Siapa yang tahu jika dunia ini terbagi lagi dalam beberapa golongan, manusia adalah yang paling bodoh dan miskin. Mereka yang dianggap mitos, ternyata hidup di negeri atas. Yang manusia sebut, bernama kahyangan.
Di dunia atas itu kita banyak di dongengkan dewa, dewi, malaikat, dan sosok baik hati nan cantik rupa tinggal. Yang kita sebut bangsa immortal. Tapi sebenarnya tidak seperti itu. Dongeng itu hanyalah sedikit cerita manis untuk menghibur anak-anak.
Kisah yang sebenarnya ada disini. Di atas langit sana, terdapat sebuah kerajaan langit penguasa dunia immortal. Tempat dewa dewi, malaikat dan kaum bersayap lainnya tinggal.
Kerajaan immortal namanya, dipimpin oleh seorang raja yang tegas, kuat dan bijak. Sebut ia Baswara.
Raja itu hanya mencintai seorang perempuan, dia adalah dewi yang sederhana, baik hati, lemah lembut dan bersahaja. Kerajaannya semakin tersohor dipimpin bersamanya.
Namun apa kata orang-orang, kerjaan mempunyai aturan yang ketat. Seorang raja harus menikah dengan tuan putri atau minimalnya dewi terhormat.
Sang dewi, Anggraini harus menahan air mata dan kesedihannya ketika anggota kerjaan, penasihat dan petinggi lainnya menikahkan raja Baswara dengan seorang dewi cantik, Chanda namanya.
Baswara sendiri bisa saja menolak, tapi apa daya dia juga dipaksa dewi Anggraini yang sepertinya sudah lelah digunjing. Dengan perasaan sakit, raja Baswara memiliki dua permaisuri di kerajaan nya. Akan tetapi cinta hanya satu, yang ada untuk dewi Chanda hanyalah sebatas tanggungjawab saja.
Kerjaan immortal sangat damai, tentram dan teratur. Semua dewi, malaikat dan penghuni yang dipimpin raja hidup selaras tanpa pertikaian. Seharusnya.
Tapi pada kenyataannya, kerjaan immortal tak sejaya itu. Raja Baswara sudah tak sadarkan diri sejak ribuan tahun lalu. Tubuhnya terkulai lemas diatas ranjang besarnya.
Apa dia mati? Tidak. Apa dia sakit? Tidak juga. Lantas apa? Dia sekarat? Jawabannya juga tidak. Tepatnya tidak ada yang bisa menjelaskan keadaan raja itu.
Saat itu, raja Baswara hanya tiba-tiba tak sadarkan diri di atas singgasananya. Menimbulkan kepanikan, dan duka berkepanjangan karena tak kunjung sadar sampai ribuan tahun lamanya.
Tak hanya meninggalkan segudang masalah, tidurnya raja meninggalkan dua permaisuri dan anak-anaknya yang masih kecil. Disela-sela itu ada kabar duka.
Pangeran Sabitah, anak pertama dan satu-satunya dari dewi Anggraini dikabarkan hilang dan meninggal setelah hanya ditemukan potongan pakaian berlumur darah samping kawasan Helheim, tempat berkumpulnya para penjahat.
Selain Helheim yang menjadi bebas, semua kawasan immortal tak terkendali. Banyak para dewa dewi dan malaikat ahli sihir dari kawasan Vaneheim berkeliaran di komplek utama pemerintah, Alfheim. Tempat berkumpulnya para dewa dewi, malaikat dan semua pekerja umum.
Mengakibatkan banyak dewa dewi, dan malaikat berambut putih diburu oleh ahli sihir itu. Bukan hanya macam-macam pelanggaran, akan tetapi sistem hukuman juga sudah tak berjalan semestinya lagi.
Di kawasan Alfheim berkeliaran dewa dewi dan malaikat bermata merah, yang mana mereka sangat sensitif dihasut dan diperbudak bangsa iblis.
Immortal mengalami kemunduran parah saat itu. Kekuasaan raja sendiri saat ini dipegang oleh penasihat pribadinya dan anggota keluarga kerajaan karena sang pangeran mahkota belum cukup matang memimpin kerajaan.
Ya, sudah lama berlalu sejak saat itu. Kini anak-anak raja telah tumbuh dewasa. Dewi Chanda memberikan dua anak untuk raja Baswara, bernama Kanagara si sulung dan Samantha, dewi yang cantik rupawan.
Seharusnya anak dewi Anggraini lah yang memimpin kerajaan, apalagi usianya terpaut lebih tua dua tahun depan Kanagara dan Samantha. Namun apa kata takdir. Pangeran Sabitah telah tiada.
"Paman Aristaeus" seorang dewa tampan berjalan dari arah tangga kerajaan.
"Pangeran Kanagara" timpal lelaki bernama Aristaeus itu.
Ya, dewa itu adalah putra mahkota kerajaan immortal. Kanagara, dan Aristaeus sendiri adalah penasihat raja yang selama ini memegang kekuasaan sementara.
"Apa kamu melihat adik ku?" tanya Kangara.
"Tadi aku melihatnya, dia pergi bersama putra ku Charon" jawab Aristaeus.
"Lalu dimana Damon?" tanya Kanagara.
"Dia pamit berburu pada ku tadi pagi" jawab Aristaeus.
Damon dan Charon sendiri adalah anak Aristaeus, Damon sang kakak seusia dengan mendiang pangeran Sabitah. Dan Charon berusia lebih muda beberapa bulan dari Kanagara.
"Apa pangeran ada perlu dengan mereka?" tanya Aristaeus.
"Kenapa dia tidak mengajak ku" keluh Kanagara.
"Lalu paman mau kemana?" imbuhnya bertanya, Kanagara hampir tak menyadari jika lelaki didepannya membawa nampan.
"Mengantarkan makanan ini untuk ratu dewi Anggraini" jawab Aristaeus.
"Di depan ibu ku, paman tak mengatakan embel-embel 'ratu' ketika menyebut ibu Anggraini" celetuk Kanagara.
"Bagian terpentingnya, pangeran tidak akan mengadukan itu kepada dewi Chanda" ujar Aristaeus.
"Kamu malah tidak menyebut ibu ratu ketika berbicara dengan ku saja" celetuk Kanagara lagi.
"Aku senang karena pangeran tidak keberatan dengan hal itu" ujar Aristaeus tersenyum lebar.
Kanagara tak memberikan respon berarti, sejujurnya dia tahu kenapa Aristaeus bersikap seperti itu. Namun ya apa peduli, Kanagara tidak mempunyai bagian untuk andil dalam permasalahan itu. Dirinya tidak tahu menahu.
"Jika tidak ada yang lain, aku pamit pangeran" ujar Aristaeus melenggang pergi.
Lelaki itu membawa makanan ditangannya kearah pintu keluar, menuju menara kedua di bagian belakang kerajaan.
Ditempat lain, masih dalam kawasan Alfheim. Seorang dewa bertubuh tegap tengah membidikkan panahnya kepada seekor hewan, yaitu kelinci kecil yang memiliki telinga ikal panjang sekali.
Dialah Damon.
Sret!
Jleb!
Wush!
Wush!
Wush!
"Ah! Tidak kena" Damon berujar sembari mengangkat tangannya gemas.
Lelaki itu meringsek masuk mengikuti kelinci tadi, dia paling tidak suka ketika panahnya salah sasaran dan hewan buruannya pergi.
Tapi Damon sepertinya kehilangan kelinci itu, bukan jejaknya yang menghilang. Melainkan hewan itu sudah tertangkap oleh orang lain.
"Hey, itu hewan buruan ku" ujar Damon.
Orang yang diajaknya bicara membelakangi tubuhnya, setelah mendengar suara Damon barulah dia berbalik.
"Oh kelinci ini? Aku tidak tahu, tapi panah ku sudah menangkapnya. Itu berarti buruan ini menjadi milik ku"
Demi apapun lelaki itu sangat tampan, bulu matanya lentik, hidung dan bibirnya manis sekali. Apalagi ketika tersenyum seperti sekarang. Kulitnya juga putih bersih dan rambutnya hitam. Jangan lupakan mata biru laut nya yang indah dan tubuhnya yang tegap dan gagah.
"Aku baru memanahnya sebelum meleset dan dia masuk kedalam hutan, lalu kamu memanahnya" ujar Damon.
"Aku sudah berjanji akan membawa daging kelinci kepada ibu ku, bagaimana jika ku ganti dengan burung saja?"
"Tidak semudah it-"
Sret!
Jleb!
Puing! Bruk!
Damon tercekat ketika lelaki itu memanah sebuah burung yang tak sengaja terbang di atas kepala, hanya satu kali bidikan dan burung itu terjatuh tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Wah sepertinya aku bertemu pemburu hebat" ujar Damon tersadar.
"Tidak juga, kebetulan saja panah ku tepat sasaran"
"Jadi kamu tidak keberatan kan, ku tukar kelinci ini dengan burung itu?"
"Baiklah, kasihan diri mu jika pulang tanpa kelinci. Semoga ibu mu senang" ujar Damon.
Lelaki itu mengangguk dan tersenyum. Kemudian dia membunyikan sebuah peluit menggunakan tangannya.
Guarr!
Damon terkejut ketika seekor direwolf meloncati tubuhnya dari arah belakang.
Grrr!
Hewan besar itu menggeram ketika tuannya mengusap bulu dan area bawah mulutnya.
"Kamu menunggangi seekor direwolf?" tanya Damon.
"Ya, dia manis kan. Kamu sendiri datang dengan apa ke hutan ini?" timpal lelaki itu bertanya.
Ciak!
Tepat sebelum Damon berbicara, seekor griffin datang dari atas langit. Hewan berkepala elang dan tubuh singa itu memasang posisi siaga melindungi tuannya.
"Sepertinya aku bertemu dengan anggota kerajaan" ujar lelaki itu mengetahui jika tunggangan seekor griffin hanya bisa diakses orang kerajaan.
"Hanya anak seorang pekerja kerajaan, aku hanya beruntung bisa menaikinya" ujar Damon merendah.
"Sudahlah aku juga tak bertanya soal itu, sampai jumpa dan terimakasih untuk kelincinya"
Guar!
Wush!
Lelaki itu pergi menunggangi widewolfnya.
"Nama ku Damon!" teriak Damon diacungi jempol lelaki itu.
"Kenapa aku lupa bertanya namanya, aku merasa pernah melihat dia" gumam Damon.
Namun lelaki itu memilih melupakannya, dan memungut burung buruannya lalu pergi menunggangi griffin.
"Damon! Apa yang kamu bawa itu?" teriak Kanagara sembari menghampiri Damon.Ya, baru saja saat dirinya berlatih pedang. Damon datang diantarkan seekor griffin. Mereka membawa hewan buruan yang cukup besar."Mata mu buta? Jelas ini burung" ujar Damon dingin."Dan satu lagi. Panggil aku dengan sebutan kakak" imbuhnya tegas.Kanagara menggerlingkang matanya jengah."Ayah mu saja tidak menyebut ibu dengan ratu, tapi aku tak masalah dengan itu" ujar Kanagara."Itu masalah mu dengan ayah ku. Berbeda dengan kasus kita. Permisi pangeran aku ingin lewat" timpal Damos menekan setiap kata-katanya.Sret!Damon pergi meninggalkan Kanagara begitu saja. Dia memang sedikit tak menyukai pangeran itu. Dimata nya Kanagara sudah dewasa tapi pola pikirnya tak seperti itu.Meskipun pintar Kanagara adalah sosok yang tak mandiri, dia selalu mem
Malam hari di immortal berjalan dengan tenang, di kamarnya Kanagara sedang menulis sesuatu. Ya, pangeran itu ternyata juga memiliki ketakutan, yang mana semua hal itu ia tuliskan dalam buku hariannya.Tok!Tok!Tok!Namun tak berselang lama, ketenangan itu dihampiri seseorang yang mengetuk pintu. Kanagara langsung menyembunyikan buku nya kedalam laci."Masuk" ujarnya ketike buku itu sudah aman ditempatnya.Ternyata yang datang adalah ibunya. Dewi Chanda, perempuan itu terlihat berseri-seri ketika menyambangi kamar putranya."Ibu belum tidur?" tanya Kanagara."Kamu sendiri kenapa masih belum tidur?" timpal dewi Chanda bertanya."Aku hanya sedang berpikir tentang masa depan" ujar Kanagara."Kenapa harus dipikirkan, jelas masa depan mu adalah memimpin kerajaan dan dunia immortal" jawab sang dewi.Kanagara tak bergemin
Esok pagi yang sejuk nan damai menyambut Evan, untuk hari ini dia dan sang ayah hendak pergi ke kota untuk menjual senjata yang sudah mereka buat sebelumnya.Kejadian kemarin pun tak luput di ceritakannya kepada sang ibu, alhasil kini tempat pengrajinan senjata keluarga mereka berpindah tempat ke dekat rumah.Meskipun bising tiap hari, ibu Evan memaklumi itu, mereka bersyukur untuk keadaannya karena semuanya adalah bagian dari tanggungjawab."Ibu kami pergi dulu" ujar Evan mencium pipi ibunya.Karena keluarga mereka hanya memiliki satu direwolf, Evan membiarkan sang ayah yang mengendarainya. Dirinya sendiri terbang biasa dengan sayap nya.Wush!Evan dan ayahnya pun pergi.Sebenarnya Evan malas jika harus menunjukkan sayapnya, dia tak terlalu suka orang-orang memperhatikan yang berujung berspekulasi.Pernah dulu waktu kecil dia disangka dewa percobaan kar
"Ada penjahat mengacau di kota""Benarkah? Biarkan saja, atau suruh anggota baru membereskannya""Benar, kita ini sudah senior. Lagipula tak ada korban jiwa pada peristiwa itu""Tapi kan ini bagian dari tugas kita""Pangeran dan ratu dewi Chanda tak akan mempermasalahkannya""Kalau kamu ingin membereskannya silahkan pergi sendiri,""Tidak! Tidak. Aku kan juga ingin menikmati santai"Damon hanya bisa menggerutu dalam hati melihat tingkah para prajurit, bagaimana bisa mereka diam tidak peduli ketika ada bahaya di kota."Bukan masalah ada korban jiwa atau tidak. Dan bukan soal Kanagara atau dewi Chanda yang marah. Menjaga kedamaian immortal adalah tugas kita semua. Tapi yang utama adalah kewajiban kalian melindunginya" ujar Damon melengos melewati para prajurit itu.Semuanya tampak terkejut, beberapa menunduk takut na
"Anggota kerajaan tidak boleh bersikap seperti ini" ujar Evan."Kamu pikir ini cukup?" tanya Damon meremehkan."Hm?"Wush!Evan terkejut melihat Damon melepaskan diri dari serangannya menggunakan kekuatan angin."Dan kamu pikir, hanya kamu yang bisa mengendalikan tanah?" tanya Damon."Salah besar, seorang rakyat tidak boleh memberontak apalagi menyerang anggota kerajaan. Atau itu bisa disebut pengancaman dan kekerasan" imbuhnya.Sret!Wush!Evan menghindar dengan mudah ketika Damon menyerang dengan serangan tanah, kekuatannya cukup besar juga.Tanah yang tadinya landai, berubah tekstur dan pecah-pecah. Meskipun itu tak seberapa, Evan yakin dirinya bisa melakukan hal lebih besar."Kita bicara baik-baik, dan bukannya seorang anggota kerajaan wajib melayani keluhan rakyat ya?" ujar Ev
Evan bergeming ketika ibu dan ayahnya menepuk pundaknya."Kamu harus pergi, ayah dan ibu tidak ingin kamu menjadi bagian prajurit perang" ujar Mikaila."Aku tidak ingin meninggalkan kalian" timpal Evan."Kami juga tak ingin berpisah dengan mu, tapi ini soal keadaan, sejauh apapun kita tinggal di Immortal, pada saat genting seperti ini mereka pasti akan menemukan kita" ujar Austin memberikan pengertiannya."Selama aku hidup, tak pernah jauh dengan kalian. Aku tak bisa pergi, tepatnya aku takut sendirian dan meninggalkan kalian" timpal Evan sengit."Kami mohon nak, pada akhirnya kamu juga pasti akan pergi" ujar Mikaila menatap penuh maksud isterinya."Aku tidak ingin pergi ayah. Pada akhirnya aku juga akan berperang" timpal Evan kesal."Tidak Evan, kamu harus pergi. Kamu pintar, tinggal sendirian tak masalah, kamu bisa belajar dengan cepat" ujar Austin.
Lucifer. Sang pangeran iblis yang sebentar lagi akan menjadikan raja, tertawa senang setelah rencananya berjalan dengan lancar.Dia tak salah, menjadikan Vaneheim sebagai sasaran pertama dalam melancarkan aksinya. Tempat yang di huni dewa dewi bodoh itu sudah sangat jarang dijaga.Dan terbukti, sekarang tempat itu sudah berubah menjadi sarang pasukan bangsanya. lalu siapa sasaran berikutnya?."Kehancuran immortal sudah di mulai.." gumam Lucifer menatap pantulan dirinya di air.Saat ini dia sedang berada di Vaneheim, salah seorang peramu bangsa iblis berhasil membuat sebuah obat untuk mempercepat pertumbuhan bangsa iblis dengan cepat."Setelah bangsa ku menjadi banyak, sisanya akan aku kirimkan ke kawasan penjahat. Mereka akan menjadi bagian baru bangsa iblis" ujar Lucifer tersenyum miring.Di tempat lain, Evan masih masih merajuk kepada orangtuanya. Namun tetap, karena h
Di bangsa iblis, ada sebuah pasukan terkenal, para petarung handal dan mempunyai kekuatan besar.Mereka memiliki peran yang besar, kehebatannya terkenal dikalangan semua bangsa iblis. Dan mereka jugalah yang nanti akan menjadi bom bagi immortal.Pasukan itu dipimpin oleh seorang iblis yang kuat, tangguh dan sangat ditakuti oleh kaum iblis. Zalan namanya, dia adalah anak dari jendral perang bangsa iblis, sekaligus teman pangeran Lucifer.Kehebatan Zalan di dukung pasukannya yang sama kuat, pertama Kanika, iblis perempuan yang sangat pendiam namun mematikan. Serangannya tak bisa terlihat musuh.Kedua adalah Awar, iblis berbadan tinggi dan besar. Gerakannya sangat agresif dan mempunyai serangan kutukan. Siapa saja yang terkena olehnya akan mati dalam beberapa jam.Kemudian Ladia, dia adalah iblis yang terkenal dengan lumpur dan kemampuan hisapnya. Tak ada yang bisa tahan ketika Ladia membuka luba
Achilles tak menyangka akan mengatakan kalimat seperti itu, dan mirisnya lelaki yang ditolongnya mengatakan pernyataan setuju.Memang sepintas tak merugikan, Achilles menyediakan tempat sedangkan orang yang ditolongnya menyediakan tenaga."Jadi siapa nama mu?" tanya lelaki itu.Achilles mendongak, nafasnya sedikit memburu karena menggendong seekor kijang yang ternyata lumayan berat."Achilles" jawabnya.Lelaki itu mengangguk, dia tidak terlihat kesusahan sama sekali. Padahal dia membawa banyak hewan buruan dan keranjang buah. Achilles sampai ternganga jika kalian tahu."Lalu nama mu siapa?" benar sekali, Achilles sampai lupa menanyakan hal serupa itu padanya."Aku.." ujar lelaki itu menggantung."Kenapa? Apa jangan-jangan kamu lupa ingatan saat terjatuh itu!" pekik Achilles."Haha, benar sekali tapi tidak juga" ujar lelaki itu
"Nggh.."Achilles tergugu ketika suara lenguhan menyapa telinganya.Matanya yang masih mengantuk dipaksakan terbuka dan melihat sekitar, ternyata lelaki yang diselamatkannya mulai sadarkan diri.Sontak Achilles langsung menghampirinya. Dengan pelan dan apatis dia menggoyangkan bahunya."Hey.. bangun.." ujar Achilles."Hm.. ahh" lelaki itu meringis memegangi kepalanya yang pusing."Dimana aku?" tanyanya."Kamu sudah sadar?" timpal Achilles bertanya."Aku ingin pingsan saja, dan tidak bangun lagi" ujar lelaki itu."Hah? Kalau begitu mati saja" timpal Achilles.Lelaki itu menggeleng, mati? Bukan, bukan itu kemauannya."Tidak. Aku hanya ingin tidur dengan waktu yang lama. Agar aku tak perlu mengetahui apa saja yang terjadi di dunia ini dan aku melupakan semua rasa sakit yang ada" ujar lelaki itu.
Seminggu berlalu.Tak terasa saja, hari sudah berganti minggu. Selama itu pula Evan terbang. Tanpa beristirahat sejenak pun. Kalian bayangkan, tanpa beristirahat sejenak pun!.Rasa sedih, kecewa, sakit dan perasaan-perasaan lainnya yang menumpuk di hati lelaki itu, membuatnya berlaku demikian.Tak kuasa dengan semu itu dan ingin melupakannya, namun Evan berlaku salah. Keinginannya itu justru menyakiti dirinya sendiri.Saat ini pun dia juga masih belum tahu dimana?. Setelah beberapa hari lalu di terbang diatas air atau padang pasir. Kini dibawah kakinya terdapat daratan. Ada tanah yang bisa dia pijak.Nging!Brak!Kepala Evan tiba-tiba berdengung. Pandangannya mengabur dan dewa itu kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya melayang jatuh kebawah, siap menghantam apa saja yang ada dibawahnya."Aku lelah.." gumam Evan memejamkan matanya.Ditempat lain
Brak!Evan yang sedang melamun langsung terkejut ketika beberapa barang, jatuh tepat disampingnya.Dan si pelaku tampak menahan tangisnya, siapa lagi jika bukan Mikaila. Melihat sang ayah dengan nafas memburu seperti itu, lantas Evan berdiri menyamakan tinggi badannya."Cepat pergi dari sini" ujar Mikaila tegas."Ayah mengusir ku?" tanya Evan tak kuasa.Namun Mikaila enggan menjawab, hanya tangannya yang menunjukan arah kemana lelaki itu harus pergi."Aku tidak mau pergi ayah, aku akan tetap disi-""Kamu ingin ayah mati hah?!" ujar Mikaila berteriak."Kalau kamu tetap disini ayah akan bunuh diri!" tegasnya.Evan menggelengkan kepalanya, air mata sudah berada diujung pelupuk mata indah lelaki itu.Sret!Tanpa diduga, Mikaia membawa sebuah pisau runcing yang ia sembunyikan dibalik bajunya. Dan dengan
Saat ini para penasehat, dewi Chanda, Aristaeus dan kepala jendral sedang berkumpul melaksanakan rapat setelah membagikan bantuan kepada rakyat tadi.Permasalahannya tak jauh soal penyerangan bangsa iblis dan perang yang memungkinkan akan terjadi."Kita tarik semua dewa dewi muda dan jadikan mereka bala tentara perang" ujar dewi Chanda."Itu berarti kita mengobarkan masa depan immortal, aku tidak akan setuju" timpal Aristaues."Aku tidak membutuhkan persetujuan mu" ujar dewi Chanda."Tanpa kuantitas, immortal bisa kalah. Atau kamu memang ingin kerajaan ini hancur hah?" imbuhnya."Saat ini tak ada yang bisa kita lakukan selain bertahan, tapi selama itu juga bukan berarti kita hanya diam" ujar salah satu jendral."Kita harus memperkuat pertahanan dan menyiapkan pasukan sebanyak mungkin untuk kemungkinan terburuk" imbuhnya."Lantas jendral setuju
Kanagara sudah sadarkan diri, pangeran itu langsung mengeluhkan keadaan yang tengah mengelilinginya sekarang.Serangan, kerusakan, bangsa iblis, kemarahan rakyat, pelarian, prajurit, perang dan masalah-masalah lainnya. Membuat ia ingin tak sadarkan diri saja, sama seperti sang ayah yang saat ini sedang ditatapnya.Ya, untuk yang ke dua kalinya lelaki itu datang melihat raja di kamarnya. Tak ada yang berubah, orangtua itu terlihat damai nan asik dengan tidurnya."Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya tangan itu mengelus kepala ku" ujar Kanagara di samping sang ayah."Sejak lahir, kita tak pernah bermain. Jika ayah sadar jangan marah melihat sikap ku ini ya" imbuhnya tersenyum lucu.Berharap sekali saja, ada jawaban dari raja. Jujur Kanagara sangat lelah, dia ingin menyerah pada kehidupannya, yang menjadi kenyataan adalah, kehidupan rakyat biasa lebih enak daripada mengemban nama pangeran.
Karena rasa penasaran yang besar, Mikaila pergi ke kota untuk melihat keadaan disana, tanpa sepengetahuan Evan tentunya dan hanya mengantongi ijin dari sang isteri, Austin.Wush!Wush!Wush!Mikaila sengaja tak pergi menggunakan direwolf agar anaknya tak curiga, dan sepanjang perjalanan matanya tak henti dibuat terkejut.Beberapa wilayah seperti terdampak sebuah serangan. Ditambah beberapa orang terlihat pergi membawa banyak barang.Apa mereka akan pergi berniaga? Atau kemana? Mikaila ingin bertanya soal itu, tapi ekspresi orang-orang yang terlihat kacau dan marah membuatnya urung. Mungkin jika dia memaksa bertanya, bukan jawaban yang akan dia dapatkan.Wush!Wush!Wush!Hingga akhirnya Mikaila melihat sosok teman berdagangnya. Dia pun langsung turun dan menghampiri dia."Nura!" sapa Mikaila."Mikaila! Apa i
Immortal dalam keadaan sangat kacau, kerajaan tak mampu memberikan ketenangan bagi masyarakat sebagaimana mestinya.Beberapa melakukan demo ditengah kerusakan istana, mereka menuntut bantuan kepada raja. Banyak rumah dan ladang yang hancur, dan tak ada satupun penyuluhan atas semua itu.Rakyat merasa diabaikan. Namun apa yang bisa dilakukan? Pihak kerajaan juga tak bisa berbuat apa-apa, terlebih ratu yang sibuk menangisi anaknya.Dewi Chanda tak sama sekali memperdulikan masyarakat di luar, dia tak ingin meninggalkan anaknya, padahal tabib jelas mengatakan hanya menderita luka ringan."Dewi Chanda! Masyarakat terus mengamuk diluar" ujar Arietaeus kembali mengingatkan.Perempuan itu merasa terpanggil, lantas kepalanya menoleh menatap sosok penasehat kerajaannya sedang berdiri sembari bersidekap tangan depan dada."Berani sekali kamu memanggil ku seperti itu" desis dewi Ch
Evan dan kedua orangtuanya masih berdebat, akan tetapi hal itu terganggu dengan suara ledakan yang terdengar samar-samar dari rumahnya.Duar!Sontak Evan, Mikaila dan Austin berlari keluar rumah. Dapat mereka lihat ada asap mengepul dari arah kota."Ada apa itu ayah?" tanya Evan terkejut.Mikaila menggeleng, dia pun baru pertama kali melihat hal semacam ini terjadi. Evan sendiri dibuat semakin gelisah melihat kepulan asap itu."Ayah aku ingin pergi kesana" ujar Evan tiba-tiba."Jangan sayang itu berbahaya" timpal Austin khawatir.Ekspresi Evan lah yang membuat kedua orangtuanya ikut tak tenang, mereka jelas melihat gurat gelisah di wajah anaknya itu, meski tak tahu kenapa?."Perasaan ku tidak enak, entah karena apa. Aku tidak mengerti" gumam Evan.Mikaila dan Austin hanya bisa saling pandang, larut dengan pikirannya masing-mas