"Lepaskan aku, Ayah." Aku mencoba untuk melepaskan diri, situasi ini begitu sulit bagiku, karena jika aku meminta tolong pada Pak Jono, maka identitasku akan terbongkar."Kirana, ayah mohon, pulanglah, Nak. Karena kalau tidak, maka ayah akan dibunuh Juragan Karta.""Ayah jahat, ayah tak memikirkan perasaanku.""Lihat luka lebam di wajah ayah, setiap hari ayah selalu dipukuli oleh Juragan Karta karena kamu tak mau menikah dengannya.""Kenapa Ayah gak melaporkan pada kepala desa?""Gak bisa, Kirana, ayah dan ibumu sudah terlanjur menghabiskan uang darinya sebesar 50 juta.""Maaf, Ayah. Aku gak bisa, Ayah dan Ibu tanggung saja semua perbuatan kalian. Karena pasti uang itu kalian gunakan untuk Ratih, Ratna dan Rani.""Kirana, kamu dua pilihan. Ikut ayah pulang atau kamu harus bekerja dengan Fitri, karena dia mau membayarkan hutang kami.""Apa Ayah bilang, bekerja dengan Fitri? Apa Ayah tahu kalau dia itu seorang Kupu-kupu Malam?""Ayah gak peduli," ujarnya sembari mencengkram tanganku."A
"Keluar kalian semua! Atau kami hancurkan kaca mobil ini!" teriak mereka sembari bersiap memukul kaca mobil dengan balok kayu di tangan masing-masing."Bagaimana ini, Non? Saya tak akan bisa melawan mereka semua." Seluruh tubuh Pak Jono tampak bergetar. Opa pernah mengatakan jika Pak Jono bisa bela diri. Namun, karena jumlah mereka lebih banyak, tampaknya Pak Jono merasa tak sanggup melawan mereka semua. Selain itu postur tubuh mereka tinggi besar dan kekar, sungguh sangat menyeramkan jika mereka membanting tubuhku satu kali saja, mungkin aku seluruh tulang akan langsung retak. Aku bergidik saat membayangkannya."Kita keluar saja, Pak, kita tanyakan apa yang mereka mau.""T..tapi..Non..""Percuma saja jika kita tetap berada di mobil, para penjahat itu akan menghancurkan mobil ini."Akhirnya aku dan Pak Jono keluar dari mobil, meskipun seluruh tubuhku bergetar hebat. "Kalian mau apa?""Nyawamu," ucap mereka sembari tergelak.Tawa mereka terdengar sangat mengerikan, hingga seluruh bul
"Apa maksudmu, Carlota? Jangan memperkeruh suasana!" Villia melebarkan matanya pada Carlota.Tiba-tiba dari kejauhan kulihat Leo dan Tiar hendak menuruni tangga. Aku langsung mengirimkan pesan padanya agar ia segera membawa Leo ke kamar. Leo tak boleh mendengar obrolan kami, lagipula ia sudah waktunya untuk tidur. Untunglah Tiar langsung membuka pesan dariku, lalu membawa Leo ke kamar."Ngomong aja, Carlota, kamu gak perlu takut padanya." Aku menghalangi Villia untuk mendekati Carlota."Sebenarnya semalam saya melihat Non Villia dan Herdi berpelukan." Seketika kami semua langsung terhenyak saat mendengar ucapan Carlota, begitu pula dengan Gio."Dia bohong!" Villia tampak berusaha menghentikan Carlota."Lanjutkan, Carlota," ujar Gio."Saya juga sempat mendengar Herdi mengatakan bahwa bayi yang pernah dikandung Non Villia adalah anaknya.""Apa?" Mata Gio membelalak. Kami semua menoleh ke arah Villia, apa yang dikatakan Carlota benar-benar membuatku juga semua orang tercengang."Bohong!
"Apa?! Bela sudah meninggal?" tanya Oma Sandra yang tampak tercengang."Sayang, kamu bercanda, kan?" Gio menatapku sembari mengernyitkan dahi, tampaknya ia masih tak percaya dengan ucapanku."Kami tak mungkin bercanda dengan semua ini. Aku Bianca, kembaran Bella. Sementara Bella sudah meninggal di jurang. Semua itu gara-gara kamu! Karena saat Bella beberapa kali menelponmu untuk meminta pertolongan, kamu malah mengabaikan telponnya.""Bella..." Gio langsung berlutut, kulihat ada raut penyesalan di wajahnya."Jangan melempar kesalahan pada Gio. Kamu dan keluargamu telah menipu kami dengan berpura-pura menjadi Bella," ujar Mama Clara."Kedatanganku ke rumah ini adalah untuk menyelidiki siapa pembunuh Bella, bukan menipu kalian semua. Karena sekarang pelakunya sudah tertangkap, maka tugasku sudah selesai.""Bianca, meskipun kamu bukan Bella, kamu tetaplah cucu Wirawan, jadi kamu memiliki hak atas rumah ini," ujar Opa William tiba-tiba hingga membuat semua orang terhenyak."Kenapa Opa tam
Keesokan paginya, aku langsung mandi setelah tersadar dari mimpiku semalam. Meskipun pikiranku masih tertaut pada ucapan Bella yang mengatakan bahwa Gio sangat mencintaiku. Tidak, aku tidak boleh terbawa perasaan. Aku harus sadar bahwa yang dicintai Gio adalah Bella, bukan aku. Lagipula jr tak boleh mencintai dia, karena dia adalah salah satu penyebab kematian Bella.Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai mandi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. "Siapa?" tanyaku tanpa membuka pintu, bisa saja itu Gio, dia tak boleh melihatku yang hanya mengenakan handuk seperti ini."Non Bella, eh maksud mbok, Non Bianca sudah ditunggu di meja makan oleh Tuan William dan lainnya.""Iya, Mbok, aku baru selesai mandi, mau berpakaian dulu.""Iya, Non," ujarnya.Setelah itu aku segera berpakaian dan berdandan. Lalu beberapa saat kemudian, aku telah selesai, lalu aku segera turun menuju ruang makan. Kulihat semua orang telah berada di kursinya masing-masing, termasuk kedua orang tuaku."Mornin
"Bangunlah, Gio. Semuanya sudah terjadi. Meskipun kamu bersujud di kaki kami, Bella tak akan kembali pada kami.""Aku sangat menyesal, Ayah, Bunda, tetapi aku memang tak pernah mencintai Bella, pernikahan kami terjadi karena paksaan dari Opa, andai saja saat itu aku tak pernah menerima perjodohan kami, mungkin Bella tak akan tersakiti dengan sikapku.""Egois kamu!" bentak Bunda sembari menatap tajam ke arahnya."Sudahlah, Bunda. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Gio. Mungkin kita yang salah karena telah membiarkan Bella menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintainya," ujar Ayah.Gio memang bersalah karena telah menyakiti Bella, tetapi apa yang ia katakan ada benarnya juga. Mungkin ia tak bisa memaksakan hatinya untuk mencintai Bella. Pernikahannya terjadi atas kehendak Opa William, bahkan mungkin Gio pernah diancam tidak mendapatkan warisan jika tidak menerima perjodohan itu."Baiklah, Gio. Sekarang kami berniat untuk ke Bandung, jadi silakan kamu pergi.""Bolehkah aku i
"Jangan lagi kamu menyentuh meskipun hanya sehelai rambut putriku!" Bunda langsung menarik tanganku. Lalu, Plaaaaaak! tangannya melayang dan mendarat di pipi wanita yang selama bertahun-tahun kupanggil Ibu."Ibuu....!" Kulihat Rani dan Ratna berlari menuju ibunya."Kalian...." Ibu tampak tercengang saat melihat Ayah dan Bunda, terlebih saat Bunda menyebutku sebagai putrinya."Kenapa, kamu terkejut karena saya dan putri saya yang kamu culik saat bayi bisa bersatu kembali? Meskipun kamu merantau ke kota ini lalu mengubah namamu dari Ijah menjadi Sumiati, kenyataannya kamu tetap kami temukan!" Bunda tampak tersenyum sinis, sementara Ibu angkatku tampak gemetaran.Sementara itu Gio hanya terdiam sembari menggenggam erat tanganku, sebenarnya aku ingin melepaskannya, tetapi jemarinya begitu kuat mengunci jemariku."Sebenarnya apa alasan kamu dan Sopian menculik putri kami, lalu memperlakukannya dengan semena-mena?" tanya Ayah.Kulihat Ibu tampak gemetaran, lalu matanya langsung memerah dan
"Keluar kalian semua!" teriak para preman berwajah sangar itu sembari bersiap menghantamkan balok ke mobil Gio.Meskipun merasa takut, akhirnya kami semua keluar, karena mereka mengepung setiap penjuru mobil dan bersiap memecahkan kaca mobil."Apa mau kalian?" tanya Gio, ia tampak sangat tenang, tak kulihat sedikit pun rasa takut dalam dirinya, padahal jumlah para preman itu sangatlah banyak."Serahkan Kirana pada kami, maka setelah itu kalian bisa pergi!"Saat mendengar ucapan dari salah satu preman, aku baru sadar jika mereka adalah orang suruhan Juragan Karta."Ngapain kalian mau membawa putri saya? Tak akan saya biarkan kalian melakukannya!" teriak Ayah sembari melindungiku dengan badannya."Kirana itu calon istri juragan kami, apalagi ayahnya masih berhutang pada juragan kami," ujar seorang lelaki berkepala botak.Dahiku mengernyit saat mendengar ucapannya, padahal kini Ratih telah menjadi istrinya sebagai penebus hutang, tetapi mengapa ia masih saja mengincarku.Sementara itu Gi