PoV. Author
Hari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
"Ganesa hilang!?" Seru Leo sedikit membentak salah seorang bodyguard sahabatnya itu.
"Maaf tuan, kejadiannya sangat tidak terduga perkiraan setelah makan siang bersama tuan tuan beliau dihadang beberapa mobil" jelas ajudan Ganesa dengan hormat.
Dengan cepat Al berjalan kearah sebuah koper yang ia bawa lalu membukanya. Terlihat sebuah layar beserta banyak tombol di dalamnya. Jari nya menekan berbagai tombol dan keyboard yang ada dan menekannya sampai terlihat sebuah lokasi yang dicari.
"Aku menemukan nya, di gudang tua di pinggir pantai di sebelah barat kota ini" serunya dengan terburu membuka handphone nya dan melacak tempat yang tertera di layar.
Mobil mobil mewah itu keluar dari mansion Raiden dengan cepat diikuti oleh beberapa mobil berwarna hitam.
Perjalanan membutuhkan waktu 1jam dan mereka baru memasuki wilayah gudang yang dituju.
Ketiganya turun dari mobil mereka dan menatap kesekeliling gudang tua itu. Pandangan Leo terarah ke sebuah benda persegi yang adalah handphone milik Ganesa. Ia perlahan mengembuskan napas saat mendapati sebuah darah.
"Aku akan mencari kearah sana, berpencar lah" seru Leo mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jasnya.
Al dan Fano dengan sigap berpisah dan memulai pencarian mereka.
Sudah dua jam mereka berkeliling di sekitar tempat itu namun masih belum menemukan Ganesa di sana.
"Aku tidak menemukannya" ujar Fano saat melihat kedua sahabatnya yang terlihat tidak menemukan hasil sama sepertinya.
"Apa terjadi sesuatu padanya? Hingga dia tidak bisa kembali pulang" tanya Al dengan perasaan khawatir.
"Tenanglah. Ganesa bukan kita yang amatir dalam dunia hitam, dia pasti masih ada di sekitar tempat ini" ujar Leo menenangkan.
Brug!!
Ketiganya menoleh kearah suara benda yang terjatuh, mereka melihat seorang gadis menjatuhkan beberapa belanjaannya.
"Ma_af tuan silahkan dilanjutkan" ujarnya sambil berlalu pergi dengan sedikit berlari.
Melihat tingkah aneh gadis itu dengan cepat Fano berjalan mengikutinya yang memasuki kedalam sebuah lorong sempit.
"Astaga kenapa di sini jadi banyak sekali orang" gerutu gadis itu pada dirinya sendiri tanpa menyadari keberadaan Fano.
Gadis itu memasuki sebuah bangunan tua. Dibelakangnya dengan langkah pelan Fano mengikutinya melihat dari sebuah celah namun gelap.
"Untuk apa seorang gadis sepertinya berada disini?, ini mencurigakan" ujar Fano sambil menekan beberapa tombol di handphone nya.
^^^^^
"Apa kau belum bangun juga?" Ujar gadis itu sambil menyentuh kening Ganesa yang masih belum sadarkan diri, "tapi beruntung demamnya sudah turun" lanjut gadis itu melihat luka jahit yang kemarin malam dia obati.
Gadis itu berjalan kearah dapur dan mulai mengeluarkan beberapa sayuran untuk di masak, ia berpikir mungkin sup ayam pasti tepat untuk orang sakit.
Tubuh kecilnya dengan lincah bergelut dengan semua bahan-bahan makanan yang ada, tanpa menyadari bahwa seseorang telah memperhatikan semua kegiatannya.
Ganesa. Dia telah membuka matanya dengan menahan rasa nyeri di lukanya, ia menatap sekelilingnya dengan dahi berkerut. Mendapati seorang gadis yang sedang fokus memasak ia berusaha bangun dari posisi tidur nya.
"Akkh!" Serunya saat merasakan sakit yang luar biasa, ada luka di
Suara ringisan itu membuat gadis itu menoleh menatap wajah pucat pria yang masih berusaha duduk.
"Astaga! Jangan dipaksa dulu jahitannya Belum mengering" serunya sambil berlari kearah Ganesa.
Membantu memegangi tubuh pria yang masih terus mengamati nya dengan pandangan tajam.
"Siapa kau?" Tanya Ganesa dingin.
"A_ku? Aku.." jawabnya terbatah, "kau tidak ingat aku? Astaga" lanjutnya dengan bibir yang dicebikan.
"Siapa kau?" Tanya Ganesa lagi.
"Aku Cath tuan, kau sudah baik-baik saja? Jika sudah aku akan pesankan taxi untuk mengantarmu pulang" ujar Cath dengan sangat cepat membuat Ganesa merasa pusing.
Ganesa mengangkat tangannya meminta gadis di depannya ini untuk berhenti mengoceh.
"Cukup, kepalaku sakit sekali " ujarnya memejamkan mata dan bersandar pada punggung tempat tidur.
Gadis itu mendengus berdiri sedikit menjauh dari tempat tidur nya yang di tempati Ganesa, "Apa dia pikir ini rumahnya, ini rumah ku!" Ujarnya lalu berjalan menghentak langkah nya.
^^^^^
Di depan bangunan tua itu telah berdiri beberapa orang bersiap untuk mendobrak sebuah pintu de depan mereka.
"Dobrak, aku yakin gadis itu yang menyekap Ganesa" seru Fano.
"Kau yakin Ganesa di sekap seorang gadis?" Tanya Al dengan dahi berkerut, "Kalau begitu kita pulang saja, aku yakin dia baik-baik saja." Lanjut Al yang langsung mendapat tatapan tajam dari kedua sahabatnya.
Namun sebelum pintu itu di dobrak seseorang keluar.
"Ganesa!" Seru Al.
Leo dan Fano serempak menoleh. Menatap keadaan teman nya yang terlihat sangat pucat dengan beberapa lebam di wajahnya.
"Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya Fano.
Beberapa orang masuk kedalam gedung kumuh itu dengan membawa senjata untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya baku tembak.
"Ya, hanya luka gores" ujarnya menunjuk perut kirinya.
"Ayo kita kerumah sakit" seru Leo membantu memapah sahabatnya itu.
Ganesa yang masih sangat lemas hanya bisa pasrah, memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa pusing di kepala nya.
Setengah jam kemudian mereka tiba di songdo hospitality beberapa perawat dan Kissela berlari membawa sebuah brangkar.
"Astaga, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya Kissela dengan panik memeriksa secara langsung keadaan Ganesa.
Fano yang menyaksikan itu memutar bola matanya jengah dengan cepat dia menarik Kissela kearahnya.
"Kau bodoh atau apa? kau tidak lihat keadaannya? Jelas dia sakit. lebih baik obati dia karena itu lebih pantas dengan profesi mu!" Serunya terlihat malas.
Kissela yang terkejut hanya bisa mendengus melihattingkah arogan dari pria di hadapannya ini. Dengan berani dia mengabaikan Fano lalu membantu Ganesa pindah keatas brangkar yang di bawanya.
"Aku baik-baik saja Kissela, nanti akan aku jelaskan" jawab Ganesa yang jengah dengan sikap Fano.
"Kau seperti anak kecil Fano" ujar Al yang langsung berlari mengikuti bangsal karena melihat Fano yang akan mencekiknya.
^^^
"Leo, mana gadis yang bersamaku tadi?" Tanya Ganesa saat sudah selesai pemeriksaan,.
"Gadis? Aku tidak melihat seorang gadis" jawabnya bingung.
"Haissh " ujar Ganesa.
"Kau pasti berhalusinasi saat kau pingsan kemarin" cibir Leo.
