Louis baru saja terlepas dari pekerjaannya yang melelahkan di kantor. Begitu banyak hal yang harus ia lakukan selagi Dallas tengah dirawat di rumah sakit.
Pria itu berniat pulang ke rumahnya. Ia membayangkan bagaimana secangkir coklat panas akan menemani dirinya nanti. Belum lagi ranjang empuk yang selalu siap sedia menampung tubuh tingginya.
Namun, semua khayalannya sirna seketika saat ia mendapat panggilan telepon dari Dallas. Sebenarnya, Louis bisa saja mengabaikan panggilan masuk dari pria itu. Dia juga sudah biasa melakukannya. Hanya saja, kali ini berbeda. Suara panik Dallas dari seberang telepon memaksa mata Louis terbuka lebar dan membuat pria itu segera tancap gas menuju rumah sakit.
Ia benar-benar panik. Khawatir dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya yang sedikit kurang ajar itu. Tidak biasanya seorang Dallas Wheeler yang selalu terlihat santai dalam segala keadaan akan bersikap panik sep
Hallo readersš« sorry banget ya kalau author jarang update story ini. Maklum author lagi sibuk-sibuknya sama urusan sekolah. Jadi kalang kabut deh antara mikirin ide cerita sama mikirin sekolah. Makanya story yang biasanya sehari siap bisa-bisa jadi 3 bahkan 1 minggu baru siap buat di up. Jadi author mohon maaf yang sebesar-besarnya ya untuk pembaca novel The jerk yang tersayang. Okay that's all from authorš« Happy reading and enjoy ššš
Louis memandang ke arah Dallas. Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Ekspresi yang terganbar di wajahnya seolah-olah menunjukkan bahwa ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. "Kenapa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Dallas sensi. Louis masih saja diam. Pria itu tampak berpikir keras. Dilihatnya dengan teliti wajah pria yang sedang setengah berbaring di atas ranjang rumah sakit itu. Louis mencoba mencari jejak kebohongan maupun lelucon di wajah tampan Dallas. Namun, yang ia temukan hanyalah tatapan serius yang sangat jarang sekali ia lihat di wajah Dallas. Ekspresi yang benar-benar langka. Louis mencoba mencerna satu persatu kata yang diucapkan oleh Dallas. Ia mencoba menghubungkan semuanya dengan keadaan sahabatnya itu saat ini. Dan, semua hal tersebut terlihat masuk akal. Dokter Hana bukanlah sosok wanita biasa yang bisa didapatkan Dallas dengan cara yang mudah. Jika biasa
Sebuah tempat dengan pencahayaan remang-remang. Diisi oleh orang-orang yang bergerak tidak beraturan mengikuti irama musik dari disk jokey yang menggelegar hingga menggetarkan lantai. Beberapa pelayan berseragam juga tampak sibuk mondar-mandir membawa minuman beralkohol entah itu dari kasta bir, wine hingga tequila. Kondisi yang jauh dari ketenangan. Jika tidak terbiasa mungkin seseorang bisa saja pingsan dengan keadaan di dalam ruangan seperti ini. Belum lagi beberapa pasangan yang dengan tidak tahu malu berciuman bahkan melakukan hal yang lebih. Sepasang kaki jenjang yang dibalut dengan sehelai celana mewah melangkah kedalam ruangan itu. Bagai disihir, kehadirannya mampu membelah lautan manusia yang tadinya sedang menggila. Mereka kompak memberikan jalan pada sosok yang dengan tenang melangkah penuh percaya diri. Sebagian orang mulai berbisik-bisik. Sebagian pria menatap tak suka ada pula yang menatap penuh hor
Hana baru saja tiba di rumah sakit pagi ini. Berniat memulai harinya dengan bekerja seperti biasanya. Bertemu beberapa perawat dan dokter lain lalu saling menyapa. Kemudian melakukan kewajibannya sebagai seorang dokter. Namun, baru saja wanita itu menginjakkan kaki di rumah sakit tempat ia bekerja, Hana sudah dikejutkan dengan suara sirine mobil ambulan yang terdengar nyaring. Wanita itu menatap penuh tanya saat mobil yang dominan bewarna putih itu terparkir di depan rumah sakit dengan sirine yang masih menyala. Seperti baru saja tiba di sana. Ternyata dugaan Hana tepat. Dari pintu belakang ambulan keluar seorang perawat laki-laki yang terburu-buru mengambil hospital bed lalu membawanya. "Dokter Hana, bisa kau membantuku?"tanya perawat pria itu. Hana menganggukkan kepalanya. Setelah meletakkan tas di resepsionis, wanita itu segera mendekati ambulan. Ternyata di sana juga telah ada 2 orang orang perawat la
Operasi telah selesai dilakukan. Kini, Dallas sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VIP. Hana sebelumnya sudah menduga hal ini. Dallas memang terlihat bukan seperti orang biasa. Hal ini semakin menguatkan keyakinannya dengan kehadiran Louis yang mengaku sahabat pria itu. Saat ini, Hana tengah memasang beberapa peralatan rumah sakit untuk Dallas dibantu seorang perawat wanita. Pria itu masih tertidur dengan pulas. Mungkin efek bius masih belum hilang darinya. Pintu tiba-tiba terbuka mengalihkan perhatian seisi ruangan kecuali Dallas, tentunya. Dari ambang pintu tampak Louis yang tengah berjalan mendekat. Ia menyapa Hana dan perawat di samping wanita itu kemudian berdiri di sebelah ranjang Dallas. "Bagaimana keadaannya, dok?" "Syukurlah, operasinya berjalan lancar. Dia hanya perlu menjalani perawatan intensif beberapa waktu sebelum akhirnya diperbolehkan pulang."jelas Hana. &nbs
"Kau bilang apa tadi? Ada seseorang di balik kecelakaanku ini?"tanya Dallas terkejut. Louis menganggukkan kepalanya. "Ada sesuatu yang janggal terkait kejadian itu. Dan aku, masih menyelidikinya hingga saat ini." "Kau benar. Kau harus menyelidikinya. Aku harus tahu siapa keparat yang berani macam-macam denganku."ucap Dallas. Rahangnya mengeras. Pria itu tampak kesal terlebih lagi saat ia tahu bahwa kecelakaan yang membuatnya terbaring di rumah sakit saat ini adalah sebuah kesengajaan. "Kau terlihat sangat kesal? Kenapa? Bukannya kau selalu tahu bahwa banyak orang di luar sana yang menginginkan dirimu dalam keadaan seperti ini. Aku sudah sering memperingatimu. Namun, kau tampak santai saat menanggapi hal tersebut."ujar Louis menatap Dallas penuh tanya. Pria itu menaikkan sebelah alisnya meminta Dallas segera menjawab pertanyaannya. "Hmm, itu benar. Aku mungkin akan bersikap biasa saja
Hana mengetuk-ngetukkan jarinya ke permukaan meja. Saat ini, wanita itu tengah berada di ruangan direktur umum DW Hospital. Tn. Albert sendirilah yang memanggilnya kesini. Hana tahu mengapa Tn. Albert memanggilnya untuk menemui pria itu. Semua ini pasti dikarenakan keluhan yang disampaikan oleh Dallas beberapa waktu yang lalu dan membuat wanita itu berakhir di sini. "Kau pasti sudah tahu kenapa aku memanggilmu kemari, dokter Hana."ucap Tn. Albert yang sepertinya ingin cepat-cepat ke inti pembicaraan. Hana menganggukkan kepalanya. "Tentang Tn. Wheeler, dan semua keluhannya terhadap pekerjaanku." Tn. Albert menghela napasnya pelan. "Dengar, Hana. Kau adalah dokter favoritku di sini. Salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini. Aku mengerti kau telah bekerja semaksimal mungkin. Tapi, aku harap untuk kali ini kau bisa memakluminya." Hana terdiam sejenak. Wanita itu menatap
Hari sudah menunjukkan pukul 7 malam. Akhirnya, setelah hari yang penuh drama Hana bisa pulang ke rumahnya. Saat ini, dengan langkah tenang wanita itu berjalan ke basement rumah sakit. Ia berhenti tepat di sebelah mobil sedannya yang bewarna putih. Wanita itu merogoh tas selempang yang ia bawa guna mencari kunci mobilnya. Namun, benda yang ia cari tak kunjung Hana temukan. "Perasaan aku menyimpannya di sini. Apa ketinggalan di meja kerja?"tanya Hana kepada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat-ingat letak kunci mobilnya. "Ah sebaiknya aku kembali. Mungkin saja aku meninggalkannya di ruanganku." "Kau mencari ini, Nona?" Hana menghentikan langkahnya saat hendak kembali ke ruangannya. Wanita itu membalikkan tubuh dan mendapati seorang pria tampan tengah menatapnya. Tangan pria itu menyodorkan sebuah benda pada Hana. Benda yang ia cari sejak tadi. "Kunci m
Hana melangkahkan kakinya lebar-lebar di sepanjang koridor rumah sakit. Pagi inj, wanita itu datang terlambat. Dan penyebabnya adalah ia yang bangun kesiangan. Pagi ini, sekitar jam 08.30 Hana mempunyai jadwal operasi. Dan sekarang masih pukul 07.55 am. Masih ada sekitar 35 menit lagi waktu yang wanita itu punya sebelum operasi dilaksanakan. Hana memilih untuk mengunjungi kamar pasiennya. Kamar pertama yang wanita itu kunjungi adalah kamar VIP yang terletak di lantai 7. Kamar itu adalah kamar di mana seorang Dallas Wheeler dirawat. Bukan tanpa alasan Hana memilih kamar Dallas sebagai kamar pertama yang ia kunjungi sekaligus pasien pertama yang ia periksa hari ini. Wanita itu hanya tidak ingin Dallas mengeluh lagi tentang pekerjaannya. Bisa-bisa pria itu kembali mengadukan Hana pada Tn. Albert. Cukup satu kali saja pria paruh baya itu menegur Hana. Hana telah sampai di depan pintu kamar Dallas. B