PoV. Author
Keesokan harinya di rumah sakit terjadi sedikit kekacauan. Beberapa orang datang dengan bersamaan menerobos masuk, berteriak sangat keras. Meminta sebuah tanggung jawab atas kematian seorang korban kecelakaan yang sempat masuk rumah sakit ini.
"Keluar kalian, kalian tidak pantas menjadi seorang dokter!!" Seru seorang ibu dengan menggebu-gebu.
Kissela yang melihat keributan itu merasa bingung, pasalnya yang ia tahu korban sudah meninggal saat diperjalanan.
"Dokter Albert, bagai mana ini keluarga pasien semakin membuat keributan" seru seorang petugas keamanan.
"Tunggu sebentar lagi tuan Fano akan datang, ini bukan salah kita ataupun rumah sakit, jadi tenanglah" jawab dokter yang sudah terlihat menua itu.
Kissela mendekat dan mengusap lengan dokter yang sudah ia anggap sebagai seorang ayah untuknya.
"Semua akan baik-baik saja, dok" ujarnya menyemangati. Yang dijawab anggukan kecil oleh dokter Albert.
Sebuah mobil mewah mengalihkan Kissela, ia sedikit takut akan terjadi keributan yang lebih besar. Terlihat Fano menuruni mobilnya diikuti beberapa bodyguard di belakangnya.
Dengan kemeja hitam yang lengannya sudah di gulung ia terlihat sangat menawan. Kissela memalingkan wajahnya saat tatapan mereka sempat bertemu.
Fano mengambil sebuah mic yang berasa di genggaman salah seorang yang sedang berdemo.
"Selamat siang, maaf mengganggu acara kalian" ujarnya sebagai pembuka.
"Ada apa anda membuat keributan di depan rumah sakit ini? Ada yang ingin menjelaskan?" Tanya Fano membuat keluarga korban menatapnya tajam.
"Kami ingin dokter yang menangani adik saya di penjara" seru seorang lelaki paru baya.
"Saya pemilik rumah sakit ini, saya akan pecat dokter itu jika anda punya bukti ketidak becusan salah satu dokter kami" balas Fano sedikit memprofokasi.
Namun bukan jawaban yang didapat justru sebuah telur melayang kearahnya.
"Awas!" Seru seseorang sambil menghalangi lemparan itu. Telur kedua dan ketiga juga mengenai Kissela. Ya Kissela yang menjadi tameng untuk Fano.
Para Bodyguard Fano langsung melindungi majikan mereka. Berniat membawa Fano pergi namun yang terjadi justru lebih mengejutkan. Fano dengan cepat mendekap Kissela menghalangi lemparan telur yang mengenai Kissela.
Kejadian itu langsung dengan cepat diabaikan oleh sebagian perawat di rumah sakit.
Dengan cepat para bodyguard membawa keduanya masuk kedalam lift yang terbuka. Didalam lift keadaan sangat sunyi yang ada hanya Fano yang sibuk membersihkan wajah dan rambut Kissela yang dipenuhi oleh telur.
Kissela terus memandangi wajah khawatir Fano, sedikit merasa canggung membuat debaran jantungnya berdetak lebih kencang.
"Apa kepalamu sakit?" Tanya Fano sambil mengusap pelan belakang kepala Kissela.
"Se_sedikit hanya sedikit" jawab Kissela cepat lalu mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Tapi kenapa wajahmu merah, apa ini afek dari lemparan telur?" Tanya Fano dengan polos.
Kissela menggeleng cepat "tidak" jawabnya.
Fano mengulum senyum melihat wajah memerah Kissela. Mereka memilih diam menunggu lift terbuka.
Ting!
Mereka keluar dari dalam lift bersamaan. Kissela berjalan kearah ruangannya namun tatapan semua orang membuatnya tidak nyaman.
"Ada apa?" Tanya Kissela pada asistennya yang baru saja keluar dari ruangannya.
Yang ditanya justru membungkuk hormat membuat alis Kissela berkerut dan berbalik untuk memeriksa keadaan di belakangnya.
Terkejut. Saat mendapati Fano yang masih mengikutinya.
"A_kenapa kau mengikutiku?" Tanya Kissela terbata.
"Kau tidak ingin memeriksa ku?" Tanya Fano dengan angkuh.
"Aku yakin kau baik-baik saja" ujar Kissela acuh.
"Tapi kepalaku sedikit sakit dan baj.."
"Masuklah" seru Kissela saat mendengar bisikan-bisikan dari para perawat yang sedang berjaga.
Dengan tersenyum Fano memasuki ruangan Kissela melewati asisten pribadinya Kissela begitu saja.
Melangkah kearah sebuah sofa Fano merebahkan tubuh besarnya disana.
"Kau mengotori sofa ku!" Seru Kissela menarik lengan Fano untuk berdiri.
"Ahh aku sangat lelah, bisa kau biarkan aku beristirahat" ujarnya sambil melepaskan kancing kemeja dan celana bahan yang dikenakan nya.
"Aaaaa!" Seru Kissela berteriak.
Dengan sigap Fano membekap mulut Kissela. Tubuh mereka berjarak sangat dekat hingga membekukan Kissela, perlahan Fano mendekatkan wajahnya mengecup sekilas bibir Kissela yang masih terdiam.
"Jangan memasang wajah seperti kau ingin bermalam denganku" bisik Fano .
Dengan perlahan Fano mengurai pelukan mereka sedikit menjauh. menatap Kissela dengan senyum menggoda lalu berbalik menuju sofa yang tadi ia tempati.
Namun belum sampai dua langkah lengannya ditarik oleh Kissela membuat ia berbalik menatap Kissela berkerut. Dengan cepat Kissela menarik tengkuk Fano dan mencium Fano dengan gerakan kaku.
Gadis itu membelai bibir Fano dengan lembut, sangat amatir namun memabukkan membuat Fano mati-matian menahan hasratnya. Tangan Fano terulur menyentuh punggung kissela dan menariknya mendekat. Mulai membalas semua yang dilakukan Kissela.
Menyecapa dan mengekor semua bagian dari mulut Kissela sebelum turun kearah rahang gadis itu.
"Ahhh.." desah Kissela.
Ciuman itu terus turun hingga garis leher Kissela, gadis itu hanya bisa terpejam sambil menjambak rambut Fano. Sudah habis kesabaran Fano bergerak membuka jas dan kancing kemeja milik Kissela dengan terburu, mata mereka bertatapan penuh gairah.
Dengan cepat Fano membawa Kissela keatas sofa yang tadi ditempatinya.
Membawa kissela keatas pangkuannya. Meremas sebelah payudara miliknya Kissela dengan bibir yang terus aktif mencium leher jenjang Kissela, memberi beberapa tanda disana.
"Aaahh, oh Fano_ah" jeritnya tertahan oleh rasa nikmat.
Tidak berhenti disana dengan perlahan Fano menarik rok span Kissela sampai sebatas pinggang hingga memperlihatkan g-string berwarna merah milik dokter cantik itu. Jarinya menelusuri paha dalam Kissela. Sementara Kissela sibuk dengan kecupan kecupan basah pada leher Fano memberi jejak di bawah telinga pria itu.
"Haakh yah aku sudah tidak tahan" seru Fano dengan napas memburu.
Keduanya terhanyut dengan sentuhan-sentuhan yang memabukan, melupakan satu fakta bahwa siapapun bisa masuk kedalam ruangan itu.
"Fano! Ahstaga!" Seru seseorang membuat Fano dengan sigap memeluk Kissela menyembuhkan nya dari pandangan siapapun.
"Sial!, keluarlah dahulu mom nanti aku akan menyusul" seru Fano dengan memunggungi momy nya.
Dengan menutup wajahnya wanita itu keluar dari ruangan Kissela, saat ia bertemu dengan suaminya ia segera memeluk dan tertawa dengan cukup keras.
"Hai, sayang ada apa denganmu?" Tanya suaminya teramat bingung.
"Oh astaga Mike, kau tau apa yang baru saja aku lihat?" Tanyanya menggebu.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Mike makin penasaran akan ulah istrinya.
"Aku melihat Fano dengan seorang wanita, Mike!" Serunya teramat bahagia.
"Emm bukannya itu biasa?"
"Tidak ini berbeda, saat aku menegurnya dengan sigap Fano menyembunyikan tubuh wanita itu kedalam dekapannya, sangat posesif" jelasnya dengan wajah berbinar seperti menonton adegan sebuah drama Romantis.
Mike terdiam sesaat, tidak mempercayai apa yang di bicarakan istrinya. Berkali-kali ia menemukan Fano sedang bergumul dengan seorang wanita namun ia tidak pernah melihat Fano melakukan hal manusiawi seperti itu, justru ia langsung meninggalkan wanita nya begitu saja di depan Mike dan beberapa bodyguard nya.
"Dad!, Ada apa datang kesini? Apa ada masalah?" Tanya Fano yang baru saja keluar dari ruangan Kissela.
"Tadi ada yang menghubungiku dia bilang kau di serang, tapi setelah melihat penampilan mu kurasa kau menikmati serangan itu" sindir Mike dengan mengulum senyum di bibirnya.
Wajah Fano seketika memerah, merasa malu dengan kata-kata sang Dady yang mungkin terdengar oleh para perawat di sekelilingnya.
"Dia membuat banyak jejak" lanjut Mike yang membuat istrinya tertawa.
"Baiklah, mom akan pulang dan berhati-hati lah kunci pintunya dan segeralah bawa dia menemui kami" ujar mommy nya sambil melambai.
Fano mengacak rambutnya dan mengusap wajahnya kasar, baru kali ini dia merasa sangat malu.
"Ini tidak boleh menjadi bumerang untukku, sial!" Gumam nya pelan.
Fano kembali masuk ke ruang kerja Kissela lalu menatap gadis itu dengan datar, membuat Kissela merasa bingung.
"Kau.."
"Aku akan membatalkan pemecatan itu, dan tidak usah menjadi pelayan dimension ku cukup menghilang dari hadapanku saja"
Alis Kissela berkerut bingung saat sikap Fano tiba-tiba berubah 180° dari beberapa menit sebelumnya.
"Kau kenapa? Apa ini karena kejadian barusan?" Tanya Kissela memastikan.
Fano terdiam, sejujurnya ia hanya tidak mau kedua orang tuanya berharap banyak dengannya perihal pernikahan.
"Aku tidak suka wanita agresif sepertimu, ku pikir kau berbeda dari yang biasa kutemui ternyata sama saja" mendengar itu Kissela hanya terdiam ditempatnya.
"Kau keluar dari ruangan ini sekarang" usir Kissela.
Fano merasakan sesak di hatinya saat melihat tatapan kecewa yang di berikan padanya. Hari ini ia berniat melanjutkan permainannya tapi justru semua selesai disaat seperti ini.
Fano adalah manusia anti komitmen, ia hanya ingin bermain dan bersenang-senang dengan banyak wanita dan ia hanya merasa penasaran dengan Kissela. Tapi rasa ini begitu asing dan berbahaya jika diteruskan.
Fano memilih pergi untuk saat ini sepertinya ia sudah terjebak pada permainan nya sendiri.
PoV. AuthorDi sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
PoV. AuthorHari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
PoV. AuthorSaat ini Cath sedang menatap tajam Ganesa yang sedang mengendarai mobilnya."Kau mau membawaku kemana?" Tanya Cath."Ke suatu tempat yang aku mau." Jawab Ganesa
PoV. Author"apa katamu barusan?!" Seru Ganesa menggelengkan kepalanya."Aku tidak tau jika kau sebodoh itu" lanjut Ganesa sambil bersedekap."Jelas ak
PoV. AuthorDiruang kerjanya Ganesa menatap asisten pribadinya yang menunduk dihadapannya. Menunduk karena menahan rasa canggung."Ha! Apa yang ingin kau sampaikan?!" Seru Ganesa yang tidak tahan dengan keadaan canggung diantara kedua nya.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m