Share

The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
The CROWN (Sang Pewaris Takhta)
Penulis: Fitri_alpha

Bab 1. Janji

Penulis: Fitri_alpha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-18 12:06:34

Gadis kecil berusia tujuh tahun berlari riang, mengejar kupu-kupu yang banyak terdapat di taman itu. Gadis kecil berambut pirang dan mata biru cemerlang tersebut bernama Crystal Mars. Ia dan keluarganya menjadi salah satu tamu pada pesta yang diadakan oleh kerajaan Namira, salah satu dari tiga kerajaan besar yang ada.

Pesta ulang tahun raja Namira yang ke empat puluh lima memang lebih meriah daripada pesta-pesta sebelumnya. Seluruh rakyat Namira diundang, pintu gerbang istana di buka selama satu minggu penuh. Rakyat boleh menginjakkan kaki di istana dan bertatap muka langsung dengan raja dan putra mahkota. Sungguh kesempatan yang sangat langka.

Keluarga Mars bukanlah keluarga biasa. Mereka adalah keluarga bangsawan, walaupun hanya bangsawan yang tinggal di desa. Bersama para bangsawan lainnya mereka menghadiri dan menginap di istana selama pesta berlangsung. Oleh sebab itu, Crystal Mars, putri tunggal keluarga Mars, bisa mengenal dan berteman dengan pangeran Alexant Vrent. Para bangsawan yang datang sangat jarang membawa anak-anak mereka sehingga Crystal dan Alexant menjadi dekat hanya dalam waktu satu hari.

"Berhentilah terus berlarian, Crystal, aku tidak mau kau terjatuh!" seru Alexant dari bawah pohon.

Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu duduk bersandar di bawah pohon. Tangannya terlihat sibuk sejak tadi. Sementara George Bryne, sahabat sekaligus pengawalnya, berada di atas pohon. Ia meminta George untuk mengawasi Crystal yang tidak pernah bisa diam.

"Hei, George, apa menurutmu Crystal akan mau duduk di sampingku kalau aku memberikan mahkota ini padanya?" tanya Alexant dengan kepala menengadah menatap George. "Aku tidak suka ia terus berlari seperti itu, aku takut ia terjatuh."

George melompat turun dari atas pohon sebelum menjawab. Rasanya sangat tidak nyaman saat melihat majikanmu mengangkat kepala hanya untuk berbicara denganmu.

"Saya tidak tahu, Yang Mulia," jawab George hormat. Mereka memang berteman sejak balita dan bersahabat sampai usia mereka sepuluh tahun ini, tetapi George masih sadar diri. Meskipun mereka bersahabat, Alexant tetaplah seorang pangeran yang harus ia jaga keselamatannya. "Anda coba berikan saja kepadanya."

Alexant mengangguk, ia mempertimbangkan usul George. Tatapannya fokus pada mahkota bunga yang tadi dibuatnya sambil duduk.

"Bagaimana menurutmu? Apakah mahkota ini cantik?" Alexant bertanya sambil mengangkat mahkota bunga itu, menunjukkannya pada George. "Jawab aku dengan jujur, George! Sebagai sahabat bukan sebagai pengawalku!"

George berdeham satu kali. Alexant menatapnya tajam. Mata abu-abu anak itu bersinar mengancam. Jika sudah seperti itu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengatakan yang sebenarnya.

"Menurutku mahkota ini cukup cantik," ucap George sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan jari telunjuk mengusap dagu. Lagaknya sudah seperti orang dewasa saja. Memang George menirukan gaya sang Ayah. Jenderal besar Namira, Wallace Bryne, suka seperti ini kalau ia sedang mencoba menilai sesuatu. "Aku yakin Crystal akan senang menerimanya."

"Benarkah?" tanya Alexant dengan mata berbinar.

George mengangguk.

"Menurutmu begitu?" tanya Alexant lagi, kali ini ia memastikan kalau pendengarannya tidak salah.

Sekali lagi George mengangguk. "Tentu saja!" jawabnya yakin. "Kalau Anda tidak percaya Anda bisa memanggil Crystal, kemudian berikan mahkota bunga ini padanya. Aku yakin kalau Crystal pasti akan senang menerimanya."

Alexant mengangguk. Bocah sepuluh tahun berambut pirang dengan mata abu-abu itu berseru memanggil Crystal yang sedang mencoba menangkap seekor kupu-kupu yang hinggap pada setangkai bunga liar.

"Crystal, bisakah kau ke sini sebentar?"

Gadis kecil itu menoleh. Hanya sekilas, setelah itu ia kembali fokus pada kupu-kupu yang ingin ditangkapnya sejak tadi.

Alexant berdecak kesal. Crystal mengacuhkannya. Ia paling tidak suka diacuhkan, apalagi oleh orang yang disukainya. Ia memang masih kecil, tetapi ia juga menyukai Crystal. Gadis kecil itu selalu menebarkan aroma ceria di mana pun dia berada. Ia membutuhkan keceriaan itu. Sejak Ibunya meninggal karena sakit dua tahun yang lalu, ia sudah tidak tahu lagi bagaiman rasanya tersenyum.

Alexant bukan anak yang dingin. Ia selalu ramah kepada siapa pun, termasuk kepada semua bawahannya sehingga mereka semua menyayanginya. Di luar, Alexant memang tidak tampak kalau ia kesepian. Namun, di dalam hatinya ia selalu menangis. Alexant merindukan sosok ibunya yang selalu hangat dan penyayang. Ayahnya juga seperti itu, tetapi Ayahnya tetap tidak bisa menggantikan posisi sang Ibu. Ayah juga terlalu sibuk mengurus kerajaan dan rakyat mereka.

Alexant bertemu Crystal dua hari yang lalu pada malam pesta pertama. Mereka dikenalkan oleh orang tua mereka saat Crystal dan keluarganya memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Raja Henry, Ayah Alexant, dan Alexant merasa sudah menyukai gadis kecil itu sejak pertama melihatnya. Pipi bulat Crystal yang kemerahan membuatnya gemas ingin mencubitnya.

"Crystal, ke sinilah!" seru Alexant sekali lagi. "Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu."

Crystal berhenti berlari. Gadis kecil itu menatap Alexant dengan tatapan bertanya. Hanya sekejap kemudian Crystal kembali berlari. Kali ini, dia menghampiri Alexant dan George yang masih berdiri di bawah sebuah pohon besar.

Alexant tersenyum melihat Crystal menghampiri mereka. Saat gadis itu berlari tadi, kunciran rambut pirangnya yang bergelombang ikut bergoyang. Terlihat sangat cantik dan menggemaskan.

"Ada apa?" tanya Crystal setelah berada di depan kedua anak laki-laki itu. Ia masih mengatur napasnya yang tersengal. "Benarkah kau ingin memberikanku sesuatu? Apa itu? Apakah kupu-kupu?" Dia memiringkan kepala.

Alexant menggeleng. Anak itu maju dan memasangkan mahkota bunga di kepala Crystal.

Gadis kecil itu meraba-raba bagian atas kepalanya, kemudian memekik gembira.

"Apakah ini untukku?" tanya Crystal dengan mata berbinar.

Alexant tersenyum, ia mengangguk. "Untuk saat ini aku hanya dapat memberikan mahkota ini padamu," ucapnya dengan mimik wajah yang serius. Meski begitu ia tetap mempertahankan senyumnya. "Kelak kita dewasa aku akan memasangkan mahkota sungguhan di kepalamu."

Crystal mengerjap. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang diberikan Alexant. Senyum manis terkembang di wajah bak boneka itu. Crystal mengangguk.

"Crystal Mars, hanya kau yang akan menjadi ratuku kelak!"

Mata George melebar mendengarnya. Mereka memang masih anak-anak, tetapi mereka sudah diajarkan tata krama juga adat dan kebiasaan. Kata-kata yang diucapkan Alexant adalah sebuah janji. Ikrar yang secara tak langsung sudah mengikat mereka sampai raga meninggalkan tubuh mereka kelak.

Aturan dalam setiap kerajaan memang tidak selalu sama. Di Namira, para anggota kerajaan terutama raja dan pangeran dilarang untuk berkata sembarangan. Perkataan mereka adalah ikrar dan janji yang harus ditepati.

Crystal mengangguk cepat. Tentu saja ia ingin menjadi ratu. Ia ingin memiliki mahkota sungguhan seperti yang dikatakan Alexant tadi.

"Kalau begitu kau harus duduk di sampingku dan berhenti mengejar kupu-kupu terus." Alexant menarik tangan Crystal, membawa gadis kecil itu duduk di bawah pohon besar yang sejak tadi didudukinya. "Aku tidak mau kau terjatuh dan terluka nantinya."

Crystal mengangguk. Gadis itu tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi susunya yang putih. Sebab gemas, Alexant mencubit pipi putih itu sekali sebelum memberikan kecupan pada pipi yang tadi dicubitnya.

"Dewasa nanti kau harus menikah denganku. Benarkan, George?" Alexant menolehkan kepalanya pada George yang sejak tadi terlihat masih berpikir. "Tidak boleh menikah dengan pemuda lain, hanya boleh denganku saja!"

Crystal lagi-lagi mengangguk. "Janji!" Gadis itu menjulurkan jari kelingking kanannya.

Alexant tersenyum. Menyambut uluran jari kelingking Crystal dengan jari kelingking miliknya.

"Berjanji!" balas Alexant. "Aku tidak akan terima jika kau menikahi orang lain," sambungnya. "Kau itu milikku!"

Crystal tak menjawab. Gadis kecil itu hanya mengangguk lagi. Tangan mungilnya kembali meraba mahkota bunga yang menghiasi kepalanya.

"Alex, aku cantik tidak?" tanya Crystal. Gadis kecil itu berdiri dan berputar di depan Alexant dan George.

Alexant mengangguk. "Tentu saja kau sangat cantik, dan aku menyukaimu," jawab Alexant.

"Aku juga menyukaimu," balas Crystal. Serta-merta gadis itu menerjang Alexant dan memeluknya erat.

Semilir angin menjadi saksi janji mereka berdua selain George. Alam seakan merestui ikrar yang diucapkan kedua anak kecil itu. Bunga-bunga bergoyang dengan indahnya. Daun-daun juga berguguran di atas mereka. Alexant tidak tahu bahwa ikrar masa kecil jua lah yang menyebabkan kehancuran kerajaannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 2. Aku Tidak Akan Lupa

    Waktu satu minggu ternyata berjalan sangat cepat saat seseorang yang merasa bahagia. Hal itu juga yang dirasakan Alexant. Tidak terasa pesta yang dilangsungkan di istana akan berakhir malam ini. Setelah ini, istana akan kembali sepi seperti biasanya. Tidak ada lagi suara musik dan suara ramai para tamu. Yang ada hanya para dayang dan pembantu serta prajurit. Alexant menatap bosan pada para dayang yang berseliweran di depannya. Ia ingin meninggalkan pesta sejak tadi, ingin bermain bersama Crystal. Malam ini adalah malam terakhir mereka bertemu. Entah kapan mereka akan bertemu lagi. Semoga sebelum mereka dewasa mereka masih bisa bertemu. Alexant celingukan mencari Crystal. Gadis kecil itu tidak tampak sejak pesta dimulai. Hanya terlihat kedua orang tuanya saja di sudut sana. Selain Crystal, George juga tak terlihat. Sahabatnya itu tadi pulang ke kediaman keluarga Bryne lebih dulu, setelah itu baru kembali ke sini lagi. Itu yang dikatakan George sebelum pergi tadi. Namun, sampai sekara

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 3. Pulang

    "Kau sudah siap, Sayang?" Seorang perempuan muda di kisaran dua puluh tahun menghampiri Crystal. Perempuan yang memiliki rambut sewarna Crystal itu mengusap pucuk kepala si gadis kecil. Crystal mendongak kemudian mengangguk. "Iya, Mama," jawabnya tersenyum. Astrid Mars tersenyum manis membalas senyuman sang putri. Tangannya berpindah ke arah pipi Crystal, mencubit pipi itu pelan sebelum mengusapnya hangat."Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang."Senyum di bibir mungil Crystal langsung surut. Gadis kecil itu mengangguk sedih. Mereka akan kembali ke kediaman mereka di desa pagi ini. Para tamu yang lain juga pulang hari ini. Tadi ia sempat melihat ratusan kereta kuda berjejer di halaman istana. Kepala Crystal tertunduk luruh. Ia masih belum ingin pulang, masih ingin bermain bersama Alexant, juga George. Di desanya ia tidak banyak memiliki teman, orang tuanya selalu memintanya untuk belajar etika kesopanan dan tata krama. Sebagai seorang gadis bangsawan, walaupun mereka hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 4. Mencoba Mengingkari

    Suara burung berkicau, ditambah dengan sinar hangat matahari pagi yang jatuh tepat di wajahnya membuat anak laki-laki itu membuka mata. Alexant mengerjap beberapa kali sebelum memejamkan mata abu-abunya kembali, tak peduli dengan sinar matahari yang semakin tinggi. Ia masih mengantuk, masih memerlukan waktu untuk tidur beberapa saat lagi, sebelum ia ingat kalau tadi malam adalah malam pesta terakhir. Hari ini seluruh tamu undangan akan meninggalkan istana, termasuk keluarga bangsawan Mars. Crystal!Mengingat gadis kecil itu membuat kantuk yang tadi masih menggelayuti mata Alexant, seketika pergi. Bergegas anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu bangun. Tanpa memakai mantel atau mengganti piyama, juga tanpa alas kaki Alexant langsung berlari menuju ruangan yang digunakan keluarga Crystal. Betapa terkejut Alexant ketika menemukan ruangan itu telah kosong. Tidak ada lagi barang-barang yang kemarin masih mengisi ruangan. Begitu juga dengan Crystal dan keluarganya. "Di mana Crystal?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 5. Selamat Tinggal

    Jenderal Wallace berdeham sekali, menatap tegas pria yang juga balas menatapnya dengan tatapan tak terbantahkan. Edmund Mars, meskipun hanya seorang bangsawan yang berasal dari desa, tetapi ketegasan dan wibawanya tidak perlu diragukan. Terlihat dari tatapan tajamnya itu. "Aku juga minta maaf pada Anda, Duke Mars." Wallace menundukkan sedikit kepalanya. "Namun, bagaimanapun juga peraturan kerajaan kita....""Kami hanya bangsawan dari desa, Jenderal." Sekali lagi Edmund memotong perkataan jenderal Wallace. "Sangat tidak pantas untuk putriku berada di istana. Crystal lebih pantas berada di kastil kami daripada di istana di ibu kota."Wallace menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan tanpa gerakan berarti. Bangsawan desa yang keras kepala dan pemberani. Meskipun menentang aturan kerajaan dan negara, pria berambut hitam di depannya ini tetap tidak mau melepaskan putrinya. "Mereka masih anak-anak, Jenderal." Astrid ikut berbicara. Dia yang sejak beberapa menit yang lalu sudah berad

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 6. Rindu - 1

    Dua minggu tanpa Crystal terasa seperti dua tahun. Mungkin kedengarannya sedikit berlebihan bagi seorang anak kecil, tetapi itulah yang dirasakan Alexant sekarang. Hari-harinya terasa sangat membosankan, terlalu monoton karena hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Tak ada lagi waktu untuk bermain, semua tersita untuk belajar yang kata mereka –para orang dewasa– untuk bekalnya kelak saat ia dewasa, agar ia bisa memimpin Namira sehebat ayahnya. Alexant mendengkus, ia selalu saja tidak suka setiap kali gurunya membicarakan tentang kehebatan sang Ayah karena menurutnya ayahnya biasa saja. Tak ada yang dapat dibanggakan dari seorang pria yang hanya duduk diam di atas singgasana dan menerima upeti tanpa harus bekerja. Seandainya saja bisa memilih, ia tak ingin menjadi raja. Menjadi raja bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus bertanggung jawab atas semua yang berada di kerajaannya. Itu tidak terdengar menyenangkan untuk seorang anak berusia sepuluh tahun sepertinya. Yang diperlu

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-03
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 7. Mimpi Tentang Dia

    Alexant sudah biasa melihat pemandangan para pengawal istana yang menundukkan kepala setiap kali ia berjalan melewati mereka, bahkan juga George Bryne, sahabatnya, juga berlaku demikian. Selalu menundukkan kepala dan berbicara dalam bahasa formal setiap kali berbicara padanya. Jujur saja, sebenarnya ia terganggu dengan semua itu. Para pengawal dan prajurit istana itu berusia jauh di atasnya, tetapi sikap mereka terlalu memberi hormat kepadanya. Mungkin itu memang seharusnya, tetapi ia terkadang sedikit merasa tidak nyaman. George juga tidak mau bersikap santai sekalipun mereka hanya berdua, kecuali ia yang memintanya. George adalah pengawal pribadinya. Mereka seusia, sama-sama sepuluh tahun. Namun, George sudah dipercaya untuk menjaganya. Itu merupakan sesuatu yang sangat keren menurutnya. Mereka juga sering berlatih pedang dan senjata lainnya bersama, dalam pengawasan Wallace Bryne, jenderal besar Namira yang juga merupakan Ayah George. Jenderal adalah pelatih bertarungnya. Jender

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 8. Apa Pernikahan Itu?

    "Kapan kita kembali ke istana, Mama?" Itu adalah pertanyaan kesekian dari Crystal yang didengar Astrid hari ini. Entah sudah berapa kali putri kecilnya menanyakan hal itu. Katanya, dia ingin cepat ke istana lagi agar bisa bertemu dan bermain bersama Alexant. Untuk hari ini, entah sudah berapa kali Crystal menanyakannya. Belum lagi hari-hari belakangan. Mungkin seandainya dihitung, dalam tiga bulan terakhir sejak mereka kembali dari istana sudah lebih dari jutaan kali dia bertanya, sampai rasanya dia bosan menjawabnya. Setiap hari pertanyaan Crystal selalu sama, seolah dia tidak memiliki pertanyaan yang lain. Astrid mengembuskan napas pelan. "Mama tidak tahu, Sayang. Tidak ada undangan dari istana, kita tidak bisa ke sana." Dia tersenyum, tangannya membingkai pipi chubby putrinya yang kemerahan. "Kau pasti tahu, 'kan, tidak sembarang orang bisa memasuki istana. Jika tidak ada undangan atau izin, para penjaga tidak akan membiarkanmu masuk."Wajah mungil Crystal tertunduk. "Tapi, aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-05
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 9. Tentang Janji dan Pernikahan

    Lalu, apakah Astrid senang? Apakah dia gembira dengan kenyataan itu? Jawabannya tentu saja tidak. Tidak ada seorang pun Ibu di dunia ini yang ingin menjerumuskan putrinya dalam masalah. Lingkungan istana penuh intrik, orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah orang-orang yang berpikiran licik. Semua hanya mementingkan jabatan dan kekuasaan. Menjadi ratu bukanlah hal yang patut dibanggakan. Menjadi ratu di kerajaan yang penuh tipu muslihat sama saja dengan menceburkan diri dalam permasalahan yang tak kunjung usai. Seandainya saja bisa, dia ingin menghentikan hal itu. Sayangnya tidak. Bukannya pernikahan yang batal, malah dirinya yang akan kehilangan kepala. Entah siapa yang memutuskan demikian –perkataan keluarga kerajaan adalah ikrar dan harus terjadi– untuk pertama kali, dia tidak tahu. Yang pasti semua ini sangat merugikan semua pihak, kecuali mereka yang menginginkan kekuasaan. Sudah menjadi rahasia umum jika mendiang Ratu Amora mangkat karena tidak sanggup lagi bertahan mengh

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-06

Bab terbaru

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 91. Crystal Loire & Crystal Mars

    Kamar tidur Alexant memang sangat luas dan besar. Beberapa lemari untuk pakaian juga buku berjejer rapi di dinding sebelah kanan kamar. Khusus untuk lemari buku yang berjumlah lima buah, diletakkan di sisi atas dekat jendela. Ada satu set sofa juga di sana, satu set di tengah kamar, satu set lagi ada di bagian kiri dekat pintu. Alexant sekarang tengah duduk di belakang jendela, di atas kursi malas yang diletakkan di sana. Sebuah buku berada di atas pangkuannya. Buku itu terbuka, tetapi dalam keadaan tertelungkup untuk menandai halaman yang dibaca. Tatapannya tertuju pada taman khusus yang dibuat untuk mempercantik kamar tidurnya. Taman itu selesai dibangun dua bulan yang lalu sesuai permintaannya. Ia ingin kamar tidurnya terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Harus ada kesan feminin seorang gadis agar Crystal betah di sini setelah mereka menikah nanti. Iya, sejak beberapa menit yang lalu, gadisnya selalu mengganggu konsentrasinya. Ia yang ingin membaca buku tentang pelayaran, terpa

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 90. Penyemangat Hidup Beatrice

    "Ayo, bayi Leon, kau harus minum susu dengan banyak biar cepat besar!" Kalimat itu selalu diulangi Beatrice setiap kali bayi Leon yang sekarang sudah berusia lima bulan melepaskan puting susu ibunya, dan tertawa tanpa suara melihat apa saja yang dianggapnya lucu. Bahkan, bayi Leon juga tertawa.melihatnya, padahal dia tak mengajaknya bercanda. Beatrice memicingkan mata, menatap Leon dengan kedua tangan di pinggang. "Kenapa kau tertawa melihatku?" tanyanya dengan alis berkerut tajam. "Aku bukan badut, bayi Leon. Jadi, jangan pernah tertawa saat melihatku!" ketusnya membuang muka. Namun, si kecil Leon justru semakin tergelak, seolah apa yang dikatakan Beatrice adalah sesuatu yang sangat lucu di telinganya, membuat Madeline yang sejak tadi tersenyum ikut tertawa kecil. "Sepertinya Leon mengerti apa yang kau katakan, Beatrice," katanya disela tawa. Bibir mungil Beatrice semakin mengerucut. "Dia tidak mengerti dengan yang kukatakan, Maddie, sebab itu dia mentertawakanku. Seandainya saja

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 89. Bukan Kepribadian Ganda

    Crystal mendengkus kasar mendengar sindiran itu. "Jadi, di sini satu-satunya yang aneh adalah kau sendiri, Lady Mars!" Crystal memutar bola mata jengah. Chloe selalu bersemangat dalam segala hal, termasuk menjelaskan hal yang katanya tidak penting tadi. Benar-benar konyol. Sebenarnya dia ingin tertawa, hanya saja ditahannya karena kata-kata Chloe tidak sekonyol apa yang sering keluar dari mulut Neil. "Aku tidak merasa melakukan hal yang aneh." Crystal membantah tuduhan Chloe. Dia mengedikkan bahunya tak acuh. "Jika aku tersenyum, itu karena aku sedang mengingat pertemuanku dengan Alexant." Senyum mengembang di bibir mungil merah alami milik Crystal. Chloe mengerutkan alisnya. "Benarkah?" tanyanya ragu. Baiklah, senyum Crystal bukan jenis senyum aneh dan tak terbaca seperti saat dia akan berangkat ke medan perang, senyumnya tadi sangat manis. Hanya saja, dia tetap curiga karena Crystal baru saja kembali dari Alastoire. Sama seperti dirinya yang tak pernah berbohong pada Cry

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 88. Antara Papa dan Alexant

    Kata pertama yang keluar dari bibir bayi Crystal adalah Papa. Mungkin karena mereka hanya berdua saja di kastil bagian timur istana sehingga kata itu yang pertama kali bisa diucapkannya. Namun, tak pelak Lance sangat bahagia mendengarnya. Putri kecilnya yang baru berusia sembilan bulan selalu berceloteh dengan bahasa bayinya setiap saat. Dari celotehannya itu, yang dapat ditangkap oleh indra pendengarannya yang tajam hanyalah kata Papa. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak kosakata yang bisa diucapkan Crystal, tetapi tetap saja dia selalu mengawali ataupun mengakhiri kalimatnya dengan kata itu. Saat perpisahan pertama mereka pun, kata itu yang diucapkannya. Aku menyayangi Papa.Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Lance, bahkan sampai saat ini. Tiga kata itu yang dapat mencairkan es di dalam hatinya. Tiga kata itu juga yang dapat meruntuhkan dinding baja di hatinya. Sekuat dan sekeras apa pun ia berusaha bertahan, mereka pasti bisa menembusnya. Air matanya selalu jatuh set

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 87. Melelehkan Hati Yang Beku

    Gerbang istana yang biasanya tertutup, kali ini terbuka. Hanya satu hari dalam setahun, setiap hari ulang tahun Charlotte Mars, istri raja Alastoire yang meninggal kala melahirkan putri mereka. Berbeda dengan memperingati hari wafatnya, istana tidak akan mengadakan kegiatan apa-apa. Lance akan mengurung diri selama nyaris satu minggu karena berduka. Ia tidak akan membahas mengenai masalah politik, apalagi peperangan. Memperingati hari meninggalnya Charlotte, Lance hanya berdiam diri di kamar yang dulu ditempati Charlotte dan dirinya saat mereka baru menikah –saat itu Charlotte mengandung putri mereka. Hanya Emerald yang diperbolehkan masuk untuk mengantarkannya makanan setiap jam makan tiba. Selama satu minggu itu, tidak ada yang dapat melihat, apalagi mengganggu Lance. Hanya Emerald, atau putrinya jika gadis itu berada di Alastoire, sedangkan yang lain tidak bisa karena Lance tidak akan membukakan pintu untuk mereka. Selama satu minggu itu juga, istana seolah tanpa raja mereka. L

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 86. Dan, Salju pun Mencair

    "Kau tak ingin mengatakan apa pun pada mamamu?" Suara Lance memecahkan keheningan yang tercipta sejak beberapa menit yang lalu. Ini adalah hari ulang tahun Charlotte yang kedua puluh sembilan, sengaja ia mengajak putrinya mengunjungi makam perempuan kecintaannya, sekedar melepaskan rindu kepadanya. Seperti setiap tahun ini mereka melakukannya. Itulah sebabnya, ia mengirimkan kode yang hanya dimengerti oleh orang-orang tertentu, seminggu yang lalu. Ia tidak ingin putrinya lupa hari ulang tahun ibunya. "Ini adalah hari ulang tahunnya."Beberapa detik tak terdengar suara apa pun sebagai sahutan. Bahkan suara napas maupun detak jantung pun tak terdengar. Dua orang yang berada di dalam ruangan dengan diameter sepuluh meter itu terlalu pandai menyembunyikan helaan napas dan detak jantung mereka. Lance mengerang dalam hati, putrinya adalah cerminan dari dirinya. "Aku sudah berdoa di dalam hati." Suara dingin seorang gadis muda menyapa gendang telinga Lance. Ia berdecak, tak bisakah putr

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 85. Alastoire & Putri Mahkota

    Pipi seputih porselen Crystal merona. Dia mengingat apa yang dikatakan Papa saat makan malam tadi. Seorang utusan dari istana kembali mendatangi Rainbow Hill untuk memastikan jika Papa benar-benar menerima lamaran dari pihak istana. Di depannya, saat mereka makan malam bersama tadi, Papa kembali menegaskan persetujuannya atas rencana pernikahannya dengan Alexant. Restu Papa baginya saat ini adalah yang utama karena Mama mengatakan terserah pada Papa. Meskipun dulu Mama juga sangat keras menentangnya, seiring berjalannya waktu sikap Mama menjadi lebih lembut. Lagi pula, siapa yang dapat membantah perkataan kepala keluarga? Baru empat bulan, tetapi rasanya sudah sangat lama, seperti empat tahun saja. Bisakah waktu berjalan lebih cepat seperti saat Alexant berada di sisinya? Senyum yang tadi terkembang, sekarang hilang. Dia ingin bertemu lagi dengan Alexant, bertemu dengannya seperti saat mereka bertemu beberapa bulan yang lalu. Crystal menurunkan kaki dari atas tempat tidur, melangk

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 84. Cinta Ini

    Perubahan wajah Beatrice membuat Madeline semakin merasa kurang nyaman. Meskipun bukan dirinya yang memulai topik pembicaraan ini, tetapi tetap saja dia merasa bersalah. Dia sudah tahu mengenai Beatrice, Imelda yang menceritakannya. Rasanya tak percaya ada seorang Ibu yang tega memperlalukan anaknya seperti itu. Meskipun lahir tanpa didasari cinta, bayi yang sudah lahir ke dunia itu tidak bersalah. Lagi pula, Beatrice ada bukan karena ibunya mengalami perkosaan, Beatrice lahir dari hasil perkawinan yang sah. Tidak sepantasnya ibunya bersikap menolak kehadirannya, apalagi sampai berkata tidak menginginkannya. Itu sudah sangat keterlaluan. Namun, di balik semua itu, Madeline merasa dia tak berhak untuk menghakimi Ibu Beatrice sedemikian rupa. Meskipun sikapnya tidak bisa dibenarkan, tapi dia pasti memiliki alasan melakukan semua itu. Madeline tersenyum manis hanya untuk menenangkan Beatrice. Tangannya meraih tangan Beatrice yang berada si pangkuannya, menggenggamnya hangat, berusaha

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 83. Leon

    Suasana gunung Bond tak lagi sepi seperti hari-hari sebelumnya. Sejak kemarin sore, suara tangisan bayi sudah terdengar sebanyak beberapa kali. Tak ada yang memprotes bayi Leon menangis sekencang apa pun, mereka malah tertawa melihatnya. Seperti tadi pagi saat Bibi Fasha menggendongnya di bawah sinar hangat matahari pagi, bayi Leon menangis karena lapar dan haus, mungkin juga karena kepanasan. Sebenarnya, Beatrice sangat ingin membawanya kembali masuk ke dalam rumah, hanya saja dia masih belum berani menggendongnya, meminta untuk menggendong saja dia tidak berani, apalagi merebutnya dari gendongan Bibi Fasha secara paksa. Dia tak ingin tubuh mungil bayi Leon patah menjadi dua. Sore ini juga seperti tadi pagi. Bibi Fasha memang tidak menjemurnya di bawah sinar matahari, dia hanya memandikannya saja, itu pun bayi Leon menangis. Sepertinya dia tak suka air, atau tidak suka pada hawa dingin, seperti kucing saja. Namun, justru itu yang membuatnya terlihat sangat lucu dan menggemaskan. S

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status