PoV. Author
Kissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
"Sarah, aku ingin mengambil surat pemecatan dokter Danu" ujar Kissela pada salah satu staf disana.
"Astaga Kissela, Aku sangat sedih mengetahui dokter Danu harus di pecat, tidak ada dokter setampan dan sebaik dia disini." Dengan sedikit rasa tidak rela gadis itu memberikan sebuah amplop pada Kissela.
Namun sebelum amplop itu sampai ke tangan dokter itu seseorang telah merebutnya terlebih dahulu.
Srett!
Suara sobekan sebuah kertas membuat semua terkejut begitu juga Kissela. Fano, dia merobek surat itu menjadi dua.
"Batalkan pemecatan dokter Danu sekarang" ujarnya datar sambil menatap Kissela yang terkejut melihat aksi Fano barusan. "Kau ikut denganku" lanjutnya menarik lengan Kissela.
Kissela yang merasa bingung hanya pasrah saat lengannya ditarik oleh Fano. Ternyata Fano membawanya kembali kedalam ruang praktik nya.
"Apa yang anda lakukan? Apa anda serius membatalkan pemecatan ini?" Tanya Kissela penuh harap.
"Ini tidak gratis, kau tahu aku seorang pengusaha. Jelas tidak ada yang gratis dalam hidupku." Ujar Fano saat mereka berada di ruangan Kissela.
"Maksud anda saya harus membayar? Berapa yang harus saya bayar." Ucap Kissela yang membuat Fano tertawa.
"Uang? Apa kau menghina ku?" Ujarnya menatap Kissela.
"Oh.. jelas tidak tuan bukan seperti itu, aku hanya berpikir jika semua yang tidak gratis itu harus di bayar dengan uang." Kissela menjawab dengan cepat takut saat dia salah bicara dokter Danu akan menerima getah nya.
"Aku hanya butuh patner untuk datang pada acara liburan sahabatku di Manhattan dan lupakan masalah pelayan selama dua bulan ini." Ucap Fano yang saat ini menatap kearah luar jendela di ruangan itu.
"Kenapa harus aku?"
Fano berbalik menatapnya, "kau menolak ku? Baiklah kau jelas tahu apa yang bisa ku lakukan." Ucap nya.
"Oke_oke baik aku setuju, tapi aku harus mengajukan cuti terlebih dahulu."
"Aku sudah membuat nya dan pasti akan di setujui." Jelas Fano.
"Apa?!!"
"Aku harus pergi sekarang, hubungi aku saat kau ingin." Bisik Fano saat berjalan melewati Kissela, tangannya meletakan kartu nama di meja kerja di samping Kissela.
Namun Kissela menarik lengan Fano, "aku tidak mau menjadi wanita mu disana" ujar Kissela yang membuat Fano menghembuskan napas kasar.
"Aku tidak memintamu seperti itu." jelas Fano yang lanjut menarik lengan gadis itu.
Mati-matian Fano menahan diri untuk tidak memeluk gadis di depannya ini karena menunjukkan wajah yang sangat imut di depannya.
"Ya. Kau senang?" Tanya Fano masih menatap wajah Kissela.
Kissela mengangguk cepat, tersenyum lebar menatap nya seperti anak kecil yang mendapat banyak permen.
Fano tersenyum tertahan.
"Aku harus ke toilet" ujar Fano dengan cepat memasuki kamar mandi meninggalkan Kissela yang menatapnya dengan senyuman.
Didalam toilet Fano mencoba mengatur nafasnya.
"Kau harus tenang, kendalikan rasa sialan ini dan tenang lah Fano" ujarnya mengingatkan diri sendiri.
Dengan segera ia keluar dari ruangan pengap itu. Kembali menghampiri Kissela yang sedang duduk di sofa ruang kerjanya.
"Kau.." ujar mereka bersamaan, "kau lebih dulu" lanjut Fano dengan canggung.
"Kau sudah makan? Aku akan memesan makanan jika kau mau aku pesankan juga" tawar Kissela.
Fano tersenyum, "ya, kurasa boleh juga" ujar Fano.
Dengan cepat Kissela memesan makanan dengan telpon kantor.
"Tunggu sebentar lagi pasti datang, aku pesankan udang saus asam manis" ujar Kissela tersenyum.
Aku akan membiarkan rasa ini sampai liburan sialan itu selesai. Dan aku yakin perasaan ini bukan cinta. Fano berucap dalam hati.
Fano tersenyum, kembali menatap Kissela.
"Emm boleh aku bertanya?" Tanya Fano yang dibalas anggukan kecil.
"Apa hubungan mu dengan dokter Danu? Malam itu tidak sengaja aku melihatnya memberikanmu sebuah cicin" seru Fano dengan wajah serius. Kau terlalu ingin tahu Fano.
"Aku menganggap dokter Danu sebagai kakak ku, dia ingin melamar kekasihnya tapi besok paginya dia malah di pecat" jelas Kissela tertunduk.
"Tidak usah memasang wajah seperti itu, aku sudah membatalkan pemecatan nya kan?" Seru Fano.
"Kenapa?" Tanya Kissela menatap dalam pada Fino yang terlihat salah tingkah.
"Ehm, karena menurut ku dia masih dibutuhkan" jawab Fano dengan cepat.
"Ya, benar dia sangat berbakat dan sangat baik"
"Aku juga baik" seru Fano dengan sedikit cepat.
Kissela menatap nya dengan senyum dan menarik telapak tangan Fano pada genggamannya. Membuat debaran jantung Fano menggila.
"Ya kau sangat baik, aku baru menyadari nya" ujar Kissela dengan senyum manis.
Fano menenangkan debar jantung nya lalu membalas dengan tersenyum. Sial kenapa Kissela sangat menarik
Tok tok tok
"Itu makanannya, ya! Masuk!" Seru Kissela.
Masuklah seorang perawat yang langsung menatap keduanya dengan terkejut.
"Ini pesanan nya"
"Sini Kinan, bawa sini" ujar Kissela.
Setelah semua makan tersedia keduanya menyantap makanan dengan hikmat sesekali berbicara dengan santai.
"Gimana? Enak gak? Ini makanan favorit aku loh" tanya Kissela pada Fano yang sedang meminum segelas air.
"Lumayan untuk kantin sebuah rumah sakit" jawab Fano yang membuat Kissela tersenyum.
"Fano, wajahmu merah apa kau baik-baik saja?" Tanya Kissela .
"Tidak aku baik-baik saja, hanya sedikit pusing" setelahnya Fano batuk terus menerus.
"Kau kenapa hei, ayo ikut dengan ku" seru Kissela dengan cepat memapah Fano kearah luar .
"Tolong! Siapkan kursi roda!" Serunya dengan cepat.
"Tenanglah Kissela aku baik-baik saja" ujar Fano dengan tersenyum.
"Kau diam saja, aku akan memberimu obat" dengan sigap Kissela memberikan oksigen pada hidung Fano.
Fano menghembuskan nafas kasar, merasa malu pada saat langka seperti saat ini ia justru sakit karena hewan berotak kecil itu.
Kissela mendorong kursi roda itu kearah IGD dan menjelaskan semua yang terjadi pada dokter disana.
Menunggu di luar Kissela hanya bisa memandang pintu IGD tak tahan jika harus di dalam, melihat Fano yang sesak karena kelalaiannya.
^^^^^
Ganesa berjalan kearah ruang IGD dengan membawa infusnya, ia menemuka Kissela yang menunggu di depan ruangan.
"Kissela kau baik-baik saja?" Tanya Ganesa duduk di sebelah Kissela.
"Ya aku baik-baik saja, tapi tidak dengan sahabat mu" ujarnya lalu menangis. " Ini karena kelalaian ku kalian bisa melaporkan ku ke polisi" lanjutnya dengan air mata yang semakin deras.
"Dia yang bodoh, sudah tau akan alergi tetap dia makan" ujar Ganesa mendengus.
"Tapi aku yang memesannya,"
"Ya. Dan harusnya anak bodoh itu tidak memakannya" jelas Ganesa.
Kissela terkekeh kecil melihat Ganesa yang seperti ayah bagi Fano. Ia terlihat sangat peduli pada sahabatnya itu walaupun sedikit ditutupi dengan sikap dingin nya.
"Kenapa kau terkekeh tadi kau menangisi si bodoh itu" ujarnya.
"Kau tidak cocok dengan wajah itu, kau harus menunjukkan ekspresi wajah mu ini" seru Kissela mencubit kedua pipi Ganesa yang membuat nya mendapatkan tatapan tajam dari pria dingin itu.
Suara pintu terbuka mengalihkan keduanya dengan cepat Kissela menghampiri dokter yang baru saja keluar.
"Bagai mana dok, apa dia baik-baik saja?" Tanya Kissela.
"Tenanglah dia baik-baik saja, sesaknya perlahan berangsur hilang dan kulitnya nanti akan kembali lagi.
Kissela menghembuskan nafas lega, sedang Ganesa mendengus lalu masuk melewati kedua dokter itu untuk masuk melihat sahabatnya yang bodoh itu tak lama Kissela pun ikut masuk kedalam IGD.
"Kau? apa yang kau lakukan disini?" Tanya Fano saat melihat Ganesa dihadapannya dengan wajah datar.
"Melihat kebodohanmu, bisakah kau belajar untuk berfikir dahulu sebelum bertindak!" Seru Ganesa.
Fano memejamkan matanya ia sangat malu karena ketahuan Ganesa bahwa ia melakukan hal bodoh hanya untuk bisa dekat dengan Kissela.
"Aku tadi tidak tahu itu udang" balasnya asal membuat Ganesa mendengus.
"Kamar rawat mu berdua saja dengan ku, kau terlalu bodoh untuk sendiri" ujar Ganesa lalu pergi meninggalkan Kissela di sana.
"Hei! Aku bukan anak kecil lagi!" Serunya yang langsung bungkam saat melihat Kissela di sana sedang menatap kearahnya dengan wajah sendu.
Gadis itu berjalan mendekati Fano, dengan tertunduk.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Kissela dengan ragu.
"Ya ini akan membaik dengan cepat" jawab Fano mencoba menenangkan gadis di depannya.
"Aku sungguh minta maaf aku tidak tahu kalau kau ternyata alergi terhadap udang" seru Kissela mulai terisak.
"Hei.. sudahlah jangan menangis, aku baik-baik saja kau bisa melihatnya, ini hanya merah biasa" Fano menarik lengan Kissela mendekat lalu mendekapnya.
Membawa Kissela bergabung bersamanya, membuat rasa nyaman yang membuat mata Kissela perlahan terpejam di tengah isakkan nya.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
PoV. AuthorSaat ini Cath sedang menatap tajam Ganesa yang sedang mengendarai mobilnya."Kau mau membawaku kemana?" Tanya Cath."Ke suatu tempat yang aku mau." Jawab Ganesa
PoV. Author"apa katamu barusan?!" Seru Ganesa menggelengkan kepalanya."Aku tidak tau jika kau sebodoh itu" lanjut Ganesa sambil bersedekap."Jelas ak
PoV. AuthorDiruang kerjanya Ganesa menatap asisten pribadinya yang menunduk dihadapannya. Menunduk karena menahan rasa canggung."Ha! Apa yang ingin kau sampaikan?!" Seru Ganesa yang tidak tahan dengan keadaan canggung diantara kedua nya.
PoV. AuthorDuduk diatas tempat tidur berdua saling memunggungi. Ya, itu yang dilakukan Ganesa dan Cath sejak tadi.
PoV. AuthorBeberapa waktu kemudian, Cath dengan perlahan mendekat kearah Ganesa yang tertidur di dalam betup , ia menepuk pipi pria itu hingga terbangun, saat di lihatnya Ganesa terlah terbangun ia langsung memeluknya membuat Ganesa terdiam merasakan tubuh nya terasa hangat dan lebutnya kulit Cath tanpa penghalang apapun."Cath" gumam Ganesa pelan."Ayo kita keluar, aku sudah kedinginan" jelas Cath yang menuntun Ganesa agar berdiri.Posisi nya saat ini Ganesa yang menuntun jalan dan Cath yang memeluk nya membelakangai jalan tanpa tau jika pintu kamar mandi itu adalah sebuah cermin besar yang membuat Ganesa leluasa menatap tubuh sexy milik Cath. Serta gesekan-gesekan yang mengantarkan getaran pada pusat tubuh mereka yang membuat mereka mati-matian menahan diri dari gelombang gairah."Cath, apa kau tidak terganggu" tanya Ganesa dengan mengeratkan pelukannya.
PoV. AuthorPoV. Author"Kau baik-baik saja?" Tanya Cath yang terus menelisik wajah Ganesa dengan cermat."Ehm ya tentu aku baik-baik saja" Ganesa mendengus saat sadar akan apa yang baru saja terjadi."Kurasa kau bermimpi, kau mengigau tadi" ujar Cath."Cukup! Kau pergi menjauh dari ku" ujar Ganesa memalingkan wajahnya dari hadapan Cath yang terlihat penasaran.Cath mendengus saat Ganesa mengusirnya seperti itik kecil."Aku tahu kau bermimpi jorok" bisik Cath tepat di telinga Ganesa.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m