PoV. Author
Di salah satu casino milik Ganesa mereka berempat berkumpul bersama setelah dua bulan disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Di sebuah meja berbentuk lingkaran mereka mulai memainkan permainan judi. Beberapa kali mereka didatangi wanita-wanita penghibur untuk menawarkan pelayanan mereka, namun mereka menolaknya.
"Astaga. Aku mulai merasa sangat bosan dengan permainan ini" keluh Fano menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.
"Ya taruhannya juga hanya uang, untuk apa? uangku sudah banyak" sambung Leo.
Ganesa hanya mengangkat bahunya acuh, ia hapal benar dengan kedua sahabatnya itu. Mereka akan merasa kurang jika tidak membuat onar di tempatnya ini.
"Bilang saja jika kalian butuh wanita, disini ada Ganesa" ucap Al sambil menggeser sebuah kartu ke tengah meja.
"Semua rasa disini aku sudah tahu" ujar Fano tersenyum kearah Ganesa yang langsung dibalas dengusan malas oleh pria dingin itu.
Mereka tertawa mendengar celetukan Fano yang sangat kasar. Terutama Leo yang sangat mengerti watak temannya yang satu itu.
"Jika aku kalah di permainan ini, aku akan mengajak tidur wanita yang masuk casino ini pada hitungan ke tiga walaupun itu seorang pelayan" seru Fano dengan enteng.
"Sangat tidak adil, itu sangat mudah untukmu" balas Leo.
Ganesa meminum minumannya dengan sekali teguk lalu berucap.
"Boleh juga, aku tidak masalah lagi pula aku merasakan akan ada tontonan bagus" ujarnya sambil menyesap rokok.
"Kau harus pastikan keesokan harinya dia memohon untuk menjadi kekasihmu" tambah Al .
"Oke.. jadi apa mau kalian jika aku kalah? Walaupun itu sangat tidak mungkin" ujarnya pongah.
"Kudengar keluargamu memiliki hotel di Manhattan, aku sedang ingin berlibur ke Manhattan" ucap Ganesa.
"Besmen ku masih muat untuk satu mobil lagi, punyamu bisa parkir di situ" ujar Leo yang dibalas anggukan ringan dari Fano.
"Kau?" tunjuk nya pada Al yang sedang tersenyum.
"Apa ya? Aku sudah punya semua yang kalian punya" ujarnya santai.
"Pikirkan saja dulu, jika sudah tahu kau bisa menghubungi ku".
"Baiklah mari kita bermain" seru Leo dengan mengangkat gelas di tangannya yang diikuti ketiga temannya.
Mereka bermain cukup lama dari biasanya. Bermain sangat rapih agar tidak keluar jadi si pecundang.
"Kurasa aku akan menang" ujar Fano congkak.
Ganesa menggeser semua kartunya ketengah meja, membuat Leo terbahak melihat raut wajah Fano yang berubah kesal.
"Ohh sudah ku duga, coba kita lihat kartu siapa yang paling bagus di antara kita"
"Kau bajingan Ganesa" ujar Fano.
Ganesa hanya mengangkat gelas di tangannya dengan senyum tipis di bibirnya.
"Aku rasa kau kalah telak Fano, kau tidak akan mundur bukan?" Sindir Al yang sudah menantikan sebuah pertunjukan dari sahabatnya yang sombong ini.
"Shit!" Ujar Fano sambil terkekeh dan mengangguk ringan sebagai jawaban.
"Oke! Satu ! Dua.." seru Ganesa dengan pandangan tidak lepas dari Fano yang sedang memikat pelipisnya.
"Tiga.."
Pandangan keempatnya terpaut pada pintu masuk casino. Menunggu makhluk berjenis kelamin perempuan yang akan memasuki pintu itu.
Dan. Seorang gadis dengan pakaian formal terlihat memasuki pintu besar itu dengan terburu-buru, pandangan nya melihat ke sekeliling tempat itu.
Fano membuka mulutnya mendesis tidak percaya lalu memijat pelipisnya.
"Setidaknya bukan pelayan" ujarnya lalu berdiri dari kursinya.
Ketiga sahabatnya menatap penuh minat pada pergerakan Fano yang mulai mendekati targetnya.
Sedangkan pandangan gadis itu masih menyisir seisi ruangan itu sampai pandangan nya menajam saat melihat Fano. Tangan gadis itu terkepal kuat wajah cantiknya terlihat memerah.
Fano yang melihat itu merasa bingung juga sedikit takut, saat melihat gadis itu mengambil segelas beer di meja bartender lalu berjalan kearah Fano.
Al tersenyum lebar menatikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Gadis itu berjalan cepat kearah Fano yang masih berdiri sambil menahan napasnya, saat ia melihat gadis itu semakin dekat barulah ia memejamkan mata nya dengan rahang mengeras. dalam hati dia berjanji jika kejadian memalukan terjadi padanya dia tidak akan membiarkan gadis ini bisa bebas begitu saja.
"Bangsat! laki-laki brengsek!!"
Suara makian itu membuat Fano membuka matanya dan dahinya berkerut saat tidak menemukan gadis itu dihadapannya. Ia berbalik dan melihat kejadian tak terduga yang menyebabkan nya mengembangkan senyum penuh kelegaan, dengan samar ia mengelus dadanya.
Gadis itu dengan berani menyiram salah satu laki-laki yang tengah sibuk berciuman dengan salah satu wanita penghibur di casino ini.
"Kissela? Apa yang kam_u lakukan disini?" Tanya pria itu dengan terkejut.
"Harus nya aku yang bertanya padamu! Sedang apa kamu disini?! Apa ini rumah nenekmu yang sakit?!" Tanya gadis yang bernama kissela itu dengan penuh amarah.
Pria itu mendekat mencoba untuk menenangkan situasi yang tampaknya sudah memancing rasa penasaran pengunjung lain, namun lengannya ditepis kasar oleh gadis itu.
"Tunggu sayang, sungguh ini bisa aku jelaskan".
"Jelaskan? Apa!? Apa yang mau kamu jelaskan!" Suara gadis itu mulai terdengar bergetar, ia menengadah menahan tangisnya.
"Kau.. sial!"
Pklakk..
Seruan terdengar dari meja ketiga pria di tengah ruangan itu. Mereka sangat menikmati tontonan bagus seperti ini.
"Aisshh.. itu pasti sangat sakit" seru Leo yang sedang bertopang dagu.
"Ini sangat menarik, tapi akan lebih menarik jika Fano yang ada di posisi laki-laki itu" ujar Al terkekeh.
Ganesa masih terus mengamati apa yang akan terjadi selanjutnya. Sedikit kagum dengan keberanian gadis itu.
"Kau!. Beraninya kau menamparku!" Laki-laki itu menatap gadis yang bernama kissela itu dengan pandangan remeh, "kau harusnya gunakan otak mu untuk berpikir, aku begini karena kamu tidak pernah memberikan service yang memuaskan, kau hanya bisa pasrah tidak ada permainan yang membuatku puas, kau terlalu naif" lanjut laki-laki itu saat berada tepat di depan kissela yang terdiam, tidak menyangka bahwa dia akan mendengar sebuah kata yang sangat menyakitkan dari seseorang yang sangat dia kagumi dan cintai selama ini.
"Ohh begitu? Baik. Terimakasih atas penilaian mu terhadapku, dan kau wanita jalang kau akan menyesal pernah bertemu dengan maniak seperti dia ini" gadis itu pergi meninggalkan laki-laki itu dengan menunduk menyembunyikan wajah nya dari pengunjung yang merasa penasaran dengan dengan kejadian itu.
"Ya sudah sana pergi, gadis tidak berguna!" ujar si pria dengan melambai.
Gadis itu berjalan melewati Fano begitu saja, meninggalkan aroma minyak telon bayi di indra penciuman pria Gibadesta itu. ini waktu yang tepat.
"Aku harus keluar akan aku kabari nanti!" seru Fano pada ketiga sahabatnya yang masih mengamati nya.
Fano keluar dari casino milik sahabat nya itu dengan sedikit berlari. Mencari keberadaan gadis dengan pakaian formal di sekitar nya. Namun nihil.
Mobil Lamborghini milik nya sudah terparkir di depan loby dengan segera ia masuki dan memacu mobil nya membelah malam yang sunyi. Hingga pandangan nya melihat kearah perhentian bus dipinggir jalan.
"Dia benar-benar bodoh, mana ada bus dini hari begini" ujar Fano seraya menepikan mobilnya tepat di depan gadis itu.
Melihat kebingungan di wajah gadis itu ia menurunkan kaca mobil.
"Kau butuh tumpangan? Kurasa bus tidak akan lewat di jam segini taxi pun akan sulit" seru Fano menawari.
Gadis itu terdiam terlihat sedikit berfikir, saat mulutnya terbuka untuk menjawab namun ia urungkan. Wajahnya terlihat ragu.
"Jangan takut aku bukan orang jahat, aku melihat kejadian di casino tadi, dan berniat membantumu" jelas Fano yang melihat keraguan di wajah gadis itu.
Dengan ragu gadis itu mengangguk dan mulai membuka pintu mobil lalu duduk di sebelah Fano dengan sedikit kaku
PoV. AuthorFano turun dari Lamborghini Aventador miliknya dengan membawa beberapa kaleng beer di tangannya. Ia menghampiri kissela yang sedang memandang pemandangan kota di malam hari. Saat ini mereka berada di sebuah tebingan dipinggir kota, Fano memutuskan menemani Sela yang tidak ingin pulang kerumahnya dalam keadaan seperti saat ini."Kau ingin minum? Udaranya sangat dingin, ini bisa sedikit menghangatkan" ujar Fano yang baru saja duduk disebelah gadis itu.
PoV. AuthorMalam berganti pagi yang cerah, kissela berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Ia merasakan seluruh bagian tubuh remuk. Sinar matahari menerjang masuk ke dalam retina matanya membuatnya harus mengerjap beberapa kali.Sadar dengan tempat yang tidak dia ketahui membuatnya terduduk tegak. Sekelebat bayangan semalam melintas. Dengan cepat ia menutup mulutnya dengan punggung tangan pandangannya ia edarkan keseluru
PoV, AuthorBeberapa perawatan menunggu di depansongdohospital."Ada apa? Apa ada pasien gawat darurat?" Tanya salah seorang dokter."Anak pemiliksongdohospitaltiba-tiba sakit dan harus dirawat segera"
PoV. AuthorDiruang vvipsongdohospitalketiga lelaki itu menunduk melihat ipad mereka fokus terhadap pekerjaan masing-masing. Sampai suara ketukan pintu terdengar, membuat mereka mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara."Masuk." Ujar Ganesa.
PoV. AuthorKissela berjalan dengan terburu-buru di lorong rumah sakit, ia merasa sangat bodoh dengan berpura-pura tidak tahu apapun seperti itu. Jelas ia tahu apa yang menjadi kelemahan nya adalah berbohong. Sedikit memukul kepalanya pelan."Ahhh bodohnya aku" ujarnya."Dokter Kissela, tunggu sebentar" seorang dokter muda memanggil nya.
PoV. AuthorMalam itu Fano merasa sangat tidak nyaman dengan hatinya, ia seperti telah membuat masalah yang sangat besar. Rasa mengganjal di hati membuatnya sulit untuk tertidur, kilasan saat ia melihat Kissela bersama dengan dokter muda itu terulang terus menerus di kepalanya."Brengsek! Kenapa ini semua menyerangku balik," hembusan nafas panjang terdengar sarat akan kefrustasian.Dengan
PoV. Author"apa!? Dokter Danu di pecat?" Seru Kissela kencang.Napas gadis itu tercekat, ia sangat terkejut dengan berita ini. Bagai mana bisa dokter sekompeten dokter Danu bisa di pecat.
PoV. AuthorFano merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur nya. Dengan perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja nya melempar nya sembarang dan perlahan menghembuskan nafas kasar."Segeralah menemui ku Kissela, aku semakin menggila karena perasaan ini," Fano bergumam.K
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m