PoV. Author
Di sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
"Ini enak sekali, apa ada koki baru disini?" Tanya Fano sambil menyantap makan siangnya dengan senyum yang membuat ketiga pria di hadapannya merasa sangat aneh.
"Kau tau tadi aku yang memasak ini semua" ujar Al dengan dahi berkerut.
"Ahh ya, aku lupa ini enak ya kan Leo?" Ujar nya bertanya.
"Ya.. ini enak, ehm apa kau baik-baik saja?" Tanya Leo sedikit ragu.
Fano mengangguk menjawab dengan senyum yang membuat ketiga sahabatnya merasa khawatir.
"Selera makan ku hilang" ujar Ganesa.
"Ohh ya sudah jangan dimakan lagi" balas Fano tanpa merasa bersalah.
Ganesa mendengus, sedangkan Leo dan Al sibuk menahan tawanya.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti orang gila" Ganesa bertanya dengan wajah datar.
Fano tertawa meletakan gelas digenggaman nya.
"Aku sedang bingung dengan perasaanku, apa disini ada yang tau rasanya jatuh cinta?" Tanyanya pada ketiga sahabatnya.
Ketiganya menggeleng bahkan Ganesa mendengus mendengar itu.
"Aku sudah tebak, kalian tidak berguna dalam hal ini" ujar Fano.
Al terbatuk karenanya, dengan sigap Leo memberikan segelas air putih untuk nya.
"Ka_u? Jatuh cinta?" Tanya Leo.
"Entahlah" jawab Fano enteng.
"Dengan Kissela?" Tanya Ganesa.
Dengan perlahan wajah Fano yang berkulit putih berubah memerah.
Ketiga temannya memalingkan wajah.
"Astaga, ini menggelikan" ujar Al bergidik.
"Aku bilang entahlah bukan, iya" jelas Fano.
Ganesa berdiri menatap Fano dengan alis berkerut.
"Kau. Jangan mempermainkan perasaannya, jika hanya ingin bermain-main lebih baik jangan" ujar Ganesa lalu melangkah pergi.
Fano yang melihat itu merasa sangat terkejut. Seorang Ganesa terlihat sangat peduli terhadap seorang wanita.
"Kurasa dia juga menyukai Kissela" ujar Leo yang langsung mendapat tatapan tajam dari Fano.
"Aku hanya menebak, santai saja" lanjut Leo dengan senyum jenaka.
Wajah Fano berubah seketika menjadi lebih datar.
"Apa Ganesa normal? Kurasa tidak" ujarnya beranjak pergi meninggalkan Leo dan Al yang tertawa karena celetukan Fano.
^^^^^
Satu jam kemudian di sebuah jalan terjadi sebuah kejar-kejaran beberapa mobil. Terlihat sebuah mobil sport mewah diikuti mobil lain yang terlihat sangat kencang. Suara kenalpot racing terdengar nyaring mengikuti gerak mobil-mobil itu.
Sampailah mobil mobil itu pada sebuah gudang tua yang terlihat sudah tidak terawat, dengan wajah datar Ganesa turun dari mobil sport merahnya. Menggulung lengan kemeja nya sampai ke siku.
"Kalian masih ingin bermain-main?" Tanya pria berwajah datar itu.
"Jangan kau pasang wajah sialan mu itu brengsek!!" Seru salah seorang dari lima orang berbadan besar yang mengikuti nya.
Mendengar itu Ganesa melangkah maju, namun kelima orang itu serempak mengeluarkan senjata tajam membuat Ganesa mendengus seketika.
"Baiklah" serunya sambil berlari menendang salah satu dari mereka dengan capat.
Saat salah satu dari mereka mencoba memukul dengan tongkat kasti Ganesa menahannya dengan sebelah tangan namun tanpa di duga ada yang menusuk perutnya dari arah sebelah kiri membuatnya tumbang memegangi perutnya yang mengeluarkan darah segar yang sangat banyak.
"Rasakan!" Seru seorang lelaki dengan kulit hitam dan menendang rahang Ganesa keras.
"Ahkk!" Nafasnya tersengal akibat menahan rasa sakit.
Dengan bersusah payah ia berdiri namun sebelum itu terjadi ada yang menendang nya dari belakang. Tak lama suara mobilnya menyala dan pergi meninggalkan lokasi.
"Ahkk, sial!" Seru Fano saat tahu bahwa mobil nya sudah dicuri.
