"Apa kau mencintai aku? Bagaimana dengan Yuni?" Abizhar tak langsung menyahut. Diamnya untuk sesaat sudah menjadi jawaban yang jelas bagi Shelina. "Aku.. Tentu aku mencintaimu, tapi soal Yuni... Keadaannya rumit. Aku harus tahu keadaannya bagaimana, apakah dia masih membutuhkan aku..," kata Abizhar terdengar kikuk. "Kau harus mengerti aku, Shelina." "Baru kusadari akulah duri dalam hubungan kalian," sahut Shelina pilu. "Aku tidak mau lagi memaksamu untuk mencintai aku. Sekarang Yuni lebih membutuhkanmu daripada aku." Demi sebuah tanah dan jabatan, Abizhar rela mengorbankan kebebasannya dengan menikahi Shelina yang terobsesi padanya. Akankah dia mencintai istrinya? Atau dia kembali pada mantan kekasihnya yang juga simpanannya selama dia menjadi suami Shelina?
View MoreShelina masuk ke kamarnya, telentang di sebelah Abizhar yang tampak terlelap. Shelina memejamkan kedua matanya bersiap untuk tidur kemudian disadarinya tubuhnya dipeluk dari samping oleh Abizhar.Satu tangan Abizhar meremas dadanya. Shelina mengulum senyum, menikmati sentuhan pria itu, sampai kemudian dia mendengar Abizhar bergumam di sebelahnya, "Aku sangat mencintaimu, Shelina, sampai rasanya tak mungkin lagi kau bisa berdusta padaku. Aku kini mengenalmu dengan jelas."Shelina membuka matanya, menatap Abizhar yang tengah memandangnya. "Maksudmu?""Aku tahu kau pura-pura lupa ingatan. Aku tidak menyalahkanmu, justru aku senang itu artinya aku tak usah berjuang lagi untuk meyakinkanmu, kan?"Sorotan dalam mata Abizhar tidak menunjukkan kesinisan atau cemoohan. Shelina dapat melihat kesenduan di mata suaminya, yang tak urung membuat dada Shelina berdesir hangat.Bukannya gugup karena kebohongannya diketahui suaminya, Shelina malah tersenyum pahit. "Aku melakukannya agar kau tak usah la
Pak Edward merasa berat saat tahu Shelina tidak memiliki memori tentang kejadian setelah pernikahan Shelina dan Abizhar. Dia tentu khawatir dengan kondisi otak Shelina, tapi ada hal lain juga yang merisaukannya. Sebulan terakhir, jabatan Shelina sebagai direktur di perusahaan propertinya dialihkan kepada wakil direktur yang ada. Dengan keadaan Shelina dalam keadaan sakit, dia tidak bisa lagi memaksa anaknya untuk kembali kerja di perusahaan. Diangkatnya wakil direktur itu untuk menggantikan Shelina. Selama itu juga dia memerhatikan Abizhar yang apik mengurus tetek-bengek Shelina yang dirawat di rumah sakit. Abizhar tak pernah meninggalkan Shelina sekali pun. Pak Edward menyadari, pria yang tak ada gunanya macam Abizhar itu telah berubah. Keinginan Pak Edward untuk memisahkan Shelina dari Abizhar semakin pudar. Lima hari setelah sadar, Shelina diperbolehkan untuk pulang dan mengonsumsi obat-obatnya di rumah. Pada waktu tertentu dia harus kontrol ke rumah sakit untuk mengecek keadaan
Abizhar meminta maaf pada Roland karena dia tidak bisa mendatangi proses pemakaman Yuni. Dia harus berada di dekat Shelina selama Shelina di rumah sakit. Roland mengangguk mengerti. Dia juga berkelakar sedikit, "Kali ini, kau bisa yakin Yuni takkan bangkit lagi."Mendengar itu Abizhar tersenyum masam. Mereka berpelukan untuk saling menguatkan. Dua orang yang selalu cekcok itu berada di titik terendah mereka. Sekali lagi Abizhar minta maaf pada Roland dan mengucapkan turut dukanya.Abizhar melirik sekilas pada mobil jenazah. Maafkan aku, Yuni, pikirnya. Entah betapa kali aku harus mengucapkan ini. Aku selalu mendoakanmu agar kau sampai di sisi-Nya.Diperhatikannya sekitar. Tak ada kehadiran Bu Lila di sana. Abizhar pun ragu ibunya itu akan melihat Yuni untuk terakhir kali. Lebih tepatnya, ibunya tidak akan memunculkan dirinya ke publik, sebab Abizhar tahu kali ini Pak Edward tidak akan main-main untuk memberi perhitungan pada Bu Lila.Berbeda dengan Abizhar yang pasrah-pasrah saja di r
Pak Edward yang baru tiba di Jakarta dari urusan pekerjaannya di luar kota, langsung ke rumah sakit ketika dia ditelepon Abizhar. Dari suara Abizhar yang gemetar menjelaskan apa yang terjadi, Pak Edward tahu ada hal yang sangat buruk menimpa anaknya.Selama ini dia tahu Abizhar tidak pernah peduli pada Shelina. Saat dulu Abizhar memberitahunya Shelina mengalami kecelakaan, Abizhar tidak terdengar sekhawatir sekarang. Pak Edward meminta sopirnya mengantarkannya secepat mungkin.Di rumah sakit, Abizhar tidak merasa tenang. Jika sesuatu terjadi pada Shelina, dia akan ikut melukai dirinya sendiri. Bu Lila sama sekali tidak bersalah saat melihat Shelina pingsan. Dia malah tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. "Ya katakan saja pada Edward bahwa anaknya yang jahanam ini baru saja celaka karena Mama, Abizhar!"Abizhar tidak menggubris ocehan ibunya. Dia berteriak minta tolong pada petugas medis, sementara Roland membentak Bu Lila dengan nada penuh peringatan. "Anda memang bukan manusia.
Shelina cuti seharian. Dia menelepon Leo untuk membantu wakil direkturnya dan beberapa Kepala Divisi untuk melaksanakan pekerjaan mereka. Untuk dokumen yang hanya bisa Shelina tandatangani, ditaruh saja di meja kerjanya, dan bila hal itu mendesak Leo-lah yang membawa dokumen itu ke rumah.Rumah lama Shelina dan Abizhar.Semalaman Abizhar menata barang-barang Shelina di dalam koper, sementara Shelina tidur di atas tempat tidur. Pada dini hari setelah Abizhar selesai mengemas, dia tak melewati batas dengan tidur satu ranjang dengan Shelina. Saat Shelina bangun pada pagi harinya, dia melihat Abizhar tidur di sofa dekat ranjangnya.Semoga kita selalu damai seperti ini, pinta Shelina dalam hati. Dia dan Abizhar kembali ke hidup mereka semula. Di rumah yang telah menyaksikan berbagai kenangan bagi mereka. Kali ini, Abizhar tidak mau menghancurkan rumah tangganya dengan tidak memperhatikan Shelina. Sama dengan Abizhar, Shelina pun mencoba untuk mendengar Abizhar dan tidak meninggikan suarany
Abizhar tampak tak senang saat dia melihat Shelina berjalan dengan pria yang tidak dikenalnya. Selama ini yang suka membuntuti Shelina adalah Roland, dan kini pria muda dan ganteng dekat-dekat dengan Shelina, membuat Abizhar menahan kekesalannya.Dia sudah lama menunggu di kedai kopi yang ada di lantai dasar gedung kantor Shelina. Dia menunggu sampai Shelina bekerja. Seharian itu, Abizhar tidak ke kantor dan menghabiskan waktunya dengan laptop-nya untuk membuat CV dan mencari pekerjaan di situs pencari kerja."Sayang!" teriak Abizhar mengangkat satu tangannya.Muka Shelina memerah saat Abizhar memanggil-manggilnya. Orang-orang di lobi berhenti untuk memandang Abizhar, kemudian mereka melanjutkan langkah mereka dengan senyum di wajah mereka.Shelina mengingatkan Leo untuk datang lebih pagi besok, karena ada dokumen tender yang perlu disubmit sebelum jam delapan. Seharusnya sih Leo yang mengingat sendiri, tapi karena dia masih baru, Shelina-lah yang ikut melakukannya.Shelina menghampir
"Papa tidak setuju kau harus keluar dari perusahaan." Suara Pak Ariadi terdengar bengis. Dia menatap anaknya disertai sorotan kecewa. "Banyak proyek yang sedang ditangani perusahaan, dan kau ingin lari? Enak saja! Papa tidak membesarkanmu untuk jadi pengecut, Abizhar!"Dari rumah Shelina, Abizhar menyempatkan untuk pulang dan menyampaikan keinginannya untuk resign pada ayahnya. Dikatakannya pula dia mau hidup tanpa bergantung kepada orang lain terutama ayahnya. Sontak Pak Ariadi murka mendengar itu.Dia sudah menjadikan Abizhar sebagai anaknya, sebagai penerus usahanya. Dididiknya anaknya itu sedemikian rupa sampai dia layak menjadi pemimpin. Sekarang, Abizhar ingin pergi? Apa alasannya?"Saya ingin Shelina percaya pada saya bahwa bukan saham dan jabatan yang saya inginkan."Bodoh, maki Pak Ariadi. Bapak tua itu mendengus jengkel. "Kau sekarang menghendaki pernikahan yang telah kau hancurkan itu?" Pak Ariadi mendecak. "Papa sudah tahu semuanya, Abizhar. Meskipun Shelina mengaku dia te
Jika Abizhar terus mengikuti emosinya untuk memarahi Shelina, dia akan tersiksa lagi dengan perasaan rindu yang tak bisa dilampiaskannya. Shelina akan jauh dari jangkauannya, membuat kepala Abizhar sakit setiap memikirkan perempuan itu. Abizhar tidak mau lagi menyakiti Shelina. Bukan untuk perempuan itu.Tapi untuknya.Semakin dia melihat kesenduan di mata Shelina, hatinya ikut terkoyak. Apakah ini cinta yang sesungguhnya, pikir Abizhar masih menatap Shelina. Aku tidak pernah merasakan ini saat aku bersama Yuni. Ya, aku peduli pada Yuni, tapi aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang dirasakan Yuni, sementara dengan Shelina..Mengapa aku ikut sakit ketika dia sakit?Abizhar mengganti taktiknya. Dia menarik napas panjang, kemudian mengangguk. Ekspresi wajahnya pun berubah melas. "Tentu aku ingin kau kembali. Aku pun tidak lebih baik darimu, Shelin," katanya, mengulas senyum tipis. "Aku lebih brengsek dari kau. Kau hanya selingkuh dengan satu orang, kan? Ah, aku lebih dari satu, kira-k
Roland tahu seseorang mengintainya di parkiran yang sepi itu. Siapa lagi jika bukan suami Shelina. Abizhar mencegatnya sebelum dia membuka pintu mobilnya. "Apa yang terjadi pada Shelina?""Anda bukan orang yang memperkerjakan saya," kata Roland acuh tak acuh."Kau teman Shelina dan kau tahu aku pria yang dicintai temanmu," sahut Abizhar mengingatkan dengan tajam. "Lebih dari itu. Aku suami Shelina dan aku berhak tahu apa yang terjadi padanya!""Apakah Anda punya kaca? Semua hal buruk tidak akan terjadi jika Anda setia pada Shelina!" jawab Roland membentak. "Anda sama sekali tidak bersalah, hah? Bagaimana bisa manusia seperti Anda hidup seperti ini? Saya rasa, sebenarnya Anda anak kandung Bu Lila. Kalian berdua sama-sama tidak punya rasa bersalah!""Apa maksudmu!" tanggap Abizhar berang. Dia menenangkan dirinya, mencoba bersikap lunak pada Roland karena bagaimana pun dia membutuhkan Roland untuk memberitahunya tentang istrinya. Ditariknya napas panjang-panjang. "Roland, just tell me. D
Sayup-sayup ia mendengar orang memanggil namanya. Perlahan, Shelina membuka matanya, dan menemukan kesilauan yang menusuk matanya. Ia memejamkan matanya lagi, dan merasa kepalanya seperti ditusuk-tusuk. Ia tak sadarkan diri untuk dua jam lamanya. Dalam mimpinya, ia melihat seseorang mengejarnya. Ia berlari sekuatnya sampai tenaganya habis. Sial, orang itu lebih cepat darinya, dan Shelina terpekik ketika orang yang mengejarnya menunjukkan sebilah pisau padanya. Shelina terbangun dan berteriak, “Abizhar!” Dia melihat ke sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia merasa bagian bawah badannya sakit. Dia teringat sesuatu. Anakku, gumamnya panik. Anakku. Di mana anakku?! Shelina meraba-raba perutnya yang terasa lebih kempis sedikit. Dia mencoba menegakkan tubuhnya, tapi kepalanya terasa nyeri sekali. Dia kembali melentangkan tubuhnya. Ada apa ini, pikirnya bingung. Aku sakit apa? Kenapa aku mudah sekali pusing? Padahal aku tidak pernah seperti ini se...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments