Larrisa Camory menerima perjodohan yang telah diatur oleh ayahnya. Meski tidak tertarik, agar tetap bisa bermain skating ice, dia harus menikahi pria yang tidak dia kenal sama sekali. Pria itu tampan rupawan serta bergemilang harta. Eliot William, idaman kaum wanita. Hanya Larrisa kolot yang tak mengenalnya. Keduanya tidak tertarik untuk menjalin hubungan yang lebih serius. Namun tuntunan keluarga seolah menikam keduanya. Mereka bersandiwara dan berpura-pura mencintai satu sama lain dalam jangka waktu yang telah ditetapkan di dalam kontrak perjanjian. Ternyata seiring berjalan waktu, kebersamaan itu membuat mereka saling membutuhkan, dan tanpa sadar rasa itu tumbuh menjadi saling mencintai.
Lihat lebih banyakPelukan mentari yang begitu hangat memancarkan sinar sampai menyeruak masuk melalui ventilasi kamar dari balik dinding villa mewah yang kini menjadi milik Larrisa. Gadis itu terbangun dari lelapnya malam dimana tubuhnya berbaring ditemani kapas kasur lembut dan nyaman. Dia membuka matanya yang bulat berbarengan dengan mulut terbuka lebar, dia menguap Kemudian dia bangkit dari tidurnya sambil meregangkan tubuhnya yang ramping. Dia menoleh ke sisi kiri, hendak melihat penampakan Eliot bekas tunjangan kakinya malam itu. Dia ingin menikmati pemandangan menyedihkan dari pria angkuh tersebut.Saat mata hitam itu sampai menoleh hingga ke lantai, tak ada apa pun di tempat. Seingatnya pria itu jatuh tepat di sisi ranjang. Larrisa turun dari atas kasur lalu memeriksa ke bawah kasur, memastikan keberadaan pria itu. Dengan jelas dia melihat Eliot berada di bawah. Tidak mungkin pria itu pindah, mengingat betapa pulasnya Eliot tidur malam itu. Larrisa melihat jam yang tergantung di sisi dinding,
Semakin dia mencoba menenangkan hatinya yang gundah, semakin keras pula suara gagak itu menakuti Larrisa. Kini terdengar jelas dan dekat.. Dia tak tahu jelasnya mengapa burung gagak itu mengelilingi atap villa.Larrisa ketakutan apalagi dalam keadaan sendiri. Meski sudah mencoba untuk menguatkan diri. Namun suara cekikikan burung itu terus membara di telinganya. Dia berusaha keras agar suara itu tak menggoyahkan benaknya, walaupun pada akhirnya dia tak bisa bertahan berpura-pura berani dan tegar.Dia bangkit dari ranjangnya, berlari ke sebelah kamarnya yang jaraknya sangatlah dekat.Tok-Tok-Tok!Eliot tengah duduk bersantai di dekat jendela kaca sambil menatap pepohonan rindang di samping villa itu. Sungguh menyejukkan mata. Dia banyak mendapatkan ketenangan di villa itu. Ketenangan itu seketika buyar saat suara ketukan pintu mengusik lentera redup yang sudah hampir padam. "Masuk, tidak dikunci!" balas Eliot dari dalam kamar. Larrisa lantas masuk begitu saja tanpa berpikir panjang.
Bibir merah jambu yang begitu sendu tepat mengenai daun telinga Larrisa. Dengan jahil, Eliot sedikit memberatkan suaranya seolah ia bersenandung hingga menyapa kalbu gadis yang tengah gematar melawan godaan Eliot. Larrisa terjatuh ke lantai dengan keadaan hampir setengah sadar. Badannya lemas tidak bisa berdiri tegar. Matanya tak berkedip bahkan bernafas pun sulit. Tungkai kakinya tidak lagi seimbang bahkan tak bisa menopang berat badannya kini.Drug!Eliot terkejut dengan respon gadis itu. Dia mengira bahwa Larrisa si gadis keras kepala dan angkuh itu tidak akan tertindas sampai jatuh begitu. Larrisa tampak ketakutan sampai wajahnya sangat pucat. Eliot sempat panik melihat Larrisa. Secepatnya Eliot mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Larrisa mengepal tangannya, meremas karpet lembut tempat badannya tersungkur jatuh. Dia ragu menjatahkan tangannya dan menerima bantuan Eliot. Dia takut jika uluran tangan itu hanyalah cara Eliot selanjutnya untuk menindas dirinya.
Entah mimpi apa yang mengutuknya hingga kejadian hari ini terjadi padanya, dia kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya. Larrisa tidak terima karena ciuman pertama yang selalu dijaga olehnya telah hilang dalam sehari dirampas pria yang sangat menjengkelkan dalam hidupnya. Gadis itu mengepal kedua tangannya lalu menatap sinis netra Eliot. Pipinya yang semula merah malu berubah menjadi amarah. "Beraninya kau! Meski kau begitu memandang rendah diriku, tidak berarti kau dengan sesukamu menyentuh tubuhku!" Larrisa begitu murkanya mengamuki Eliot. Tangannya bahkan ikut menunjuk karena kesalnya. "Jika bukan karena ayahku, aku… Larrisa Camory, tidak akan pernah berhubungan denganmu!" Matanya sedikit berkaca-kaca menahan marahnya. "Aku akan membalas kelancanganmu ini!" Larrisa pergi meninggalkan Eliot dengan wajah murka penuh amarah. Dia tak dapat berkata-kata lagi, toh semua telah terjadi, tidak ada yang bisa diperbaiki. Bibirnya yang suci itu telah dicemari pria dingin menyebalkan.E
Badan bidang milik Eliot hampir dirobohkan oleh gadis bernama Larrisa Camory. Gadis itu berlari mengejarnya dan kemudian menabrak punggungnya dari belakang. Terasa begitu keras hingga badan kecil Larrisa yang tidak sebanding dengan Eliot terpental hampir jatuh. Tak sengaja tubuhnya beradu dengan Eliot. Larrisa tidak bisa menghindari tabrakan tubuh tersebut karena Eliot berhenti melangkah ketika Larrisa sedang laju berlari."Apa yang kau lakukan?" Eliot berbalik menghadap Larrisa. "Ti-Tidak, cuma ingin mengikutimu saja," jawab Larrisa tidak berani menatap mata Eliot yang tajam dan menusuk." Kau mau kemana?" tanya Larrisa lagi. "Tidak lihat bajuku basah?" Eliot melirik kemeja hitamnya yang terkena semburan dari mulut Larrisa tadi."Tentu, tentu harus diganti. Kalau begitu biar kutemani," ucap Larrisa menawarkan diri. Eliot langsung berbalik pergi tak menghiraukan Larrisa. Dia berjalan lurus menuju kamar yang masih kental dengan bau cat baru itu. Larrisa terus mengejar. Dia tidak pe
Tuan Erdogen kian sibuknya mempersiapkan sambutan hangat untuk cucu juga calon istri cucunya. Dia memerintahkan seluruh pelayanan di villa untuk mengatur segalanya sesuai keinginannya. Ketika mobil yang membawa Eliot dan Larrisa tiba, pintu pagar villa dengan cekatan dibuka oleh petugas jaga di pos. Ramai-ramai pelayan berpakaian hitam putih menunduk serentak dan sejajar berdiri lalu membungkuk menyapa kedatangan mereka. Tidak hanya sampai di situ saja, ketika pintu mewah menjulang tinggi itu terbuka lebar, barisan wanita dengan celemek putih kecil terikat di pinggang membungkuk seluruhnya. Sepanjang gelaran karpet merah di villa itu berjejer rapi pelayan-pelayan dengan senyuman ramah. Berdiri di ujung karpet itu seorang pria tua dengan jas rapi serta dasi bercorak abstrak. "Selamat datang, Eliot … dan juga … calon istri cucuku nantinya, Larrisa Camory." Tuan Erdogan tersenyum lebar bersamaan dengan kibaran tangan yang membentang, dia menunggu dekapan hangat dari keduanya. Larris
Kaki putih mulus milik gadis liar itu turun dari tangga dengan bungkusan heels panjang. Hentakan kakinya begitu ramah terdengar di tiap langkah. Sorotan mata langsung tertuju padanya. Sempat mereka terbelalak melihat gadis lusuh tidak beraturan tadi berubah menjadi putri anggun nan cantik. Dress hitam berpadu manik putih di lingkaran lengan bajunya membuat pesonanya kian bertambah. Di lehernya melingkar liontin bermata satu dan juga sepasang anting kecil yang menjadi aksesoris Larrisa. Rambutnya diikat dengan model ponytail hingga meracik aksen menggemaskan dan menawan dalam sekali gus. Dress hitam yang menutupi garis bahu hingga lutut itu membuat Eliot terperanjat dari diam. Deg!Eliot menyukai warna hitam itu. Apalagi Larrisa begitu pantas mengenakannya, melihat dress hitam dan juga heels hitam yang dipadukan dengan liontin serta sepasang anting, membuat dirinya menikmati gelap Larrisa sejenak. "Putri Ayah memang cantik. Pantas Eliot langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tidak ada kabar yang lebih membahagiakan dirinya selain daripada mendengar kabar tentang hubungan yang semakin erat antara cucunya dan putri Tuan Steven, yaitu Larrisa. Rasanya Tuan Erdogan sudah tidak sabar untuk menimang cicit, dia begitu terobsesi terhadap kebahagiaan cucunya, Eliot. Usianya tidak muda lagi, baginya keluarga adalah aset berharga, dan hanya Eliot lah satu-satunya keluarga yang tersisa dari keturunan Tuan Erdogan. Pintanya sebelum mati adalah melihat cucu kesayangannya itu hidup bahagia bersama keluarga baru, agar dia dapat meninggalkan Eliot dengan tenang pula. Dia tidak bisa meninggalkan Eliot sebelum memastikan kebahagiaan cucunya. Cucunya itu tidak mendapat kasih dari orang tua. Baru saja berusia delapan tahun, dia sudah ditinggal ayah ibu. Dia tahu betapa sulit dan menyakitkan perjalanan hidup Eliot untuk tumbuh dewasa. Eliot tidak penuh merasakan dekapan hangat dari ibu dan ayahnya. Hati kakek mana yang tidak teriris melihat cucunya ditinggal mati oleh anak da
Tin!Suara klakson mobil berwarna putih mengusik pendengarannya. Larrisa menatap tanpa gairah. Dia acuh, tidak menghiraukan mobil putih itu. Meski dia merasa aneh dan janggal saat menatap ke arah mobil tersebut. Larrisa terus fokus ke depan menunggu lampu jalan berubah warna. Sekali lagi mobil itu mengklakson Larrisa, kini mobil itu tepat di sebelah perpijakannya. Awalnya dia mengira kalau mobil putih itu sedang menyapa wanita yg berdiri di sebelahnya, sampai akhirnya dia terbelalak melihat orang yang keluar dari mobil putih. Eliot turun dari dalam mobil dengan pakaian gagahnha. Yang paling membuat dia kaget setengah mati adalah ketika Eliot berjalan menghampiri dirinya."Ke-Kenapa kau bisa di sini?" Larrisa dengan bingung menatap ke sekeliling untuk memastikan bahwa Eliot memang menghampiri dirinya.Larrisa bingung, kenapa seorang direktur yang sibuk semacam Eliot bisa secara kebetulan berada di dekat gedung. "Bukannya tadi kau kembali ke perusahaanmu?""Hanya kebetulan lewat," jawab
"Tidak Akan!" tegas gadis bermata bulat berwana hitam pekat. Dia Larrisa Camory. Anak pengusaha sukses yang periang dan liar. Memiliki wajah mungil, berpipi cabi. Dia adalah sosok putri semata wayang yang manja, dan perangainya tidak bisa dikontrol oleh siapapun, bahkan ayahnya sendiri.Usianya kini menginjak 22 tahun, tapi belum juga memiliki pendamping. Bahkan sekedar pacar semalam pun tiada. Sikapnya yang susah diatur penyebab pria enggan mengencani dirinya. "Ayah sudah list pria yang akan kau kencani." Steven Camory bersikeras memaksa putri semata wayangnya mencari pendamping hidup. Mengingat usianya yang sudah rentan, sementara perusahaan butuh pemimpin yang sehat dan bugar. Larrisa tak ingin menjamah perihal perusahaan, dia stress bila membahas tentang bisnis. Otak mungilnya hanya digunakan untuk menghafal gerakan tarian sesuai minat bakatnya. "Ayah, aku mengencani 2 pria seharian ini. Apa Ayah ingin menjual putrimu? Maksud Ayah begitu?!""Risa, Ayah hanya ingin ….""Cukup,...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen