Raven sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di hadapannya ketika pintu kantornya dibuka tampa mengetuk. Sekertarisnya ikut masuk dengan tidak enak bersama seorang gadis yang saat ini sedang cemberut sambil menatapnya. "Maaf pak nona bunga memaksa masuk padahal saya sudah bilang bapak sedang tidak bisa di ganggu." Ucap Fitri, sekertaris Raven. Raven mengangguk saja sambil mengisyaratkan Fitri keluar. Bunga mendekat sambil menghentakkan kakinya.
"Ada apa lagi?" Tanya Raven karena jika ekspresi Bunga seperti itu maka sudah bisa di tebak bahwa perempuan itu pasti sedang patah hati.
"Aku diputusin sama Bian Ven, dia selingkuh di belakang aku." Ujar bunga dengan nada manja. Di luar ruangan Fitri menampilkan ekspresi ingin muntahnya mendengar sedikit percakapan mereka. Fitri memang tidak suka pada teman dekat bossnya itu karena sangat centil menurutnya. Tentu saja dia berada di pihak Anggi untuk memusuhi gadis itu dan selalu melaporkan jika gadis itu datang.
"Kok bisa?" Tanggapan Raven yang singkat seperti ini sering membuat Bunga kesal. Karena pada dasarnya dia adalah gadis yang haus perhatian tapi Raven selalu pelit bicara dan terlihat pendiam sekalipun dia tahu laki-laki tampan di hadapannya memiliki perasaan padanya.
"Ya bisa dong Ven, dia kan ganteng, kaya raya dan memiliki segalanya jadi dia merasa memiliki kuasa untuk segalanya." Jawab Bunga sambil meletakan wajahnya di meja besar milik Raven. Saat ini dia sedang duduk di hadapan Raven, berjarak satu meja besar.
"Yaudah tinggalin aja deh Nga, kamu kan juga cantik bisa cari yang lain." Ucap Raven masih dengan wajah datarnya. tatapannya sudah tidak sibuk ke arah tumpukan file pekerjaan tapi tetap saja Bunga tidak suka dengan ekspresi yang Raven tunjukan walaupun selama ini memang selalu begitu.
"Kamu kok cuek banget sih Ven, aku lagi patah hati loh. Aku penting gak sih?" Ujarnya manja sambil mengerucutkan bibirnya merajuk.
"Ya terus aku harus gimana Nga? Aku kan juga gak bisa ikut campur." Ucap Raven mencoba bersabar. Bunga memang manja sekali dan selalu maunya di mengerti dan di perhatikan. Tapi Raven adalah jenis laki-laki sabar yang selalu menanggapi gadis itu dengan tenang. Pembawaan Raven pada dasarnya memang selalu tenang dalam hal apapun.
"Kamu gak perlu gimana-gimana kok Ven, dia bukan tanggungjawab kamu dan mama sekarang membawa tanggung jawab kamu yang sesungguhnya." Anggi tahu-tahu masuk ke ruangan Raven tanpa permisi diikuti oleh Nana yang entah kenapa siang ini terlihat cantik sekali di mata Raven. Padahal dia hanya memakai dress mahal yang kemarin di belikan Anggi saja. Tadi Anggi memang sudah berencana untuk datang ke kantor Raven membawa Nana, hendak mengajak putranya itu makan siang bersama. Ketika sampai di lobby kantor dia mendapat telpon dari Fitri bahwa Bunga sedang ada di kantor sehingga tanpa basa-basi dia langsung mempercepat langkahanya. Bunga langsung berdiri dan menyalami Anggi dengan sopan kemudian menatap ke arah gadis muda yang datang bersama Anggi tadi.
"Oh iya Bunga kenalin, ini Kirana calon istri Raven." Ucap Anggi bangga. "Dan Nana, ini bunga TEMAN Raven sejak kecil." Ucap Anggi lagi menekankan kata Teman. Nana tersenyum ke arah Bunga dan Raven terpaku melihat betapa manisnya senyum itu. Tatanan rambut Nana rupanya sedikit berubah sehingga Raven seperti melihat perbedaan gadis itu. Kemarin dia tidak memiliki poni tapi sekarang ada poni tipis yang menghiasi dahinya. Mempercantiknya dengan cara yang sederhana. Bunga menyalami Nana dengan senyum canggung, lumayan kaget dengan kenyataan bahwa Ravennya sudah memiliki calon istri. Karena selama ini dia pikir Raven hanya menyukainya dan akan terus begitu meskipun selama ini Bunga selalu mempermainkan perasaan laki-laki itu dengan pura-pura tidak tahu Raven menyukainya dan berganti-ganti pacar sesukanya.
Bunga pikir dia akan menyimpan Raven untuk pilihan terakhirnya nanti dan selama ini dia hanya bermain-main dengan banyak laki-laki tapi rupanya semua berjalan tidak seperti dugaanya. "Benarkah Raven dia calon istrimu?" Bunga bertanya, diam-diam Anggi mencibir kemudian bersorak gembira ketika Raven mengangguk sambil tersenyum. Sebuah penerimaan yang membuat hati Bunga terluka.
"Kamu diculik lagi sama mama Na?" Tanya Raven geli. Anggi tampak tidak terima dengan sebutan penculik itu tampi kemudian ikut tersenyum begitu melihat Nana mengangguk sambil tersenyum. Seolah mengatakan bahwa dia senang di culik olehnya.
"Kamu tuh yah hobby banget nuduh mama penculik. Padahal kan mama cuma kesepian Raven kamu sibuk terus. Tapi sekarang udah sembuh sih kan ada Nana." Ujar Anggi bahagia. Bunga merasa bukan saat yang tepat dia berada di sana sehingga dia memutuskan untuk berpamitan.
"Yaudah deh Ven, aku pamit yah. Setengah jam lagi ada pemotretan." Ucapnya berusaha terlihat baik-baik saja. Raven mengangguk dan tidak menahannya membuatnya semakin terluka. "Mari tante." Ucap Bunga yang diangguki oleh Anggi dengan raut wajah tidak suka. Bunga tahu bahwa mama Raven itu tidak menyukainya, tapi dia tidak memperhitungkan jika wanita itu akan menyarikan Raven calon istri seperti ini.
"Kita makan siang bareng yuk Ven, sejak mama culik Nana belum makan apapun loh." Bujuk Anggi. Dia tahu sekali bahwa putranya paling susah diajak makan siang bersama. Dia akan lebih suka makan di ruangannya sambil mengerjakan tumpukan pekerjaan yang belum di selesaikannya. Tapi Anggi bersorak gembira dalam hati karena kali ini Raven langsung mengangguk setuju, membereskan mejanya dan bersiap berangkat tanpa pemaksaan. Nana memang senjata yang paling ampuh untuk mendapatkan perhatian putranya dan Anggi akan semakin memaksakan mereka dekat mulai sekarang. Dia senang sekali karena Nana tiba-tiba hadir seperti keajaiban dan langsung membuatnya dan Raka menyukainya tanpa banyak berkata.
"Mau makan dimana mah?" Tanya laki-laki itu begitu mereka keluar dari ruangan. Fitri langsung berdiri dan memberi hormat pada boss dan keluarganya itu.
"Di bawah aja yuk, ada Resto enak kan di bawah." Jawab Anggi. Raven mengangguk. "Oh iya Fitri mau dibeliin makanan apa nanti?" Ucap Anggi pada sekertaris Raven itu. Fitri tersenyum canggung. Ibu bossnya memang baik sekali.
"Tidak usah bu, kebetulan Fitri bawa bekal." Ucapnya sopan. Perempuan itu kemudian mengangguk sambil tersenyum ke arah Nana.
"Oh iya Fit, kenalin ini Kirana calon istrinya Raven." Ucap Anggi. Entah kenapa Fitri merasa lega mendengar kenyataan itu dan langsung berjabat tangan dengan Nana sambil tersenyum.
"Cantik yah bu, semoga lancar sampai pernikahan yah mbak Nana." Ucap Fitri tulus.
"Panggil Nana saja mbak." Ucap Nana sopan, diam-diam Raven tersenyum melihat interaksi gadis manis itu dengan orang lain. Tidak di buat-buat tapi selalu membuatnya gemas.
"Ya sudah kami tinggal yah Fit. Jangan lupa makan loh kamu." Aggi mengingatkan. Fitri mengangguk sambil tersenyum.
"Laporan Meeting pagi tadi nanti kamu taruh meja saya saja Fit. Sama buat file yang tadi saya minta kamu perbaiki, dikerjakan nanti saja setelah makan siang." Tambah Raven yang diangguki oleh Fitri dengan sopan. Kemudian mereka turun ke lantai bawah menggunakan lift Khusus yang diperuntukkan hanya untuk Raven.
Nana baru pernah datang ke sebuah kantor sebagus milik Raven. Dia memandang takjub ke segala arah tapi tidak berani menanyakan ini itu karena takut mengganggu. Padahal banyak sekali pertanyaan di otaknya.
"Kamu mau makan apa Na?" Tiba-tiba saja Raven bertanya di dalam lift. Membuat Anggi maju selangkah ke arah pintu lift sambil mengulum senyum. Ini seperti keajaiban karena Raven memulai percakapan basa-basi seperti itu. Padahal kan bisa ditanyakan nanti ketika sampai di Resto.
"Apa aja mas, Nana bisa makan apapun kok." Jawab Nana sambil tersenyum. Anggi gemas sekali dengan panggilan mas yang diucapkan Nana. Entah ide darimana panggilan itu tapi Anggi ingin memuji orang yang mengusulkan panggilan itu pada Nana.
"Oke, kalau gitu." Raven menutup percakapan membuat Anggi sedikit kecewa. Padahal dia kan sudah menunggu keuwuan selanjutnya.
"Kamu lebih suka makanan Indonesia atau luar Na?" Anggi sengaja memperpanjang percakapan.
"Indonesia aja deh mah, Nana nggak ngerti makanan luar." Jawaban Nana membuat Raven tersenyum.
"Nanti kapan-kapan kita cobain makanan korea deh, kamu pasti suka." Ucap Raven tiba-tiba membuat Anggi lagi-lagi mengulum senyum. Sepertinya kali ini dia memang tidak perlu terlalu banyak berusaha, Raven sudah nyosor secara halus.
"Boleh mas."
"Besok aja kalian jalan, kamu besok gak ada kerjaan kan Ven? Cuma meeting doang." Usul Anggi.
"Iya mah besok Raven cuma Meeting doang pagi. Gimana Na kamu bisa?"
"Bisa kok mas, tapi izin sama ka Miko dulu soalnya ayah dan bunda belum pulang." Ucap gadis itu sedikit malu-malu. Menyadari bahwa mungkin ini adalah kencan pertama mereka.
"Iya nanti mas yang ijin sama Miko." Ucap Raven mengakhiri percakapan dan setelah itu pintu lift terbuka. Anggi bersorak girang sambil melangkah lebih dulu. Raven tersenyum dalam hati, kali ini sepertinya dia tahu pilihannya jika membandingkan antara Nana dan Bunga. Dia akan memilih Nana karena entah kenapa Nana bisa membuat Raven berdebar dengan cara yang berbeda. Semua itu dia sadari ketika berbicara empat mata bersama Miko kemarin. Dia menyadari bahwa Nana masih sangat polos dan anak yang penurut. Seorang gadis yang seolah-olah ingin di lindungi. Lagipula Raven sudah membuat janji dengan Miko dia akan menjaga adik kesayangannya itu dengan sepenuh hati. Sehingga mulai sekarang dia akan melupakan Bunga. Lagipula gadis itu juga tidak menyukai Raven bukan? Kira-kira seperti itulah pemikiran Raven saat ini.
***
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah."Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya."Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget
Dua hari yang lalu Nana akhirnya diijinkan pulang ke rumah. Rasanya sudah rindu sekali pada kamar mungilnya yang sering dia buat berantakan. Semua orang dewasa tampak sangat sibuk mengurusi pernikahan sehingga membuat Nana tidak enak karena dia sebagai calon pengantin malah bersantai-santai di rumah sampai bosan. Bahkan kak Miko saja ikutan sibuk membantu mengurus pernikahannya, ayahnya juga menjadi sibuk kesana kemari. Sementara ponsel Nana di sita sebagai bagian dari pingitan yang menurut Raven sangat berlebihan. Nana menjadi bosan sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Tapi siang ini ternyata mama Anggi datang bukan dengan Papa Raka saja. Tapi ada seorang laki-laki dengan wajah sedatar Raven dan mereka rupanya sangat mirip. Nana berpikir dia pasti yang bernama Jayden, adik Raven yang tinggal di luar negri itu. Ekspresinya terlihat sangat tidak ramah, Nana pikir anak itu pasti lebih datar dan cuek dari Raven. Tapi ekspresi laki-laki itu langsung berubah menjadi cerah begit
Nana tidak bisa berhenti tersenyum membaca isi surat Raven yang terasa dipenuhi kerinduan yang mendalam. Tidak menyangka bahwa pertemuan mendadaknya yang penuh insiden dengan laki-laki itu bisa mengantarkannya pada perasaan bahagia seperti ini. Nana mulai percaya bahwa seberapa lama mengenal seseorang tidak menjamin apapun karena semuanya tergantung bagaimana cara Tuhan mengirimkan perasaan indah itu di hati masing-masing. Hingga pagi ini gadis itu masih senyum-senyum aja. Miko ikut tersenyum bahagia melihat adik kecilnya tampak begitu bahagia."Dicariin Jayden dek, katanya kemarin pulpen dia ketinggalan di simpen kamu?" Ucap Miko membuat Nana berdebar. Di laci mejanya sudah ada balasan surat untuk Raven yang sudah dia semprot parfumnya dan dia tulis dengan penuh perasaan. Ketika Miko keluar Nana tidak mampu lagi menyembunyikan senyumnya. Mengambil surat itu memeluknya sekali lagi kemudian mengambil sebuah pulpen asal dan keluar untuk menemui Jayden. Tapi Nana kaget bukan mai