Ia melihat kesekeliling nya namun nihil tak ada satupun orang yang terlihat, wajar karena wilayah ini adalah wilayah tertutup dan terlarang.
Dengan merangkak ia berusaha berdiri dengan berpegangan pada sebuah tong besar. Sakit yang hasilkan luka tusuk itu menyulitkannya untuk bergerak. Salah-salah darah yang keluar semakin banyak. Terus melangkah tertatih sampai ia menemukan sebuah jalan kecil yang terhalang dinding bangunan.
Namun pandangannya menggelap membuatnya terjatuh menyebabkan beberapa kaleng bekas terjatuh menimbulkan suara gaduh.
"Hei, kenapa kau membuatnya berantakan!" Seru seorang gadis yang baru saja keluar dari bangunan tua itu.
Ganesa sudah sulit berjalan ia hanya menahan sakit di lukanya. Gadis itu melangkah kearah Ganesa dengan membawa sebuah handuk. Lalu menatap bingung pada penampilan Ganesa yang babak belur.
"Dia pasti pencuri yang kabur, aku harus bersembunyi" ujar gadis itu berbalik untuk pergi.
"Tolong," ujar Ganesa pelan. Membuat gadis itu berbalik menatap nya bingung. Dengan ragu dan takut ia mendekat. "Aku di ram_pok" jelas Ganesa tertahan.
"Apa!! Astaga!, di rampok?!!" seru gadis itu lalu berlari kearah Ganesa yang sudah setengah sadar akibat darah yang terus keluar, "Ayo biar ku bantu" seru gadis itu dengan sigap membantu Ganesa berdiri, sedikit merasa terkejut saat melihat darah di telapak tangan Ganesa. "Kau terluka, kita harus ke rumah sakit!!"
"Jangan!, Bawa saja aku ke rumahmu" ujar Ganesa memotong ucapan gadis yang hanya bisa mengangguk.
Gadis itu membawa masuk Ganesa kedalam sebuah bangunan tua yang cukup kumuh lalu meletakkannya di sebuah ranjang sederhana.
Dengan sigap ia mencari beberapa peralatan yang ia miliki untuk mengobati luka di perut Ganesa.
"Ini alat-alat yang aku punya, aku harus mengobati lukamu," ujar gadis itu dengan tangan gemetar berusaha membuka kemeja yang dikenakan Ganesa.
"Ah syukurlah hanya luka sobek" ujarnya.
Dengan keahlian yang dia pelajari dari kampusnya ia mulai membersihkan luka itu dengan penuh kehati-hatian. Menjahit luka walaupun rasa takut menggerogoti nya akibat ia tidak memiliki obat bius.
Berkali-kali Ganesa meringis wajahnya pucat dengan peluh membanjiri pelipisnya. "Kau harus di infus, biar ku lihat apa yang kupu.. hanya ini" ujarnya dengan ragu.
Infus hewan. Ya hanya itu yang ia punya itupun sisa saat ia menolong seekor anjing liar yang sekarat. Ia tidak tahu apa itu bisa untuk manusia namun dengan ragu ia tetap memasangkan itu pada Ganesa yang sudah setengah tertidur.
"Beristirahat lah, aku akan membersihkan ini semua" ujarnya sambil membasuh wajah dan tubuh Ganesa dengan air hangat. Sebenarnya apa yang terjadi padamu tuan.
Samar Ganesa menatap wajah gadis yang menolongnya namun tetap tidak terlihat jelas lalu perlahan pandangan nya menggelap.
PoV. AuthorHari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
PoV. AuthorSaat ini Cath sedang menatap tajam Ganesa yang sedang mengendarai mobilnya."Kau mau membawaku kemana?" Tanya Cath."Ke suatu tempat yang aku mau." Jawab Ganesa
PoV. Author"apa katamu barusan?!" Seru Ganesa menggelengkan kepalanya."Aku tidak tau jika kau sebodoh itu" lanjut Ganesa sambil bersedekap."Jelas ak
PoV. AuthorDiruang kerjanya Ganesa menatap asisten pribadinya yang menunduk dihadapannya. Menunduk karena menahan rasa canggung."Ha! Apa yang ingin kau sampaikan?!" Seru Ganesa yang tidak tahan dengan keadaan canggung diantara kedua nya.
PoV. AuthorDuduk diatas tempat tidur berdua saling memunggungi. Ya, itu yang dilakukan Ganesa dan Cath sejak tadi.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m