"Ada penjahat mengacau di kota"
"Benarkah? Biarkan saja, atau suruh anggota baru membereskannya"
"Benar, kita ini sudah senior. Lagipula tak ada korban jiwa pada peristiwa itu"
"Tapi kan ini bagian dari tugas kita"
"Pangeran dan ratu dewi Chanda tak akan mempermasalahkannya"
"Kalau kamu ingin membereskannya silahkan pergi sendiri,"
"Tidak! Tidak. Aku kan juga ingin menikmati santai"
Damon hanya bisa menggerutu dalam hati melihat tingkah para prajurit, bagaimana bisa mereka diam tidak peduli ketika ada bahaya di kota.
"Bukan masalah ada korban jiwa atau tidak. Dan bukan soal Kanagara atau dewi Chanda yang marah. Menjaga kedamaian immortal adalah tugas kita semua. Tapi yang utama adalah kewajiban kalian melindunginya" ujar Damon melengos melewati para prajurit itu.
Semuanya tampak terkejut, beberapa menunduk takut namun ada juga yang tak peduli sama sekali. Damon mengerti, biasanya orang seperti itu adalah antek-antek dewi Chanda.
Cuit!
Damon membunyikan peluit dengan tangannya, tak lama kemudian seekor kuda terbang datang. Lelaki itu langsung menaikinya dan pergi ke kota. Dia tak bisa diam seperti orang-orang bodoh itu.
Sedangkan di kota, Evan langsung menjadi buah bibir dikalangan masyarakat. Dia banyak dipuji, bahkan langsung dikelilingi banyak perempuan. Memang selain tampan, kekuatannya tadi membuat dewi-dewi semakin terpikat.
"Anak ku menjadi sangat terkenal sekarang" ujar sang ayah, Mikaila.
"Jangan ikut menggoda ku ayah" keluh Evan.
Mikaila tertawa, namun tak membuat anaknya berhenti membereskan dagangan.
"Sudah, jangan kamu bereskan terus, dagangan itu sudah rapi. Duduklah disini bersama ayah" ujar Mikaila.
Barulah Evan berhenti, dengan raut kesal dia duduk disamping ayahnya.
"Hey jangan cemberut, ayah hanya bercanda. Lain kali kamu jangan mengeluarkan kekuatan jika tak mau di bicarakan orang" ujar Mikaila.
"Pada akhirnya aku juga harus belajar ayah, aku hanya belum terbiasa" timpal Evan.
"Memangnya kenapa? Jika ayah jadi kamu, ayah akan sombong mungkin" ujar mikaila.
"Sudah tampan, gagah, pintar, kuat lagi" imbuhnya.
"Terimakasih atas pujiannya ayah" timpal Evan tersenyum.
"Mungkin karena aku lama tinggal di kaki gunung, jarang bermain dan tiga terbiasa saja" imbuhnya.
Ekspresi wajah Mikaila berubah ketika Evan berkata seperti itu.
"Maafkan ayah, jika saja ayah sedikit bekerja keras, kita tak akan tinggal di kaki gunung, menyendiri, dan kita tak akan seperti ini" ujar Mikaila sendu.
Evan langsung merasa bersalah ketika ayahnya berbicara seperti itu, dia tak bermaksud menyinggungnya.
"Ayah jangan salah pahams, aku tak bermaksud, aku bersyukur dengan yang kita miliki sekarang" ujar Evan.
"Maafkan aku" adunya menyesal.
"Ayah tahu, terimakasih sudah bertahan Evan" timpal Mikaila.
Damon sendiri tak turun di tengah-tengah kota, dia turun di mulut jalan dan menyuruh kuda tunggangannya kembali. Damon tak suka tampil mencolok. Setelah itu Damon langsung berbaur dengan masyarakat.
Tap!
Tap!
Tap!
Lelaki itu berjalan memasuki kota, hal menarik langsung menyambutnya. Banyak orang membicarakan seseorang.
"Aku melihatnya, dia pengendali angin dan tanah yang hebat"
"Tapi aku juga dengar dia tak sengaja melakukannya"
"Betul, dia mengatakan jika pencuri itu lemah"
"Tapi aku yakin dia aslinya hebat"
"Ya, seseorang yang merendah untuk meroket"
Damon mengernyitkan keningnya, apa yang mereka bicarakan soal pencurian di kota? Jadi semuanya sudah diselesaikan?. Oleh siapa.
"Pokoknya dia tampan, aku jadi jatuh cinta padanya. Apalagi dia masih belum mempunyai pasangan"
"Memangnya dia mau dengan kamu? Ingat saingan kamu bukan hanya satu, tapi hampir seluruh dewi di kota ini"
Lain halnya dengan para dewi muda, mereka sedang menceritakan sosok lelaki, apa itu adalah orang yang sama dengan yang sudah mengalahkan para penjahat? Damon terus memikirkan itu.
"Sebelumnya aku berpikir dia orang kerajaan karena wajahnya sangat tampan, juga kekuatannya besar. Apalagi dia tak jumawa dan meminta imbalan kepada kerajaan"
"Tapi ternyata dia hanya pedagang senjata yang baik"
Percakapan terakhir yang Damon dengan membuatnya seratus persen yakin, seseorang telah mengalahkan penjahat, dia tampan dan baik.
Damon jadi penasaran. Dia pun mempercepat langkahnya untuk sampai di kota. Tak membutuhkan waktu lama, Damon sampai dipusat perdagangan.
Tapi keadaan sudah tenang, tak ada lagi keributan dan semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Akan jadi masalah jika aku bertanya, mereka bisa saja marah karena pertolongan dari kerajaan datang" gumam Damon.
Namun tak urung, Damon terus melangkahkan kakinya kedalam. Sampai matanya menangkap siluet seseorang yang dia rasa pernah ditemui.
"Hey kesatria! Hoho, aku tadi melihat aksi mu mengusir penjahat, dan itu menakjubkan"
Damon langsung terperanjat, tak salah lagi, orang itu yang dimaksud banyak orang. Dia memang tampan, tak sadar Damon melengkungkan senyumnya.
"Ekhem, tuan bisa kita berbicara sebentar" ujar Damon menghampiri orang itu.
"Dengan ku?" tanya nya.
Damon mengangguk. Beberapa detik orang itu memperhatikan Damon, dari atas sampai bawah. Sampai akhirnya orang itu memekik mengenali Damon.
"Damon! Si anggota ker-"
"Sut! Diam, ikuti aku saja" potong Damon cepat-cepat?
"Nama ku Evan," ujar lelaki itu.
"Evan, ikut dengan ku sebentar" ulang Damon.
Mikail yang melihat anaknya didatangi orang bagus, sontak menghampirinya.
"Ayah aku ingin pergi sebentar dengan teman ku" ujar Evan meminta ijin.
"Dia.." timpal Mikaila menggantung.
"Tenang ayah, aku bisa tahu dan bisa menjaga diri" ujar Evan.
Mikaila pun memberikan ijinnya.
"Kita terbang?" tanya Damon.
Evan terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk.
"Ikuti aku" ujar Damon.
Wush!
Evan melihat Damon terbang tinggi, sayapnya indah sekali dan sangat bersih.
Wush!
Dia pun menyusulnya diiringi pekikan orang-orang yang terpukau melihat sayap putih dengan ujung biru nya.
Damon sendiri belum menyadari keindahan sayap Evan, sampai keduanya turun di sebuah hutan.
Wush!
Damon langsung terkejut melihat sayap Evan yang gagah dan warnanya yang cantik.
"S-Sayap mu" gumam Damon.
"Sayap mu indah Damon, sangat bersih" ujar Evan tersenyum dan menutup sayapnya.
Damon sendiri merasa de javu melihat sayap itu. Sayap yang tak akan pernah dia lupakan, dan selamanya akan dia ingat.
Melihat Damon melamun, Evan pun menegurnya.
"Damon, kenapa?" tanyanya.
Lelaki itu tersadar dan menatao Evan dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Oh ya, kamu kan bagian kerajaan, kenapa tak mengirimkan tentara untuk mengusir penjahat" tanya Evan.
"I-Itu. Tak ada yang peduli" jawab Damon jujur.
"Hah? Lantas apa pekerjaan diri mu?" tanya Evan.
"Kamu boleh marah pada ku, tapi aku mengajak mu kemari adalah untuk mengucapkan terimakasih" ujar Damon mengacuhkan pertanyaan Evan.
"Aku harus pergi, sekali lagi terimakasih" imbuhnya kembali memunculkan sayap.
Wush!
Evan menatap kepergian Damon percuma, sebaliknya lelaki itu terkejut ketika tubuhnya dikunci oleh tanah.
Evan menahannya.
"Anggota kerajaan tidak boleh bersikap seperti ini" ujar Evan.
"Anggota kerajaan tidak boleh bersikap seperti ini" ujar Evan."Kamu pikir ini cukup?" tanya Damon meremehkan."Hm?"Wush!Evan terkejut melihat Damon melepaskan diri dari serangannya menggunakan kekuatan angin."Dan kamu pikir, hanya kamu yang bisa mengendalikan tanah?" tanya Damon."Salah besar, seorang rakyat tidak boleh memberontak apalagi menyerang anggota kerajaan. Atau itu bisa disebut pengancaman dan kekerasan" imbuhnya.Sret!Wush!Evan menghindar dengan mudah ketika Damon menyerang dengan serangan tanah, kekuatannya cukup besar juga.Tanah yang tadinya landai, berubah tekstur dan pecah-pecah. Meskipun itu tak seberapa, Evan yakin dirinya bisa melakukan hal lebih besar."Kita bicara baik-baik, dan bukannya seorang anggota kerajaan wajib melayani keluhan rakyat ya?" ujar Ev
Evan bergeming ketika ibu dan ayahnya menepuk pundaknya."Kamu harus pergi, ayah dan ibu tidak ingin kamu menjadi bagian prajurit perang" ujar Mikaila."Aku tidak ingin meninggalkan kalian" timpal Evan."Kami juga tak ingin berpisah dengan mu, tapi ini soal keadaan, sejauh apapun kita tinggal di Immortal, pada saat genting seperti ini mereka pasti akan menemukan kita" ujar Austin memberikan pengertiannya."Selama aku hidup, tak pernah jauh dengan kalian. Aku tak bisa pergi, tepatnya aku takut sendirian dan meninggalkan kalian" timpal Evan sengit."Kami mohon nak, pada akhirnya kamu juga pasti akan pergi" ujar Mikaila menatap penuh maksud isterinya."Aku tidak ingin pergi ayah. Pada akhirnya aku juga akan berperang" timpal Evan kesal."Tidak Evan, kamu harus pergi. Kamu pintar, tinggal sendirian tak masalah, kamu bisa belajar dengan cepat" ujar Austin.
Lucifer. Sang pangeran iblis yang sebentar lagi akan menjadikan raja, tertawa senang setelah rencananya berjalan dengan lancar.Dia tak salah, menjadikan Vaneheim sebagai sasaran pertama dalam melancarkan aksinya. Tempat yang di huni dewa dewi bodoh itu sudah sangat jarang dijaga.Dan terbukti, sekarang tempat itu sudah berubah menjadi sarang pasukan bangsanya. lalu siapa sasaran berikutnya?."Kehancuran immortal sudah di mulai.." gumam Lucifer menatap pantulan dirinya di air.Saat ini dia sedang berada di Vaneheim, salah seorang peramu bangsa iblis berhasil membuat sebuah obat untuk mempercepat pertumbuhan bangsa iblis dengan cepat."Setelah bangsa ku menjadi banyak, sisanya akan aku kirimkan ke kawasan penjahat. Mereka akan menjadi bagian baru bangsa iblis" ujar Lucifer tersenyum miring.Di tempat lain, Evan masih masih merajuk kepada orangtuanya. Namun tetap, karena h
Di bangsa iblis, ada sebuah pasukan terkenal, para petarung handal dan mempunyai kekuatan besar.Mereka memiliki peran yang besar, kehebatannya terkenal dikalangan semua bangsa iblis. Dan mereka jugalah yang nanti akan menjadi bom bagi immortal.Pasukan itu dipimpin oleh seorang iblis yang kuat, tangguh dan sangat ditakuti oleh kaum iblis. Zalan namanya, dia adalah anak dari jendral perang bangsa iblis, sekaligus teman pangeran Lucifer.Kehebatan Zalan di dukung pasukannya yang sama kuat, pertama Kanika, iblis perempuan yang sangat pendiam namun mematikan. Serangannya tak bisa terlihat musuh.Kedua adalah Awar, iblis berbadan tinggi dan besar. Gerakannya sangat agresif dan mempunyai serangan kutukan. Siapa saja yang terkena olehnya akan mati dalam beberapa jam.Kemudian Ladia, dia adalah iblis yang terkenal dengan lumpur dan kemampuan hisapnya. Tak ada yang bisa tahan ketika Ladia membuka luba
Ceklek!Evan membuka pintu kamarnya, Mikaila dan Austin langsung tersenyum dan berhambur memeluk dirinya.Sungguh, Evan jadi merasa bersalah. Dia sudah menyakiti perasaan orang yang jelas-jelas tulus sayang padanya.Mikaila dan Austin adalah sosok pengganti yang memberikannya kehangatan sebuah kasih sayang, yang dengan ikhlas menjaga, merawat dan membesarkannya sampai saat ini meski tahu mereka tak memiliki hubungan darah.Tapi Evan juga tak bisa mengatakan maaf saat ini, kenyatannya dia memilliki ego tinggi."Mari kita makan" ujar Austin menginterupsi.Mereka bertiga pun beranjak menuju meja makan dan mulai sarapan pagi dengan suasana lebih baik dari sebelumnya.Ting!Hanya suara dentingan alat makan yang terdengar, Mikaila dan Austin tidak pernah menghilangkan gurat senyum diwajahnya.Ditempat lain, saat udara ma
Drrt!Drrt!Drrt!Mikaila tiba-tiba menghentikan gerakan makannya, di ikuti sang isteri dan anaknya. Sesaat tadi dia mendengar suara, dibarengi dengan tanah yang mereka pijak terasa bergetar."Apa suara batu jatuh lagi?" tanya Evan.Mikaila dan Austin saling pandang, tak lama kemudian mereka mengangguk. Mungkin benar batu di gunung kembali jatuh. Dan pasti benda itu cukup besar sampai getarannya sampai ke rumah.Mereka bertiga pun kembali melanjutkan makannya, Evan kembali diam. Tapi justru perasaannya tiba-tiba tak karuan, entah karena apa. Padahal saat ini lelaki itu sedang bersama kedua orangtuanya.Kebingungan itu membantu Evan menyelesaikan makannya dengan cepat, lantas seperti biasa, lelaki itu menunggu di ruang tamu sampai kedua orangtuanya selesai.Tap!Tap!Tap!Sret!Evan mendudukkan bokongnya di kur
Evan dan kedua orangtuanya masih berdebat, akan tetapi hal itu terganggu dengan suara ledakan yang terdengar samar-samar dari rumahnya.Duar!Sontak Evan, Mikaila dan Austin berlari keluar rumah. Dapat mereka lihat ada asap mengepul dari arah kota."Ada apa itu ayah?" tanya Evan terkejut.Mikaila menggeleng, dia pun baru pertama kali melihat hal semacam ini terjadi. Evan sendiri dibuat semakin gelisah melihat kepulan asap itu."Ayah aku ingin pergi kesana" ujar Evan tiba-tiba."Jangan sayang itu berbahaya" timpal Austin khawatir.Ekspresi Evan lah yang membuat kedua orangtuanya ikut tak tenang, mereka jelas melihat gurat gelisah di wajah anaknya itu, meski tak tahu kenapa?."Perasaan ku tidak enak, entah karena apa. Aku tidak mengerti" gumam Evan.Mikaila dan Austin hanya bisa saling pandang, larut dengan pikirannya masing-mas
Immortal dalam keadaan sangat kacau, kerajaan tak mampu memberikan ketenangan bagi masyarakat sebagaimana mestinya.Beberapa melakukan demo ditengah kerusakan istana, mereka menuntut bantuan kepada raja. Banyak rumah dan ladang yang hancur, dan tak ada satupun penyuluhan atas semua itu.Rakyat merasa diabaikan. Namun apa yang bisa dilakukan? Pihak kerajaan juga tak bisa berbuat apa-apa, terlebih ratu yang sibuk menangisi anaknya.Dewi Chanda tak sama sekali memperdulikan masyarakat di luar, dia tak ingin meninggalkan anaknya, padahal tabib jelas mengatakan hanya menderita luka ringan."Dewi Chanda! Masyarakat terus mengamuk diluar" ujar Arietaeus kembali mengingatkan.Perempuan itu merasa terpanggil, lantas kepalanya menoleh menatap sosok penasehat kerajaannya sedang berdiri sembari bersidekap tangan depan dada."Berani sekali kamu memanggil ku seperti itu" desis dewi Ch
Achilles tak menyangka akan mengatakan kalimat seperti itu, dan mirisnya lelaki yang ditolongnya mengatakan pernyataan setuju.Memang sepintas tak merugikan, Achilles menyediakan tempat sedangkan orang yang ditolongnya menyediakan tenaga."Jadi siapa nama mu?" tanya lelaki itu.Achilles mendongak, nafasnya sedikit memburu karena menggendong seekor kijang yang ternyata lumayan berat."Achilles" jawabnya.Lelaki itu mengangguk, dia tidak terlihat kesusahan sama sekali. Padahal dia membawa banyak hewan buruan dan keranjang buah. Achilles sampai ternganga jika kalian tahu."Lalu nama mu siapa?" benar sekali, Achilles sampai lupa menanyakan hal serupa itu padanya."Aku.." ujar lelaki itu menggantung."Kenapa? Apa jangan-jangan kamu lupa ingatan saat terjatuh itu!" pekik Achilles."Haha, benar sekali tapi tidak juga" ujar lelaki itu
"Nggh.."Achilles tergugu ketika suara lenguhan menyapa telinganya.Matanya yang masih mengantuk dipaksakan terbuka dan melihat sekitar, ternyata lelaki yang diselamatkannya mulai sadarkan diri.Sontak Achilles langsung menghampirinya. Dengan pelan dan apatis dia menggoyangkan bahunya."Hey.. bangun.." ujar Achilles."Hm.. ahh" lelaki itu meringis memegangi kepalanya yang pusing."Dimana aku?" tanyanya."Kamu sudah sadar?" timpal Achilles bertanya."Aku ingin pingsan saja, dan tidak bangun lagi" ujar lelaki itu."Hah? Kalau begitu mati saja" timpal Achilles.Lelaki itu menggeleng, mati? Bukan, bukan itu kemauannya."Tidak. Aku hanya ingin tidur dengan waktu yang lama. Agar aku tak perlu mengetahui apa saja yang terjadi di dunia ini dan aku melupakan semua rasa sakit yang ada" ujar lelaki itu.
Seminggu berlalu.Tak terasa saja, hari sudah berganti minggu. Selama itu pula Evan terbang. Tanpa beristirahat sejenak pun. Kalian bayangkan, tanpa beristirahat sejenak pun!.Rasa sedih, kecewa, sakit dan perasaan-perasaan lainnya yang menumpuk di hati lelaki itu, membuatnya berlaku demikian.Tak kuasa dengan semu itu dan ingin melupakannya, namun Evan berlaku salah. Keinginannya itu justru menyakiti dirinya sendiri.Saat ini pun dia juga masih belum tahu dimana?. Setelah beberapa hari lalu di terbang diatas air atau padang pasir. Kini dibawah kakinya terdapat daratan. Ada tanah yang bisa dia pijak.Nging!Brak!Kepala Evan tiba-tiba berdengung. Pandangannya mengabur dan dewa itu kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya melayang jatuh kebawah, siap menghantam apa saja yang ada dibawahnya."Aku lelah.." gumam Evan memejamkan matanya.Ditempat lain
Brak!Evan yang sedang melamun langsung terkejut ketika beberapa barang, jatuh tepat disampingnya.Dan si pelaku tampak menahan tangisnya, siapa lagi jika bukan Mikaila. Melihat sang ayah dengan nafas memburu seperti itu, lantas Evan berdiri menyamakan tinggi badannya."Cepat pergi dari sini" ujar Mikaila tegas."Ayah mengusir ku?" tanya Evan tak kuasa.Namun Mikaila enggan menjawab, hanya tangannya yang menunjukan arah kemana lelaki itu harus pergi."Aku tidak mau pergi ayah, aku akan tetap disi-""Kamu ingin ayah mati hah?!" ujar Mikaila berteriak."Kalau kamu tetap disini ayah akan bunuh diri!" tegasnya.Evan menggelengkan kepalanya, air mata sudah berada diujung pelupuk mata indah lelaki itu.Sret!Tanpa diduga, Mikaia membawa sebuah pisau runcing yang ia sembunyikan dibalik bajunya. Dan dengan
Saat ini para penasehat, dewi Chanda, Aristaeus dan kepala jendral sedang berkumpul melaksanakan rapat setelah membagikan bantuan kepada rakyat tadi.Permasalahannya tak jauh soal penyerangan bangsa iblis dan perang yang memungkinkan akan terjadi."Kita tarik semua dewa dewi muda dan jadikan mereka bala tentara perang" ujar dewi Chanda."Itu berarti kita mengobarkan masa depan immortal, aku tidak akan setuju" timpal Aristaues."Aku tidak membutuhkan persetujuan mu" ujar dewi Chanda."Tanpa kuantitas, immortal bisa kalah. Atau kamu memang ingin kerajaan ini hancur hah?" imbuhnya."Saat ini tak ada yang bisa kita lakukan selain bertahan, tapi selama itu juga bukan berarti kita hanya diam" ujar salah satu jendral."Kita harus memperkuat pertahanan dan menyiapkan pasukan sebanyak mungkin untuk kemungkinan terburuk" imbuhnya."Lantas jendral setuju
Kanagara sudah sadarkan diri, pangeran itu langsung mengeluhkan keadaan yang tengah mengelilinginya sekarang.Serangan, kerusakan, bangsa iblis, kemarahan rakyat, pelarian, prajurit, perang dan masalah-masalah lainnya. Membuat ia ingin tak sadarkan diri saja, sama seperti sang ayah yang saat ini sedang ditatapnya.Ya, untuk yang ke dua kalinya lelaki itu datang melihat raja di kamarnya. Tak ada yang berubah, orangtua itu terlihat damai nan asik dengan tidurnya."Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya tangan itu mengelus kepala ku" ujar Kanagara di samping sang ayah."Sejak lahir, kita tak pernah bermain. Jika ayah sadar jangan marah melihat sikap ku ini ya" imbuhnya tersenyum lucu.Berharap sekali saja, ada jawaban dari raja. Jujur Kanagara sangat lelah, dia ingin menyerah pada kehidupannya, yang menjadi kenyataan adalah, kehidupan rakyat biasa lebih enak daripada mengemban nama pangeran.
Karena rasa penasaran yang besar, Mikaila pergi ke kota untuk melihat keadaan disana, tanpa sepengetahuan Evan tentunya dan hanya mengantongi ijin dari sang isteri, Austin.Wush!Wush!Wush!Mikaila sengaja tak pergi menggunakan direwolf agar anaknya tak curiga, dan sepanjang perjalanan matanya tak henti dibuat terkejut.Beberapa wilayah seperti terdampak sebuah serangan. Ditambah beberapa orang terlihat pergi membawa banyak barang.Apa mereka akan pergi berniaga? Atau kemana? Mikaila ingin bertanya soal itu, tapi ekspresi orang-orang yang terlihat kacau dan marah membuatnya urung. Mungkin jika dia memaksa bertanya, bukan jawaban yang akan dia dapatkan.Wush!Wush!Wush!Hingga akhirnya Mikaila melihat sosok teman berdagangnya. Dia pun langsung turun dan menghampiri dia."Nura!" sapa Mikaila."Mikaila! Apa i
Immortal dalam keadaan sangat kacau, kerajaan tak mampu memberikan ketenangan bagi masyarakat sebagaimana mestinya.Beberapa melakukan demo ditengah kerusakan istana, mereka menuntut bantuan kepada raja. Banyak rumah dan ladang yang hancur, dan tak ada satupun penyuluhan atas semua itu.Rakyat merasa diabaikan. Namun apa yang bisa dilakukan? Pihak kerajaan juga tak bisa berbuat apa-apa, terlebih ratu yang sibuk menangisi anaknya.Dewi Chanda tak sama sekali memperdulikan masyarakat di luar, dia tak ingin meninggalkan anaknya, padahal tabib jelas mengatakan hanya menderita luka ringan."Dewi Chanda! Masyarakat terus mengamuk diluar" ujar Arietaeus kembali mengingatkan.Perempuan itu merasa terpanggil, lantas kepalanya menoleh menatap sosok penasehat kerajaannya sedang berdiri sembari bersidekap tangan depan dada."Berani sekali kamu memanggil ku seperti itu" desis dewi Ch
Evan dan kedua orangtuanya masih berdebat, akan tetapi hal itu terganggu dengan suara ledakan yang terdengar samar-samar dari rumahnya.Duar!Sontak Evan, Mikaila dan Austin berlari keluar rumah. Dapat mereka lihat ada asap mengepul dari arah kota."Ada apa itu ayah?" tanya Evan terkejut.Mikaila menggeleng, dia pun baru pertama kali melihat hal semacam ini terjadi. Evan sendiri dibuat semakin gelisah melihat kepulan asap itu."Ayah aku ingin pergi kesana" ujar Evan tiba-tiba."Jangan sayang itu berbahaya" timpal Austin khawatir.Ekspresi Evan lah yang membuat kedua orangtuanya ikut tak tenang, mereka jelas melihat gurat gelisah di wajah anaknya itu, meski tak tahu kenapa?."Perasaan ku tidak enak, entah karena apa. Aku tidak mengerti" gumam Evan.Mikaila dan Austin hanya bisa saling pandang, larut dengan pikirannya masing-mas