" Leo seketika bersorak gembira.Aku menghela napas dengan apa yang dilakukan Gio juga Mama Clara, bisa-bisan
"Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi
"Jangan lagi kamu menyentuh meskipun hanya sehelai rambut putriku!" Bunda langsung menarik tanganku. Lalu, Plaaaaaak! tangannya melayang dan mendarat di pipi wanita yang selama bertahun-tahun kupanggil Ibu."Ibuu....!" Kulihat Rani dan Ratna berlari menuju ibunya."Kalian...." Ibu tampak tercengang saat melihat Ayah dan Bunda, terlebih saat Bunda menyebutku sebagai putrinya."Kenapa, kamu terkejut karena saya dan putri saya yang kamu culik saat bayi bisa bersatu kembali? Meskipun kamu merantau ke kota ini lalu mengubah namamu dari Ijah menjadi Sumiati, kenyataannya kamu tetap kami temukan!" Bunda tampak tersenyum sinis, sementara Ibu angkatku tampak gemetaran.Sementara itu Gio hanya terdiam sembari menggenggam erat tanganku, sebenarnya aku ingin melepaskannya, tetapi jemarinya begitu kuat mengunci jemariku."Sebenarnya apa alasan kamu dan Sopian menculik putri kami, lalu memperlakukannya dengan semena-mena?" tanya Ayah.Kulihat Ibu tampak gemetaran, lalu matanya langsung memerah dan
"Bangunlah, Gio. Semuanya sudah terjadi. Meskipun kamu bersujud di kaki kami, Bella tak akan kembali pada kami.""Aku sangat menyesal, Ayah, Bunda, tetapi aku memang tak pernah mencintai Bella, pernikahan kami terjadi karena paksaan dari Opa, andai saja saat itu aku tak pernah menerima perjodohan kami, mungkin Bella tak akan tersakiti dengan sikapku.""Egois kamu!" bentak Bunda sembari menatap tajam ke arahnya."Sudahlah, Bunda. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Gio. Mungkin kita yang salah karena telah membiarkan Bella menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintainya," ujar Ayah.Gio memang bersalah karena telah menyakiti Bella, tetapi apa yang ia katakan ada benarnya juga. Mungkin ia tak bisa memaksakan hatinya untuk mencintai Bella. Pernikahannya terjadi atas kehendak Opa William, bahkan mungkin Gio pernah diancam tidak mendapatkan warisan jika tidak menerima perjodohan itu."Baiklah, Gio. Sekarang kami berniat untuk ke Bandung, jadi silakan kamu pergi.""Bolehkah aku i
Keesokan paginya, aku langsung mandi setelah tersadar dari mimpiku semalam. Meskipun pikiranku masih tertaut pada ucapan Bella yang mengatakan bahwa Gio sangat mencintaiku. Tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan. Aku harus sadar bahwa yang dicintai Gio adalah Bella, bukan aku. Lagipula jr tak boleh mencintai dia, karena dia adalah salah satu penyebab kematian Bella.Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai mandi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Siapa?" tanyaku tanpa membuka pintu, bisa saja itu Gio, dia tak boleh melihatku yang hanya mengenakan handuk seperti ini."Non Bella, eh maksud mbok, Non Bianca sudah ditunggu di meja makan oleh Tuan William dan lainnya.""Iya, Mbok, aku baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.""Iya, Non," ujarnya.Setelah itu aku segera berpakaian dan berdandan. Lalu beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu aku segera turun menuju ruang makan. Kulihat semua orang telah berada di kursinya masing-masing, termasuk kedua orang tuaku."Mornin