Alexant sudah biasa melihat pemandangan para pengawal istana yang menundukkan kepala setiap kali ia berjalan melewati mereka, bahkan juga George Bryne, sahabatnya, juga berlaku demikian. Selalu menundukkan kepala dan berbicara dalam bahasa formal setiap kali berbicara padanya.
Jujur saja, sebenarnya ia terganggu dengan semua itu. Para pengawal dan prajurit istana itu berusia jauh di atasnya, tetapi sikap mereka terlalu memberi hormat kepadanya. Mungkin itu memang seharusnya, tetapi ia terkadang sedikit merasa tidak nyaman. George juga tidak mau bersikap santai sekalipun mereka hanya berdua, kecuali ia yang memintanya.George adalah pengawal pribadinya. Mereka seusia, sama-sama sepuluh tahun. Namun, George sudah dipercaya untuk menjaganya. Itu merupakan sesuatu yang sangat keren menurutnya. Mereka juga sering berlatih pedang dan senjata lainnya bersama, dalam pengawasan Wallace Bryne, jenderal besar Namira yang juga merupakan Ayah George.Jenderal adalah pelatih bertarungnya. Jenderal Bryne juga yang mengajarinya taktik berperang. Sesuatu yang tidak seharusnya dipelajari seorang bocah berusia sepuluh tahun sepertinya."Yang Mulia, apakah pelajarannya sudah selesai?"Itu adalah suara Selena, pengasuhnya, yang bertanya. Ia memang kembali ke kamarnya. Sesuai yang diminta oleh Madam Petrova, ia ingin beristirahat. Ia sangat lelah hari ini, bukan hanya fisik, tetapi juga psikisnya, dan menurutnya itu yang paling penting.Dokter Vins Dennison, dokter istana, mengatakan jika baik dirinya maupun ayahnya tidak boleh merasa stress karena akan menganggu jalannya pemerintahan. Sangat lucu, bukan? Tidak mungkin anak seusianya mengalami stress.Mungkin saja, Alexant, karena sepertinya kau terserang penyakit itu.Alexant mendengkus kesal menyadari apa yang dikatakannya dalam hati merupakan sebuah kenyataan. Ia terkurung di dalam istana tanpa seorang teman pun dan dijejali dengan pelajaran yang sangat berat. Pelajaran itu seharusnya untuk orang dewasa, bukan bocah kecil sepertinya. Cara memperlakukan perempuan dengan baik bukanlah pelajaran yang cocok untuk anak kecil.Alexant tidak menjawab pertanyaan bernada khawatir Selena, ia tidak berminat. Tidak terlalu penting menurutnya. Seharusnya Selena sudah mengetahui, jika ia kembali ke kamar berarti semua kegiatannya siang ini sudah selesai. Memang seharusnya ia tidak langsung ke kamarnya, tetapi ia memerlukan waktu untuk beristirahat. Sedikit tidak mengapa, yang penting ia bisa berbaring dan melepaskan lelah.Alexant langsung menuju tempat tidurnya, dan berbaring di sana. Ia memejamkan mata. Sebenarnya ia tidak mengantuk dan tidak berniat untuk tidur, ia hanya tidak ingin diganggu. Sendirian adalah solusi yang tepat untuknya saat ini. Ia ingin memikirkan Crystal dan menyusun rencana apa yang akan dilakukan jika mereka bertemu nanti. Mungkin akan lama mereka tidak bisa bertemu, ia berharap Crystal tidak melupakannya, dan semoga tahun depan saat ulang tahun ayahnya, mereka akan bisa bertemu lagi.***Tubuhnya bergetar hebat. Gadis kecil di depannya terlihat sangat cantik dengan rambut pirangnya yang dikuncir dua. Pipi mulusnya yang memerah mengundang sebuah cubitan. Gemas, ia langsung melayangkan tangannya untuk menggapai pipi chubby itu.Namun, sebelum ia berhasil mencubit pipi Crystal, sebuah tangan mengguncang tubuhnya dengan kuat. Ia membuka mata dan tergagap. Alexant sadar ia berada di kamarnya, tidak ada Crystal, ia hanya sendiri. Ah, tidak, ia tidak sendiri. Ada George yang tadi mengguncang bahunya. Alexant mengusap wajah kasar sebelum menurunkan kaki dan melangkah ke kamar mandi.Ia bermimpi tentang Crystal –lagi. Ini sudah yang kesekian kali dalam dua minggu terakhir setelah perpisahan mereka. Ia sangat merindukan Crystal sampai-sampai selalu memimpikannya di dalam tidurnya, bahkan saat tidur siang sekalipun. Omong-omong, tadi ia tidak sengaja tertidur, padahal ia memejamkan mata hanya untuk mengusir Selena saja, tidak tahu jika ia akan tertidur.Alexant hanya mencuci muka. Ia yakin sekarang sudah sore, waktu yang paling dinantikannya dalam sehari. Ia akan berlatih pedang dan memanah sore hari ini. Jika George sudah berani membangunkan tidurnya dengan cara kasar seperti tadi berarti jenderal sudah berada di tempat latihan.Tempat latihan untuknya terbilang istimewa, letaknya di taman samping istana di bagian barat. Tidak seperti tempat latihan para prajurit istana yang terletak di belakang istana sebelah timur. Mungkin karena dirinya adalah pangeran makanya ia dibedakan. Bukan sesuatu yang menyenangkan karena ia hanya berlatih seorang diri. Beruntung George selalu menemaninya, jika tidak mungkin ia akan bosan juga."Apakah jenderal sudah berada di tempat latihan?" tanya Alexant begitu ia berada kembali di depan George.George mengangguk. "Ayah sudah menunggu sejak lima menit yang lalu, Yang Mulia," jawabnya hormat. Ia membungkukkan sedikit badannya."Kita pergi ke sana sekarang!" Alexant mengambil perlengkapan berlatihnya. "Aku tidak ingin jenderal menunggu lama.""Baik, Yang Mulia." George mengangguk patuh.Alexant berdecak. Ia menghentikan langkah kakinya yang sudah hampir mencapai pintu, dan berbalik. Kamarnya memang terlalu luas hanya untuk dihuni oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ukurannya lebih besar dari rumah penduduk yang pernah dilihatnya. Memerlukan waktu beberapa menit untuk sampai ke depan pintu. Namun, untuk suara pasti akan terdengar."Bisakah kau tidak bersikap menyebalkan seperti itu?" tanya Alexant kesal. "Sudah kukatakan jika kita hanya berdua, kau tidak perlu memanggilku dengan sebutan itu. Terlalu menjengkelkan bagiku, George. Kita ini sahabat, tidak sepantasnya kau terus bersikap formal saat tidak ada orang lain bersama kita."George menundukkan kepala. "Maafkan aku, Yang Mulia, maksudku Alexant," ujarnya gugup. "Aku masih belum terbiasa."Sekali lagi Alexant berdecak. Ia tahu itu hanya alasan George saja. George pernah mengatakan saat ia meminta hal yang sama, alasan yang sebenarnya. Jenderal Bryne yang menyuruhnya untuk memanggilnya dengan sebutan formal seperti itu. George anak yang selalu menuruti perkataan kedua orang tuanya, sekalipun dia tak pernah membangkang pada perintah mereka.Satu lagi alasan George, dan ini sangat dibencinya. Dia hanya mengikuti peraturan dan orang banyak. George mengatakan statusnya lebih rendah dibandingkan dirinya sehingga sudah sewajarnya dia bersikap hormat seperti itu. Sangat konyol, bukan?"Jangan pernah bersikap formal seperti itu lagi jika kita hanya berdua saja, aku tidak suka!"George mengangguk hormat. "Baik, maafkan aku!" pintanya menundukkan kepala. "Aku tidak akan mengulanginya lagi."Alexant berdeham kemudian mengangguk. "Sekarang sebaiknya kita segera menyusul jenderal. Aku tidak ingin membuatnya terlalu lama menunggu. Lagipula, aku sudah tak sabar ingin menghirup udara segar."Perkataan Alexant yang seperti seseorang yang sudah lama tidak keluar ruangan terdengar lucu di telinga George. Tanpa sadar ia tertawa. Jenis tawa yang menular karena Alexant juga ikut menyunggingkan senyum.Buru-buru George menutup mulutnya. Tak ingin yang melihat jadi salah paham. Memang mereka berdua masih berada di kamar tidur Alexant, tidak menutup kemungkinan ada yang mengetahui. Bukankah dinding juga memiliki telinga? Ia tak ingin dihukum mati hanya karena tertawa bersama putra mahkota."Kapan kita kembali ke istana, Mama?" Itu adalah pertanyaan kesekian dari Crystal yang didengar Astrid hari ini. Entah sudah berapa kali putri kecilnya menanyakan hal itu. Katanya, dia ingin cepat ke istana lagi agar bisa bertemu dan bermain bersama Alexant. Untuk hari ini, entah sudah berapa kali Crystal menanyakannya. Belum lagi hari-hari belakangan. Mungkin seandainya dihitung, dalam tiga bulan terakhir sejak mereka kembali dari istana sudah lebih dari jutaan kali dia bertanya, sampai rasanya dia bosan menjawabnya. Setiap hari pertanyaan Crystal selalu sama, seolah dia tidak memiliki pertanyaan yang lain. Astrid mengembuskan napas pelan. "Mama tidak tahu, Sayang. Tidak ada undangan dari istana, kita tidak bisa ke sana." Dia tersenyum, tangannya membingkai pipi chubby putrinya yang kemerahan. "Kau pasti tahu, 'kan, tidak sembarang orang bisa memasuki istana. Jika tidak ada undangan atau izin, para penjaga tidak akan membiarkanmu masuk."Wajah mungil Crystal tertunduk. "Tapi, aku
Lalu, apakah Astrid senang? Apakah dia gembira dengan kenyataan itu? Jawabannya tentu saja tidak. Tidak ada seorang pun Ibu di dunia ini yang ingin menjerumuskan putrinya dalam masalah. Lingkungan istana penuh intrik, orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah orang-orang yang berpikiran licik. Semua hanya mementingkan jabatan dan kekuasaan. Menjadi ratu bukanlah hal yang patut dibanggakan. Menjadi ratu di kerajaan yang penuh tipu muslihat sama saja dengan menceburkan diri dalam permasalahan yang tak kunjung usai. Seandainya saja bisa, dia ingin menghentikan hal itu. Sayangnya tidak. Bukannya pernikahan yang batal, malah dirinya yang akan kehilangan kepala. Entah siapa yang memutuskan demikian –perkataan keluarga kerajaan adalah ikrar dan harus terjadi– untuk pertama kali, dia tidak tahu. Yang pasti semua ini sangat merugikan semua pihak, kecuali mereka yang menginginkan kekuasaan. Sudah menjadi rahasia umum jika mendiang Ratu Amora mangkat karena tidak sanggup lagi bertahan mengh
"Jangan gunakan kekuatan dari sikumu untuk menyerang, seranganmu tidak akan sempurna!" Teriakan Jenderal Wallace Bryne membuat kedua bocah berusia sepuluh tahun di depannya membenarkan posisi mereka. Sudah beberapa kali mereka mempraktekkan apa yang diajarkan sang jenderal, tetapi ternyata tetap saja salah di matanya yang sudah terlatih. "Gunakan kekuatan pada bahu dan punggung untuk mendorong pedang ke depan!" Jenderal Wallace mendekati Alexant, membenarkan posisi tangan kanannya yang memegang pedang, mengarahkannya ke depan. "Posisi yang benar seperti ini, Yang Mulia," katanya, kemudian berpindah ke samping George yang berada di sebelah kirinya. Jenderal Wallace juga melakukan hal yang sama pada George, membenarkan posisi tubuh George, dan mengarahkan pedangnya ke depan. "Lakukan dengan benar, Anak-anak! Kita sudah mengulangi bagian ini sejak dua hari yang lalu. Apakah kalian tidak merasa malu karena masih saja salah?"Tidak ada yang menjawab. Kedua bocah itu terlalu fokus mende
Kesehatan Ratu Amora semakin menurun drastis setelah peristiwa itu. Dia bahkan tidak bisa turun dari tempat tidurnya. Semakin hari semakin memburuk sampai akhirnya Ratu Amora dinyatakan meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan putranya. Bukannya berduka dan menyesal, Raja Henry yang sudah naik tahta menggantikan ayahnya sejak lima tahun yang lalu, malah kembali memanggil si pelayan untuk kembali bekerja. Dia memintanya untuk menjadi pengasuh pangeran yang baru berusia satu bulan. Entah memang tidak memiliki rasa malu atau apa, perempuan itu menerimanya dengan syarat diizinkan pulang ke rumahnya setiap satu minggu sekali. Dia dan suaminya baru memperbaiki hubungan mereka. Lagi pula, dia memerlukan banyak istirahat karena kondisinya yang tengah berbadan dua. Si pelayan yang berubah status menjadi pengasuh putra mahkota tengah mengandung anak dari suaminya. Selena Llyod, mengambil cuti selama sebulan karena melahirkan. Setelah itu dia kembali ke istana. Daripada merawat bayi
Suasana di pedesaan memang lebih asri dibandingkan di kota. Udaranya sejuk dan masih segar tanpa banyak polusi. Padang rumput dan pohon-pohon besar menghiasi setiap jalan yang dilalui. Pemandangan yang indah dan menyegarkan indra penglihatan. Crystal sudah sejak pagi berada di atas bukit yang terletak di belakang kastil keluarga Mars. Memetik bunga liar yang tumbuh di atas bukit dan menangkap kupu-kupu adalah dua hal yang dilakukannya. Meskipun matahari bersinar cukup terik, dia tak berhenti. Belum ada satu ekor pun kupu-kupu yang berhasil ditangkapnya. Crystal berjalan mengendap-endap, sangat hati-hati. Tangan kanannya memegang jala penangkap serangga, tangan kirinya memegangi gaun yang dipakainya. Dia berusaha agar ujung gaunnya tidak jatuh mengenai rumput yang dilaluinya, tak ingin menimbulkan gerakan berarti yang membuat kupu-kupu buruannya terbang. Seorang anak perempuan seusia dengannya dan seorang bocah laki-laki berlari ingin menghampirinya. Crystal meletakkan jari telunjuk
Chloe dan Neil saling pandang sesaat, kemudian kembali menatap Crystal dengan sorot mata penasaran. Apakah yang dimaksud Crystal dengan Alexant adalah putra mahkota kerajaan mereka? Setiap orang tua di Namira selalu memperkenalkan nama pemimpin mereka, juga anggota kerajaan yang lain. Kerajaan Namira hanya memiliki dua orang anggota kerajaan, Raja Henry dan putranya, pangeran Alexant. Sejak sedari bisa menyebutkan kata, para orang tua mengajari anak-anaknya tentang itu sehingga baik Neil maupun Chloe sudah mengetahui jika yang disebut Crystal adalah putra mahkota di kerajaan mereka. Tidak ada orang lain yang menggunakan nama itu selain dirinya. "Alexant?" ulang Niel bertanya. Sepasang alisnya berkerut. "Apakah yang kau maksud adalah Pangeran Alexant?" Crystal mengangguk. "Tentu saja!" jawabnya tanpa menatap. Kepalanya menunduk, memperhatikan rumput tebal yang mereka duduki. "Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Chloe tidak percaya. Matanya melebar menatap Crystal. Sekali lagi Cr
Sebenarnya gadis kecil berambut pirang sepinggang itu tidak terlalu menyukai tomat. Hanya saja neneknya bekerja di perkebunan tomat seorang bangsawan di desa mereka, dan dia membantunya hingga mereka sering makan sup tomat yang dimasak oleh nenek. Sup tomat sangat enak, sangat cocok di lidahnya. Rasanya sangat berbeda dengan tomat segar, lebih manis dan terasa meleleh saat di dalam mulutnya. Awalnya, dia juga kurang menyukai sup tomat. Namun, Nenek tetap menyajikannya sebagai menu makan malam mereka setiap malamnya. Lama-kelamaan, dia terbiasa dan tidak masalah dengan menu sup tomat. Bahkan rasanya akan terasa ada yang kurang jika menu itu tidak terlihat di atas meja makan saat makan malam. Beatrice Llyod sudah terbiasa hidup susah sejak kecil. Sejak berumur satu bulan, dia sudah ditinggalkan Ibu kandungnya, dan tinggal bersama neneknya. Mereka hidup dalam serba kekurangan dalam segala hal. Neneknya sudah tua, tidak bisa bekerja terlalu berat lagi seperti halnya para anak muda. Tid
"Selamat malam, Yang Mulia, selamat tidur." Selena mengecup kening Alexant setelah mengusap rambutnya. Dia menarik selimut Alexant, menutupi tubuhnya sampai sebatas dada. "Tidurlah yang nyenyak." Selena tersenyum kemudian mematikan lampu dan meninggalkan kamar itu, menutupnya dengan hati-hati.Alexant membuka mata, dengan kasar menyibakkan selimut. Bukannya ia tidak menghargai apa yang dilakukan Selena, hanya saja ia merasa akan mengkhianati ibunya yang sudah meninggal jika bersikap lebih baik pada Selena. Alexant turun dari tempat tidur, melangkah menuju balkon. Malam ini cuacanya sangat bagus. Langit cerah, bintang bertaburan dengan indahnya. Ia menumpukan kedua siku pada pagar balkon, kepalanya sedikit terangkat menatap langit kelam bertabur bintang. Senyum menghiasi wajah tampan anak laki-laki berusia sebelas tahun tersebut. Bintang-bintang itu membentuk wajah Crystal yang sedang tersenyum manis. Sudah lebih dari satu tahun mereka tidak bertemu. Ulang tahun Raja Henry sudah lewa
Sejak dia tinggal di istana, Nenek juga tidak lagi bekerja. Mama secara rutin mengirimkan uang untuknya, juga untuk membayar pekerjaan gadis pelayan yang menemani Nenek. Sebab, tidak lagi bekerja di perkebunan tomat, Nenek tidak lagi memasak sup tomat. Sekarang makanan di rumahnya sudah berbeda, berbagai hidangan selalu tersedia di meja saat tiba waktu makan. Kehidupan Nenek lebih terjamin. Beatrice mensyukurinya, dia merasa sangat senang karena Nenek bahagia. "Kita ada di mana, Nek?" tanya Beatrice dengan alis berkerut tajam. Matanya menatap liar sekeliling kamar. Dugaannya jika dia tidak sedang berada di rumah Nenek, semakin kuat. Keadaan kamar ini berbeda, lebih sederhana dibandingkan dengan kamar tidurnya di rumah nenek. Tidak ada perabotan apa-apa selain sebuah meja dan kursi yang kelihatannya sudah tua. "Apakah kita di rumah Nenek?" Imelda tersenyum melihat kepanikan di wajah cucu tersayangnya. Dia sendiri juga awalnya kaget ketika bangun tidur menemukan dirinya di tempat yang
Kicauan burung yang terdengar tajam di telinga membangunkan Beatrice dari tidurnya. Dia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali untuk membiasakan penglihatannya pada cahaya yang masuk. Alam tampak terang benderang di tangkap indra penglihatannya.Beatrice mengucek mata untuk memastikan. Dia menggerakkan kepala ke arah kanan, segera memejamkan mata dan menaikkan tangan untuk melindungi wajahnya dari paparan sinar matahari. Hangat terasa, tetapi juga sangat menyilaukan. Keadaan yang berbeda setiap dia bangun pagi pada biasanya. Beatrice menjauhkan tangan, duduk perlahan. Sepasang alisnya berkerut merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Mulutnya tanpa sadar mengeluarkan ringisan. Dia baru bangun tidur, bahkan nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Apa yang terjadi tadi malam masih belum diingat semuanya, masih samar-samar. Pagi ini dia merasa ada yang aneh. Entah keadaan kamarnya yang terasa jauh lebih terang dari biasanya –sinar matahari langsung masuk tanpa halangan apa pun– juga s
Beatrice mencoba untuk tidur lagi, dan berharap saat terbangun nanti semuanya hanya mimpi. Dia akan tetap berada di istana, berbaring di ranjang empuknya, di kamarnya bersama Bibi Fasha. Sayangnya, Beatrice tidak dapat tidur lagi. Meskipun sudah memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap melayang ke mana-mana. Dia berusaha keras mengosongkan pikiran, tetap saja tidak bisa. Alexant memenuhi pikirannya. Dadanya bergemuruh, keringat membasahi sekujur tubuhnya yang terikat. Belum lagi dia berada di atas kereta kuda yang melaju kencang. Siapa yang dapat tidur dalam keadaan seperti dirinya saat ini? Air mata terus mengalir membasahi pipi Beatrice. Dalam hati dia terus berdoa semoga dia bisa keluar dari kereta ini dan bertemu dengan Alexant. Dia yakin Bibi Fasha berbohing saat mengatakan padanya tentang Alexant. Tidak mungkin Alexant memiliki gadis lain selain dirinya, hubungan mereka sangat dekat. Alexant selalu jujur padanya, jika ada seorang gadis yang mendekatinya, dia pasti akan berceri
Fasha tidak percaya jika seorang Ibu bisa melakukan hal yang kejam terhadap anaknya. Namun, setelah mendengar rencana Selena, sekarang dia memercayainya. Rencana Selena untuk menyingkirkan Beatrice dari istana tergolong rencana yang gila. Bahkan Selena langsung bergerak setelah mendapatkan rencana itu. Dia meminta seorang prajurit yang dapat dipercayainya untuk membawa ibunya yang tinggal di sebuah desa, memindahkannya ke sebuah tempat terpencil yang sangat sulit untuk dijangkau. Setelah itu, barulah mereka akan membawa Beatrice ke sana, tempat yang sama dengan neneknya. Yang lebih gila lagi, Selena juga meminta Fasha untuk mendampingi mereka. Tidak mempunyai pilihan, dia mengangguk menyetujuinya. Tak mungkin dia membiarkan gadis semuda Beatrice hanya tinggal berdua bersama neneknya di tempat yang penuh bahaya. Mengendap mereka mendekati kamar tidur Fasha yang ditempatinya bersama Beatrice. Fasha sudah memastikan Beatrice tertidur lelap, gadis itu kelelahan setelah seharian menangi
Alexant menoleh ke belakangnya, menatap sekilas Crystal yang berada satu meter di belakangnya. "Kau benar!" katanya tersenyum. "Astaga, George! Aku tidak percaya jika sudah bertindak bodoh seperti itu. Ini sangat memalukan!" Ia menggeram kesal. George tertawa tanpa suara. "Jangan khawatir, ini akan menjadi rahasia kita," sahutnya, menepuk bahu Alexant akrab. Alexant mengusap wajah kasar, kemudian memutar tubuh, melangkah ke arah Crystal, dan memeluknya. Mereka harus berpisah untuk hari ini sekarang. Sudah semakin sore, senja sebentar lagi akan datang. Bayangan pohon-pohon dan ilalang semakin memanjang ke arah timur. Alexant meraih jemari Crystal, meremasnya hangat. "Kau harus pulang sekarang," katanya lirih, tak rela mengucapkan kata-kata itu. "Aku tak ingin Duke Mars melarangnu untuk ke sini lagi besok.""Kita masih bisa bertemu lagi besok, Alexant?" Pertanyaan Crystal penuh semangat. Mata birunya tersenyum. Alexant mengangguk. "Tentu saja, aku tidak akan bersedia untuk pulang sec
Waktu selalu terasa cepat berlalu saat kita berada dalam perasaan bahagia, gembira, dan perasaan positif lainnya. Namun, akan terasa sangat lambat, bahkan lebih lambat dari lari seekor kura-kura, jika kita berada dalam fase tidak bahagia. Itulah yang dirasakan Alexant sekarang. Ia merasa matahari cepat sekali tergelincir di ufuk barat, padahal rasanya baru beberapa menit ia bersama Crystal matahari sudah hampir terbenam saja. Sebagian bukit sudah terlihat gelap karena terlindung bayangan pohon-pohon yang tumbuh dengan tinggi menjulang dari hutan di sebelah sana. Padang bunga juga sedikit tertutup bayangan ilalang yang lebih tinggi dari mereka. "Bisakah aku menghentikan laju perputaran matahari?" Alexant bertanya entah kepada siapa. Hanya ada dirinya, Crystal, dan George di atas bukit ini. Crystal mengerutkan alis, sementara George tertawa mendengarnya. Keluhan Alexant terdengar lucu di telinganya, seperti mimpi seorang anak kecil. Alexant mendelik tajam, melemparkan ranting kayu k
"Bibi tidak tahu ke mana perginya Pangeran Alexant, Beatrice." Fasha menggelengkan kepala. "Tidak ada yang tahu kecuali Raja Henry dan Jenderal Wallace, dan mereka tentu tidak akan memberi tahu ke mana tujuan Pangeran Alexant. Pelayan seperti kita tidak penting, tidak ada gunanya memberitahukan apa pun pada kita. Tugas kita hanya melayani mereka, bukan untuk ikut campur urusan mereka." Sengaja Fasha mengatakan seperti ini. Dia hanya ingin Beatrice sadar kedudukannya di istana ini. Dia ingin Beatrice melupakan mimpinya untuk bisa berdampingan dengan Alexant sebagai suami istri. Mereka hanyalah pelayan, para bangsawan itu mengingat nama mereka saja sudah merupakan sebuah keberuntungan yang sangat langka bagi mereka. Beatrice menggigit bibir. Air matanya jatuh lagi mendengar jawaban Fasha. Kali ini dia tidak mengusapnya, Dibiarkannya air matanya jatuh melewati dagu dan menetes ke lutut, kemudian diserap oleh gaun yang menutupi lututnya. Kata-kata panjang lebar Fasha menamparnya, mencub
Semua tidak sama tanpa ada Alexant. Istana ini rasanya seperti bukan istana, rasanya dia berada di tempat asing dan sendirian. Setelah Lady Baige pulang, Beatrice memilih untuk kembali ke kamar tidurnya. Tidak ada juga yang bisa dia lakukan di luar sini. Dia tidak memilki teman. Di istana ini, gadis-gadis sebayanya bekerja sebagai pelayan, sementara dirinya tidak. Gadis-gadis pelayan itu tidak mau berteman dengannya. Mereka semua mengatakan dirinya sombong dan tidak tahu diri, padahal dia tidak seperti itu, Dia tidak pernah memilih dalam berteman karena dia tahu siapa dirinya yang sebenarnya, tidak seperti yang mereka tuduhkan. Dia justru ingin berteman dengan mereka, mereka berasal dari golongan yang sama. Meskipun dia bukan pelayan, tetapi dia anak seorang pengasuh yang derajatnya sama sepert pelayan di istana ini. Sayangnya, gadis-gadis pelayan seusianya tidak mau beteman dengannya. Sama seperti para gadis bangsawan, gadis-gadis pelayan juga memusuhinya. Mereka menganggapnya lup
"Apa yang kau buat, Alexant?" Crystal berusaha mencuri lihat ke arah tangan Alexant yang sejak beberapa menit yang lalu terlihat sangat sibuk. Namun, Alexant kembali menyembunyikannya, membuatnya berdecak kesal. Bukit di belakang kastil keluarga Mars memang selalu menghadirkan pemandangan indah. Tidak akan terlihat buruk hanya karena seorang George Bryne yang terlihat melamun. Sudah beberapa kali Crystal mengagetinya, tetapi George kembali melamun jika dia meninggalkannya. Dia tak ingin mengageti George lagi, rasa penasarannya akan apa yang dikerjakan Alexant membuatnya merasa tidak berminat lagi melihat reaksi George yang lucu saat terkejut. Jam makan siang sudah lewat. Mereka bertiga sudah makan siang dengan bekal yang dibawanya dari rumah. Dia menyiapkan bekal itu sendiri, membuat roti isi bukan pekerjaan yang sulit, dia sering membantu Mama dan koki di kediaman mereka memasak sehingga kegiatan itu cukup akrab dengannya. Dia bisa membuat beberapa hidangan sederhana, roti lapis is