Sesampainya di rumah,Mahesa bergegas masuk ke dalam rumahnya dengan mata yang terus mencari. "Zara!!! KAMU DIMANA!!??""Zara!!???" seru Mahesa yang memanggil-manggil namanya dengan kaki yang terus melangkah.Laras yang tengah melihat tuannya uring-uringan, seketika itu juga menghampirinya. "Ada apa tuan!?""Dimana Zara!?" tanya Mahesa singkat, namun penuh ketegasan."N-nyonya belum pulang Tuan-""Lalu dimana gadis itu? Bukankah Zara pergi bersama dengannya,” lanjut Mahesa.Laras menunduk. "Nona ada di dalam kamarnya, beberapa puluh menit yang lalu ia sampai di rumah."Mendengar hal itu Mahesa pun berlalu memasuki litt yang akan membawanya ke kamar Raisa.Sedangkan di dalam kamarnya Raisa tengah menikmati jusnya, dengan Tari yang juga ada disana.Brakk Brakk Brakkk!!Raisa sedikit terlonjak ketika pintu kamarnya digedor-gedor dengan sangat keras."Biar saya yang membukanya Nona," ucap Nada yang kemudian berjalan untuk membukakan pintu.KlekTampak disana Mahesa dengan wajah memerahnya
Di kamar,"Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka? Kenapa Mahesa kelihatan marah saat menanyakan Zara?" batin Raisa yang sedang memikirkan mereka berdua.Laras yang ada disana seketika itu juga menghampiri Raisa yang tampak termenung, "Nona pasti bertanya-tanya tentang hal ini, kan?""Iya Ras, ini pertama kalinya aku melihat Mahesa marah saat mencari Zara." Raisa menghela nafas.Laras membenarkan. "Sama, ini juga pertama kalinya saya melihat Tuan Mahesa semarah ini.""Hem semoga saja mereka baik-baik saja,” gumam Raisa."Iyo semoga saja," timpal Laras."Ngomong-ngomong kamu sudah bekerja berapa lama di sini?" tanya Raisa berbasa-basi.Laras menjawab, "Sudah lebih dari 3 tahun.""Sama seperti umur pernikahan mereka?" sahut Raisa,"Iya karena kebetulan saya direkrut saat Nyonya baru menginjakkan kakinya di sini."Raisa manggut-manggut. "Oh begitu.""Ya walaupun sebenarnya saya merasa lebih nyaman mengobrol dengan Anda Nona, Anda begitu berbaur dengan kami."Raisa mengernyitkan dah
Zara tampak mondar-mandir di dalam kamarnya, dengan jari yang ia ketukan di dagu. "Sekarang ini aku harus lebih waspada terhadap si tua bangka itu! Yang diam-diam ternyata dia memata-mataiku," gumamnya."Aku ingin sekali menelpon Damian untuk memberitahunya untuk tidak menghubungiku dulu, untung ponselku sudah aku tinggalkan di dalam mobilnya. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan menghubungi ke rumah, mumpung Mahesa tidak ada lebih baik aku telepon dia sekarang."Saat itu juga Zara menghampiri telepon rumahnya untuk menghubungi sang kekasih.TringggDamian mengalihkan perhatiannya pada sebuah telepon yang ada di atas meja kerjanya, tanpa pikir panjang ia pun segera mengangkatnya."Hallo sayang," sapa Zara dari seberang sana."Ada apa sayang? Apa ada hal penting mengenai mereka? Apa Mahesa mencurigaimu?" tanya Damian bertubi-tubi.Zara menjawab, "Bukan hanya itu saja, tapi Tuan Fariz dan antek-anteknya juga memata-mataiku, aku rasa kita tidak bisa bertemu dalam waktu dekat in
"Sayang, aku mandi dulu ya? Kebetulan ini sudah sore," ucap Zara pada Mahesa yang tengah bersandar di tempat tidurnya."Iyah," angguk Mahesa dengan mata yang tertuju pada sebuah tab yang ada di tangannya.Merasa terabaikan Zara pun mencoba untuk menghampirinya. "Sepertinya mandi bersama akan menyenangkan."Mahesa mengalihkan perhatiannya pada Zara. "Maafkan aku, tapi aku sangat sibuk."Zara mengerucutkan bibirnya, "Hmm.""Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, kamu mandilah terlebih dahulu."Zara beranjak dari sisi ranjangnya. "Baiklah kalau begitu."Zara pun berlalu memasuki kamar mandi."Aman," pikir Mahesa yang kemudian memasangkan airpods ke telinganya.Dimana ia hendak mendengar percakapan yang terjadi di dalam telepon rumahnya, tanpa Zara sadari setiap telepon di rumahnya bisa dia akses, karena Mahesa yang dengan sengaja memasang sebuah penyadap di beberapa titik setiap telpon rumahnya.Mahesa mengklik sebuah tombol play yang ada di tab pribadinya. Tak beberapa lama kemudia
Malam pun tiba,Raisa tampak tak berselera makan ketika melihat beberapa hidangan yang tertata rapi di mejanya.Laras yang heran dengan Raisa pun seketika itu juga bertanya. "Ada apa Nona? Apa ada yang kurang hidangannya? Atau anda ingin mengganti menu?"Raisa menghembuskan nafasnya dengan berat, "Aku ingin sekali makan sate ayam.""Sate?" ulang Laras yang dibalasnya dengan anggukan."Iya Ras, rasanya air liurku menetes setiap kali aku membayangkannya. Pasti akan sangat enak jika memakan sate itu dengan nasi yang masih panas," ungkap Raisa yang begitu menginginkannya."Saya akan memberitahu Bu Titi, siapa tau beliau mengizinkan Nona untuk memakannya.""Ada apa?" tanya Bu Titi yang datang bersama dengan Zara, ke kamar Raisa."E nyonya," gumam Laras sembari menunduk ketika ia juga mendapati Zara disana.Zara melihat makanan Raisa yang belum disentuh. "Ada apa, Sa? Kenapa makanannya masih utuh?""Maaf Zar, aku sedang tidak berselera makan. Entah kenapa aku ingin sekali makan sate ayam
Sesampainya di rumah,"Ras, tolong antar Raisa ke kamarnya ya?" titah Mahesa pada Laras, sebelum ia beranjak pergi."Baik tuan," angguk Laras yang kemudian menuntun Raisa untuk naik ke kamarnya."Malam ini aku benar-benar merasa sangat senang, karena bisa menikmati makan malam di luar, dengan udara yang begitu sejuk. Sehingga aku bisa menikmati makananku, bagaimana denganmu?" tanya Raisa yang tengah memasuki lift bersama dengan Laras."Ini pertama kalinya saya di ajak keluar dari rumah hanya untuk makan malam, rasanya begitu menyenangkan. Andai saja kita bisa setiap hari seperti itu, pasti aku tidak akan bosan,” sahut Laras.Raisa menghembuskan nafas. "Apalagi aku, yang hampir 5 bulan lebih berada di dalam kamar. Keluar hanya ke perpustakaan dan taman, atau memeriksa kehamilan di klinik terdekat.""Semoga saja semuanya cepat berakhir, terkadang aku tidak tega melihat Nona seperti ini. Rasanya pasti sangat membosankan karena harus terkurung disini," lirih Laras.Raisa mengangguk kecil.
Di taman,Di mana Zara dan Raisa setengah duduk di sana, dengan beberapa minuman dan juga cemilan yang menemani."Raisa, kamu tau? Mahesa bukanlah orang yang memiliki kepedulian besar kepada orang lain. Baru kali ini aku melihatnya begitu memperdulikanmu," lirih Zara yang membuat Raisa menoleh ke arahnya. "Dia tidak pernah turun langsung ke tempat-tempat yang biasa, jika dia memerlukan sesuatu dia akan meminta orang lain untuk memenuhinya. Tapi kemarin saat kamu ngidam, dia sendiri yang menawarkan diri untuk mengantarkanmu ke sana. Aku merasa cemburu, namun aku tetap berpikir positif bahwa dia melakukannya hanya untuk bayinya."Seketika itu juga Raisa merasa tak enak pada Zara, "Maafkan aku, Zar."Zara terkekeh ketika Raisa meminta maaf padanya. " Kenapa kamu minta maaf? Ini bukan salah kamu, itu keinginan dari bayimu. Bukan begitu?"Raisa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Lalu apa setelah malam itu kamu memiliki perasaan lebih terhadapnya?" Tiba-tiba saja Zara menanyakan
Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, dimana Mahesa tengah bersiap untuk pergi menuju sebuah restoran yang tak jauh dari kantornya."Pak, untuk makan siang ini apa saya perlu memesankan sesuatu?" tanya Laura ketika ia berada di ruangan Mahesa.Mahesa menoleh. "Tidak Laura, aku akan makan siang diluar hari ini.""Baiklah kalau begitu, saya permisi." "Hem..." angguk Mahesa seraya menyambar ponselnya dan bergegas turun untuk menghampiri sopirnya yang sudah menunggu."Ke Batavia Cafe ya," ujar Mahesa saat sopirnya sudah duduk di kursi kemudi."Baik tuan,” angguknyaBroommMobil pun mulai melaju meninggalkan area perkantoran menuju Cafe tersebut, di mana seorang pria tengah menunggunya di sana. Yang sesekali ia melirik ke arah jam tangannya."Maaf sudah membuat Anda menunggu," kata Mahesa seraya mendudukkan diri di hadapan pria itu."Tidak apa-apa Tuan, bagaimana kabar Anda? Sudah hampir setengah tahun kita tidak bertemu.""Aku baik Ronald, bagaimana denganmu dan Jenny?" lanjut Mahesa.