Ternyata Raven bukan orang sembarangan. Haryo cukup terkejut ketika orang tua Raven datang dengan kecemasan yang terlihat di wajah mereka. Ibu Raven adalah seorang dokter ternama yang sering muncul di televisi bernama Anggia, atau sering di panggil dengan sebutan Dokter Anggi, sementara ayah Raven adalah Raka Dirgantara, seorang pengusaha sukses yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia bisnis. Haryo adalah seorang Dosen Ekonomi di sebuah Universitas ternama sehingga dia hapal nama-nama pengusaha sukses dan kaya raya termasuk wajah mereka. Karena Haryo gemar membaca majalah bisnis juga. Jika Raven merupakan putra dari Raka dan Aggi maka dia adalah Raven Alvero Dirgantara, CEO muda yang banyak dibicarakan di dunia bisnis karena kelihaiannya dalam memimpin perusahaan. Seorang pembisnis muda yang cukup misterius karena selalu menolak tampil di hadapan publik dan menutupi jati dirinya rapat-rapat. Dulu Haryo pikir mungkin saja Raven memiliki wajah yang buruk atau semacamnya sehingga menutup diri dari publik, rupanya Haryo salah karena wujud Raven ternyata sangat tampan.
"Maafkan putra kami karena sudah membuat keributan." Ucap Raka Dirgantara pada Haryo dan Yuli, orang tua Nana.
"Dia berada di atas tubuh putri saya tanpa pakaian di dalam kamar ketika saya masuk ke dalam kamar putri saya. Saya tidak tahu apa yang terjadi tapi saya menuntut pertanggungjawabannya." Ucap Haryo menjelaskan. Raka dan Anggi terlihat kaget dan langsung menoleh ke arah Raven yang saat ini terlihat menunduk.
"Benar seperti itu Raven?" Tanya Anggi tegas.
"Iya mah." Jawab Raven jujur yang membuat wanita itu mendesah, tapi kemudian menatap tertarik pada wanita di samping Raven yang juga sedang menunduk. Matanya bengkak sepertinya habis menangis.
"Apakah gadis ini putri yang anda maksud?" Tanya Anggi sambil menunjuk Nana sopan. Haryo mengangguk.
"Benar sekali, dia baru lulus SMA dan kejadian ini terus terang membuat kami sekeluarga terkejut." Ucap Haryo lagi.
"Kalau begitu kita nikahkan saja mereka." Ucap Raka tanpa ragu. Raven langsung mengangkat wajahnya, cukup kaget karena ayahnya memutuskan hal itu secepat itu. Bukan karena Raven tidak mau tanggungjawan tapi lebih karena heran sebab biasanya ayahnya akan sangat pemilih terhadap sesuatu apalagi gadis yang dekat dengan Raven.
"Saya juga ingin menuntut hal tersebut, jika anda mengusulkan hal itu berarti kita sepakat." Ucap Haryo cukup lega. Miko yang sudah duduk lumayan jauh dari adiknya sedikit tidak terima. Baginya Nana masih terlalu kecil, tapi mana berani dia membantah ayahnya.
"Baiklah setuju." Ujar Anggi sambil tersenyum pada Yuli yang juga di balas senyuman. "Bagaimana kalau sebulan lagi? Raven ada pekerjaan di luar kota bulan depannya lagi sehingga putri bapak bisa dibawa olehnya. Maaf namanya siapa?" Ucap Anggi lagi antusias.
"Namanya Kirana Anjani Sudibyo, biasa dipanggil Nana." Jawab Yuli memperkenalkan putrinya. Baik Raven maupun Nana masih diam saja sambil menunduk.
"Kamu dengar kan Raven? jangan diam saja! sebagai laki-laki kamu harus bertanggungjawan." Ucap Raka pada putranya. Raven menoleh.
"Iya pah Raven dengar dan Raven bersedia menikahi Nana." Ucap laki-laki itu membuat Raka dan Anggi lega. Kemudian Raka meneoleh ke arah Miko dan mengenalnya. Dia baru menyadari bahwa laki-laki itu berada di sana.
"Miko, jadi Nana ini adik kamu?" Tanyanya yang diangguki Miko. Haryo lumayan kaget melihat putranya mengenal pembisnis ternama sekelas Raka ini.
