Aku menatap satu persatu foto Bella saat dia masih kecil. Ada foto saat dia memotong kue ulang tahun, ada foto saat berlibur bersama kedua orang tuanya, bahkan ada juga foto bersama teman-temannya saat mereka masih mengenakan seragam SD. Meskipun Mbok Minten pernah mengatakan bahwa kedua orangtuanya selalu sibuk bekerja, tapi dari foto-foto itu aku bisa melihat kalau kedua orangtuanya selalu meluangkan waktu untuk Bella, dia sangat beruntung karena memiliki semua hal yang aku inginkan di dunia ini."Tampaknya kamu sangat suka melihat foto-fotomu saat masih kecil?" tanya wanita yang dipanggil Bunda oleh Gio hingga membuyarkan lamunanku.Aku hanya mengangguk dan tersenyum."Ayo, bunda ajak kamu ke kamarmu," ujarnya sembari menuntunku ke sebuah kamar.Setibanya di sana, kulihat foto-foto Bella memenuhi seluruh dinding di kamar itu. Dari mulai saat SD, SMP, SMA bahkan ada juga foto saat ia wisuda."Kamu ingat foto-foto itu, Sayang?"Aku hanya menggeleng."Gak apa-apa, nanti lambat Laun ka
"Tapi aku masih kangen sama Ayah dan Bunda." Aku mencoba mencari alasan agar tidak ikut bersamanya, karena ketika Gio mengetahui bahwa aku tidak lancar bahasa Inggris, maka ia akan mencurigai bahwa aku bukanlah Bella."Sudahlah, Sayang, kamu ikut saja bersama Gio, nanti kamu bisa datang kesini kapanpun kamu mau," ujar Bunda.Akhirnya aku tak bisa lagi menolak keinginan Gio untuk menemaninya menemui kliennya itu. Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar kencang, andai nanti semuanya terungkap, aku akan mengatakan bahwa sejak awal aku sudah berusaha mengatakan bahwa aku bukanlah Bella. Aku akan berusaha membela diri, jika mereka malah menuntutku.Setibanya di sebuah restoran, kami langsung mendatangi sepasang suami istri yang kemungkinan adalah Mr. George dan istrinya."O çok güzel," ucap wanita bermata hijau berambut coklat itu.Seketika aku langsung tersenyum saat mendengar bahwa ia mengatakan bahwa aku cantik dengan bahasa Turki. Aku tersenyum bukan karena pujiannya, tapi karena dia men
"Fitri, kamu Fitri, kan?" Aku kembali bertanya padanya."Kamu kenal dia, Beb?" tanya lelaki tua itu.Wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu menggeleng."Maaf, Mbak, mungkin Mbak salah orang. Saya Celine, bukan Fitri," ujarnya sembari menarik tangan lelaki tua itu agar segera pergi meninggalkanku.Bagaimana mungkin dia menyangkal bahwa dirinya adalah Fitri, padahal tanda lahir di keningnya bisa membuktikan bahwa dia adalah Fitri."Kamu kenal dia?" tanya Gio tiba-tiba."Sepertinya aku salah orang.""Siapa Fitri yang kamu maksud, setahuku kamu gak punya teman yang namanya Fitri?""Sudahlah, jangan dibahas." Setelah itu aku langsung mengajak Gio untuk segera pulang.Sebenarnya ada untungnya juga jika wanita yang wajahnya sama persis dengan Fitri itu pura-pura tidak mengenaliku, karena dengan cara itu rahasiaku sebagai Kirana tidak terbongkar di hadapan Gio. Namun, tetap saja aku merasa penasaran, mengapa tiba-tiba penampilan Fitri begitu terbuka, padahal setiap pulang kampung d
"katakan pada orang tuaku agar mereka segera mencari jasadku," ujarnya sembari memegangi kedua bahuku hingga seketika seluruh tubuh ini bergetar hebat disertai bulu kuduk yang meremang semua."Aaaaaaaaaaaak!" Aku kembali berteriak histeris karena ketakutan, wajah Bella begitu menakutkan, selama ini aku belum pernah melihat penampakan hantu senyata itu."Bella...Bellaaa..." Tiba-tiba terdengar suara Gio, disertai sentuhan hangat di pipiku.Aku langsung tersentak dan menyadari bahwa aku tengah terbaring di tempat tidur. Kukerjap-kerjapkan kedua mata ini, barangkali aku masih bermimpi, karena aku sangat yakin jika tadi aku tengah mandi."Bella, kamu mimpi buruk lagi?" tanyanya lalu duduk di sampingku."Bukankah kamu tadi sudah keluar dari kamar, kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?""Tadi aku mau mengambil HPku, lalu tiba-tiba aku mendengar kamu terus berteriak histeris."Aku terdiam mendengar ucapan Gio, rupanya tadi itu hanyalah mimpi, tapi mengapa terasa sangat nyata."Kamu mimpi apa, k
"Jangan bicara sembarangan di depan anak kecil!" Aku langsung menutup telinga Leo lalu menatap tajam pada Villia."Kenapa? Kamu takut rahasiamu terbongkar?""Ma, apa yang dikatakan Mama Villia benar? Apakah Mama bukan Mama Bella?" Leo menatapku penuh tanya sembari memegangi ujung bajuku."Leo gak perlu mendengarkan ucapannya, karena aku adalah Mama Bella, mamanya Leo, Mama yang sudah melahirkan Leo."Anak lelaki bermata coklat itu langsung memelukku dengan erat."Dan kamu Villia, aku peringatkan jangan bicara macam-macam di hadapan Leo!" Ia hanya tersenyum sinis saat mendengar peringatan dariku, sementara aku mencoba menahan diri untuk tidak gemetar, karena kenyataannya aku sangat takut jika rahasiaku terbongkar. Selain itu aku juga bingung, bagaimana caranya dia mengetahui bahwa aku bukan Bella?"Ayo, Ma! Aku ingin sarapan nasi goreng buatan Mama," ujar Leo.Aku mengangguk lalu bergegas meninggalkan Villia yang masih menatapku dengan senyum sinisnya."Kebetulan kamu datang, Bella. L
"Sayang, kok gak bilang-bilang mau datang?" tanya Bunda yang langsung menyambutku dengan hangat.Aku tersenyum sembari menatap wajah cantik nan teduh itu."Aku kangen sama Bunda. Boleh aku peluk Bunda sebentar saja?""Tentu saja, Sayang." Aku berharap waktu bisa berhenti sebentar saja, rasanya sangat nyaman saat berada dalam pelukan wanita asing ini, dia bukanlah ibuku, tapi hatiku terasa hangat saat berada dalam pelukannya."Kamu datang kesini sendiri?" tanya Ayah sembari duduk di sampingku."Aku diantar Pak Jono, soalnya Gio ke Singapura buat meeting sama kliennya.""Leo gak dibawa? Ayah dan Bunda kangen banget sama dia.""Leo sekarang sedang sekolah.""Oh, ya, mau makan apa? Nanti ayah suruh pelayan buat siapkan.""Gak perlu, Ayah, Bunda, sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan."Aku menatap kedua paruh baya itu, mereka terlihat sangat baik, jadi aku tak tega jika harus terus membohongi mereka. Meski hari ini adalah hari terakhirku melihat mereka, aku akan mencoba untuk
Aku sangat bersyukur karena Ayah dan Bunda bisa mempercayai semua yang aku katakan,bahkan mereka juga bisa mengerti keadaanku. Selain itu aku juga diminta untuk tetap bertahan di rumah keluarga Gio untuk mencari tahu di mana keberadaan Bella yang sebenarnya. Tentu saja aku menyetujuinya, karena aku tak mungkin pulang kampung atau terlunta-lunta di Jakarta disaat anak buah Juragan Karta berkeliaran mencariku.Setelah itu, Bunda menyuruh pelayan di restorannya untuk menghidangkan dessert untuk aku dan Leo, sementara Ayah langsung pergi ke kantor polisi juga meminta pertolongan tim SAR untuk memulai pencarian Bella di seluruh jurang yang ada di kota ini."Nanti setelah makan, aku mau ke Timezone, boleh, kan, Ma?" tanya Leo sembari menyantap chocolate caramel pudding cake yang dihidangkan oleh pelayan."Tentu saja, Sayang," jawabku sembari mengelus rambutnya.Aku melirik ke arah Bunda, ia masih tampak sangat sedih. Aku bisa mengerti bagaimana perasaannya yang pasti sangat hancur, tapi ia
"Mau meracuni aku ya? Apa kamu gak takut masuk penjara setelah ini?""O my to the God, Bella. Ya, gak mungkin, lah, aku ngeracuni kamu," ujarnya sembari meraih satu pastel lalu memakannya dengan lahap."Gak percaya, pasti kamu sengaja memisahkan satu pastel yang gak pakai racun.""Gini aja, kamu ambil satu pastel lalu kamu kasih ke Carlota."Aku setuju lalu dia memanggil Carlota, setelah itu aku meraih satu pastel dan memberikan padanya. Saat kulihat Carlota memakan pastel itu dengan lahapnya, tanpa ada efek apapun, aku langsung percaya dan meraih satu pastel lalu memakannya."Bagaimana, Bell, enak, gak?" tanyanya."Rasanya enak, kamu pinter masak," jawabku sembari menikmati pastel tersebut, sementara Villia hanya tersenyum sembari menatapku dengan tatapan aneh, entah apa yang ia pikirkan.Setelah beberapa menit kemudian, tiba-tiba aku merasa gatal di seluruh tubuhku. Rasanya sangat tidak nyaman, gatal dan panas hingga, kulitku memerah setelah digaruk."Bella, kamu kenapa?" tanya Gio