Aku hanya terdiam saat mendengar ucapan Opa William, rupanya itulah alasannya mengapa Bella dijodohkan dengan Gio padahal saat itu dia sudah berpacaran dengan Villia."Sebelum kejadian nahas itu, saya dan kakekmu membawamu jalan-jalan ke sebuah taman, saat itu kamu masih berusia 5 tahun. Dia sangat menyayangimu, Bella, malah dia mengatakan akan menjagamu dengan nyawanya. Namun, ia malah menyelamatkan saya hingga mengorbankan nyawanya."Aku tertunduk pilu mendengar cerita Opa William, tanpa terasa air mataku mengalir begitu deras. Terbayang dalam ingatan, bagaimana kakek dan nenek memperlakukanku seperti cucu tiri. Entah apa sebabnya, tapi yang mereka sayangi hanya Rani, Ratna dan Ratih. Tak ada yang mau menyayangiku, seolah aku adalah benalu dalam keluargaku."Maafkan saya, Bella, maaf karena saya menceritakan semua ini padamu. Tapi sejak itu saya berjanji pada diri saya sendiri, untuk selalu membuatmu tersenyum dan tak pernah kehilangan sosok seorang kakek.""Semua yang terjadi sudah
"Ayo, kamu sudah siap?" Seketika aku terhenyak saat mendengar suara Gio.Aku menatapnya penuh tanya, rupanya aku masih di meja rias. Lalu, apakah tadi hanyalah halusinasiku saja?"Kamu kenapa? Kok kayak bingung gitu?" tanyanya."E..enggak apa-apa."Meskipun bingung, aku segera menyelesaikan riasanku, lalu beranjak dari tempat duduk. Aku mengikuti Gio menuju mobilnya sembari terus memikirkan halusinasiku tadi. Mengapa bisa tiba-tiba aku memikirkan hal buruk terjadi pada Ayah, padahal tadi aku bukan sedang terlelap."Kamu kenapa, sih, kok diem aja?""Emm..itu..""Maaf karena tadi pagi aku sempat mengabaikanmu.""Tidak, aku sama sekali tidak memikirkan itu.""Lalu?" Ia menatapku penuh tanya."Entah mengapa perasaanku tak enak, aku terus kepikiran Ayah.""Coba kamu telpon saja."Aku mengangguk, lalu segera menelpon Bunda. Untunglah telponku langsung diangkat. Namun, tiba-tiba terdengar suara Bunda yang terdengar tengah terisak."Bunda kenapa?" Entah mengapa tiba-tiba aku merasa cemas saat
"Bianca sayang, bunda masih tak percaya dengan semua ini, rasanya seperti mimpi saat bayi bunda yang 25 tahun lalu hilang kini sudah kembali lagi."Bunda terus memelukku dengan erat, sembari menitikkan air mata, sementara aku terus mencubit lengan memastikan bahwa semua ini bukanlah mimpi atau halusinasi."Aaaw!" Aku meringis saat merasa sakit akibat cubitanku sendiri, berarti semua ini nyata."Kenapa, Sayang, apa pelukan bunda terlalu erat, sehingga membuatmu merasa sakit?" Ia tampak cemas dan menatap nanar ke arahku.Mataku seketika berkaca-kaca saat melihat tatapan penuh kasih sayang itu, akhirnya aku bisa melihat seseorang yang menatapku dengan raut cemas dan tatapan peduli."Tanganku terasa sakit setelah kucubit, berarti semua ini bukanlah mimpi.""Iya, Sayang, semua ini bukanlah mimpi." Ia kembali memelukku dengan erat."Ngomong-ngomong, apa kamu punya foto orang yang telah merawatmu selama ini? Soalnya bunda ingin memastikan, apakah dia Ijah dan Sopian atau bukan?" Ia melepaska
"Kenapa, Sayang?" tanya Gio saat aku menghentikan langkah dan terus menatap ke arah Fitri dan Bu Linda."Bisa, gak kalau kita duduk di sekitaran sini?" "Loh, tapi aku sudah pesan ruang VIP.""Aku maunya disini.""Ya sudah," ujarnya lalu kembali menemui resepsionis, sementara aku masih memantau Fitri.Tidak lama kemudian Gio kembali, lalu kami segera duduk di sebuah meja kosong, sedikit jauh dari tempat Fitri dan Bu Linda, tapi aku masih bisa memantaunya. Saat gio tengah memesan makanan, aku tetap fokus menatap seorang lelaki tua berpenampilan seperti bos besar yang datang bersama dua pengawalnya, ia tampak menghampiri Fitri dan Bu Linda, lalu duduk bersama mereka. Beberapa menit setelah itu, Bu Linda langsung pergi, tinggalah Fitri bersama lelaki tua itu. "Sayang, kamu gak pesan makanan?" tanya Gio."Enggak, kamu aja, aku gak lapar.""Oh, oke," ujarnya.Aku kembali memantau Fitri, kulihat lelaki tua itu mencium punggung tangan Fitri, lalu tidak lama setelah itu ia memberikan sebuah
"O..Opa..." Aku langsung terhenyak saat melihat kedatangan Opa William, begitu pula dengan Bunda juga Ayah yang tampak tercekat."Sejak kapan Om ada disana?" tanya Bunda.Opa William berjalan ke arah kami, lalu menatap tajam ke arahku."Apakah dia bukan Bella?" Ia menatapku lekat-lekat dari mata kaki hingga kepala, lalu setelah itu ia melirik tajam ke arah Ayah dan Bunda yang tampak tengah kebingungan memikirkan jawaban dari pertanyaannya."Itu...anu..." Bunda tampak gelagapan, begitu pula denganku yang seketika membeku dan tak bisa berpikir apapun."Ranti, sejak lama saya menganggapmu seperti putri kandung saya sendiri, lalu kamu Hermawan, saya menganggapmu sebagai menantu saya. Tapi mengapa kalian tega membohongi saya?""Aku akan menjelaskan semuanya, tapi aku harap Om bisa tenang," ujar Bunda.Opa William tampak menghela napas, lalu duduk di sebuah kursi."Dia adalah Bianca, kembaran Bella yang telah lama diculik oleh pembantu juga sopir saya saat masih bayi, dia ke Jakarta karena
"K-kamu jangan menceraikan Villia.""Loh, tapi bukankah selama ini kamu sangat menginginkan itu?"Aku terdiam, sebenarnya aku sangat senang jika Gio menceraikan Villia. Namun, dia harus tetap berada di rumah itu selama masa penyelidikan."Gio, sebenarnya saat itu aku dicelakai oleh seseorang."Gio tampak terhenyak saat mendengar ucapanku."M.maksud kamu apa, Bell?""Aku memang belum mengingat semuanya, tapi aku ingat saat seorang lelaki nyaris membunuhku, lalu dia mendorong tubuhku ke jurang. Dia bukan perampok, karena yang dia incar adalah nyawaku.""Bell, kenapa kamu gak mengatakannya saat pertama kali datang ke rumah, mungkin aku dan Opa akan melaporkan semuanya pada polisi, biar pelakunya segera tertangkap.""Entah mengapa aku merasa curiga pada Villia.""V-Villia?"Gio terdiam saat aku mengatakan itu, entah apa yang ia pikirkan."Itulah alasannya aku menginginkan Villia tetap berada di rumahmu, sampai aku mendapatkan bukti bahwa dia pelakunya.""Maafkan aku, Bella. Maaf karena ak
"Lepaskan aku, Ayah." Aku mencoba untuk melepaskan diri, situasi ini begitu sulit bagiku, karena jika aku meminta tolong pada Pak Jono, maka identitasku akan terbongkar."Kirana, ayah mohon, pulanglah, Nak. Karena kalau tidak, maka ayah akan dibunuh Juragan Karta.""Ayah jahat, ayah tak memikirkan perasaanku.""Lihat luka lebam di wajah ayah, setiap hari ayah selalu dipukuli oleh Juragan Karta karena kamu tak mau menikah dengannya.""Kenapa Ayah gak melaporkan pada kepala desa?""Gak bisa, Kirana, ayah dan ibumu sudah terlanjur menghabiskan uang darinya sebesar 50 juta.""Maaf, Ayah. Aku gak bisa, Ayah dan Ibu tanggung saja semua perbuatan kalian. Karena pasti uang itu kalian gunakan untuk Ratih, Ratna dan Rani.""Kirana, kamu dua pilihan. Ikut ayah pulang atau kamu harus bekerja dengan Fitri, karena dia mau membayarkan hutang kami.""Apa Ayah bilang, bekerja dengan Fitri? Apa Ayah tahu kalau dia itu seorang Kupu-kupu Malam?""Ayah gak peduli," ujarnya sembari mencengkram tanganku."A
"Keluar kalian semua! Atau kami hancurkan kaca mobil ini!" teriak mereka sembari bersiap memukul kaca mobil dengan balok kayu di tangan masing-masing."Bagaimana ini, Non? Saya tak akan bisa melawan mereka semua." Seluruh tubuh Pak Jono tampak bergetar. Opa pernah mengatakan jika Pak Jono bisa bela diri. Namun, karena jumlah mereka lebih banyak, tampaknya Pak Jono merasa tak sanggup melawan mereka semua. Selain itu postur tubuh mereka tinggi besar dan kekar, sungguh sangat menyeramkan jika mereka membanting tubuhku satu kali saja, mungkin aku seluruh tulang akan langsung retak. Aku bergidik saat membayangkannya."Kita keluar saja, Pak, kita tanyakan apa yang mereka mau.""T..tapi..Non..""Percuma saja jika kita tetap berada di mobil, para penjahat itu akan menghancurkan mobil ini."Akhirnya aku dan Pak Jono keluar dari mobil, meskipun seluruh tubuhku bergetar hebat. "Kalian mau apa?""Nyawamu," ucap mereka sembari tergelak.Tawa mereka terdengar sangat mengerikan, hingga seluruh bul