PoV. Author
Malam itu Fano merasa sangat tidak nyaman dengan hatinya, ia seperti telah membuat masalah yang sangat besar. Rasa mengganjal di hati membuatnya sulit untuk tertidur, kilasan saat ia melihat Kissela bersama dengan dokter muda itu terulang terus menerus di kepalanya.
"Brengsek! Kenapa ini semua menyerangku balik," hembusan nafas panjang terdengar sarat akan kefrustasian.
Dengan perlahan ia berjalan kearah pintu, membukanya dan berjalan keluar kamar rawat itu. Ia memandang ke sekelilingnya yang sudah sepi, tak ada aktifitas yang terlihat mengingat ini sudah dini hari.
Samar ia mendengar suara orang bercengkrama, terdengar sangat serius. Dengan perlahan ia menghampiri suara itu, sungguh tidak seperti biasanya. Ia tidak pernah merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh orang lain.
Namun ini berbeda saat yang dilihat disana adalah Kissela yang sedang tertawa bersama dokter muda yang kemarin dilihatnya. Mereka terlihat serius namun sesekali gadis itu akan tertawa karena di pria.
Tak lama dokter muda itu mengeluarkan kotak cincin di hadapan Kissela yang mengejutkan Fano. Hancur.
"Gadis tidak tau diri, banyak juga yang dia bohongi dengan wajah polos itu, sial!" Serunya mengepalkan tangannya dan pergi berlalu.
^^^^
Hari ini Fano sudah di perbolehkan pulang ke Mension nya. Ia di jemput oleh supir pribadinya, dengan santainya ia meminta di antar ke kantor nya.
"Tuan, anda yakin ingin langsung ke kantor?" Tanya supir pribadinya.
Fano tidak menjawab ia terus berjalan kearah pintu utama dari rumah sakit tersebut. Sempat berpapasan dengan Kissela namun tak dihiraukan sama sekali.
Kissela merasakan rasa itu lagi, rasa kosong. Dia tidak pernah merasakan sesak seperti saat ini, bahkan kemarin saat ia melihat kekasihnya berselingkuh ia tidak merasakan sakit, hanya sedikit kecewa. Ia memperhatikan punggung kokoh itu sampai ke depan lobi rumah sakit.
Beda lagi dengan Fano ia berusaha terlihat acuh walaupun sulit. Fokusnya teralih saat melihat mobil sahabatnya baru saja datang.
"Kau langsung ke kantor?" Tanya Leo yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Ya. ada rapat direksi hari ini, kau pasti tau tidak semua orang suka saat kita diatas" jawab Fano yang berdiri di depan pintu lobby.
Banyak yang memandang mereka dengan tapjuk. Terutama para wanita dan perawat yang sedang menunggu atau bekerja. Jelas mereka sudah terbiasa dengan itu, terlihat namun tak bisa di gapai.
Mobil Fano datang ia berpamitan pada Leo dan berlalu terlebih dahulu. Begitu ia menutup pintu, terdengar hembusan nafas kasar ia melihat Kissela yang masih menatap kearah mobil nya dengan wajah polos.
"Benar-benar total dalam berekting menjadi jalang" ujarnya dengan mendungus.
^^^^^^
Rapat direksi hari ini seperti rapat didalam air, sangat sulit untuk bernapas. Fano dengan aura gelapnya sangat mendominasi ruangan itu.
"Apa kalian pernah berpikir kenapa aku bisa berdiri di sini?" Tanya Fano dengan pongah.
Karena tidak mendapatkan jawaban Fano tertawa penuh sarkasme "jelas karena usaha tiada henti, kalian jelas mengenal ku, jadi." Berhenti sesaat manatap seluruh penjuru ruangan dengan mata tajamnya "jangan bermain-main dengan ku jika kalian tidak mau menjadi mainan ku" ujarnya dengan penuh ancaman.
Baru beberapa jam lalu ia mengetahui jika ada yang mengelapkan uang perusahaan untuk membangun Mega proyek nya tahun ini di Dubai.
"Ku akhiri sampai disini, laporan keuangan bulan ini ubah sesuai laporan yang akan di berikan asisten pribadi ku, aku masih memaafkan kalian hari ini" ujarnya dengan senyum penuh dengan celaan.
Dengan itu ia berjalan keluar ruang rapat yang masih membisu penuh ketegangan. Mereka terkejut dengan kedatangan CEO mereka yang mereka tahu sedang sakit.
Diluar sana Fano berjalan dengan angkuh diikuti beberapa orang kepercayaan nya.
"Anda sangat cermat dalam mengamati pergerakan mereka, tuan" ujar asisten pribadinya.
"Tak sulit untuk melihat tikus kelaparan" balasnya acuh.
PoV. Author"apa!? Dokter Danu di pecat?" Seru Kissela kencang.Napas gadis itu tercekat, ia sangat terkejut dengan berita ini. Bagai mana bisa dokter sekompeten dokter Danu bisa di pecat.
PoV. AuthorFano merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur nya. Dengan perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja nya melempar nya sembarang dan perlahan menghembuskan nafas kasar."Segeralah menemui ku Kissela, aku semakin menggila karena perasaan ini," Fano bergumam.K
PoV. AuthorKissela menaiki sebuah bus menuju sebuah panti asuhan di pinggir kota. Panti asuhan tempat ia dibesarkan, tempat dimana ia mendapat perhatian dari seorang pengasuh hingga ia bisa seperti saat ini.Dengan senyum lebar Kissela turun disebuah halte dan menyebrangi jalan untuk sampai di halaman sebuah rumah sederhana yang terdapat banyak mainan anak di depannya. Kehadirannya disambut banyak anak kecil yang memanggil nya dengan sebutan kakak.
PoV. AuthorKeesokan harinya di rumah sakit terjadi sedikit kekacauan. Beberapa orang datang dengan bersamaan menerobos masuk, berteriak sangat keras. Meminta sebuah tanggung jawab atas kematian seorang korban kecelakaan yang sempat masuk rumah sakit ini."Keluar kalian, kalian tidak pantas menjadi seorang dokter!!" Seru seorang ibu dengan menggebu-gebu.
PoV. AuthorDi sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
PoV. AuthorHari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m