Kehidupan adalah hal yang penuh rencana, penuh mimpi dan penuh usaha. Seperti itulah pandangan Nana seorang gadis berumur delapan belas tahun yang baru saja menyelesaikan masa putih abu-abunya.
Di dalam benak Nana sudah terisi penuh dengan rencana-rencana kuliah, dimana dia akan masuk ke Universitas impiannya kemudian dia akan mendapatkan banyak teman yang akan menyertainya tumbuh dewasa. Tapi, siapa yang sangka bahwa kehidupan juga penuh rahasia dan hal-hal tidak terduga.
Malam ini terasa seperti biasanya. Nana duduk di meja belajar sambil mempelajari beberapa hal tentang perkuliahan. Nana merasa bahwa sebelum masuk ke dunia dewasa, dirinya memerlukan berbagai pengetahuan yang tidak dia dapati di materi pelajaran sekolah.
Nana adalah gadis manis biasa saja yang tergolong anak baik dan penurut. Tidak pernah melakukan hal-hal di luar peraturan sekolah dan tidak pernah sekalipun membangkang keluarga. Dia bukan jenis siswa yang pandai di sekolah, tapi dia jenis anak baik yang taat peraturan. Nana tidak terlalu memiliki banyak teman, tapi dia juga bukan anak cupu yang tidak memiliki teman sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa pemilik nama lengkap Kirana Anjani Sudibyo itu adalah gadis biasa saja, dengan kehidupan biasa saja, memiliki nilai biasa saja dan keseharian yang juga biasa saja. Nilai lebih yang dimiliki Nana hanyalah wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis sekali. Tapi Nana sendiri terlalu takut untuk dekat dengan lawan jenis ataupun di dekati lawan jenis, sehingga dia menghindari segala hal yang akan menjurus pada perkenalannya dengan lawan jenis melebihi seorang teman.
Hal itu di dasari karena ayahnya sangat religius dan menekankan pada Nana bahwa diumurnya sekarang berdekatan dengan laki-laki lebih dari seorang teman, akan mendatangkan kehancuran untuk masa depannya. Sementara Nana tidak ingin mengecewakan mereka, sehingga dia memilih untuk tidak melakukan hal-hal semacam itu walaupun tidak sedikit laki-laki yang berusaha mendekatinya.
Setiap malam Nana akan lebih suka berdiam diri di dalam kamar, menjelajah dunia maya dan mencari tahu banyak hal tentang negara-negara yang ingin di kunjunginya kelak jika sudah bekerja. Tapi malam ini, Nana fokuskan untuk mempelajari tentang kuliah. Nana sedikit mengernyit mendengar suara gerombolan orang berlari di samping rumahnya. Walaupun kamar Nana ada di lantai dua, tapi gerombolan itu terdengar berisik. Menjelaskan bahwa mereka mungkin sedang mengejar sesuatu yang gawat. Nana tidak mau peduli, dia masih terus fokus pada komputer hingga kemudian dia merasa suhu mulai naik di dalam kamarnya. Sudah lebih dari dua hari Ac di kamar Nana mati. Sudah memanggil teknisi tapi belum datang juga. Mungkin besok Nana akan melakukan panggilan ulang lagi.
Tanpa pikir panjang Nana melepas baju atasannya sehingga hanya mengenakan pakaian dalam dan celana pendek ketat, setelah itu kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Hingga suara jendela dibuka diiringi suara berdebam membuatnya terlonjak kaget dan menoleh ke arah datangnya suara.
Mata Nana membola dan mulutnya menganga melihat ada laki-laki asing masuk ke dalam kamarnya. Pakaiannya sedikit sobek dan sepertinya ada luka di samping perutnya. Nana sudah ingin berteriak dan segera mengambil guling yang dekat dengan jangkauannya untuk memukul. Tapi laki-laki itu menempelkan telunjuknya di bibir sambil meringis kesakitan sehingga Nana tidak tega. Nana sangat ketakutan, terlebih lagi karena dia hanya mengenakan pakaian dalam.
"Kamu siapa?" Tanya Nana bergetar. Laki-laki itu kembali menempelkan telunjuknya di bibir, menyuruh Nana jangan berisik. Nana ingin menangis terlebih ketika laki-laki itu membuka bajunya yang sobek. Nana tidak peduli lagi dan akan berteriak tapi suara teriakannya teredam oleh tangan laki-laki itu yang secepat kilat menubruk Nana hingga mereka terjatuh di atas tempat tidur dengan posisi yang intim.
"Jangan berisik! aku hanya numpang bersembunyi sebentar." Bisiknya dekat sekali. Jantung Nana berdebar kencang, ini adalah pertama kali baginya berada sedekat ini dengan laki-laki. Kemudian telinga Nana mendengar lagi suara orang lari-lari bergerombol di luar rumahnya yang membuat otak Nana berkesimpulan laki-laki asing di hadapannya ini, mungkin saja sedang terlibat tawuran.
Di samping rumah Nana merupakan gang kecil yang sering di jadikan lahan tawuran oleh anak-anak SMA. Tapi laki-laki dihadapannya terlihat dewasa, mana mungkin dia masih anak SMA. Pikiran Nana berkelana kemana-mana hingga tidak menyadari ada langkah kaki yang mendekati pintu kamarnya. Kemudian suara pintu di buka dan sebuah bentakan keras membuat kedua orang yang sedang berada dalam posisi intim itu menoleh kaget sambil membulatkan matanya.
"Bangun dari atas tubuh anak saya! Kenakan pakaian kalian dan saya tunggu di ruang keluarga." Ucap Haryo Sudibyo ayah Nana. Nana ingin menangis kala itu, ayahnya pasti berpikir yang tidak-tidak. Laki-laki di atasnya pun segera melepaskan cekalannya dari mulut Nana dan bangkit sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Ini gara-gara kamu." Ucap Nana sambil terisak. Laki-laki itu menatap gadis di hadapannya dengan ekspresi menyesal. "Ayah pasti berpikir yang tidak-tidak." Ucap Nana lagi sambil menangis. Laki-laki itu diam saja, menggingit bibirnya dan mengusap wajahnya frustasi. Tapi kemudian turun dari ranjang dan mengambil kausnya yang sedikit sobek, hendak memakainya tapi tidak pantas.
"Punya baju besar yang bisa aku pakai?" Tanyanya tanpa merasa bersalah. Nana tambah menangis, dia takut. Laki-laki itu mendengus dan memutuskan untuk membuka saja lemari Nana dan menemukan sebuah kaus yang terlihat seperti kaus laki-laki kemudian memakainya. Mengambil selembar baju lagi dan melemparnya ke arah Nana. "Pakai bajunya dan ayok kita turun!" Perintahnya. Nana makin menangis takut.
"Aku pasti di bunuh ayah dan bunda. Apalagi kalau ada kak Miko, aku pasti mati." Isaknya.
"Aku yang akan dibunuh keluargamu, sudah jangan menangis begitu! Ayo bangun." Ujarnya. Kali ini terdengar lembut. Kemudian berbalik badan ketika Nana hendak memakai bajunya dan menggandeng gadis itu untuk turun ke ruang keluarga. Nana bersembunyi di balik punggung laki-laki itu ketika melihat keluarganya sudah menunggu disana dengan wajah merah padam.
"Duduk!" Perintah Haryo tegas. Terdengar marah sekali. Nana ketakutan sampai gemetar.
"Saya bisa jelaskan om, kejadiannya tidak seperti yang om bayangkan." Ujar laki-laki asing itu terdengar tenang. Membuat Nana heran, bagaimana laki-laki itu bisa setenang ini di situasi yang mencekam?
"Saya tidak mau tahu pokoknya kamu harus menikahi anak saya. Bagi saya berduaan di kamar dengan keadaan baju kalian yang terbuka sudah merupakan perbuatan yang tidak bisa saya tolerir. Nana ayah kecewa sama kamu." Ucap Haryo kembali membuat Nana terisak. Laki-laki itu merasa sangat tidak enak.
"Baiklah saya akan menikahi putri om." Ucap laki-laki itu membuat Nana kaget. Kenapa dia tidak melakukan pembelaan sedikitpun? apa yang dia pikirkan?
"Siapa nama kamu?"
"Raven om."
"Telpon keluarga kamu dan suruh mereka datang ke sini sekarang!" Ucap Haryo lagi dengan tegas. Raven mengangguk, merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Kemdian pintu terbuka dan secepat kilat Raven tersungkur jatuh ke lantai karena di hantam tepat di wajahnya.
"Brengsek! lo apain adek gue." Geram seorang laki-laki yang masih mengenakan setelan kerja rapih dan tampak sangat marah. Raven tetap tenang dan diam. Haryo segera melerai dan menenangkan kemudian mengambilkan ponsel Raven yang terlempar karena pukulan tadi.
"Miko, tahan emosi kamu. Bukan seperti ini menyelesaikan masalah." Ujar Haryo mengingatkan. Miko terpaksa diam dan kemudian duduk di samping Nana lalu memeluknya. Gadis itu terisak.
***
Ternyata Raven bukan orang sembarangan. Haryo cukup terkejut ketika orang tua Raven datang dengan kecemasan yang terlihat di wajah mereka. Ibu Raven adalah seorang dokter ternama yang sering muncul di televisi bernama Anggia, atau sering di panggil dengan sebutan Dokter Anggi, sementara ayah Raven adalah Raka Dirgantara, seorang pengusaha sukses yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia bisnis. Haryo adalah seorang Dosen Ekonomi di sebuah Universitas ternama sehingga dia hapal nama-nama pengusaha sukses dan kaya raya termasuk wajah mereka. Karena Haryo gemar membaca majalah bisnis juga. Jika Raven merupakan putra dari Raka dan Aggi maka dia adalah Raven Alvero Dirgantara, CEO muda yang banyak dibicarakan di dunia bisnis karena kelihaiannya dalam memimpin perusahaan. Seorang pembisnis muda yang cukup misterius karena selalu menolak tampil di hadapan publik dan menutupi jati dirinya rapat-rapat. Dulu Haryo pikir mungkin saja Raven memiliki wajah yang buruk atau semacamnya sehingga
Raven memperhatikan Nana yang sedang berada di dapur bersamanya mamanya. Mereka tampak akrab sekali sambil sesekali bercanda. Entah kenapa memperhatikan mereka terasa menyenagkan padahal biasanya Raven tidak begitu peduli dengan urusan orang lain apalagi hal yang di lakukan orang lain. "Raven sini deh, cicipi kue yang mama buat bersama Nana!" Ucap Anggi antusias. Raven bangkit dari duduknya kemudian menghampiri dua wanita itu. Dapat Raven lihat bahwa wajah Nana terlihat malu dan salah tingkah. Raven menyukai hal itu. Nana terlihat sangat menggemaskan. Tapi tentu saja Raven tidak akan menunjukannya di hadapan Anggi atau dia akan jadi bahan ejekan."Enak gak?" Tanya anggi ketika Raven merasakan sesuap yang dia sodorkan."Enak." Jawab Raven cuek. Anggi mendesah tidak suka dengan ekspesi datar yang ditunjukan oleh putra sulungnya itu."Kamu tuh kaku banget sih, masakan calon istri bukannya di puji-puji malah dijawab pakai ekspresi datar begitu." Kesal Anggi yang tid
Setelah seharian berputar-putar dengan menyenangkan bersama Anggi, sore ini Raven akan mengantar Nana pulang. Sekarang baru pukul empat sore tapi Raven sudah mengajak Nana pulang karena tidak mau ingkar janji tentang jam pulang. Raven terbiasa profesional dalam segala hal agar tidak mengecewakan rekan kerjanya dan sekarangpun dia demikian agar ayah Nana tidak kecewa."Raven tapi ini kan masih jam empat sore." Rengek Anggi sambil memegangi tangan Nana. Masih belum rela berpisah dengan calon menantunya yang manis itu. Nana diam saja tidak bersuara."Raven janji pulangin Nana sebelum jam lima sore mah. Besok-besok kan mama bisa ketemu lagi sama Nana." Jawab Raven dengan nada datar. Nana sendiri heran karena Raven tidak banyak berekspresi padahal wajahnya tampan dan terlihat ramah sebenarnya."Ya kan bisa setengah jam lagi." Anggi bersikeras membuat Raven mendesah."Na, tunggu mas di mobil." Ujar Raven membuat Anggi mengulum senyum dengan sebutan mas yang Rav
Raven sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di hadapannya ketika pintu kantornya dibuka tampa mengetuk. Sekertarisnya ikut masuk dengan tidak enak bersama seorang gadis yang saat ini sedang cemberut sambil menatapnya. "Maaf pak nona bunga memaksa masuk padahal saya sudah bilang bapak sedang tidak bisa di ganggu." Ucap Fitri, sekertaris Raven. Raven mengangguk saja sambil mengisyaratkan Fitri keluar. Bunga mendekat sambil menghentakkan kakinya."Ada apa lagi?" Tanya Raven karena jika ekspresi Bunga seperti itu maka sudah bisa di tebak bahwa perempuan itu pasti sedang patah hati."Aku diputusin sama Bian Ven, dia selingkuh di belakang aku." Ujar bunga dengan nada manja. Di luar ruangan Fitri menampilkan ekspresi ingin muntahnya mendengar sedikit percakapan mereka. Fitri memang tidak suka pada teman dekat bossnya itu karena sangat centil menurutnya. Tentu saja dia berada di pihak Anggi untuk memusuhi gadis itu dan selalu melaporkan jika gadis itu datang."Kok bisa
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah."Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya."Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti