Sinopsis: Ethan, seorang eksekutif muda yang sudah menikah dengan Kalaya, tinggal di sebuah perumahan elit. Kehidupan mereka yang tampak sempurna terganggu ketika Leva, seorang wanita single, pindah ke rumah di depan mereka. Keberadaan Leva mulai memicu perasaan yang tidak terduga dalam diri Ethan. Meskipun ia berusaha menjaga jarak dan mempertahankan komitmennya pada Kalaya, tarikan terhadap Leva semakin sulit dihindari. Kalaya, yang tidak menyadari ketegangan ini, berusaha menjalin hubungan baik dengan Leva sebagai tetangga baru mereka. Namun, interaksi antara Ethan dan Leva semakin intens, menimbulkan dilema moral bagi Ethan yang terjebak antara loyalitas kepada istrinya dan dorongan yang datang dari perasaan terhadap Leva. Konflik batin Ethan semakin mendalam, sementara Leva tampaknya memiliki rencana tersendiri dalam mendekati Ethan.
View MoreHari-hari setelah kunjungan malam itu, Ethan merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari, tetapi pikirannya sering kembali kepada Leva. Tatapan matanya, kata-katanya yang lembut, dan suasana yang tercipta saat mereka berbicara membuatnya merasa bingung dan terganggu. Namun, meskipun ada ketertarikan yang semakin kuat, Ethan tahu ia harus berhati-hati.Pada hari Sabtu pagi yang cerah, Ethan dan Kalaya sedang menikmati sarapan bersama di rumah. Kalaya tampak lebih ceria dari biasanya, berbicara tentang rencana weekend mereka. “Aku berpikir untuk mengunjungi beberapa toko furnitur. Mungkin kita bisa memperbarui beberapa perabot rumah,” katanya sambil menikmati secangkir kopi.Ethan hanya mengangguk, tetapi pikirannya tetap jauh, entah di mana. “Aku tidak yakin bisa ikut, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawabnya sambil tersenyum lemah.Kalaya menatapnya curiga. “Apa kamu baik-baik saja? Kamu tampa
Hari itu, Ethan merasa pikirannya tidak pernah benar-benar fokus pada pekerjaannya. Sepanjang hari, bayangan Leva terus membayang di benaknya. Tatapannya, senyumnya, hingga cara dia membawa dirinya semuanya melekat erat di pikiran Ethan.Ketika ia selesai dengan urusan kantor, keinginannya untuk mampir ke rumah Leva semakin sulit ia abaikan. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan berpikir bahwa ini hanyalah kunjungan biasa, seperti kunjungan sebelumnya bersama Kalaya. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja, itu saja, pikirnya, seolah meyakinkan dirinya sendiri.Dengan setelan kerjanya yang masih rapi, Ethan memarkir mobilnya di garasi rumahnya. Ia berdiri sejenak di depan pintu rumah, mencoba mengatur napas. Ia tahu ini berisiko, tetapi dorongan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Akhirnya, ia melangkah ke rumah Leva.Di Rumah LevaLeva sedang duduk di ruang tamu, mengenakan dress santai berbahan satin berwarna merah marun yang sedikit longgar di bagian bahunya. Rambutnya dibiarka
Hari itu, Kalaya memutuskan untuk memasak lebih banyak dari biasanya. Ia ingin memberikan kesan baik kepada Leva, tetangga baru mereka. Sebagai seorang istri yang selalu berusaha menjaga hubungan baik di lingkungan sosialnya, ia merasa perlu untuk menyambut Leva dengan cara yang hangat dan personal.“Ethan, aku pikir kita harus membawa makanan ini ke rumah Leva. Dia pasti sibuk beres-beres setelah pindah,” ujar Kalaya sambil mengemas makanan dalam kotak saji yang rapi.Ethan, yang sedang membaca berita di ponselnya, terkejut mendengar nama Leva disebut. Hatinya mendadak berdebar, tetapi ia berusaha tetap tenang. “Oh, ya, itu ide yang bagus,” jawabnya datar, menyembunyikan rasa gugupnya.Tak lama kemudian, Kalaya menyelesaikan kemasannya—sebuah paket berisi hidangan khas rumahan yang hangat: lasagna buatan sendiri, salad segar, dan sebotol jus jeruk. “Kita pergi sekarang?” tanya Kalaya sambil membawa kotak makanan itu.Ethan tidak punya alasan untuk menolak. “Tentu,” jawabnya sambil ba
Keesokan paginya, Ethan terbangun lebih awal dari biasanya. Semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, pikirannya terus-menerus memutar kembali momen bersama Leva. Ada rasa bersalah yang menghantuinya, tetapi ada pula perasaan asing, campuran rasa penasaran dan ketertarikan yang sulit ia abaikan.Ia mencoba memulai harinya seperti biasa. Setelah mandi dan berpakaian, ia turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kalaya, istrinya, sedang duduk di meja dapur dengan secangkir kopi di tangannya, wajahnya tampak fokus pada layar ponselnya.“Pagi,” Ethan menyapa, mencoba terdengar normal.“Pagi,” jawab Kalaya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. “Ada rapat hari ini?”“Iya, mungkin aku akan pulang agak malam,” bohong Ethan, meskipun ia tidak punya agenda khusus untuk hari itu. Ia hanya ingin menghindari percakapan lebih lanjut.Setelah sarapan, Ethan melangkah keluar rumah dengan alasan memeriksa taman. Namun sebenarnya, ia berharap bisa melihat Leva lagi. Matanya langsung tertuju pada ruma
Ethan duduk di sofa di ruang tamunya, merasa semakin gugup seiring detik berlalu. Leva terlihat begitu nyaman, bersandar dengan santai sambil sesekali menyesap anggurnya. Tatapannya lembut, tetapi ada sesuatu yang lain di sana sesuatu yang membuat udara di antara mereka terasa lebih berat.Leva menyentuh permukaan sofa dengan jari-jarinya, seolah memeriksa tekstur kainnya, sebelum pandangannya kembali pada Ethan. “Kamu terlihat tegang,” ujarnya sambil tersenyum kecil.“Oh, tidak… aku baik-baik saja,” jawab Ethan cepat, meski ia tahu jawabannya tidak meyakinkan.Leva mencondongkan tubuhnya sedikit, mendekat ke arahnya. “Kamu yakin? Sepertinya ada sesuatu yang mengganggumu.” Suaranya rendah dan nyaris seperti bisikan, tetapi cukup untuk membuat Ethan merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya, sebuah ketegangan yang semakin sulit ia kendalikan.Ethan menelan ludah, mencoba menjaga jarak emosional. “Aku hanya… mungkin aku lelah saja.”Leva tertawa kecil, sebuah tawa yang hangat tetapi
Keesokan harinya, Ethan terbangun dengan kepala yang terasa berat. Pikirannya masih dipenuhi bayangan Leva. Ia berusaha memulai hari dengan normal, tetapi ada dorongan aneh untuk sekadar memastikan apakah wanita itu ada di rumahnya. Seolah tanpa sadar, langkah kakinya membawanya kembali ke ruang kerja, tempat jendela besar memberikan pandangan langsung ke rumah Leva.Di seberang jalan, Leva sedang berdiri di dekat jendela rumahnya, sibuk menyiram tanaman di pot kecil. Ia mengenakan tank top putih tipis yang membalut tubuhnya dengan sempurna, memperlihatkan siluetnya di bawah cahaya pagi. Celana pendek yang ia kenakan hanya menutupi sebagian pahanya. Ethan menatapnya dari jauh, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia hanya ingin memastikan keadaan tetangganya, tetapi ia tahu itu bukan alasan sebenarnya.Leva, yang merasa sedang diperhatikan, melirik ke arah jendela Ethan. Tatapannya bertemu dengan Ethan yang berdiri di sana. Ia tersenyum kecil, tetapi kali ini senyuman itu bukan hanya seka
“Ethan?” Suara Kalaya terdengar dari lantai bawah. Ethan segera mengatur napas dan berusaha menormalkan ekspresinya sebelum menjawab.“Iya?” Ia menjawab sambil turun ke ruang tamu. Kalaya sedang berdiri di depan cermin, memperbaiki riasannya. Ethan hanya meliriknya sekilas sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.“Kamu mau ikut ke acara makan malam nanti? Ada beberapa orang penting yang harus kita temui,” kata Kalaya tanpa menoleh.Ethan menggeleng pelan. “Aku rasa aku butuh istirahat. Pindahan ini cukup melelahkan.”Kalaya hanya mengangkat bahu tanpa memaksa. Ia sudah terbiasa dengan Ethan yang belakangan ini semakin sering menghindar dari acara-acara sosial. Baginya, itu tidak terlalu penting, selama ia tetap bisa menjalankan aktivitasnya tanpa terganggu.Saat Kalaya pergi meninggalkannya sendirian di rumah, Ethan kembali ke ruang kerjanya. Ia membuka tirai jendela sedikit, sekadar untuk melihat apakah Leva masih di luar. Wanita itu kini duduk di teras rumahnya, menikmati sege
“Ethan?” Suara Kalaya terdengar dari lantai bawah. Ethan segera mengatur napas dan berusaha menormalkan ekspresinya sebelum menjawab.“Iya?” Ia menjawab sambil turun ke ruang tamu. Kalaya sedang berdiri di depan cermin, memperbaiki riasannya. Ethan hanya meliriknya sekilas sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain.“Kamu mau ikut ke acara makan malam nanti? Ada beberapa orang penting yang harus kita temui,” kata Kalaya tanpa menoleh.Ethan menggeleng pelan. “Aku rasa aku butuh istirahat. Pindahan ini cukup melelahkan.”Kalaya hanya mengangkat bahu tanpa memaksa. Ia sudah terbiasa dengan Ethan yang belakangan ini semakin sering menghindar dari acara-acara sosial. Baginya, itu tidak terlalu penting, selama ia tetap bisa menjalankan aktivitasnya tanpa terganggu.Saat Kalaya pergi meninggalkannya sendirian di rumah, Ethan kembali ke ruang kerjanya. Ia membuka tirai jendela sedikit, sekadar untuk melihat apakah Leva masih di luar. Wanita itu kini duduk di teras rumahnya, menikmati sege...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments