Beranda / Romansa / The Jerk / Chapter 3 : wake up

Share

Chapter 3 : wake up

   Operasi telah selesai dilakukan. Kini, Dallas  sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VIP. Hana sebelumnya sudah menduga hal ini. Dallas memang terlihat bukan seperti orang biasa. Hal ini semakin menguatkan keyakinannya dengan kehadiran Louis yang mengaku sahabat pria itu.

   Saat ini, Hana tengah memasang beberapa peralatan rumah sakit untuk Dallas dibantu seorang perawat wanita. Pria itu masih tertidur dengan pulas. Mungkin efek bius masih belum hilang darinya. 

   Pintu tiba-tiba terbuka mengalihkan perhatian seisi ruangan kecuali Dallas, tentunya. Dari ambang pintu tampak Louis yang tengah berjalan mendekat. Ia menyapa Hana dan perawat di samping wanita itu kemudian berdiri di sebelah ranjang Dallas.

   "Bagaimana keadaannya, dok?"

  "Syukurlah, operasinya berjalan lancar. Dia hanya perlu menjalani perawatan intensif beberapa waktu sebelum akhirnya diperbolehkan pulang."jelas Hana.

   Louis tersenyum lega. "Baiklah, terimakasih dok."ucapnya tulus.

   Melihat Louis yang tersenyum, entah mengapa membuat Hana ikut tersenyum. "Ini semua adalah tugasku. Jadi, tidak perlu berterimakasih."

   Percakapan mereka terhentikan oleh Dallas yang ternyata telah siuman. Erangan khas bangun tidur dari pria itu mengalihkan perhatian seisi ruangan.

   "Loulou? Sudah berapa lama pangeran tampan ini tertidur?"tanya Dallas.

   Louis memutar bola matanya. "Aku pikir kecelakaan dapat membuatmu berubah. Ternyata sama sekali tidak."

   Dallas mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan hingga tatapannya terhenti saat melihat Hana. Ia menatapnya lama kemudian tersenyum penuh arti.

   "Ah, apa aku sudah meninggal? Dan sekarang berada di surga bersama bidadari yang cantik jelita."

   Louis mencebikkan bibirnya. Ia menatap Dallas kesal. Sahabatnya yang satu itu mulai bertingkah lagi. "Bajingan sepertimu tidak akan mungkin masuk surga. Itu bukanlah tempat untuk pria brengsek sepertimu."

   Dallas mengerutkan keningnya. "Lalu ... Apa aku berada saat ini? Bagaimana denganmu? Kesalahan apa yang kau lakukan hingga berada di tempat yang sama denganku?"

   Louis sudah tidak tahan lagi. Rasanya pria itu ingin memukul kepala Dallas keras-keras hingga membuat pria itu kembali pingsan. Namun, ia mengurungkan niatnya. Semenyebalkan apapun Dallas, pria itu adalah sahabatnya dan juga bosnya. Louis masih sayang dengan pekerjaannya. Karena itulah lebih baik ia membatalkan niatnya.

   "Dengar, Dallas. Kau baru saja selesai dioperasi beberapa jam yang lalu karena kau mengalami kecelakaan tadi pagi. Kau belum mati, ya ... walaupun aku berharap demikian. Tapi, kau belum mati. Jadi singkirkan jauh-jauh pemikiran tentang surga-neraka itu."oceh Louis.

   "Sepertinya kau sangat tertekan dengan kejadian ini, bung. Kau mungkin takut kehilanganku karena itulah kau tampak sedikit emosional."ucap Dallas. Pria itu menatap Louis prihatin.

   Louis menghela napasnya kasar. "Kurasa kepalamu terbentur terlalu keras. Dokter Hana, apa kau bisa memeriksa pria ini lagi?"

   Hana yang tadinya diam saja dan sibuk mengamati kedua pria itu sontak terkejut. Wanita itu gelagapan terlebih lagi saat atensi kedua pria itu mengarah kearahnya.

   "Dokter Hana? Jadi, namamu dokter Hana? Manis sekali."celetuk Dallas.

   Louis menatap Dallas tajam. Seolah memberikan pria itu peringatan agar jangan mulai bertingkah. Namun, sepertinya Dallas tidak mengindahkan peringatan tersebut.

   "Ah jadi kau dokter yang akan mengurusku? Wah Loulou, sepertinya aku akan betah di tempat ini."ucap Dallas sembari menatap ke arah Hana penuh arti.

   Hana yang melihat Dallas bertingkah demikian menjadi jengah. Tingkah pria itu membuatnya tak ingin berlama-lama di dalam ruangan ini. Karena itulah, Hana memutuskan untuk pergi. 

   "Maaf, ada beberapa pasien yang masih harus kutangani. Aku permisi."pamit Hana sebelum akhirnya wanita itu menghilang di balik pintu bersama perawat yang tadi bersamanya.

   "Lihat! Kau membuatnya pergi. Cobalah jangan bertingkah macam-macam, dude."ujar Louis sesaat setelah Hana meninggalkan ruangan.

   "Melihatnya, membuatku tidak bisa tidak bertingkah macam-macam, Loulou."

***

   Hana menghembuskan napasnya kasar. Entah mengapa firasatnya buruk soal pasien barunya itu. Sepertinya pria itu adalah tipe pasien yang akan menyusahkan dirinya. Baik secara fisik maupun mental.

   Hana masih ingat bagaimana pria itu dengan nakal menatapnya secara terang-terangan. Seketika, semua pujian yang sempat Hana lontarkan untuknya sirna. Jika tahu perangainya seperti itu, seharusnya ia tidak pernah memujinya.

   Wanita itu melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju kafetaria rumah sakit. Sejujurnya, Hana belum memakan apapun sejak pagi tadi. Dan sekarang, ia harus mengisi perutnya.

   Sepotong sandwich dan segelas jus jeruk menjadi pilihan wanita itu kali ini. Usai memesan makanannya, Hana mengambil tempat duduk di salah satu meja dan menikmati makan siangnya.

   "Hay, Hana. Boleh aku duduk di sini?"tanya seorang pria yang mengenakan jas dokter yang sama seperti Hana. Dia mengenakan name tag yang bertuliskan Eric Smith.

   Hana melihatnya sekilas. Lalu wanita itu menjawab, "Kau sudah duduk. Jadi, tidak perlu menanyakannya lagi."

   Pria itu hanya menyengir sehingga tampak gigi-gigi putihnya yang berbaris rapi. Hal itu membuatnya terlihat manis. "Kau sudah dengar?"

   "Apa?"tanya Hana yang sebenarnya tidak terlalu penasaran.

   "Pemilik rumah sakit ini dikabarkan mengalami kecelakaan. Dan kudengar sekarang dia sedang dirawat di sini."jawab Eric.

   Hana tidak membalas. Wanita itu sibuk menikmati sandwich yang hanya tersisa setengah lagi. Ia terlihat tidak tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Eric.

   "Hay, apa kau mendengarkan?"tanya Eric sedikit kesal karena Hana mengacuhkannya.

   Hana menganggukkan kepalanya malas. "Hm, aku dengar, lalu? Apa ada hubungannya denganku?"

   "Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi ini bisa berpengaruh sangat besar jika dia menjadi pasienmu. Pekerjaanmu akan dipertaruhkan berdasarkan bagaimana pelayananmu terhadapnya nanti."jelas Eric. Pria itu menyuap sesendok nasi goreng kedalam mulutnya.

   Hana mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Wanita itu sama sekali tidak terlihat tertarik dengan semua yang dikatakan oleh Eric.

   "Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu selama dia tidak menjadi pasienku. Lagian pula, pelayanan ku tetap akan sama kepada semua orang baik dia seorang president sekalipun."ucap Hana sembari memakan gigitan terakhir sandwich nya.

   "Tapi, dia adalah pemilik rumah sakit ini. Bagaimana bisa kau bersikap demikian?"

   Hana memutar bola matanya malas. "Dia tidak menjadi pasien ku, bukan? Atau belum? Entahlah, aku berharap tidak. Tapi satu hal yang pasti, sekarang aku sudah mendapat pasien yang cukup meresahkan. Dan aku yakin, dia akan menjadi pasienku yang paling menyusahkan selama aku bekerja."

   Mendengar penjelasan Hana, membuat Eric tertarik. Pria itu merasa penasaran dengan sosok yang tengah dibicarakan oleh rekan kerjanya tersebut. "Oh ya? Siapa dia?"

   "Dallas, Dallas Wheeler? Entah aku sudah lupa nama pria itu."jawab Hana acuh tak acuh.

   Eric mengerutkan keningnya. Entah mengapa ia merasa nama itu tidak asing baginya. Seperti pernah mendengar nama tersebut di suatu tempat. Tapi, kapan dan di mana itu, dia masih tidak tahu.

   "Dallas Wheeler?"

   "Ya, kau mengenalnya?"

   Eric menggelengkan kepalanya. "Entahlah, rasanya nama itu terdengar begitu familiar untukku. Tapi ... Ah! Aku tidak bisa mengingatnya jika sedang lapar."

   Hana memutar bola matanya. Wanita itu meminum tegukan terakhir jus jeruknya. "Sebaiknya kau makan saja. Tentang siapa itu Dallas Wheeler, kau bisa memikirkannya nanti. Baiklah, aku pergi dulu. Masih banyak yang harus kukerjakan."

   Hana meninggalkan Eric begitu saja. Pria itu masih berkutat dengan pikirannya. Ia bahkan menjadi tidak fokus dengan makan siangnya. Nama Dallas Wheeler selalu berputar-putar di pikiran pria itu. Memaksanya berpikir keras tentang siapa sebenarnya pemilik nama itu.

   Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia mengingat siapa pemilik nama yang terdengar begitu familiar baginya. Dan hal itu sontak membuat kedua mata Eric membulat sempurna. Pria itu bahkan bangkit dari duduknya sehingga membuat beberapa orang yang ada di kafetaria menatap ke arahnya.

   "Dallas Wheeler ... Dia itu ..."

   

   

   

   

   

   

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status