PoV. Author
Fano merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur nya. Dengan perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja nya melempar nya sembarang dan perlahan menghembuskan nafas kasar.
"Segeralah menemui ku Kissela, aku semakin menggila karena perasaan ini," Fano bergumam.
Klikk!
Suara pintu terbuka, mengalihkan Fano menjadi terduduk. Tubuh bagian atasnya terlihat menggiurkan dengan pahatan otot yang sempurna. Membuat seorang wanita yang baru saja masuk tersenyum sensual menatapnya.
Dengan langkah pelan Samantha mendekat, menggerakkan pinggulnya serta tersenyum dengan sensual berusaha memikat pria didepan nya.
"Butuh bantuan? Kau terlihat penuh" ujar Samantha sambil ikut merebahkan dirinya di sisi tempat tidur yang kosong di samping Fano.
Fano memijat dahinya, sementara Samantha menyandarkan kepalanya di bahu Fano tangannya sibuk menelusuri perut Fano dengan nakal.
"Aku sedang tidak berminat untuk itu" jelas Fano.
Namun Samantha justru menurunkan tangannya ke batas pinggul pria itu, berlama-lama disana lalu perlahan menyelinap berniat memanjakan pusat gairah Fano.
Perlahan jeri lentik itu membuka kancing celana bahan milik Fano, bibirnya sibuk mengecupi rahang tegas Fano. Pria itu hanya terpejam menikmati setiap sentuhan yang dilakukan oleh Samantha.
Nafasnya mulai tidak beraturan, memburu mengejar gelombang gairah yang disebabkan gesekan jemari lentik Samantha pada pusat gairah nya. Saat Fano berniat melumat bibir Samantha yang sedang tersenyum sexy padanya justru gadis itu lebih berminat pada benda panjang di tangannya.
"Aku ingin mencicipi yang ini," ujar nya setengah mendesah.
Fano hanya menatap dengan pandangan berkabut lengkap dengan senyum andalannya.
"Ahh.. kau jalang sialan" ujarnya sambil menengadah.
Samantha terus bergerak mencoba memasukan benda panjang itu agar bisa masuk lebih dalam di mulutnya.
Sesekali wanita haus seks itu akan tersedak karena ukuran benda kebanggaan Fano yang sangat besar.
Dengan kasar Fano menjambak rambut ikal Samantha.
"Kau senang dengan apa yang kau lakukan jalang? Ya! Kau harus senang dan jangan bersikap jual mahal!" Seru Fano dengan semirk yang terlihat kejam.
"Sialan kau jalang kecil!" Lanjutnya dengan menggeram rendah saat telah sampai pada pelepasannya.
Ia melepaskan cekalan nya pada rambut Samantha dan merebahkan diri, sesaat setelah ia sadar yang berada di hadapannya adalah Samantha bukan Kissela.
"Keluarlah Sam, aku sedang ingin sendiri malam ini" ujar Fano sambil memejamkan matanya.
Samantha yang baru saja akan melepaskan pakaiannya mendadak terdiam saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut pria dihadapannya.
"Jangan bercanda Fano, kau berniat mempermainkanku? Ayolah ini sangat menyiksaku" ujar Samantha dengan membelai tubuh terbaring Fano.
"Pergi" ujar Fano dingin.
Dengan menghentak-hentakan kaki nya wanita berdada besar itu pergi keluar dari mansion milik Fano.
^^^^^^
"Alfano Gibadesta" ujar Kissela pelan.
Di atas tempat tidur nya Kissela terus memikirkan Fano. Ia merasa hanya laki-laki itu yang bisa membantunya.
"Ini pasti berhasil, aku harus menemuinya demi dokter Danu" ujarnya.
Ia merebahkan diri menatap atap kamar yang sederhana. Mencoba berpikir bagaimana cara agar ia bisa bertemu dengan Fano untuk membela keadilan sahabatnya.
"Besok aku harus ke kantor Fano, ya! Harus" ujarnya penuh tekat.
^^^^^
"Selamat pagi, sir" sapa staf kantor yang biasa menyambutnya setiap pagi. Seperti biasa tidak pernah mendapat balasan.
Fano berlalu memasuki loby perusahaan nya dengan diikuti beberapa staf penting. Keberadaan nya jelas menarik perhatian seluruh karyawan yang ada terutama karyawan berjenis kelamin perempuan. Diam-diam mencuri-curi pemandangan menarik ini, berusaha menarik perhatian sang taipan.
"Tuan Alfano Gibadesta" panggil seseorang mengejutkan seluruh orang yang ada di loby perusahaan saat Fano berhenti seketika.
Dengan alis berkerut pria dengan aura dominan itu berbalik, menelisik kearah pintu masuk perusahaan. Perlahan susut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyum tipis.
Kissela. Seseorang yang memanggilnya adalah Kissela.
Dengan dress selutut berwarna merah muda membuatnya terlihat sangat anggun dengan rambut yang di hias bandana berwarna putih. Gadis itu berjalan kearah Fano yang masih terus mengamati nya.
"Aku ingin berbicara dengan anda tuan" pintanya dengan tatapan memohon.
Sebagian petinggi perusahaan yang melihat itu merasa penasaran dengan gadis yang berani memerintah pada atasan mereka yang terkenal arogan ini.
"Emm, baiklah tapi setelah aku rapat terlebih dahulu, kau bisa menunggu di ruang kerja ku" jawab Fano dengan senyum manis yang membuat para karyawan wanita yang melihatnya memekik tertahan, beberapa petinggi lainnya merasa terkejut dengan respon asing itu.
Kissela mengangguk pelan sebagai jawaban lalu mengikuti langkah Fano yang berjalan menuju lift khusus untuknya.
Kissela terkejut saat tak ada yang naik bersama mereka, gadis itu berniat keluar namun lengannya ditahan oleh Fano.
"Tidak apa, kau disini saja lift ini akan membawa kita langsung ke ruang kerjaku" jelasnya dengan tangan yang masih menggenggam lengan kecil Kissela.
"Harusnya anda memberi tahuku jika sepirti ini orang-orang mungkin akan berpikir yang tidak-tidak" balas Kissela dengan bibir mencebik.
"Biarkan saja" jawab Fano singkat. Ia lebih memilih menikmati kedekatannya dengan gadis yang membuat beberapa harinya terguncang.
"Aku datang kesini.." ucapan Kissela tertahan saat Fano meletakan telunjuknya tepat dibibir gadis itu.
"Jangan sekarang, nanti saja" jelas Fano, saat Kissela ingin membalas ucapan laki-laki itu pintu lift sudah terbuka.
Fano menarik lengan Kissela untuk berjalan mengikutinya memasuki sebuah pintu besar berwarna hitam yang berada tepat di depan pintu lift yang baru saja mereka tumpangi.
Saat pintu terbuka Kissela membulatkan matanya saat melihat pemandangan kota dan laut diwaktu yang sama.
"Woow, ini ruang kerjamu?" Serunya sambil berjalan kearah kaca besar di depannya.
Sudut bibir Fano dengan sempurna melengkungkan sebuah senyum saat menatap Kissela yang terlihat sangat mengagumi ruang kerja nya.
"Ya ini adalah ruang kerjaku setiap hari, tempat yang ku desain sesuai keinginanku agar mengurangi kebosanan saat aku bekerja" jelas Fano yang membuat Kissela menatapnya dengan kagum.
"Kau mendesain nya sendiri? Luar biasa" ujar Kissela dengan kagum.
"Baiklah kau bisa menungguku disini sampai aku selesai dengan rapat ku" ujar Fano sebelum ia keluar dari ruangan itu dengan membawa ipad miliknya.
Kissela menatap seluruh isi ruangan ini, ada beberapa pajangan yang terlihat sangat mahal tapi Kissela sangat tertarik dengan bola dunia yang ada di atas meja kerja Fano di sebelah kanan ruangan.
"Ini emas asli, pasti sangat mahal" ujarnya sambil menyentuh pelan lalu tersenyum saat melihat keindahan karya seni itu.
**
Sedangkan diruang rapat, Fano terlihat melihat ipad nya dengan serius. Bukan_bukan melihat bahan laporan rapat bulanan, melainkan sambungan CCTV ruang kerjanya yang menampilkan rekaman Kissela yang sedang melihat bola dunia yang ia dapat dari Leo saat ulang tahun perusahaannya.
Senyum tersungging di bibirnya, memperlihatkan giginya yang terlihat rapih membuat para wanita diruang rapat hari ini menjadi salah tingkah.
Dahi Fano berkerut secara tiba-tiba saat melihat Kissela bergerak kearah laci meja kerjanya yang terlihat terbuka.
"Sial!" Serunya seraya berdiri dengan cepat.
"Tutup rapat hari ini, kita lanjutkan besok" ujarnya dengan terburu-buru membuat beberapa general manajer melihatnya bingung juga terkejut.
**
Kissela menatap laci yang terbuka dengan rasa penasaran tapi ia masih sadar jika ruangan ini bukan ruangan nya jadi dengan sungkan ia berniat untuk menutup laci meja kerja milik Fano itu.
Dengan perlahan Kissela mendekat dan menatap isi dari laci kecil didepannya lalu menutupnya. Ia berbalik dan duduk di sofa yang menghadap langsung ke pemandangan kota yang sangat indah. Namun seseorang mengejutkannya saat pintu ruangan itu terbuka dengan kencang, dahi gadis itu berkerut saat melihat Fano yang terlihat sangat panik.
"Kau sudah selesai? Apa ada masalah?" Tanya Kissela dengan wajah bingung.
Fano menatap Kissela dengan napas memburu lalu tatapannya beralih kearah laci kecil di meja kerjanya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Kissela lagi.
Fano tersenyum canggung, lalu menyisir rambut hitamnya kebelakang.
"Aku baik-baik saja, kau belum di beri minum" tanya Fano berbasa-basi.
"Anda baru keluar sepuluh menit yang lalu, mana mungkin asisten anda sempat memberikan saya minum" balas Kissela dengan senyum geli.
Fano terkekeh ia ikut duduk di sofa yang sama dengan Kissela.
"Oke, mau minum apa biar aku buatkan"
"Boleh jika tidak keberatan" ujarnya.
Fano dengan gayanya berjalan ke arah pantry lalu membuka jasnya dan mulai membuka jasnya. Mulai membuat minuman untuk Kissela.
PoV. AuthorKissela menaiki sebuah bus menuju sebuah panti asuhan di pinggir kota. Panti asuhan tempat ia dibesarkan, tempat dimana ia mendapat perhatian dari seorang pengasuh hingga ia bisa seperti saat ini.Dengan senyum lebar Kissela turun disebuah halte dan menyebrangi jalan untuk sampai di halaman sebuah rumah sederhana yang terdapat banyak mainan anak di depannya. Kehadirannya disambut banyak anak kecil yang memanggil nya dengan sebutan kakak.
PoV. AuthorKeesokan harinya di rumah sakit terjadi sedikit kekacauan. Beberapa orang datang dengan bersamaan menerobos masuk, berteriak sangat keras. Meminta sebuah tanggung jawab atas kematian seorang korban kecelakaan yang sempat masuk rumah sakit ini."Keluar kalian, kalian tidak pantas menjadi seorang dokter!!" Seru seorang ibu dengan menggebu-gebu.
PoV. AuthorDi sebuah cafe yang dimiliki Al terlihat empat orang pria tampan sedang berbincang.
PoV. AuthorHari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.
PoV. AuthorKissela berjalan ke ruangan milik staf rumah sakit. Dokter Danu memintanya mengambil surat pemecatan nya . Mau tidak mau Kissela tidak menolaknya walau dia masih belum menerima ini semua, karena Dokter Danu sudah tidak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan lagi dari teman-temannya yang jelas sangat sulit untuk di jawab.
PoV. AuthorWaktu telah menunjukkan pukul 23.56 Ganesa masih terbaring di kasur rumah sakit, memainkan iPad nya untuk mengerjakan tugas kantor nya.Dengan mengabaikan dering handphone nya ia terus berkutat menanda tangani beberapa dokumen yang berserakan di atas pangkuannya.
PoV. AuthorIni gila! Bagaimana cara agar aku bisa keluar dari ruangan ini" ujar Cath berbisik.Saat ini ia sedang berada didalam toilet, terduduk diatas closed sambil berpikir cara untuk keluar dari ruang rawat Ganesa sebelum dia ketahuan mencuri di rumah sakit ini.
PoV. AuthorSaat ini Cath sedang menatap tajam Ganesa yang sedang mengendarai mobilnya."Kau mau membawaku kemana?" Tanya Cath."Ke suatu tempat yang aku mau." Jawab Ganesa
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m