"Tidak mungkin"
Keadaan di ruangan itu cukup canggung saat Fano menatap Kissela dengan sangat intens. Padahal Kissela hanya memberi sedikit obat karena jahitan di perut Ganesa sudah sangat baik.
"Siapa yang menjahit lukamu? Ini sangat luar biasa jika dia melakukannya tanpa alat yang memadai" ujar Kissela menjelaskan.
"Entah, aku tidak mengenalnya" jawab Ganesa.
"Emm baik ini sudah selesai. istirahatlah, dan jangan terlalu banyak bergerak" ujar Kissela lalu pergi meninggalkan ketiganya.
"Apa kalian harus sedekat itu di hadapan ku?!" Seru Fano pada Ganesa.
Ganesa memilih mengabaikannya dan memejamkan mata menghindar dari Fano.
"Apa yang kau bicarakan sih, dia kan dokter kau benar-benar sudah gila Fano" balas Al dengan wajah sebal.
"Ya aku gila, karena aku berteman dengan kalian." balasnya membuat Leo terkekeh.
Ganesa memejamkan mata sambil memijat keningnya yang terasa pusing.
"Kalian bisa pulang, aku akan istirahat dan kau Fano pergilah menemui Kissela untuk membicarakan masalah dokter muda yang kau pecat" ujar Ganesa lalu meninggi ketiga sahabatnya itu.
"Ahh masa bodo untuk apa aku mengurusi para dokter tidak tahu di untung itu" seru Fano yang langsung mendapat tatapan tajam dari kedua sahabatnya.
"Baiklah, kami akan pergi kau istirahatlah" ujar Leo lalu pergi bersama kedua sahabatnya yang masih terus berdebat dengan nada datar khas mereka.
Sementara Ganesa justru memikirkan gadis yang menolongnya.
"Kenapa gadis itu harus kabur, dasar bodoh". Ujarnya lalu memejamkan mata tertidur akibat obat yang ia minum.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
PoV. AuthorSaat ini Cath sedang menatap tajam Ganesa yang sedang mengendarai mobilnya."Kau mau membawaku kemana?" Tanya Cath."Ke suatu tempat yang aku mau." Jawab Ganesa
PoV. Author"apa katamu barusan?!" Seru Ganesa menggelengkan kepalanya."Aku tidak tau jika kau sebodoh itu" lanjut Ganesa sambil bersedekap."Jelas ak
PoV. AuthorDiruang kerjanya Ganesa menatap asisten pribadinya yang menunduk dihadapannya. Menunduk karena menahan rasa canggung."Ha! Apa yang ingin kau sampaikan?!" Seru Ganesa yang tidak tahan dengan keadaan canggung diantara kedua nya.
PoV. AuthorDuduk diatas tempat tidur berdua saling memunggungi. Ya, itu yang dilakukan Ganesa dan Cath sejak tadi.
PoV. AuthorBeberapa waktu kemudian, Cath dengan perlahan mendekat kearah Ganesa yang tertidur di dalam betup , ia menepuk pipi pria itu hingga terbangun, saat di lihatnya Ganesa terlah terbangun ia langsung memeluknya membuat Ganesa terdiam merasakan tubuh nya terasa hangat dan lebutnya kulit Cath tanpa penghalang apapun."Cath" gumam Ganesa pelan."Ayo kita keluar, aku sudah kedinginan" jelas Cath yang menuntun Ganesa agar berdiri.Posisi nya saat ini Ganesa yang menuntun jalan dan Cath yang memeluk nya membelakangai jalan tanpa tau jika pintu kamar mandi itu adalah sebuah cermin besar yang membuat Ganesa leluasa menatap tubuh sexy milik Cath. Serta gesekan-gesekan yang mengantarkan getaran pada pusat tubuh mereka yang membuat mereka mati-matian menahan diri dari gelombang gairah."Cath, apa kau tidak terganggu" tanya Ganesa dengan mengeratkan pelukannya.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m