PoV. Author
Fano turun dari Lamborghini Aventador miliknya dengan membawa beberapa kaleng beer di tangannya. Ia menghampiri kissela yang sedang memandang pemandangan kota di malam hari. Saat ini mereka berada di sebuah tebingan dipinggir kota, Fano memutuskan menemani Sela yang tidak ingin pulang kerumahnya dalam keadaan seperti saat ini.
"Kau ingin minum? Udaranya sangat dingin, ini bisa sedikit menghangatkan" ujar Fano yang baru saja duduk disebelah gadis itu.
"Ya.. terimakasih" balasnya.
"Berapa lama kau berpacaran dengan nya?" Tanya Fano membuka obrolan.
Sela menunduk dan menghembuskan nafas kasar lalu tertawa sumbang.
"Cukup lama, sampai aku tidak tahu seperti itu dia menganggap ku".
Gadis itu mulai menangis.
"Kau tau, aku bekerja siang dan malam hanya untuk mencukupi kehidupan ku agar bisa setara dengan keluarganya, aku berhemat hanya untuk membeli produk kecantikan hanya untuk cantik didepan nya" gadis itu masih terus menangis meluapkan kesedihan yang ia rasakan.
"Aku memang tidak handal dalam berhubungan sex, aku bahkan baru pertama melakukan nya, apa itu salah? Apa aku salah?" Tanyanya pada Fano yang tersedak karena mendengar ocehan gadis di sampingnya ini.
Fano tersenyum kearah kissela dan berujar dengan baik.
"Tidak salah kalau kau tidak handal dalam hal itu, itu tandanya kau gadis baik-baik"
"Aku gadis baik? Aku tidak bisa menerima hinaan yang tadi ia tadi, dia mempermalukan ku" seru kissela dengan menarik kerah jas yang di kenakan Fano bicaranya mulai melantur.
Fano terkejut, "hei kau harus sabar, menurut ku kau cantik dan cukup menarik kekasihmu pasti akan menyesal, percaya padaku"
Kissela menjauhkan tubuh mereka lalu meminum beer yang ia pegang dengan sekali terburu, Fano yang melihatnya menggeleng tidak percaya pasalnya yang diminum hanya minuman beralkohol rendah dan baru satu kaleng tapi sudah membuat Kissela berbicara dengan tidak jelas.
"Kenapa udara hari ini panas sekali ya? Apa ini musim panas?" Tanya Kissela pada Fano yang baru saja menghabiskan satu kaleng beernya.
"Biasa saja, kurasa malah dingin" jawab Fano terus meminum kaleng keduanya.
Dalam hati Fano merutuk saat merasakan tubuhnya mulai merasakan panas juga, dahinya berkerut dengan terburu ia mengambil kaleng kedua yang ia baru saja habiskan.
"Baik-baik saja ini sama seperti yang biasa, akhh panas sekali" Fano dengan cepat membuka dua kancing teratasnya.
"Aku tidak tahan aku pinjam mobil mu ya, aku mau pakai ac" seru Kissela dengan terburu masuk ke dalam mobil lalu menyalahkan ac.
Dengan kesusahan Fano berdiri dan mengetuk kaca mobil dengan terburu.
"Kisselah.. cepat buka pintunya aku juga kepanasan"
Tanpa berpikir panjang kissela membuka pintu mobil dan mendapati pemandangan tubuh topless Fano yang berdiri didepan pintu mobil.
"Panas sekali badan ku terasa sakit semua" keluhnya yang masuk kedalam mobil menabrak tubuh kecil Kissela.
Saat kulit mereka bersentuhan mereka merasakan aliran darah mereka berdesir, dan napas keduanya memburu satu sama lainnya.
"Ahh Fano aku sudah tidak kuat, tolong akuhh" ujar Kissela memohon dengan pandangan sayu.ia mengalungkan lengannya di bahu Fano yang terlihat kokoh.
Perlahan keduanya mendekat dan Fano memberikan sebuah kecupan di sudut bibir gadis itu. "Kita bisa mencoba nya, tapi aku takut kamu menyesal setelahnya".
Kissela menggeleng cepat lalu menatap Fano dengan memohon dengan peluh yang sudah menetes di dahinya.
"ku mohon"
Setelah kalimat itu Fano menarik kissela keatas pangkuannya lalu menghapus melumat bibir gadis itu dengan penuh rasa damba. Manis itu yang ia rasakan saat mengecap bibir gadis di pangkuannya.
Kissela terbawa dengan arus gairah yang ditawarkan oleh Fano. Ia meletakkan kedua lengannya diatas bahu Fano dan menggenggam rambut Fano dengan jari-jari lentiknya.
Fano memutus ciuman mereka dan menatap wajah kissela tepat di mata gadis itu. Ia tersenyum saat melihat raut kekecewaan di wajah Kissela.
Dengan lengannya Fano menarik Kissela lebih merapat pada tubuhnya dan menurunkan kursi mobil agar mendapatkan tempat yang lebih luas untuk dirinya dan kissela.
Udara yang tadinya dingin berubah menjadi panas membara. Sentuhan demi sentuhan di terima kissela dengan bergairah bahkan Fano yang biasa melakukan nya di buat gila dengan sensasi yang berbeda.
"Ahh..ah kau sangat luar biasa" ujar Fano menggila
Dengan terburu-buru keduanya melepas seluruh pakaian mereka, dengan lengan kekarnya Fano menarik Kissela naik keatas pangkuannya membuat tubuh mereka bergesekan tanpa penghalang.
"Uhh Fano aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit inihh" ujar Kissela saat merasakan sengatan gairah saat bibir Fano melumat puncak payudara nya.
Dengan perlahan Fano mengarahkan miliknya hingga perlahan memasuki celah milik Kissela.
Kissela hanya bisa menengadahkan tubuhnya hingga melengkung menahan kenikmatan.
"Ahhkkk! Oh!" Seru keduanya saat penyatuan mereka sempurna.
"Kau?. baik-baik saja Kissela?" Tanya Fano lalu mengecup puncak payudara yang berada di depannya.
Kissela tidak menjawabnya, namun mulai menggerakkan tubuhnya perlahan sambil mendesah mencari kenikmatan.
"Ahh Kissela kau ternyata sangat nakal saat seperti ini, ohh" ujar Fano sebelum ikut bergerak mempercepat tempo permainan.
Keduanya bergerak seirama yang lama kelamaan menjadi tidak beraturan yang menghasilkan suara pertemuan bagian tubuh mereka yang sangat sensual.
"Ahkk!" Pekik Kissela saat mencapai orgasme.
Sedangkan Fano memilih tidak memberi waktu pada Kissela, ia terus mencari kenikmatannya. Tubuh ke duanya terguncang saat Fano membenamkan dirinya di kehangatan Kissela yang paling dalam.
"Ohh! Akhhh ahh!" Seru keduanya lalu berpelukan dengan napas memburu.
"Ahh Fanoh.." gumam Kissela di belakang telinga Fano yang memancing gairah muncul kembali.
Keduanya terus melakukannya hingga larut dan tertidur karena Kelelahan.
PoV. AuthorMalam berganti pagi yang cerah, kissela berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Ia merasakan seluruh bagian tubuh remuk. Sinar matahari menerjang masuk ke dalam retina matanya membuatnya harus mengerjap beberapa kali.Sadar dengan tempat yang tidak dia ketahui membuatnya terduduk tegak. Sekelebat bayangan semalam melintas. Dengan cepat ia menutup mulutnya dengan punggung tangan pandangannya ia edarkan keseluru
PoV, AuthorBeberapa perawatan menunggu di depansongdohospital."Ada apa? Apa ada pasien gawat darurat?" Tanya salah seorang dokter."Anak pemiliksongdohospitaltiba-tiba sakit dan harus dirawat segera"
PoV. AuthorDiruang vvipsongdohospitalketiga lelaki itu menunduk melihat ipad mereka fokus terhadap pekerjaan masing-masing. Sampai suara ketukan pintu terdengar, membuat mereka mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara."Masuk." Ujar Ganesa.
PoV. AuthorKissela berjalan dengan terburu-buru di lorong rumah sakit, ia merasa sangat bodoh dengan berpura-pura tidak tahu apapun seperti itu. Jelas ia tahu apa yang menjadi kelemahan nya adalah berbohong. Sedikit memukul kepalanya pelan."Ahhh bodohnya aku" ujarnya."Dokter Kissela, tunggu sebentar" seorang dokter muda memanggil nya.
PoV. AuthorMalam itu Fano merasa sangat tidak nyaman dengan hatinya, ia seperti telah membuat masalah yang sangat besar. Rasa mengganjal di hati membuatnya sulit untuk tertidur, kilasan saat ia melihat Kissela bersama dengan dokter muda itu terulang terus menerus di kepalanya."Brengsek! Kenapa ini semua menyerangku balik," hembusan nafas panjang terdengar sarat akan kefrustasian.Dengan
PoV. Author"apa!? Dokter Danu di pecat?" Seru Kissela kencang.Napas gadis itu tercekat, ia sangat terkejut dengan berita ini. Bagai mana bisa dokter sekompeten dokter Danu bisa di pecat.
PoV. AuthorFano merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur nya. Dengan perlahan ia membuka satu persatu kancing kemeja nya melempar nya sembarang dan perlahan menghembuskan nafas kasar."Segeralah menemui ku Kissela, aku semakin menggila karena perasaan ini," Fano bergumam.K
PoV. AuthorKissela menaiki sebuah bus menuju sebuah panti asuhan di pinggir kota. Panti asuhan tempat ia dibesarkan, tempat dimana ia mendapat perhatian dari seorang pengasuh hingga ia bisa seperti saat ini.Dengan senyum lebar Kissela turun disebuah halte dan menyebrangi jalan untuk sampai di halaman sebuah rumah sederhana yang terdapat banyak mainan anak di depannya. Kehadirannya disambut banyak anak kecil yang memanggil nya dengan sebutan kakak.
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m