Home / Romansa / Terpaksa Menjadi Yang Kedua / Bab 17: Hampir Ketahuan

Share

Bab 17: Hampir Ketahuan

Author: Mozarella_313
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sesampainya di rumah,

Mahesa bergegas masuk ke dalam rumahnya dengan mata yang terus mencari. "Zara!!! KAMU DIMANA!!??"

"Zara!!???" seru Mahesa yang memanggil-manggil namanya dengan kaki yang terus melangkah.

Laras yang tengah melihat tuannya uring-uringan, seketika itu juga menghampirinya. "Ada apa tuan!?"

"Dimana Zara!?" tanya Mahesa singkat, namun penuh ketegasan.

"N-nyonya belum pulang Tuan-"

"Lalu dimana gadis itu? Bukankah Zara pergi bersama dengannya,” lanjut Mahesa.

Laras menunduk. "Nona ada di dalam kamarnya, beberapa puluh menit yang lalu ia sampai di rumah."

Mendengar hal itu Mahesa pun berlalu memasuki litt yang akan membawanya ke kamar Raisa.

Sedangkan di dalam kamarnya Raisa tengah menikmati jusnya, dengan Tari yang juga ada disana.

Brakk Brakk Brakkk!!

Raisa sedikit terlonjak ketika pintu kamarnya digedor-gedor dengan sangat keras.

"Biar saya yang membukanya Nona," ucap Nada yang kemudian berjalan untuk membukakan pintu.

Klek

Tampak disana Mahesa dengan wajah memerahnya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 18: Sebuah Kalung

    Di kamar,"Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka? Kenapa Mahesa kelihatan marah saat menanyakan Zara?" batin Raisa yang sedang memikirkan mereka berdua.Laras yang ada disana seketika itu juga menghampiri Raisa yang tampak termenung, "Nona pasti bertanya-tanya tentang hal ini, kan?""Iya Ras, ini pertama kalinya aku melihat Mahesa marah saat mencari Zara." Raisa menghela nafas.Laras membenarkan. "Sama, ini juga pertama kalinya saya melihat Tuan Mahesa semarah ini.""Hem semoga saja mereka baik-baik saja,” gumam Raisa."Iyo semoga saja," timpal Laras."Ngomong-ngomong kamu sudah bekerja berapa lama di sini?" tanya Raisa berbasa-basi.Laras menjawab, "Sudah lebih dari 3 tahun.""Sama seperti umur pernikahan mereka?" sahut Raisa,"Iya karena kebetulan saya direkrut saat Nyonya baru menginjakkan kakinya di sini."Raisa manggut-manggut. "Oh begitu.""Ya walaupun sebenarnya saya merasa lebih nyaman mengobrol dengan Anda Nona, Anda begitu berbaur dengan kami."Raisa mengernyitkan dah

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 19: Sangat Aktif

    Zara tampak mondar-mandir di dalam kamarnya, dengan jari yang ia ketukan di dagu. "Sekarang ini aku harus lebih waspada terhadap si tua bangka itu! Yang diam-diam ternyata dia memata-mataiku," gumamnya."Aku ingin sekali menelpon Damian untuk memberitahunya untuk tidak menghubungiku dulu, untung ponselku sudah aku tinggalkan di dalam mobilnya. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan menghubungi ke rumah, mumpung Mahesa tidak ada lebih baik aku telepon dia sekarang."Saat itu juga Zara menghampiri telepon rumahnya untuk menghubungi sang kekasih.TringggDamian mengalihkan perhatiannya pada sebuah telepon yang ada di atas meja kerjanya, tanpa pikir panjang ia pun segera mengangkatnya."Hallo sayang," sapa Zara dari seberang sana."Ada apa sayang? Apa ada hal penting mengenai mereka? Apa Mahesa mencurigaimu?" tanya Damian bertubi-tubi.Zara menjawab, "Bukan hanya itu saja, tapi Tuan Fariz dan antek-anteknya juga memata-mataiku, aku rasa kita tidak bisa bertemu dalam waktu dekat in

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 20: Sangat Kecewa

    "Sayang, aku mandi dulu ya? Kebetulan ini sudah sore," ucap Zara pada Mahesa yang tengah bersandar di tempat tidurnya."Iyah," angguk Mahesa dengan mata yang tertuju pada sebuah tab yang ada di tangannya.Merasa terabaikan Zara pun mencoba untuk menghampirinya. "Sepertinya mandi bersama akan menyenangkan."Mahesa mengalihkan perhatiannya pada Zara. "Maafkan aku, tapi aku sangat sibuk."Zara mengerucutkan bibirnya, "Hmm.""Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, kamu mandilah terlebih dahulu."Zara beranjak dari sisi ranjangnya. "Baiklah kalau begitu."Zara pun berlalu memasuki kamar mandi."Aman," pikir Mahesa yang kemudian memasangkan airpods ke telinganya.Dimana ia hendak mendengar percakapan yang terjadi di dalam telepon rumahnya, tanpa Zara sadari setiap telepon di rumahnya bisa dia akses, karena Mahesa yang dengan sengaja memasang sebuah penyadap di beberapa titik setiap telpon rumahnya.Mahesa mengklik sebuah tombol play yang ada di tab pribadinya. Tak beberapa lama kemudia

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 21: Sate Ayam

    Malam pun tiba,Raisa tampak tak berselera makan ketika melihat beberapa hidangan yang tertata rapi di mejanya.Laras yang heran dengan Raisa pun seketika itu juga bertanya. "Ada apa Nona? Apa ada yang kurang hidangannya? Atau anda ingin mengganti menu?"Raisa menghembuskan nafasnya dengan berat, "Aku ingin sekali makan sate ayam.""Sate?" ulang Laras yang dibalasnya dengan anggukan."Iya Ras, rasanya air liurku menetes setiap kali aku membayangkannya. Pasti akan sangat enak jika memakan sate itu dengan nasi yang masih panas," ungkap Raisa yang begitu menginginkannya."Saya akan memberitahu Bu Titi, siapa tau beliau mengizinkan Nona untuk memakannya.""Ada apa?" tanya Bu Titi yang datang bersama dengan Zara, ke kamar Raisa."E nyonya," gumam Laras sembari menunduk ketika ia juga mendapati Zara disana.Zara melihat makanan Raisa yang belum disentuh. "Ada apa, Sa? Kenapa makanannya masih utuh?""Maaf Zar, aku sedang tidak berselera makan. Entah kenapa aku ingin sekali makan sate ayam

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 22: Sensitif

    Sesampainya di rumah,"Ras, tolong antar Raisa ke kamarnya ya?" titah Mahesa pada Laras, sebelum ia beranjak pergi."Baik tuan," angguk Laras yang kemudian menuntun Raisa untuk naik ke kamarnya."Malam ini aku benar-benar merasa sangat senang, karena bisa menikmati makan malam di luar, dengan udara yang begitu sejuk. Sehingga aku bisa menikmati makananku, bagaimana denganmu?" tanya Raisa yang tengah memasuki lift bersama dengan Laras."Ini pertama kalinya saya di ajak keluar dari rumah hanya untuk makan malam, rasanya begitu menyenangkan. Andai saja kita bisa setiap hari seperti itu, pasti aku tidak akan bosan,” sahut Laras.Raisa menghembuskan nafas. "Apalagi aku, yang hampir 5 bulan lebih berada di dalam kamar. Keluar hanya ke perpustakaan dan taman, atau memeriksa kehamilan di klinik terdekat.""Semoga saja semuanya cepat berakhir, terkadang aku tidak tega melihat Nona seperti ini. Rasanya pasti sangat membosankan karena harus terkurung disini," lirih Laras.Raisa mengangguk kecil.

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 23: Mahesa vs Tuan Fariz

    Di taman,Di mana Zara dan Raisa setengah duduk di sana, dengan beberapa minuman dan juga cemilan yang menemani."Raisa, kamu tau? Mahesa bukanlah orang yang memiliki kepedulian besar kepada orang lain. Baru kali ini aku melihatnya begitu memperdulikanmu," lirih Zara yang membuat Raisa menoleh ke arahnya. "Dia tidak pernah turun langsung ke tempat-tempat yang biasa, jika dia memerlukan sesuatu dia akan meminta orang lain untuk memenuhinya. Tapi kemarin saat kamu ngidam, dia sendiri yang menawarkan diri untuk mengantarkanmu ke sana. Aku merasa cemburu, namun aku tetap berpikir positif bahwa dia melakukannya hanya untuk bayinya."Seketika itu juga Raisa merasa tak enak pada Zara, "Maafkan aku, Zar."Zara terkekeh ketika Raisa meminta maaf padanya. " Kenapa kamu minta maaf? Ini bukan salah kamu, itu keinginan dari bayimu. Bukan begitu?"Raisa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Lalu apa setelah malam itu kamu memiliki perasaan lebih terhadapnya?" Tiba-tiba saja Zara menanyakan

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 24: Menguping

    Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, dimana Mahesa tengah bersiap untuk pergi menuju sebuah restoran yang tak jauh dari kantornya."Pak, untuk makan siang ini apa saya perlu memesankan sesuatu?" tanya Laura ketika ia berada di ruangan Mahesa.Mahesa menoleh. "Tidak Laura, aku akan makan siang diluar hari ini.""Baiklah kalau begitu, saya permisi." "Hem..." angguk Mahesa seraya menyambar ponselnya dan bergegas turun untuk menghampiri sopirnya yang sudah menunggu."Ke Batavia Cafe ya," ujar Mahesa saat sopirnya sudah duduk di kursi kemudi."Baik tuan,” angguknyaBroommMobil pun mulai melaju meninggalkan area perkantoran menuju Cafe tersebut, di mana seorang pria tengah menunggunya di sana. Yang sesekali ia melirik ke arah jam tangannya."Maaf sudah membuat Anda menunggu," kata Mahesa seraya mendudukkan diri di hadapan pria itu."Tidak apa-apa Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah hampir setengah tahun kita tidak bertemu.""Aku baik Ronald, bagaimana denganmu dan Jenny?" lanjut Mahesa.

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 25: Pesan Untuk Sang Buah Hati

    Zara bergelayut manja di lengan Mahesa dan menuntunnya untuk masuk ke dalam kamar."Tumben banget, kamu gak ngasih kabar kalo mau pulang?" tanya Zara seraya menutup pintu kamarnya."Maafkan aku Zar, aku lupa karena aku terlalu bersemangat untuk menemuimu." Bersamaan itu Mahesa meletakan tasnya.Zara tersenyum, menghampiri Mahesa dan mengalungkan tangannya di leher sang suami dengan tatapan nakalnya. "Jadi kamu sangat merindukan aku?"Mahesa menahan nafasnya, dimana ia tengah mencoba menahan diri."Sayang, aku sangat lelah. Jadi bisakah kamu menyiapkan air untukku, aku ingin berendam,” pinta Mahesa.Zara menghela nafas berat, dengan tangan yang ia lepaskan dari Mahesa. "Hmm baiklah."Saat itu juga Zara berlalu menuju kamar mandi untuk mengisi air dalam bathtub, tak lupa ia pun memasukkan sabun ke dalamnya, sehingga bathtub tersebut dipenuhi oleh busa yang berlimpah. Sedangkan Mahesa kini tengah melepaskan dasi dan juga jasnya.Kemudian Zara keluar dari sana dan menghampirinya. "Airnya

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    34. Berita Zara

    Raisa meremas baju yang sedang dilipatnya, matanya terpaku pada layar televisi yang mengeluarkan gambar bergerak berwarna pudar. Televisi lama itu menampilkan wajah Zara yang sedang mengenakan kacamata hitam besar, cahaya sorotan kamera membuat matanya yang sembab terlihat jelas meski tertutup kaca gelap. Suara wartawan bertubi-tubi menanyakan tentang kabar rumah tangganya, karena akhir-akhir ini berita jarang meliput kebersamaan mereka.Dengan suara parau Zara berkata, "Pernikahan ku sedang berada di ujung tanduk, dan itu disebabkan oleh orang ketiga."Raisa seketika menegang ketika mendengarnya. "Kenapa Zara mengatakan hal itu?""Jadi benar kalau Pak Mahesa berselingkuh? Apa Anda mengenali siapa wanita itu?" tanya seorang wartawan dengan nada yang menggali.Zara, dengan bibir bergetar dan suara yang serak, mencoba untuk menjawab namun hanya isak tangis yang pecah di udara. Pengawal pribadi Zara segera mengulurkan tangan, menuntunnya pergi dari kerumunan wartawan yang semakin menj

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    33. Kekhawatiran

    Mahesa berjalan mondar-mandir di ruang tamu, kecemasan terpancar jelas dari kedua matanya yang semakin merah. "Cek semua rekaman CCTV!" perintahnya pada kepala keamanan dengan suara yang berat dan tegas. Setelah beberapa saat yang tegang, hasilnya pun keluar: Raisa terlihat keluar melalui pintu belakang rumah yang menuju ke hutan kecil di belakang rumah semalam.Dengan langkah cepat dan penuh ketegasan, Mahesa mendekati Laras yang berdiri di sudut ruangan dengan wajah dinginnya. "Laras, kenapa ini bisa terjadi? Bukankah kamu yang bertugas untuk menjaga Raisa?" suaranya meninggi, penuh dengan kekecewaan dan amarah. Laras, yang ketakutan, hanya bisa menunduk lebih dalam, bibirnya gemetar ingin menjelaskan namun tak satu kata pun yang bisa keluar.Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Mahesa berbalik dan menginstruksikan tim keamanannya, "Kita tidak punya waktu lagi, ikuti saya ke hutan, kita harus menemukan Raisa sebelum sesuatu terjadi padanya." Suara Mahesa yang resah menggema di an

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 32: Gempar

    Dengan berlinangan air mata, Raisa membuka hati pada Bu Mira yang duduk di depannya dan mulai menceritakan bagaimana semuanya dimulai. "Bu, Raisa gak tahu harus bagaimana lagi," ucap Raisa dengan suara bergetar. "Situasi kami sangat rumit, Bu. Dia mungkin tidak akan pernah bisa menerima anak ini." Bu Mira, yang mendengarkan dengan seksama, terlihat bingung namun penuh empati. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur. "Tapi Raisa, anak ini juga darah dagingnya. Bagaimana mungkin dia bisa berpaling begitu saja?"Raisa menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak emosi. "Lebih baik Raisa pergi, Bu, daripada harus mendengar sendiri kata-kata pengusiran dari mulutnya, sedangkan dia saja masih bingung untuk mempertahankan bayi ini atau tidak, Raisa tidak sengaja mendengar percakapannya dengan kepala maid jadi Raisa memutuskan untuk pergi. Raisa akan terus merawat dan membesarkan bayi ini sendiri, dan dia harus tetap hidup," Suaranya semakin lemah, s

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 31: Mengakui

    Hujan gerimis di luar membawa suasana yang dingin. Dalam kesunyian itu, suara ketukan pintu yang samar menjadi semakin jelas, memecah kesenyapan malam. Bu Mira, yang terbungkus selimut tebal, terbangun dari tidurnya di sofa ruang tamu. Dengan mata yang masih setengah terpejam, ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. "Siapa yang ngetuk pintu ya?" gumamnya pelan.Namun rasa penasarannya mengalahkan kantuknya, ia pun beranjak dengan langkah gontai menuju pintu depan."Ia tunggu sebentar!" seru Bu Mira.Sesampainya di depan pintu, Bu Mira membuka kunci dengan tangan yang gemetar, tidak sabar ingin tahu siapa gerangan yang datang di tengah malam buta. Saat pintu terbuka, rona kegembiraan menyala di wajahnya saat ia melihat sosok putrinya, Raisa, berdiri di hadapannya. Raisa yang seluruh pakaiannya basah kuyup karena hujan, namun masih mampu tersenyum lembut kepada ibunya."Ibu..." lirih Raisa dengan mata yang berkaca-kaca."Raisa, putriku..." sahutnya yang henda

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 30: Pergi

    Di kamarRaisa menyesuaikan tudung jaketnya yang besar, memastikan wajahnya tersembunyi sempurna di balik bayang-bayang. Detik jam berdentang pelan di telinganya, menegaskan betapa larut malam itu sudah berlalu. Raisa sebisa mungkin melangkahkan kakinya pelan-pelan serta mengendap-endap agar tidak diketahui siapapun."Sepertinya aku harus ambil jalan belakang, tidak mungkin jika aku pergi lewat gerbang depan, itu terlalu jauh dan pastinya banyak sekali penjagaan di sana," pikir Raisa yang tiba-tiba memikirkan gerbang belakang, yang biasa ia lewatkan saat ia berjalan menuju rumah kaca.Langkahnya hati-hati, menghindari kerikil dan ranting yang mungkin mengkhianati keberadaannya dengan suara yang mungkin terdengar.Setiap bayangan yang bergerak membuat jantung Raisa berdegup kencang, namun ia tetap bergerak maju. Udara dingin menerpa wajahnya yang terselubung, memberi semangat baru dalam setiap tarikan nafas.Di kejauhan, beberapa penjaga dengan senter di tangan mereka tampak berjaga,

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 29: Rencana Raisa

    "Kenapa kamu hanya dia, Ras? Ada apa? Bagaimana kondisi diluar sekarang?" tanya Raisa yang membuat Laras tersadar akan lamunannya."Emm maaf Nona, saya belum bisa memastikan,” kata Laras dengan ragu.Raisa menghembuskan nafas panjang. "Baiklah kalau begitu."Bersamaan dengan itu Laras meletakkan piring buah dan susu disana."Daripada Nona Raisa memikirkan mereka, lebih baik Nona nikmati saja buah-buahan ini. Karena ini bagus untuk kehamilan Anda," tandas Laras yang tengah mengalihkan perhatiannya.Raisa menoleh sekilas tanpa nafsu. "Aku tidak tenang, Ras.""Yakin saja bahwa mereka akan baik-baik saja,” senyum Laras.Raisa mengangguk sambil menerima piring yang di sodorkan oleh Laras kepadanya."Semoga apa yang aku khawatirkan tidak benar-benar terjadi, jika Zara pergi lalu bagaimana dengan nasibku dan juga bayi ini? Apa Tuan Mahesa masih akan mempertahankannya?" pikir Raisa yang menyuapkan buah ke dalam mulutnya."Kalau begitu saya permisi Nona, karena di bawah masih ada pekerjaan yan

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 28: Bekas Istri

    Damian menyunggingkan senyumannya ketika melewati Raisa. Sedangkan Raisa tampaknya masih shock, hingga akhirnya Laras datang menghampirinya."Mari ikut saya Nona," ujarnya seraya menuntun Raisa untuk kembali ke kamarnya.Raisa hanya menurut sembari melangkahkan kakinya, walaupun kini pikirannya tengah porak poranda.Sesampainya di kamar,Raisa menempatkan dirinya di atas tempat tidur, dengan Laras yang kini tengah mengunci kamarnya."Ada apa, Nona?" tanya Laras yang menghampirinya."Aku sangat mengkhawatirkan mereka, kamu mendengarnya bukan? Aku berharap ini hanyalah mimpi buruk." Raisa tak bisa menyembunyikan ketegangannya.Laras mencoba untuk menenangkan Raisa. "Saya juga sangat terkejut dengan semuanya, dan berharap ini bukanlah masalah besar seperti yang kita duga."Raisa menganggukan kepalanya dan menjawab, "Aku juga berharap seperti itu Ras... Aku tidak tahu bagaimana nasibku, jika mereka berpisah. Bagaimana dengan anak ini? Apakah mereka masih mau menerimanya atau tidak, sedang

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 27: Petaka!

    Sesampainya di rumah,Mahesa dan Zara segera membagikan kue-kue kepada para maid dan penjaga rumah, sebagai bentuk perayaan."Terimakasih Tuan," senyum Laras dan Tari ketika mereka menerima bingkisan itu.TringTiba-tiba saja ponsel Zara berdering dengan nomor yang tidak diketahui, dimana ia sudah yakin bahwa yang menelponnya adalah Damian.Saat itu juga ia melirik ke arah Mahesa. "Sayang... Aku terima telpon dulu ya? Soalnya penting dari Om aku.""Iya," angguk Mahesa yang sebenarnya menaruh curiga padanya.Zara kemudian berlalu menjauhi mereka semua."Bu Titi, kamu tolong bagikan ini semua ke yang lain ya?" ujar Mahesa yang hendak menyusul Zara.Raisa yang berada di sana hanya bisa menatap kepergiannya dengan bingung.Setelah mendapatkan tempat yang aman di dekat taman belakang, Zara kemudian mengangkat telepon darinya."Ada apa sayang!? Kenapa kamu menelponku? Bukannya aku sudah bilang untuk tidak menelponku, jika bukan aku yang menelponmu,” omel Zara padanya.Dengan heran Damian me

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 26: Laki-laki

    Malam pun tiba, Mahesa dan juga Zara tengah bersantai ria di balkon kamar mereka."Sayang, besok kamu berangkatnya agak siang, ya?" Zara melirik ke arah Mahesa yang ada di sebelahnya, tampak suaminya itu tengah asyik memainkan ponselnya."Memangnya ada apa?" tanyanya tanpa mengalihkan."Apa kamu lupa? Besok kita harus membawa Raisa ke klinik untuk USG. Aku sangat penasaran dengan jenis kelamin bayi kita," seru Zara yang begitu antusias.Mendengar hal itu Mahesa berhenti mengetik ponselnya. "Astaga! Bagaimana bisa aku melupakan perihal anakku sendiri."Zara memeluk lengan Mahesa dan menyandarkan kepalanya di bahu. "Mungkin karena kamu terlalu sibuk di kantor, sehingga lupa dengan jadwal pemeriksaannya."Mahesa manggut-manggut. "Mungkin saja, jadi kapan kita berangkat ke klinik?""Mungkin sekitar jam 07.30 pagi,” sahut Zara."Baiklah kalau begitu, aku akan meminta Sean untuk menggantikanku.”"Hemm," angguk Zara yang tengah menikmati malam ini.***Keesokan harinya,Raisa sudah bersiap-s

DMCA.com Protection Status