"Anda mengenal putra saya?" Tanya Haryo yang dibalas senyuman oleh Raka.
"Kebetulan perusahaan kami menggunakan jasa milik Miko untuk urusan IT." Jawab Raka membuat Haryo sedikit bangga dalam hati. Putranya memang cenderung tidak banyak bicara tapi sangat bertanggungjawan hingga mampu mendirikan perusahaan jasa sendiri. Belum besar tapi berjalan dengan lancar. Dan tentu saja sebuah kemajuan besar karena bisa di pakai oleh perusahaan besar sekelas milik Dirgantara.
"Nana, ayo beri salam pada ayah dan ibu Raven! jangan diam saja." Perintah Yuli lembut. Untuk pertama kalinya Nana mengangkat kepalanya dan tersenyum canggung pada calon mertuanya. Kemudian bangkit dan menyalami mereka. Anggi senang sekali melihat Nana ternyata begitu manis dan sopan begitupula dengan Raka yang langsung tersenyum ke arah gadis itu membuat Raven heran. Ayahnya bukan tipe orang yang mudah menerima orang lain tapi kenapa dia mudah sekali menerima Nana?
***
Sudah seminggu sejak kejadian memalukan itu. Miko sudah mendebat ayahnya untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka tapi tentu saja berakhir dengan gagal total. Nana sendiri sudah pasrah, dan hari ini dia diajak ke rumah Raven untuk pertama kali. Dia berdandan seadanya, hanya mengenakan dress sederhana dan sepatu cat kesayangannya. Serta polesan liptint sederhana. Nana sudah di beri wejangan panjang oleh ayah dan ibunya mengenai banyak hal dan dia akan berusaha menerima segalanya. Menerima bahwa hidup memang tidak selalu berjalan sesuai keingingannya. Lima menit kemudian Raven datang menjemput, masuk ke rumah dengan sopan dan menyalami Haryo serta Yuli. Nana pikir Raven anak berandalan tapi sepertinya dia baik sehingga Nana memutuskan untuk menerima semua ini. Mungkin memang ini jalan hidupnya.
"Ayo Na kita berangkat." Ucapnya lembut setelah berpamitan pada Haryo dan Yuli.
"Jam lima sore sudah di rumah ya Raven!" Ujar Haryo tegas yang diangguki Raven dengan sopan. Kemudian melajukan mobilnya ketika Nana sudah duduk dengan nayaman di kursi penumpang.
"Kamu udah makan?" Tanya Raven basa-basi. Sesungguhnya mereka diliputi kecanggungan yang berat. Raven sendiri sebenarnya adalah tipe cowok yang jarang dekat dengan wanita lebih sering di dekati sehingga dia tidak tahu cara mendekati Nana yang terlihat pendiam. Dia malah menanyakan makan padahal sekarang belum jamnya makan siang. Kemudian dia menyesal menanyakan itu karena merasa bodoh.
"Belum, kan ini masih pagi. Kalau sarapan udah." Jawab Nana polos yang membuat Raven mengulum senyum geli. Rupanya Nana sangat polos sehingga tidak menyadari kebodohannya. Hal itu malah membuatnya gemas.
"Iya maksud aku sarapan." Ucap Raven menanggapi.
"Udah tadi dimasakin nasi goreng sama bunda." Jawab gadis itu polos. Raven terkekeh dalam hati. Nada bicara Nana sedikit lucu dan suaranya menggemaskan. Mungkin tidak akan sulit menerima gadis itu menjadi istrinya nanti.
"Tapi mas, malam itu kamu terluka apa tidak papa?" Tanya Nana malu-malu. Dia penasaran hingga akhirnya memberanikan diri.
"Nggak papa, kamu mau liat lukanya? nanti sampai rumah aku kasih lihat." Ujar Raven menggoda. Wajah Nana langsung merah padam dan itu menggemaskan sekali.
"Mas Raven gak boleh begitu, mana boleh buka-buka baju begitu. Kita kan belum menikah." Jawab gadis itu lirih sekali dengan malu-malu Raven benar-benar gemas sekali.
"Kan sebentar lagi kita Nikah, jadi gak papa. Kan cuma buka baju buat liatin luka doang, gak papa kan?" Raven belum ingin berhenti menggoda padahal wajah Nana sudah merah padam.
"Tapi aku gak mau lihat ah mas, kalau udah sembuh ya sudah." Ujar Nana sambil menunduk. Raven ingin tertawa tapi tidak tega.
"Aku suka dipanggil mas sama kamu. Siapa yang ajarin?"
"Disuruh bunda sama ayah. Katanya mas lebih dewasa dari Nana jadi harus sopan. Apalagi mas kan sebentar lagi jadi suami Nana." Jawab gadis itu masih tidak berani menatap wajah Raven. Wajahnya masih merah akibat godaan Raven soal buka baju tadi dan itu menggemaskan. Raven baru sadar setelah bertemu kembali dengan Nana sekarang, bahwa gadis itu rupanya manis dan cantik. Selain itu dia juga polos dan sederhana. Jenis gadis yang seolah-olah minta dilindungi.
***
Raven memperhatikan Nana yang sedang berada di dapur bersamanya mamanya. Mereka tampak akrab sekali sambil sesekali bercanda. Entah kenapa memperhatikan mereka terasa menyenagkan padahal biasanya Raven tidak begitu peduli dengan urusan orang lain apalagi hal yang di lakukan orang lain. "Raven sini deh, cicipi kue yang mama buat bersama Nana!" Ucap Anggi antusias. Raven bangkit dari duduknya kemudian menghampiri dua wanita itu. Dapat Raven lihat bahwa wajah Nana terlihat malu dan salah tingkah. Raven menyukai hal itu. Nana terlihat sangat menggemaskan. Tapi tentu saja Raven tidak akan menunjukannya di hadapan Anggi atau dia akan jadi bahan ejekan."Enak gak?" Tanya anggi ketika Raven merasakan sesuap yang dia sodorkan."Enak." Jawab Raven cuek. Anggi mendesah tidak suka dengan ekspesi datar yang ditunjukan oleh putra sulungnya itu."Kamu tuh kaku banget sih, masakan calon istri bukannya di puji-puji malah dijawab pakai ekspresi datar begitu." Kesal Anggi yang tid
Setelah seharian berputar-putar dengan menyenangkan bersama Anggi, sore ini Raven akan mengantar Nana pulang. Sekarang baru pukul empat sore tapi Raven sudah mengajak Nana pulang karena tidak mau ingkar janji tentang jam pulang. Raven terbiasa profesional dalam segala hal agar tidak mengecewakan rekan kerjanya dan sekarangpun dia demikian agar ayah Nana tidak kecewa."Raven tapi ini kan masih jam empat sore." Rengek Anggi sambil memegangi tangan Nana. Masih belum rela berpisah dengan calon menantunya yang manis itu. Nana diam saja tidak bersuara."Raven janji pulangin Nana sebelum jam lima sore mah. Besok-besok kan mama bisa ketemu lagi sama Nana." Jawab Raven dengan nada datar. Nana sendiri heran karena Raven tidak banyak berekspresi padahal wajahnya tampan dan terlihat ramah sebenarnya."Ya kan bisa setengah jam lagi." Anggi bersikeras membuat Raven mendesah."Na, tunggu mas di mobil." Ujar Raven membuat Anggi mengulum senyum dengan sebutan mas yang Rav
Raven sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di hadapannya ketika pintu kantornya dibuka tampa mengetuk. Sekertarisnya ikut masuk dengan tidak enak bersama seorang gadis yang saat ini sedang cemberut sambil menatapnya. "Maaf pak nona bunga memaksa masuk padahal saya sudah bilang bapak sedang tidak bisa di ganggu." Ucap Fitri, sekertaris Raven. Raven mengangguk saja sambil mengisyaratkan Fitri keluar. Bunga mendekat sambil menghentakkan kakinya."Ada apa lagi?" Tanya Raven karena jika ekspresi Bunga seperti itu maka sudah bisa di tebak bahwa perempuan itu pasti sedang patah hati."Aku diputusin sama Bian Ven, dia selingkuh di belakang aku." Ujar bunga dengan nada manja. Di luar ruangan Fitri menampilkan ekspresi ingin muntahnya mendengar sedikit percakapan mereka. Fitri memang tidak suka pada teman dekat bossnya itu karena sangat centil menurutnya. Tentu saja dia berada di pihak Anggi untuk memusuhi gadis itu dan selalu melaporkan jika gadis itu datang."Kok bisa
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah."Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya."Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana