PoV. Author
"apa!? Dokter Danu di pecat?" Seru Kissela kencang.
Napas gadis itu tercekat, ia sangat terkejut dengan berita ini. Bagai mana bisa dokter sekompeten dokter Danu bisa di pecat.
"Dimana dokter Danu sekarang?" Tanya Kissela pada asistennya.
"Di ruang Prof. Namsis dok, menurut saya anda harus membantu dokter Danu kelihatannya disini ada kesalahpahaman" ujar asisten nya.
Jelas sepeti itu, semua penghuni rumah sakit ini tau bagai mana baiknya dokter muda itu. Dokter yang begitu ramah dan menganggap semua pasien nya adalah keluarga.
"Berapa pasien lagi yang harus saya tangani?" Tanya Kissela pada asistennya.
"Sudah tidak ada dok, anda bisa makan siang sekarang" balas asistennya.
Kissela bersiap dengan melepaskan jas dokter nya.
"Aku akan ke departemen rumah sakit untuk menanyakan masalah dokter Danu" ujar Kissela.
Kissela pergi meninggalkan ruangan lebih dahulu, dengan wajah tegas khas dokternya ia berjalan menuju ruang departemen rumah sakit itu.
Ia berdiri di depan lift dengan tak sabar saat pintu lift terbuka wajah dokter Danu lah yang ia lihat, wajah dengan senyum teduh itu terlihat muram.
"Dokter Danu, anda baik-baik saja?" Tanya Kissela.
Dengan senyum dia terlihat mengangguk, ia merangkul bahu Kissela yang berwajah murung.
"Hei, disini akulah yang di pecat" ujarnya berusaha santai.
Sampai dimana Kissela menahan lengan dokter Danu lalu menatapnya dalam.
"Jangan berpura-pura tegar dok, aku tau ini sangat tidak adil untukmu ada masalah apa sebenarnya?" ujar kissela dengan mata berkaca-kaca.
Bagai mana tidak, ia sudah menganggap dokter Danu sebagai kakak nya, sekarang orang yang selalu mendukungnya sedang nerada dalam masalah besar dan Kissela merasa tidak berguna karena tidak dapat mencegahnya.
"Aku di pecat, ya sudah mungkin aku harus menolong orang dengan cara lain lagi, atau aku akan membuka klinik di indonesia" balas dokter Danu dengan sabar yang membuat Kissela seketika menangis.
Melihat itu dokter Danu tertawa ringan. Sekarang ia merasa sangat bahagia ia bisa tahu ada seseorang yang sangat peduli terhadap dirinya.
Perlahan ia membawa Kissela kedalam dekapannya.
Sebagian orang yang berlalu lalang memperhatikan keduanya namun kedua dokter itu memilih tidak peduli. Tangis Kissela semakin menjadi hingga sulit berhenti.
"Sudah jangan menangis, ayo kita makan diluar aku yang traktir, kau tidak malu dilihat orang seperti ini?" ujar dokter Danu sambil menghapus air mata yang mengalir dari mata indah milik Kissela.
Mereka berjalan keluar dari rumah sakit itu dengan dokter Danu yang terus meledek Kissela yang masih saja terisak.
"Aku se_dang sedih, ja_ngan meledekku" ujar Kissela memukul pelan lengang dokter Danu yang masih terus tertawa.
"Baillah baiklah, anak cantik ayo kakak belikan makanan" canda Danu membuat Kissela tersenyum karenanya.
^^^^^^
Keduanya sedang duduk di sebuah cafe Kissela terus bertanya alasan pemecatan dokter Danu, namun lelaki dengan senyum teduh itu belum menjawab dan lebih memilih mengalihkan topik pembicaraan.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, jelaskan semuanya padaku sekarang." Seru Kissela.
Dokter Danu menghembuskan nafasnya dalam,
"Sebenernya aku tidak mau bercerita, tapi kau terus memaksaku dengan tangis jelekmu itu" ujar dokter muda itu dengan terkekeh.
"Kau sudah tahu aku, ayo sekarang jelaskan" desak Kissela.
"Prof. Namsis berbicara padaku dengan sangat terpaksa, dia hanya menjalankan perintah dari pemilik rumah sakit dan aku mengerti posisinya saat itu, alasannya aku pun tidak tahu begitu juga dia, sudahlah mungkin ini memang takdirku" jelas dokter Danu dengan malas, ia memilih menghabiskan spaghetti pesanannya.
"Jadi ini semua karena, pemilik rumah sakit? Astaga apa hubungannya dia dengan mu bahkan kalian tidak pernah bertemu satu kali pun, apa salahmu ini benar-benar tidak adil" seru Kissela berapi-api.
"Biarkan saja, jangan sampai kau juga ikut terseret dalam masalah yang tidak jelas ini, ingat" ujar Danu menasehati.
Kissela hanya diam ia terus memikirkan hal apa yang harus ia lakukan untuk membantu dokter yang sangat baik di depannya ini.
"Alfano Gibadesta" serunya dalam hati saat ia mendapatkan jalan keluar yang mungkin bisa membantunya.
^^^^^
Uhkk! uhkk!
Fano tersedak makanan yang baru saja masuk kedalam mulutnya. Batuknya membuat keributan di meja makan yang di isi sahabatnya yang kebetulan sedang mengunjungi nya. Menjenguk kata mereka.
"Hei bung, bisakah makan dengan perlahan" sindir Al.
"Kau seperti tidak pernah makan enak saja" ledek Leo dengan suara kekehan.
Salah satu pelayan membawakan segelas air putih untuk tuan mereka. Fano langsung meminumnya dengan cepat dan membasuh bibirnya dengan tisu di depannya.
"Segeralah habiskan makanan kalian dan pergi, aku masih harus istirahat" ujarnya yang mengundang tawa ketiga sahabatnya.
"Ku dengar aku memecat salah satu dokter di rumah sakit mu, apa itu Kissela?" Tanya Ganesa.
"Siapa Kissela? Ahh aku ingat dia dokter yang sempat bermalam dengan mu dan membuatmu masuk rumah sakit itu kan?" Ujar Al terkekeh.
"Diam kau" seru Fano jengkel.
"Jadi kau pecat? Karena dia sudah membuatmu gila malam itu?" Tanya Leo sarat akan sindiran.
"Bukan Kissela, tapi dokter muda bernama Danu," jelas Ganesa dengan semirk khasnya.
Fano menatap Ganesa kesal, bagai mana dia tau semua yang dilakukan oleh nya. Diliriknya asisten pribadinya yang sedang menunduk dalam.
"Kau pecat dia, aku akan merekrutnya" lanjut Ganesa.
Mendengar itu Fano hanya bisa mendengus.
"Apa masalah mu dengan dokter itu? Jika ini karena Kissela, tindakan mu terlalu jauh" ujar Leo mengingatkan.
Fano tersenyum saat nama Kissela di sebut, ia sedang bahagia hari ini mendengar gadis itu menangisi lelakinya. Ini sangat mengasikan, ia yakin Kissela sedikit lagi akan meminta bantuan padanya.
"Kita lihat apa yang bisa dilakukan jalang kecil itu" ujar Fano tersenyum.
"Dia bukan jalang, kurasa kau keliru" jelas Al yang merasa julukan itu hadir karena dirinya sering menyebut bebe apa wanitanya seperti itu.
"Aku tidak peduli ini keliru atau bukan yang aku tahu ini menyenangkan" ujar Fano.
"Lebih menyenangkan jika kau ikut dipermainkan di permainan mu itu" seru Ganesa dengan sedikit kasar.
"Aku harus pergi" lanjutnya meninggal ketiga sahabatnya yang menatapnya bingung.
"Ada apa dengan perjaka satu itu?" Tanya Leo.
Ya, diantara mereka Ganesa lah yang berstatus perjaka 100%. Ia menolak semua jalang yang datang padanya, walaupun ia pemilik casino ternama.
Sampai saat ini masih belum ada yang bisa menaklukkan nya bahkan menyentuhnya.
Fano acuh dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Leo.
"Mungkin dia tertarik pada dokter Kissela" mendengar celetukan Al membuat Fano terdiam. Moodnya seketika turun.
"Aku harus istirahat, kalian pulanglah" seru Fano meninggal meja makan itu dengan penuh rasa kesal di hatinya.
Leo tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya.
"Apa kau merasakan nya? Mereka sepertinya sedang ada masalah pribadi yang rumit, atau memperebutkan wanita?"
"Aku tidak suka, akan lebih baik kita memperebutkan harga saham" ujar Al dengan senyum menjengkelkan.
"Ehm.. dimana Fano?" Keduanya menatap seorang wanita cantik dengan pakaian sexy dihadapan mereka.
Samantha anak salah seorang parlemen negeri ini yang menggilai Fano. Walaupun cantik, itu tidak cukup untuk mengambil hati Fano, ia hanya dijadikan teman bermalam.
"Dia ada di kamarnya, sedang istirahat" jawab Leo.
"Kurasa kau harus pulang nona, mau ku antara? Kau bisa mampir di mansion ku" ujar Al menawarkan diri.
"Aku tidak selera dengan seorang pangeran seperti mu, terlalu banyak sekandal" balas Samantha dengan acuh. Membuat keduanya tertawa saat wanita sexy itu melewati mereka dengan gaya sensual yang dibuat untuk memancing kedua kucing itu.
PoV. AuthorFano merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur nya. Dengan perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja nya melempar nya sembarang dan perlahan menghembuskan nafas kasar."Segeralah menemui ku Kissela, aku semakin menggila karena perasaan ini," Fano bergumam.K
PoV. AuthorKissela menaiki sebuah bus menuju sebuah panti asuhan di pinggir kota. Panti asuhan tempat ia dibesarkan, tempat dimana ia mendapat perhatian dari seorang pengasuh hingga ia bisa seperti saat ini.Dengan senyum lebar Kissela turun disebuah halte dan menyebrangi jalan untuk sampai di halaman sebuah rumah sederhana yang terdapat banyak mainan anak di depannya. Kehadirannya disambut banyak anak kecil yang memanggil nya dengan sebutan kakak.
PoV. AuthorKeesokan harinya di rumah sakit terjadi sedikit kekacauan. Beberapa orang datang dengan bersamaan menerobos masuk, berteriak sangat keras. Meminta sebuah tanggung jawab atas kematian seorang korban kecelakaan yang sempat masuk rumah sakit ini."Keluar kalian, kalian tidak pantas menjadi seorang dokter!!" Seru seorang ibu dengan menggebu-gebu.
PoV. AuthorDi sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
PoV. AuthorHari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m