Home / Romansa / The CROWN (Sang Pewaris Takhta) / Bab 2. Aku Tidak Akan Lupa

Share

Bab 2. Aku Tidak Akan Lupa

Author: Fitri_alpha
last update Last Updated: 2023-12-18 12:56:52

Waktu satu minggu ternyata berjalan sangat cepat saat seseorang yang merasa bahagia. Hal itu juga yang dirasakan Alexant. Tidak terasa pesta yang dilangsungkan di istana akan berakhir malam ini. Setelah ini, istana akan kembali sepi seperti biasanya. Tidak ada lagi suara musik dan suara ramai para tamu. Yang ada hanya para dayang dan pembantu serta prajurit.

Alexant menatap bosan pada para dayang yang berseliweran di depannya. Ia ingin meninggalkan pesta sejak tadi, ingin bermain bersama Crystal. Malam ini adalah malam terakhir mereka bertemu. Entah kapan mereka akan bertemu lagi. Semoga sebelum mereka dewasa mereka masih bisa bertemu.

Alexant celingukan mencari Crystal. Gadis kecil itu tidak tampak sejak pesta dimulai. Hanya terlihat kedua orang tuanya saja di sudut sana. Selain Crystal, George juga tak terlihat. Sahabatnya itu tadi pulang ke kediaman keluarga Bryne lebih dulu, setelah itu baru kembali ke sini lagi. Itu yang dikatakan George sebelum pergi tadi. Namun, sampai sekarang George masih belum datang juga.

Setelah mendapatkan izin dari ayahnya untuk meninggalkan pesta lebih dulu, Alexant segera berlari ke arah taman yang berada di samping ruang pesta. Ia tidak suka berada di pesta yang tidak ada Crystal-nya. Lagi pula, pesta itu adalah pesta ulang tahun ayahnya, bukan pesta untuk anak kecil seperti dirinya.

Alexant memperlambat larinya, ia sudah hampir sampai. Ia ingat kalau Crystal sangat menyukai taman samping itu. Beberapa kali mereka berdua menghabiskan waktu bermain di taman itu.

Dugaan Alexant benar, Crystal berada di taman, tetapi gadis itu tidak sendiri. Ia bersama seseorang, dan yang pasti orang itu bukan George. Orang itu adalah tamu pesta, putra mahkota dari Alastoire, kerajaan tetangga mereka. Ia benar, orang yang sedang berbicara dengan Crystal adalah Lance Loire. Pemuda dengan tatapan dingin dan menakutkan.

Alexant tidak terlalu mengenal Lance, tetapi sedikit banyak ia sudah tahu tentang pemuda tersebut. Lance sangat jarang tersenyum, mungkin karena ia tinggal di negeri yang dingin seperti Alastoire sehingga senyumnya ikut beku. Selain itu, sikap Lance juga kurang ramah. Ia sangat dingin, tatapan mata ambernya juga sangat tajam dan menusuk.

Alexant berdeham agar Crystal dan Lance menyadari kehadirannya. Kedua orang yang sedang duduk di sebuah bangku batu itu sama-sama menoleh. Crystal lebih dulu menghampirinya, memeluk lengannya erat. Lance Loire juga ikut berdiri. Namun, dilihat dari caranya sangat terlihat jika pemuda itu terpaksa.

"Pangeran Alexant." Lance Loire mengangguk hormat.

Alexant membalas anggukan itu. Ia memang masih sangat muda, bisa dikatakan ia masih anak kecil, tingginya juga tidak sampai batas dada Lance. Sehingga saat mengangguk ia terlihat seperti membungkuk.

"Selamat malam, Pangeran Lance. Jika boleh aku tahu, kenapa Anda berada di sini? Pesta berada di dalam sana." Alexant menunjuk ruangan tempat pesta berlangsung dengan sedikit memiringkan kepalanya.

"Aku hanya bosan dan ingin suasana yang baru," jawab Lance.

"Suasana seperti apa?" Alexant tahu bahwa sangat tidak sopan ingin tahu apa yang menjadi masalah orang lain, kesannya seolah kita ingin ikut campur. Namun, ia tidak suka dengan Lance yang menatap tajam ke arah Crystal, sementara ia tidak tahu arti tatapan itu. Terlalu misterius.

"Maaf, Yang Mulia. Bukankah sangat tidak sopan bertanya seperti itu pada tamu Anda?" tanya Lance dingin. "Saya tidak terlalu suka pesta dan saya harap jawaban saya cukup membuat Anda puas. Permisi!"

Alexant memerah mendengar kata-kata itu. Ia memang tidak sopan dan sepertinya harus meminta maaf kepada salah satu tamu penting ayahnya. Pangeran Lance datang mewakili ayahnya, Raja Alastoire, yang tidak bisa menghadiri undangan ayahnya. Ia menundukkan kepala, menyesali sikapnya barusan yang sudah mempermalukan dirinya dan Namira.

"Maafkan aku."

Lance menghentikan niatnya untuk melangkah. Kaki kanannya yang tadi terangkat kembali ke posisi semula. Pemuda itu memutar tubuh menghadap anak kecil di depannya. Menatap Alexant dengan sebelah alis terangkat.

"Maafkan ketidaksopananku." Alexant membungkukkan badan sedikit. "Atas nama diriku pribadi aku meminta maaf pada Anda, Pangeran Lance," ucapnya.

"Tidak perlu sampai seperti ini," sahut Lance dingin. Pemuda itu mengangkat bahu acuh. "Aku memaklumi tindakan Anda, Yang Mulia. Anda masih anak kecil." Berkata anak kecil, Lance melirik gadis kecil yang berdiri di samping Alexant. Gadis kecil yang tadi menemaninya dan selalu mengajaknya bicara. Sungguh gadis yang berisik. "Sekarang aku permisi. Selamat malam."

"Terima kasih, Pangeran Lance." Alexant mengangguk. "Selamat malam."

"Selamat malam, Nona Kecil." Lance menatap Crystal dengan tatapan sulit diartikan. "Senang berbicara denganmu. Kuharap lain kali kita bisa bertemu lagi." Lance membungkuk, kemudian berlalu dari tempat itu tanpa menunggu Crystal membalas salamnya.

"Selamat malam, Tuan Yang Aku Tidak Tahu Siapa Namamu!" seru Crystal. Gadis kecil itu melambai ke arah Lance yang sudah berada di luar taman. "Senang berbicara dengan Anda!"

Alexant mengembuskan napas lega. Rasanya sangat menyesakkan saat berbicara dengan Lance, seolah semua udara diraup oleh pemuda itu. Alexant tidak tahu kenapa aura yang terpancar dari Lance sangat menyeramkan, seperti Lance itu seorang monster saja.

"Kenapa kau berada di sini?" tanya Alexant. "Taman ini kurang menyenangkan di malam hari."

Crystal menoleh. Gadis itu memutar tubuh agar bisa melihat wajah Alexant. "Aku bosan di dalam," jawabnya dengan bibir mengerucut. "Tidak ada teman. Orang-orang dewasa itu selalu melarangku untuk meminum minuman yang sama dengan yang mereka minum. Ibuku hanya memberiku susu."

Alexant tersenyum. Tangan kanannya terulur mengusap pipi yang menunduk itu.

"Aku juga bosan," ucap Alexant. "Itu memang pesta orang dewasa, bukan pesta untuk anak kecil seperti kita."

Crystal mengangguk. Gadis itu melangkah ke arah kursi panjang taman. Duduk di kursi itu dengan diikuti Alexant yang juga duduk di sampingnya.

"Kata ibuku, pesta sudah selesai. Malam ini adalah malam terakhir kami di sini, besok pagi kami akan pulang ke rumah." Crystal menatap Alexant. "Apa kita bisa bertemu lagi setelah ini, Alexant?" tanyanya.

Alexant mengangguk. "Kita pasti bisa bertemu lagi. Harus!" jawabnya. "Sebab, kau adalah calon istri masa depanku."

"Akan tetapi, rumahku sangat jauh dari istanamu. Bagaimana kita bisa bertemu?" tanya Crystal dengan sepasang alis pirangnya yang mengerut ragu.

Alexant mengangkat bahu. "Entahlah," sahutnya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri pelan. "Kita tetap harus bertemu. Kau harus mendampingiku memerintah Namira. Aku tidak mau memerintah bersama yang lain."

Crystal mengangguk. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang seperti boneka. Sangat cantik dan menggemaskan. Alexant memajukan wajahnya untuk mencuri sebuah ciuman di pipi yang selalu kemerahan itu.

"Kalau aku lupa, kau harus mengingatkanku nanti," bisik Alexant di telinga Crystal.

Gadis kecil itu mengangguk.

"Tapi, aku tidak akan lupa, Crystal."

Crystal mengangguk lagi. Ingatan anak kecil selalu tajam dan itu berlaku pada Crystal hingga ia dewasa.

Related chapters

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 3. Pulang

    "Kau sudah siap, Sayang?" Seorang perempuan muda di kisaran dua puluh tahun menghampiri Crystal. Perempuan yang memiliki rambut sewarna Crystal itu mengusap pucuk kepala si gadis kecil. Crystal mendongak kemudian mengangguk. "Iya, Mama," jawabnya tersenyum. Astrid Mars tersenyum manis membalas senyuman sang putri. Tangannya berpindah ke arah pipi Crystal, mencubit pipi itu pelan sebelum mengusapnya hangat."Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang."Senyum di bibir mungil Crystal langsung surut. Gadis kecil itu mengangguk sedih. Mereka akan kembali ke kediaman mereka di desa pagi ini. Para tamu yang lain juga pulang hari ini. Tadi ia sempat melihat ratusan kereta kuda berjejer di halaman istana. Kepala Crystal tertunduk luruh. Ia masih belum ingin pulang, masih ingin bermain bersama Alexant, juga George. Di desanya ia tidak banyak memiliki teman, orang tuanya selalu memintanya untuk belajar etika kesopanan dan tata krama. Sebagai seorang gadis bangsawan, walaupun mereka hanya

    Last Updated : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 4. Mencoba Mengingkari

    Suara burung berkicau, ditambah dengan sinar hangat matahari pagi yang jatuh tepat di wajahnya membuat anak laki-laki itu membuka mata. Alexant mengerjap beberapa kali sebelum memejamkan mata abu-abunya kembali, tak peduli dengan sinar matahari yang semakin tinggi. Ia masih mengantuk, masih memerlukan waktu untuk tidur beberapa saat lagi, sebelum ia ingat kalau tadi malam adalah malam pesta terakhir. Hari ini seluruh tamu undangan akan meninggalkan istana, termasuk keluarga bangsawan Mars. Crystal!Mengingat gadis kecil itu membuat kantuk yang tadi masih menggelayuti mata Alexant, seketika pergi. Bergegas anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu bangun. Tanpa memakai mantel atau mengganti piyama, juga tanpa alas kaki Alexant langsung berlari menuju ruangan yang digunakan keluarga Crystal. Betapa terkejut Alexant ketika menemukan ruangan itu telah kosong. Tidak ada lagi barang-barang yang kemarin masih mengisi ruangan. Begitu juga dengan Crystal dan keluarganya. "Di mana Crystal?" ta

    Last Updated : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 5. Selamat Tinggal

    Jenderal Wallace berdeham sekali, menatap tegas pria yang juga balas menatapnya dengan tatapan tak terbantahkan. Edmund Mars, meskipun hanya seorang bangsawan yang berasal dari desa, tetapi ketegasan dan wibawanya tidak perlu diragukan. Terlihat dari tatapan tajamnya itu. "Aku juga minta maaf pada Anda, Duke Mars." Wallace menundukkan sedikit kepalanya. "Namun, bagaimanapun juga peraturan kerajaan kita....""Kami hanya bangsawan dari desa, Jenderal." Sekali lagi Edmund memotong perkataan jenderal Wallace. "Sangat tidak pantas untuk putriku berada di istana. Crystal lebih pantas berada di kastil kami daripada di istana di ibu kota."Wallace menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan tanpa gerakan berarti. Bangsawan desa yang keras kepala dan pemberani. Meskipun menentang aturan kerajaan dan negara, pria berambut hitam di depannya ini tetap tidak mau melepaskan putrinya. "Mereka masih anak-anak, Jenderal." Astrid ikut berbicara. Dia yang sejak beberapa menit yang lalu sudah berad

    Last Updated : 2023-12-18
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 6. Rindu - 1

    Dua minggu tanpa Crystal terasa seperti dua tahun. Mungkin kedengarannya sedikit berlebihan bagi seorang anak kecil, tetapi itulah yang dirasakan Alexant sekarang. Hari-harinya terasa sangat membosankan, terlalu monoton karena hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Tak ada lagi waktu untuk bermain, semua tersita untuk belajar yang kata mereka –para orang dewasa– untuk bekalnya kelak saat ia dewasa, agar ia bisa memimpin Namira sehebat ayahnya. Alexant mendengkus, ia selalu saja tidak suka setiap kali gurunya membicarakan tentang kehebatan sang Ayah karena menurutnya ayahnya biasa saja. Tak ada yang dapat dibanggakan dari seorang pria yang hanya duduk diam di atas singgasana dan menerima upeti tanpa harus bekerja. Seandainya saja bisa memilih, ia tak ingin menjadi raja. Menjadi raja bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus bertanggung jawab atas semua yang berada di kerajaannya. Itu tidak terdengar menyenangkan untuk seorang anak berusia sepuluh tahun sepertinya. Yang diperlu

    Last Updated : 2024-01-03
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 7. Mimpi Tentang Dia

    Alexant sudah biasa melihat pemandangan para pengawal istana yang menundukkan kepala setiap kali ia berjalan melewati mereka, bahkan juga George Bryne, sahabatnya, juga berlaku demikian. Selalu menundukkan kepala dan berbicara dalam bahasa formal setiap kali berbicara padanya. Jujur saja, sebenarnya ia terganggu dengan semua itu. Para pengawal dan prajurit istana itu berusia jauh di atasnya, tetapi sikap mereka terlalu memberi hormat kepadanya. Mungkin itu memang seharusnya, tetapi ia terkadang sedikit merasa tidak nyaman. George juga tidak mau bersikap santai sekalipun mereka hanya berdua, kecuali ia yang memintanya. George adalah pengawal pribadinya. Mereka seusia, sama-sama sepuluh tahun. Namun, George sudah dipercaya untuk menjaganya. Itu merupakan sesuatu yang sangat keren menurutnya. Mereka juga sering berlatih pedang dan senjata lainnya bersama, dalam pengawasan Wallace Bryne, jenderal besar Namira yang juga merupakan Ayah George. Jenderal adalah pelatih bertarungnya. Jender

    Last Updated : 2024-01-04
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 8. Apa Pernikahan Itu?

    "Kapan kita kembali ke istana, Mama?" Itu adalah pertanyaan kesekian dari Crystal yang didengar Astrid hari ini. Entah sudah berapa kali putri kecilnya menanyakan hal itu. Katanya, dia ingin cepat ke istana lagi agar bisa bertemu dan bermain bersama Alexant. Untuk hari ini, entah sudah berapa kali Crystal menanyakannya. Belum lagi hari-hari belakangan. Mungkin seandainya dihitung, dalam tiga bulan terakhir sejak mereka kembali dari istana sudah lebih dari jutaan kali dia bertanya, sampai rasanya dia bosan menjawabnya. Setiap hari pertanyaan Crystal selalu sama, seolah dia tidak memiliki pertanyaan yang lain. Astrid mengembuskan napas pelan. "Mama tidak tahu, Sayang. Tidak ada undangan dari istana, kita tidak bisa ke sana." Dia tersenyum, tangannya membingkai pipi chubby putrinya yang kemerahan. "Kau pasti tahu, 'kan, tidak sembarang orang bisa memasuki istana. Jika tidak ada undangan atau izin, para penjaga tidak akan membiarkanmu masuk."Wajah mungil Crystal tertunduk. "Tapi, aku

    Last Updated : 2024-01-05
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 9. Tentang Janji dan Pernikahan

    Lalu, apakah Astrid senang? Apakah dia gembira dengan kenyataan itu? Jawabannya tentu saja tidak. Tidak ada seorang pun Ibu di dunia ini yang ingin menjerumuskan putrinya dalam masalah. Lingkungan istana penuh intrik, orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah orang-orang yang berpikiran licik. Semua hanya mementingkan jabatan dan kekuasaan. Menjadi ratu bukanlah hal yang patut dibanggakan. Menjadi ratu di kerajaan yang penuh tipu muslihat sama saja dengan menceburkan diri dalam permasalahan yang tak kunjung usai. Seandainya saja bisa, dia ingin menghentikan hal itu. Sayangnya tidak. Bukannya pernikahan yang batal, malah dirinya yang akan kehilangan kepala. Entah siapa yang memutuskan demikian –perkataan keluarga kerajaan adalah ikrar dan harus terjadi– untuk pertama kali, dia tidak tahu. Yang pasti semua ini sangat merugikan semua pihak, kecuali mereka yang menginginkan kekuasaan. Sudah menjadi rahasia umum jika mendiang Ratu Amora mangkat karena tidak sanggup lagi bertahan mengh

    Last Updated : 2024-01-06
  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 10. Raja Henry dan Skandal Pertama

    "Jangan gunakan kekuatan dari sikumu untuk menyerang, seranganmu tidak akan sempurna!" Teriakan Jenderal Wallace Bryne membuat kedua bocah berusia sepuluh tahun di depannya membenarkan posisi mereka. Sudah beberapa kali mereka mempraktekkan apa yang diajarkan sang jenderal, tetapi ternyata tetap saja salah di matanya yang sudah terlatih. "Gunakan kekuatan pada bahu dan punggung untuk mendorong pedang ke depan!" Jenderal Wallace mendekati Alexant, membenarkan posisi tangan kanannya yang memegang pedang, mengarahkannya ke depan. "Posisi yang benar seperti ini, Yang Mulia," katanya, kemudian berpindah ke samping George yang berada di sebelah kirinya. Jenderal Wallace juga melakukan hal yang sama pada George, membenarkan posisi tubuh George, dan mengarahkan pedangnya ke depan. "Lakukan dengan benar, Anak-anak! Kita sudah mengulangi bagian ini sejak dua hari yang lalu. Apakah kalian tidak merasa malu karena masih saja salah?"Tidak ada yang menjawab. Kedua bocah itu terlalu fokus mende

    Last Updated : 2024-01-07

Latest chapter

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 68. Mencari Jalan Pulang

    Hutan di gunung Bond masih liar, tak ada seorang pun dari penduduk Namira yang berani memasukinya. Gunung Bond sendiri merupakan tempat terlarang bagi mereka karena tidak ada orang yang pernah kembali jika menginjakkan kaki ke gunung paling tinggi di Namira. Fasha sudah pernah mendengar akan hal itu, juga gosip yang diembuskan oleh para prajurit dan warga tentang adanya mahluk mengerikan yang mendiami dan menjaga gunung Bond. Dia yakin, alasan kenapa orang-orang yang tidak pernah pulang lagi itu disebabkan mereka tersesat. Orang-orang itu tidak bisa menemukan jalan pulang karena hutan di gunung ini yang terlalu lebat. Jika memang ada makhluk buas seperti yang dikatakan orang-orang itu, pastilah sekarang mereka sudah berada di dalam perutnya. Buktinya, sampai sekarang mereka yang berada di sini baik-baik saja. Hanya saja, mereka tidak bisa pulang karena tidak bisa menemukan jalan pulang lagi. Prajurit yang membawa mereka ke sini sudah pulang. Prajurit itu juga yang sudah membawa Ime

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 67. Dan, Terjadi

    Bukit pelangi. Begitu Crystal dan teman-temannya menyebut bukit yang terletak di belakang kediaman keluarga Mars. Bukit itu tidak terlalu terjal jika ditempuh melewati jalan setapak yang berada di samping kanan kediaman keluarga Mars. Jalan yang beberapa hari ini selalu dilalui oleh Alexant untuk mencapai bukit, sampai-sampai ia hafal dengan kondisi jalan itu. Batu-batu kerikil yang tersebar di sepanjang jalan membuat jalanan selebar satu meter itu seperti jalanan menuju taman. Ilalang yang tumbuh di kanan dan kirinya membuat jalan tak terlihat dari jauh. Bisa dikatakan jalan ini tersembunyi, termasuk dari sinar matahari. Meskipun sudah hafal di luar kepala, Alexant tetap berusaha memetakan pemandangan terakhir jalan setapak ini, di dalam memori otaknya. Sesekali ia memejamkan mata, tetapi lebih banyak menarik napas dan mengembuskannya melalui mulut, tanpa suara karena ia tak ingin George yang selalu setia mengikuti ke mana pun ia pergi, mendengar suara desahan napasnya. Ia tak ing

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 66. Peraturan Konyol Kerajaan

    "Bisakah kita tidak kembali ke istana hari ini, George?" Pertanyaan pertama Alexant setelah keheningan menguasai mereka beberapa saat lamanya. "Bisakah kita terus berada di sini dalam dua tahun ini? Masalahnya aku ...." Jeda. Ia mengibaskan kedua tangan dengan kacau. "Aku masih belum ingin pulang, aku tidak bisa. Aku tidak ingin meninggalkan Crystal lagi.""Saya pikir tidak bisa seperti itu, Yang Mulia!" George berseru mendengar permintaan Alexant. "Baginda Raja...!"Alexant memotong perkataan George dengan mengangkat tangan kanannya. Ia tak ingin mendengar apa pun saat ini, apalagi yang berhubungan dengan istana. Berbicaralah padanya tentang Crystal atau katakan padanya jika mereka tidak ke mana-mana, tetap di sini saja maka ia akan membiarkan. "Untuk apa kau berdiri di sana, George?" tanya Alexant datar. Tangannya memijit pelipis kemudian mengusap wajah. "Masuklah!" pintanya sambil menggerakkan kepala meminta sahabat sekaligus pengawal pribadinya untuk masuk. Tak perlu diminta dua

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 65. Dua Tahun Lagi, Menjadi Pengantinku

    Tak ada seorang pun yang ingin berpisah dari orang yang dicintai. Apalagi, jika baru saja bertemu setelah berpisah selama tujuh tahun. Alexant memeluk Cristal erat, rasanya tak ingin melepaskannya. Seandainya saja bisa, pasti dia akan membawanya ke istana sekatang juga. Persetan dengan peraturan bodoh kerajasn yang tidak memperbolehkan seorang putra mahkota menikah sebelum naik takhta. Ia tidak memerlukan takhta, tidak juga menginginkannya. Ia hanya menginginkan Crystal dan menghabiskan waktu hingga tua bersamanya. "Kenapa kau harus pulang dengan cepat? Apakah perburuan prajuritmu sudah selesai?" Crystal mendongak menatap Alexant saat bertanya. Meskipun saat ini dia duduk di pangkuannya, Alexant tetap lebih tinggi darinya. Ia memang sudah membohongi Crystal tentang perburuan itu, dan itu bukanlah sesuatu yang baik, Alexant menyadarinya. Hanya saja, saat itu ia tidak memiliki alasan lain lagi yang bisa digunakan untuk bisa berada di sampingnya. Alexant tak ingin berbohong, tetapi j

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 64. Mimpi Buruk Beatrice

    Pagi datang lebih cepat saat kita berada di tempat yang lebih tinggi, Beatrice merasakannya. Sudah dua hari ini dia menyaksikan matahari terbit lebih awal dari biasanya saat dia masih di istana. Hari jadi terasa lebih panjang dan semakin membosankan. Tak ada gadis seusianya di sini, yang ada hanya Nenek dan Bibi Fasha. Prajurit yang waktu itu pergi bersama mereka juga sudah tidak terlihat lagi, sepertinya dia hanya mengantarkan saja, tidak menetap di sini bersama mereka. Tidak apa-apa, dia justru mensyukurinya. Daripada prajurit itu juga ikut tinggal di sini bersama mereka akan membuat dia ketakutan saja. Selama ini hanya Alexant, laki-laki yang dekat dengannya. Dia tidak memercayai yang lainnya. Pengalaman buruk saat ayahnya masih hidup membekas sampai sekarang. Meskipun ayahnya tidak pernah berbuat kasar, tetapi Ayah selalu mabuk. Bahkan Ayah tewas karena mabuknya itu. Ayah yang sudah sakit keras terlalu banyak meminum alkohol sampai nyawanya tak tertolong. Kejadian itu membuatnya

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 63. Tak Ingin Pulang

    "Bisakah kita tetap berada di sini beberapa hari lagi?" George dan Jerome Walker, prajurit yang memimpin tugas di Rainbow Hill, sudah menduga jika Alexant akan bertanya seperti itu. Cepat atau lambat dia pasti akan menanyakannya, seolah waktu satu minggu bersama Crystal masih kurang saja baginya. George memutar bola mata jengah. "Kupikir tidak bisa." Ia memalingkan muka hanya untuk menyembunyikan senyumnya. "Kita harus segera kembali ke istana, Yang Mulia. Sepuluh hari merupakan waktu yang lama bagi seorang pangeran meninggalkan istana." Alexant mendengkus kesal. "Aku baru beberapa hari di sini, George!" erangnya kesal. "Baru satu minggu, belum sepuluh hari seperti yang kau katakan.""Ditambah tiga hari selama perjalanan kita menuju ke sini, Yang Mulia.""Astaga!" Alexant memotong perkataan George tiba-tiba. Kepalanya langsung terasa berdenyut nyeri, dadanya panas seakan terbakar. "Lama di perjalanan tidak dihitung!" Ia mengibaskan kedua tangannya. "Lagi pula, George, kenapa kita h

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 62. Ternyata, Bukan di Rumah Nenek

    Sejak dia tinggal di istana, Nenek juga tidak lagi bekerja. Mama secara rutin mengirimkan uang untuknya, juga untuk membayar pekerjaan gadis pelayan yang menemani Nenek. Sebab, tidak lagi bekerja di perkebunan tomat, Nenek tidak lagi memasak sup tomat. Sekarang makanan di rumahnya sudah berbeda, berbagai hidangan selalu tersedia di meja saat tiba waktu makan. Kehidupan Nenek lebih terjamin. Beatrice mensyukurinya, dia merasa sangat senang karena Nenek bahagia. "Kita ada di mana, Nek?" tanya Beatrice dengan alis berkerut tajam. Matanya menatap liar sekeliling kamar. Dugaannya jika dia tidak sedang berada di rumah Nenek, semakin kuat. Keadaan kamar ini berbeda, lebih sederhana dibandingkan dengan kamar tidurnya di rumah nenek. Tidak ada perabotan apa-apa selain sebuah meja dan kursi yang kelihatannya sudah tua. "Apakah kita di rumah Nenek?" Imelda tersenyum melihat kepanikan di wajah cucu tersayangnya. Dia sendiri juga awalnya kaget ketika bangun tidur menemukan dirinya di tempat yang

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 61. Bertemu Nenek

    Kicauan burung yang terdengar tajam di telinga membangunkan Beatrice dari tidurnya. Dia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali untuk membiasakan penglihatannya pada cahaya yang masuk. Alam tampak terang benderang di tangkap indra penglihatannya.Beatrice mengucek mata untuk memastikan. Dia menggerakkan kepala ke arah kanan, segera memejamkan mata dan menaikkan tangan untuk melindungi wajahnya dari paparan sinar matahari. Hangat terasa, tetapi juga sangat menyilaukan. Keadaan yang berbeda setiap dia bangun pagi pada biasanya. Beatrice menjauhkan tangan, duduk perlahan. Sepasang alisnya berkerut merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Mulutnya tanpa sadar mengeluarkan ringisan. Dia baru bangun tidur, bahkan nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Apa yang terjadi tadi malam masih belum diingat semuanya, masih samar-samar. Pagi ini dia merasa ada yang aneh. Entah keadaan kamarnya yang terasa jauh lebih terang dari biasanya –sinar matahari langsung masuk tanpa halangan apa pun– juga s

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 60. Bukan Diculik

    Beatrice mencoba untuk tidur lagi, dan berharap saat terbangun nanti semuanya hanya mimpi. Dia akan tetap berada di istana, berbaring di ranjang empuknya, di kamarnya bersama Bibi Fasha. Sayangnya, Beatrice tidak dapat tidur lagi. Meskipun sudah memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap melayang ke mana-mana. Dia berusaha keras mengosongkan pikiran, tetap saja tidak bisa. Alexant memenuhi pikirannya. Dadanya bergemuruh, keringat membasahi sekujur tubuhnya yang terikat. Belum lagi dia berada di atas kereta kuda yang melaju kencang. Siapa yang dapat tidur dalam keadaan seperti dirinya saat ini? Air mata terus mengalir membasahi pipi Beatrice. Dalam hati dia terus berdoa semoga dia bisa keluar dari kereta ini dan bertemu dengan Alexant. Dia yakin Bibi Fasha berbohing saat mengatakan padanya tentang Alexant. Tidak mungkin Alexant memiliki gadis lain selain dirinya, hubungan mereka sangat dekat. Alexant selalu jujur padanya, jika ada seorang gadis yang mendekatinya, dia pasti akan berceri

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status