Hana baru saja tiba di rumah sakit pagi ini. Berniat memulai harinya dengan bekerja seperti biasanya. Bertemu beberapa perawat dan dokter lain lalu saling menyapa. Kemudian melakukan kewajibannya sebagai seorang dokter.
Namun, baru saja wanita itu menginjakkan kaki di rumah sakit tempat ia bekerja, Hana sudah dikejutkan dengan suara sirine mobil ambulan yang terdengar nyaring. Wanita itu menatap penuh tanya saat mobil yang dominan bewarna putih itu terparkir di depan rumah sakit dengan sirine yang masih menyala. Seperti baru saja tiba di sana.
Ternyata dugaan Hana tepat. Dari pintu belakang ambulan keluar seorang perawat laki-laki yang terburu-buru mengambil hospital bed lalu membawanya.
"Dokter Hana, bisa kau membantuku?"tanya perawat pria itu. Hana menganggukkan kepalanya. Setelah meletakkan tas di resepsionis, wanita itu segera mendekati ambulan. Ternyata di sana juga telah ada 2 orang orang perawat lain.
Hana dapat melihat tubuh tinggi seorang pria dibawa keluar dari dalam ambulan. Pria yang sangat tampan. Mata pria itu terpejam. Di sekitar dahi hingga dagu terlihat darah segar yang mengalir namun tidak mengurangi ketampanannya.
"Apa dia baru saja kecelakaan?"tanya Hana.
Salah satu perawat berjenis kelamin wanita menjawab, "Benar, dok. Mobil pasien bertabrakan dengan sebuh truk."
"Sudah melapor pada polisi?"tanya Hana lagi.
"Sudah, dok. Polisi sedang dalam perjalanan ke sini."
Hana menganggukkan kepalanya paham. "Sekarang, ayo kita tangani dia. Kita akan membawanya ke ruang UGD. Dan kau, pergilah siapkan ruang UGD. Pastikan ruangan mana yang sedang kosong agar dapat kita gunakan."
Perawat pria yang ditunjuk Hana tadi menganggukkan kepalanya. Dengan segera ia melakukan apa yang diminta wanita itu padanya.
Sementara perawat itu pergi, Hana dan kedua perawat lain yang masih bersamanya membawa pasien kedalam rumah sakit. Wanita itu ikut membantu mendorong hospital bed yang membawa korban menuju UGD. Di tengah perjalanan, ponsel perawat wanita berbunyi. Ia mengangkat panggilan di ponselnya sementara Hana dan si perawat pria tetap melanjutkan mendorong hospital bed pasien.
"Alex baru saja menelponku. Dia mengatakan ruangan UGD 1A kosong jadi dokter bisa menggunakannya saat ini."ucap perawat wanita itu setelah selesai berbicara di telepon.
Hana menganggukkan kepalanya. "Baiklah."
"Tapi, dokter Hana aku harus segera pergi. Dokter Erick sebentar lagi akan mengadakan operasi. Dia membutuhkan bantuanku. Aku juga harus menyiapkan ruang operasi."
"Tidak apa-apa, kau bisa pergi sekarang."ucap Hana yang membuat perawat itu tersenyum.
"Terimakasih, dok."ucap perawat itu sebelum akhirnya ia berlari ke arah yang berlawanan dengan Hana.
"Dokter Hana."
Hana menoleh saat ada yang memanggil namanya. Di belakangnya saat ini berdiri seorang dokter wanita paruh baya yang tengah menatapnya.
"Dokter Sherin? Ada apa?"
"Maafkan aku, apa aku bisa membawa David bersamaku? Ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya. Setelah selesai, aku akan mengembalikannya padamu."tanya Dokter Sherin.
Hana menatap David sejenak lalu kembali menatap dokter Sherine. "Tidak apa-apa kau bisa membawanya."
"Tapi, dokter. Apa kau bisa membawa pasien sendirian?"tanya David yang sepertinya merasa tidak enak.
Hana sedikit tertawa. "Hey aku mendorongnya menggunakan hospital bed, Bukan menggendongnya. Lagian pula, ruangan UGD sudah dekat. Pergilah!"
David yang mendengar Hana berbicara seperti itu menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum tipis walaupun masih ada sebersit rasa tidak enak dalam hatinya. Pria itu kemudian pergi bersama dokter Sherin tentunya setelah mereka berdua pamit kepada Hana.
