Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu.
"Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut.
"Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu.
"Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?"
"Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka.
"Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget
Dua hari yang lalu Nana akhirnya diijinkan pulang ke rumah. Rasanya sudah rindu sekali pada kamar mungilnya yang sering dia buat berantakan. Semua orang dewasa tampak sangat sibuk mengurusi pernikahan sehingga membuat Nana tidak enak karena dia sebagai calon pengantin malah bersantai-santai di rumah sampai bosan. Bahkan kak Miko saja ikutan sibuk membantu mengurus pernikahannya, ayahnya juga menjadi sibuk kesana kemari. Sementara ponsel Nana di sita sebagai bagian dari pingitan yang menurut Raven sangat berlebihan. Nana menjadi bosan sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Tapi siang ini ternyata mama Anggi datang bukan dengan Papa Raka saja. Tapi ada seorang laki-laki dengan wajah sedatar Raven dan mereka rupanya sangat mirip. Nana berpikir dia pasti yang bernama Jayden, adik Raven yang tinggal di luar negri itu. Ekspresinya terlihat sangat tidak ramah, Nana pikir anak itu pasti lebih datar dan cuek dari Raven. Tapi ekspresi laki-laki itu langsung berubah menjadi cerah begit
Nana tidak bisa berhenti tersenyum membaca isi surat Raven yang terasa dipenuhi kerinduan yang mendalam. Tidak menyangka bahwa pertemuan mendadaknya yang penuh insiden dengan laki-laki itu bisa mengantarkannya pada perasaan bahagia seperti ini. Nana mulai percaya bahwa seberapa lama mengenal seseorang tidak menjamin apapun karena semuanya tergantung bagaimana cara Tuhan mengirimkan perasaan indah itu di hati masing-masing. Hingga pagi ini gadis itu masih senyum-senyum aja. Miko ikut tersenyum bahagia melihat adik kecilnya tampak begitu bahagia."Dicariin Jayden dek, katanya kemarin pulpen dia ketinggalan di simpen kamu?" Ucap Miko membuat Nana berdebar. Di laci mejanya sudah ada balasan surat untuk Raven yang sudah dia semprot parfumnya dan dia tulis dengan penuh perasaan. Ketika Miko keluar Nana tidak mampu lagi menyembunyikan senyumnya. Mengambil surat itu memeluknya sekali lagi kemudian mengambil sebuah pulpen asal dan keluar untuk menemui Jayden. Tapi Nana kaget bukan mai
Dua hari menjelang pernikahan Raven semakin uring-uringan. Pasalnya acara surat menyuratnya dengan Nana ketahuan oleh Anggi dan sukses membuat Raven mendapatkan ceramah panjang dari ibunya yang cerewet itu. Jayden juga tidak membantunya sedikitpun mengenai masalah itu. Anak itu masih jengkel karena Raven tidak mau membantunya membujuk Raka soal sekolahnya."Mau kemana kamu Raven? gak boleh kemana-mana! nanti kamu ngeluyur ke rumah Nana lagi." Ucap Anggi sengit, Raven mendesah. Memang dia ada rencana seperti itu sebenarnya. Sayang sekali Anggi sangat peka orangnya."Raven bosan mah, cuma mau cari angin doang." Jawabnya. Berharap Anggi akan berbaik hati melepaskannya tapi tentu saja tidak. Wanita itu melotot dengan galak dan memberi isyarat pada Raven untuk duduk di hadapannya."Calon pengantin itu gak boleh ngeluyur Raven, pamali kalau kata orang dulu. Banyak sialnya loh nanti. Kamu mau pernikahan yang udah kamu tunggu itu terpaksa gagal karena kamu kena
Sehari menjelang pernikahan, Raven sudah berdebar. Entah kenapa banyak sekali perasaan yang sulit untuk di ungkapkan. Semuanya jadi semakin mendebarkan melihat semua orang terlihat sibuk kesana kemari mengurus yang belum selesai. Tadi pagi Raven ikut Anggi meninjau gedung tempat resepsi akan diadakan. Dia cukup puas dengan pilihan bunga-bunga putih kesukaan Nana dan ada sentuhan warna biru kesukaannya juga. Terasa sempurna sesuai dengan apa yang selama ini dimpikannya. Dulu bersama Bunga tapi kali ini seribu persen bersama Nana."Ven ini baju yang akan dipakai resepsi besok, ayo cobain dulu sekali lagi." Anggi mengintruksi yang diangguki anak itu tanpa protes. Setelah semuanya pas, Anggi tersenyum puas dan kembali disibukkan dengan urusan lain. Miko juga tampak sibuk ikut mengurus pernikahannya, beberapa kali Raven melihatnya datang ke rumah ikut berdiskusi dengannya maupun Anggi dan Raka. Saat inipun demikian, laki-laki itu terlihat datang mengantarkan bundanya untuk urusan
Nana melihat pantulan dirinya di cermin. Hampir tidak percaya bahwa dia bisa terlihat secantik itu. Gaunnya sederhana, tidak terlalu banyak renda atau manik-manik seperti yang biasanya digunakan pada gaun pengantin. Tapi semuanya seolah pas sekali di tubuh Nana. Riasan dan gaya rambutnya juga sederhana. Hanya ada sanggul modern dan hiasan bunga putih yang menghiasinya. Tapi karena semua itu melekat di tubuh Nana siapapun akan setuju bahwa itu sempurna. Cantik dengan berkelas. Cantik yang tidak palsu, yang tidak dibuat-buat. Cantik yang Anggi sangat yakin mampu membuat mata Raven mebelalak sampai mau keluar."Menantu mama memang cantik banget deh." Puji Anggi senang. Akad pernikahan memang sudah selesai di kumandangkan oleh Raven dalam satu kali tarikan napas beberapa menit lalu. Itu artinya Nana sudah sah menjadi seorang istri dari Raven Dirgantara. Nana semakin berdebar karena sekarang sudah saatnya dia keluar untuk menemui suaminya dan para tamu undangan. Untungnya tamu und
Warning 21+Semakin malam akhirnya Nana terpaksa harus masuk juga ke kamar Raven. Kamar yang dominan dengan warna putih dan abu-abu itu tercium harus sekali oleh Nana. Harum khas laki-laki yang seperti biasa Nana cium dari tubuh Raven. Jantung Nana semakin berdebar, bau itu membuatnya semakin gugup. Karena memperjelas diamana dia berada sekarang."Mau sampai kapan berdiri di pintu?" Ucap Raven geli. Dia sudah menunggu di belakang Nana beberapa menit setelah menyelesaikan pekerjaanya di ruang kerja dan mendapati Nana terus berdiri di pintu kamarnya. Tubuhnya setengah masuk dan setengah di luar.Nana yang kaget langsung menoleh ke belakang dengan cepat, tapi posisi Raven terlalu dekat sehingga membuat Nana kehilangan keseimbangan. Raven dengan sigap menangkap pinggang Nana sebelum terjatuh. Meneriknya mendekat ke arah laki-laki itu dengan senyuman jahil. Wajah Nana memerah, sudah tidak perlu ditanya lagi. Dan itu menggemaskan sekali dimata Raven."Mas lepas