Hana menghela napasnya pelan. Sekarang ia sendiri yang akan mengurus pasien ini. Bahkan wanita itu belum tahu identitas pasti dari pria yang masih tidak sadarkan diri ini.
Tak ingin membuang waktu lagi, Hana mendorong bed hospital menuju ruang UGD. Sesekali ia memandang wajah pasien tanpa nama itu.
Jujur saja, pria ini adalah pasien tertampan yang pernah Hana temui. Dengan garis rahang yang tajam bak patung dewa yunanu, kedua alis hitam tebal yang menaungi matanya, serta hidung tinggi nan mancung yang semakin menyempurnakan bentuk wajahnya.
Hana menghentikan langkahnya karena telah sampai di depan ruang UGD. Wanita itu membuka pintu UGD lalu disambut oleh seorang perawat pria yang kemudian membantunya membawa masuk pasien. Lalu Hana menutup pintu ruang UGD dan mulai menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter.
***
Seorang pria tampan tampak mondar-mandir di depan ruangan UGD. Dia adalah Louis Thomson. Sahabat merangkap tangan kanan Dallas.
Louis sama sekali tidak menyangka Dallas akan terlibat kecelakaan seperti ini. Ini adalah yang pertama kali sahabatnya itu mengalami kecelakaan. Walaupun Dallas sering ugal-ugalan saat berkendara, tapi pria itu tidak pernah terlibat kecelakaan apapun sebelumnya.
Louis mendaratkan pantatnya di salah satu kursi panjang yang tersedia di koridor Rumah Sakit. Pria itu menghela napasnya. Entah mengapa, Louis merasa ada hal yang tidak beres dengan kecelakaan Dallas. Karena itulah, pria itu berniat untuk menyelidiki hal ini.
Perhatian Louis dialihkan oleh pintu ruang UGD yang terbuka. Dari dalam sana, muncul seorang wanita yang ia yakini adalah dokter yang menangani Dallas. Dokter wanita itu mendekati Louis dan membuka masker yang menutupi wajahnya.
"Maaf, apa anda keluarga pasien?"tanya dokter tersebut.
Louis menganggukkan kepalanya. "Saya sahabat Dallas. Bagaimana keadaanya saat ini?"
"Bisa minta waktunya sebentar?"
Louis menganggukkan kepalanya sekali lagi. Ia kemudian diajak oleh dokter cantik itu ke ruangannya.
"Silahkan duduk."ucap dokter wanita itu. Ia membawa sebuah map di tangannya.
"Saya Hana. Dokter yang menangani tuan Wheeler."
Louis tidak membalas. Namun, pria itu memperhatikan Hana serius. Seperti memberi kode agar wanita itu melanjutkan pembicaraannya.
Hana mengeluarkan 2 lembar kertas film dari dalam map yang ia bawa tadi lalu meletakkannya di atas meja agar Louis juga bisa melihat benda itu. Di dalam kertas film itu, terdapat hasil rontgen Dallas.
"Seperti yang tertera di sini, pasien mengalami patah tulang pada bagian tulang selangka. Hal ini mungkin terjadi karena benturan yang ia dapatkan saat kecelakaan. Karena itulah, saya memanggil anda kesini untuk meminta persetujuan tentang proses operasi yang akan dilakukan pada tuan Wheeler. "
Louis memandangi hasil rontgen yang terletak di ats meja. "Jika itu yang terbaik untuknya. Maka lakukanlah."
Hana tersenyum. "Anda bisa mengurus segala hal tentang operasi pasien di meja administrasi sementara kami akan segera menyiapkan ruangan operasi untuk pasien."
Louis menganggukkan kepalanya. Ia kemudian pamit lalu pergi keluar dari ruangan Hana. Mungkin ingin mendatangi meja administrasi seperti yang dikatakan Hana sebelumnya.
Sepeninggalnya Louis, entah mengapa Hana merasa ada sesuatu yang ganjil. Entah mengapa, Louis tampak sedikit familiar baginya. Seperti mereka pernah bertemu sebelumnya. Kapan dan di mana itu Hana masih tidak tahu.
Hana menyusun hasil rontgen milik Dallas. Ketika hendak menyimpannya kembali kedalam map, wanita itu memandangnya sejenak.
"Wheeler? Kenapa rasanya nama itu juga tidak asing? Ah ada apa ini? Kenapa kedua orang itu terasa begitu familiar bagiku?!"
Operasi telah selesai dilakukan. Kini, Dallas sudah dipindahkan ke ruang rawat inap VIP. Hana sebelumnya sudah menduga hal ini. Dallas memang terlihat bukan seperti orang biasa. Hal ini semakin menguatkan keyakinannya dengan kehadiran Louis yang mengaku sahabat pria itu. Saat ini, Hana tengah memasang beberapa peralatan rumah sakit untuk Dallas dibantu seorang perawat wanita. Pria itu masih tertidur dengan pulas. Mungkin efek bius masih belum hilang darinya. Pintu tiba-tiba terbuka mengalihkan perhatian seisi ruangan kecuali Dallas, tentunya. Dari ambang pintu tampak Louis yang tengah berjalan mendekat. Ia menyapa Hana dan perawat di samping wanita itu kemudian berdiri di sebelah ranjang Dallas. "Bagaimana keadaannya, dok?" "Syukurlah, operasinya berjalan lancar. Dia hanya perlu menjalani perawatan intensif beberapa waktu sebelum akhirnya diperbolehkan pulang."jelas Hana. &nbs
"Kau bilang apa tadi? Ada seseorang di balik kecelakaanku ini?"tanya Dallas terkejut. Louis menganggukkan kepalanya. "Ada sesuatu yang janggal terkait kejadian itu. Dan aku, masih menyelidikinya hingga saat ini." "Kau benar. Kau harus menyelidikinya. Aku harus tahu siapa keparat yang berani macam-macam denganku."ucap Dallas. Rahangnya mengeras. Pria itu tampak kesal terlebih lagi saat ia tahu bahwa kecelakaan yang membuatnya terbaring di rumah sakit saat ini adalah sebuah kesengajaan. "Kau terlihat sangat kesal? Kenapa? Bukannya kau selalu tahu bahwa banyak orang di luar sana yang menginginkan dirimu dalam keadaan seperti ini. Aku sudah sering memperingatimu. Namun, kau tampak santai saat menanggapi hal tersebut."ujar Louis menatap Dallas penuh tanya. Pria itu menaikkan sebelah alisnya meminta Dallas segera menjawab pertanyaannya. "Hmm, itu benar. Aku mungkin akan bersikap biasa saja
Hana mengetuk-ngetukkan jarinya ke permukaan meja. Saat ini, wanita itu tengah berada di ruangan direktur umum DW Hospital. Tn. Albert sendirilah yang memanggilnya kesini. Hana tahu mengapa Tn. Albert memanggilnya untuk menemui pria itu. Semua ini pasti dikarenakan keluhan yang disampaikan oleh Dallas beberapa waktu yang lalu dan membuat wanita itu berakhir di sini. "Kau pasti sudah tahu kenapa aku memanggilmu kemari, dokter Hana."ucap Tn. Albert yang sepertinya ingin cepat-cepat ke inti pembicaraan. Hana menganggukkan kepalanya. "Tentang Tn. Wheeler, dan semua keluhannya terhadap pekerjaanku." Tn. Albert menghela napasnya pelan. "Dengar, Hana. Kau adalah dokter favoritku di sini. Salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini. Aku mengerti kau telah bekerja semaksimal mungkin. Tapi, aku harap untuk kali ini kau bisa memakluminya." Hana terdiam sejenak. Wanita itu menatap
Hari sudah menunjukkan pukul 7 malam. Akhirnya, setelah hari yang penuh drama Hana bisa pulang ke rumahnya. Saat ini, dengan langkah tenang wanita itu berjalan ke basement rumah sakit. Ia berhenti tepat di sebelah mobil sedannya yang bewarna putih. Wanita itu merogoh tas selempang yang ia bawa guna mencari kunci mobilnya. Namun, benda yang ia cari tak kunjung Hana temukan. "Perasaan aku menyimpannya di sini. Apa ketinggalan di meja kerja?"tanya Hana kepada dirinya sendiri. Ia mencoba mengingat-ingat letak kunci mobilnya. "Ah sebaiknya aku kembali. Mungkin saja aku meninggalkannya di ruanganku." "Kau mencari ini, Nona?" Hana menghentikan langkahnya saat hendak kembali ke ruangannya. Wanita itu membalikkan tubuh dan mendapati seorang pria tampan tengah menatapnya. Tangan pria itu menyodorkan sebuah benda pada Hana. Benda yang ia cari sejak tadi. "Kunci m
Hana melangkahkan kakinya lebar-lebar di sepanjang koridor rumah sakit. Pagi inj, wanita itu datang terlambat. Dan penyebabnya adalah ia yang bangun kesiangan. Pagi ini, sekitar jam 08.30 Hana mempunyai jadwal operasi. Dan sekarang masih pukul 07.55 am. Masih ada sekitar 35 menit lagi waktu yang wanita itu punya sebelum operasi dilaksanakan. Hana memilih untuk mengunjungi kamar pasiennya. Kamar pertama yang wanita itu kunjungi adalah kamar VIP yang terletak di lantai 7. Kamar itu adalah kamar di mana seorang Dallas Wheeler dirawat. Bukan tanpa alasan Hana memilih kamar Dallas sebagai kamar pertama yang ia kunjungi sekaligus pasien pertama yang ia periksa hari ini. Wanita itu hanya tidak ingin Dallas mengeluh lagi tentang pekerjaannya. Bisa-bisa pria itu kembali mengadukan Hana pada Tn. Albert. Cukup satu kali saja pria paruh baya itu menegur Hana. Hana telah sampai di depan pintu kamar Dallas. B
Louis mengerutkan keningnya saat pria itu menginjakkan kedua kakinya di kamar Dallas. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa barang-barang di sana tidak terletak sesuai tempatnya. "Apa ini kamar?"tanya Louis pada Dallas yang tengah termenung. Tidak tahu pria itu sedang memikirkan apa. "Hey! Kau mendengarku?" Dallas menolehkan kepalanya. Ia menatap Louis tajam. "Pertanyaan itu ... sama seperti pertanyaan yang diajukan oleh dokter Hana padaku." "Semua orang akan bertanya seperti itu jika berkunjung ke tempat ini." Louis menarik sebuah kursi ke sebelah ranjang Dallas lalu mendudukkan pantatnya di sana. "Kau membawa sarapanku, Loulou?"tanya Dallas sembari melirik Louis. Louis memutar bola matanya. Ia memberikan sebuah paper bag yang sejak tadi dibawanya ke Dallas membuat pria itu sumringah. "Sesuai pesananku, bukan?"tanya Dallas. Pria itu menelisik isi pa
Seperti hari-hari biasanya, hari ini Louis bangun dengan tepat waktu di pagi hari. Bersiap-siap lalu pergi ke kantor. Mengurus beberapa urusan perusahaan selagi Dallas di rawat di rumah sakit. Mengecek segala hal yang terjadi di kantor dan memastikan situasinya tetap aman terkendali. Setelahnya, barulah pria itu berangkat ke rumah sakit untuk menemani Dallas. Lalu lintas hari ini terpantau normal. Namun, tidak menjadikan Louis berhenti bersikap waspada. Pria itu tetap memperhatikan ke sekelilingnya. Karena sebelumnya, hal ini terjadi pada Dallas yang mengalami kecelakaan padahal menurut kesaksian pria itu, keadaan lalu lintas waktu kecelakaannya terjadi terpantau normal. Suara dari pemutar musik memenuhi seisi mobil. Namun, tidak terlalu keras hingga menutupi pendengaran pria itu terhadap keadaan di luar mobilnya. Sesekali, Louis bersiul mengikuti ritme lagu yang di putar. Jari telunjuk pria itu bahkan ikut menget
Dallas tidak berhenti tersenyum seraya memandangi Hana yang tengah memeriksanya. Wanita itu sedang fokus mengganti beban di bahunya dan ia benar-benar menyukai hal itu. Dallas bersyukur karena ternyata, komplain dia terhadap pekerjaan Hana ada gunanya juga. Sekarang, wanita itu mengerjakan semua hal yang terkait dengan Dallas langsung dari tangannya sendiri tanpa embel-embel menyuruh perawat menanganinya. "Selamat pagi, dokter Hana."sapa Dallas masih dengan senyumannya. Hana diam saja. Wanita itu sibuk membalut bahu Dallas dengan perban putih yang ia bawa. Tingkahnya yang seperti itu, membuat Dallas semakin gencar ingin menggodanya. "Kau datang terlambat pagi ini, dokter Hana."ucap Dallas yang membuat Hana memberikannya tatapan tajam. "Kenapa? Kau ingin melaporkanku karena terlambat? Dengar,! Aku memiliki jadwal operasi pagi ini. Aku juga harus mengecek pasienku yang lain."jel