Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang.
"Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk.
"Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh.
"Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona.
"Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. Laki-laki itu tersenyum.
"Apa aja yang kamu masak nanti mas suka." Kalau yang ini memang bermaksud menggoda. Dan sukses besar membuat wajah Nana merona sekali.
"Kamu emang gemesin gini yah Na?" Tanya Raven sambil tersenyum. Menoleh ke arah Nana di sampingnya. Jaraknya dekat sekali, dan ketika Nana menoleh hampir saja hidung mereka bersentuhan. "Tuh kan gemes banget tahu gak." Raven terkekeh sambil mencubit mesra pipi milik Nana. Wajah gadis itu tiba-tiba memanas.
"Mas Raven jangan gitu." Protesnya malu-malu.
"Gitu gimana?" Tanya Raven geli.
"Godain aku terus." Raven tertawa. Melihat calon istrinya itu tersenyum malu-malu.
"Abisnya kamu gemes banget gini jadi mas suka godain." Ucap Raven yang tidak dijawab Nana. Tapi jantung gadis itu berdebar kencang. Sebuah debaran yang Nana sendiri belum mau mengartikannya sebagai cinta. Karena masih terlalu dini. Takut salah menerka dan tidak mau juga memberikan sebuah harapan pada dirinya sendiri.
Sepuluh menit kemudian mereka selesai makan dan Raven mengajak Nana keluar. Masih dengan menggandeng mesra jari-jemari Nana. Dan rasanyapun masih semendebarkan sebelumnya untuk Nana. Dan untuk Raven juga sebenarnya, tapi laki-laki itu tidak menunjukannya dan tetap terlihat tenang.
"Kita jadi ke taman mas?" Raven menoleh.
"Jadi, tapi kalau kamu mau ke tempat lain ayok mas oke aja." Nana tersenyum.
"Nggak deh mas ke taman aja. Udah lama juga Nana gak pergi ke taman." Raven mengernyit mendengar perkataan Nana.
"Kamu sering ke taman? sama siapa?" Berondong laki-laki itu. Tidak sadar bahwa sekarang dia mulai posesif.
"Nggak sering banget sih mas tapi beberapa kali ke sana. Sama kak Miko. Biasanya kalau Nana abis ujian, nanti kak Miko beliin Nana jajan." Pengakuan Nana membuat Raven lega. Dia pikir Nana pergi ke taman bersama laki-laki lain misalnya. Ternyata lagi-lagi bersama Miko. Raven mulai sadar bahwa sepertinya dunia Nana tidak jauh dari Miko dan keluarganya. Yang entah kenapa membuatnya ingin menjadi salah satu dunia Nana nantinya.
"Kamu emang gak pernah main gitu yah? sama temen-temen mungkin. Kemana gitu?"
"Pernah mas, tapi memang gak pernah jauh. Kalau kaya ke pasar malem gitu Nana pernah sama temen-temen tetangga aja sih." Jawab Nana jujur. Raven tersenyum, lalu tangannya yang satu lagi terangkat dan mengusap poni Nana dengan mesra.
"Kamu polos banget sih, mas jadi gak sabar jadiin kamu istri." Ucap Raven membuat Nana memerah lagi. Wajahnya juga memanas. Nana pikir Raven akan terasa dingin dan kaku mengingat sikapnya memang seperti itu terhadap orang lain. Tapi Nana baru tahu bahwa Raven juga gemar sekali menggodanya dengan hal-hal yang membuat Nana malu-malu. Yang kalau boleh diartikan lebih sedikit mesra. Membuat jantung Nana berdetak tidak karuan. Mungkin seperti ini yang dirasakan teman-temannya ketika berduaan dengan pacarnya. Pantas saja mereka terlihat merona sambil tersenyum bahagia, karena sensasinya memang semenyenangkan itu. pikir Nana dalam hatinya.
***
Begitu sampai di taman suasana tampak tidak terlalu ramai. Raven menarik Nana menuju bangku taman yang letaknya sedikit terhalang pohon sehingga tidak terlalu panas sekaligus tidak begitu terlihat oleh orang lain yang sedang berada di sana. Kemudian memulai ceritanya tentang Bunga. Raven memberitahukan segalanya, tentang perasaannya dan tentang kejadian di kantor tadi. Nana mendengarkannya dengan seksama, tidak menyela sedikitpun hingga Raven selesai. Tapi perasaannya campur aduk sekali, dan tiba-tiba saja ingin menangis tapi dia tahan. Entah karena alasan apa juga Nana tidak tahu. Dia hanya merasa seperti tidak suka mengetahui Raven memiliki perasaan pada wanita lain sementara mereka akan menikah. Ada perasaan bersalah juga karena walaupun mereka tidak memiliki hubungan tapi Nana tetap merasa menghalangi perasan Raven.
"Kita belum terlanjur menikah, menurut Nana kalau mas memang menyukainya dan dia juga mengatakan menyukai mas juga kita masih bisa membatalkannya mas. Nana merasa tidak enak hati jika dilanjutkan sementara perasaan mas masih ada untuk mbak Bunga." Ucap Nana setelah Raven selesai. Raven tersenyum kemudian memaksa Nana menoleh ke arahnya.
"Nggak sedalam itu perasaan mas padanya, buktinya aku lebih memilih jalan sama kamu kan sekarang padahal dia lagi nangis di kantorku habis bilang cinta. Aku belum bisa bilang kalau perasaanku padamu ini cinta, tapi aku merasa lebih berat ke arahmu dibanding ke Bunga. Mau kan mulai pelan-pelan sama mas?" Nana tidak ada reaksi dan tampak berpikir sehingga Raven melanjutkan. "Mas tahu mungkin perasaan kamu tidak enak setelah mendengar semua cerita mas, tapi mas tetap harus menceritakan ini karena kita akan menikah dan mas tidak mau menyimpan apapun darimu."
"Jadi mbak Bunga tadi masih di kantor mas pas mas jemput Nana?" Raven mengangguk. "Mas Raven yakin sama Nana?" Raven mengangguk lagi. "Nana masih bodoh loh mas, Nana banyak yang gak tahunya dibanding yang tahu. Mas Raven orang penting, nanti apa kata orang-orang kalau mas punya istri kaya Nana." Tambah gadis itu lagi.
"Yang rasain kan mas bukan orang lain. Makanya mas nanyanya sama kamu karena kamu juga akan ikut merasakan bukan orang lain. Mas tidak mau memaksamu sebenarnya Na, tapi mas juga tidak bisa melepaskanmu setelah pertemuan pertama kita kala itu."
"Iya mas, Nana mau mulai pelan-pelan sama mas. Biarpun sebenarnya Nana merasa bersalah." Ucap gadis itu jujur. Raven mengernyit.
"Merasa bersalah kenapa?" Tanya laki-laki itu. Menatap khawatir karena saat itu dia juga melihat mata Nana mulai berkaca-kaca.
"Nana merasa bersalah karena mas harus menikah sama Nana sementara Nana yakin banyak hal yang mau mas lakukan seandainya saja pernikahan kita tidak terjadi kan? Maafin Nana dan ayah ya mas." Ucap gadis itu sambil meneteskan air mata. Raven tertegun karena Nana baik sekali sampai memikirkan ke arah sana. Padahal jika gadis lain di posisi Nana pasti akan bahagia-bahagia saja karena Raven juga terlihat tidak keberatan. Laki-laki itu tidak tahan, meraih pipi Nana menggunakan kedua tangannya. Mengusap air mata disana dan menarik wajah Nana mendekat hingga bibir mereka bertemu. Nana terbelalak keget dengan apa yang sedang dilakukan oleh Raven. Terlebih merasakan bibir laki-laki itu bergerak dan semakin mendorong kepalanya mendekat sehingga ciuman mereka semakin dalam. Nana tidak tahu harus bereaksi seperti apa, jantungnya seperti meledak-ledak dan ada gelayar perasaan aneh yang berkumpul di perutnya. Dia hanya memejamkan matanya saja dan tidak bereaksi apapun.
Kemudian sedikit memekik ketika Raven menggigit bibir bawahnya kaget, dan semakin kaget merasakan lidah Raven masuk ke dalam mulutnya dan menggoda lidahnya di dalam sana. Menjelajah ke seluruh bagian mulutnya. Mengirimkan perasaan campur aduk hingga Nana terengah-engah. Laki-laki itu kemudian melepasnya ketika merasakan Nana mulai kehabisan pasokan udara. "Maaf Na, aku gak tahan. Bibir kamu manis banget." Ucap Raven sambil sedikit terengah kemudian mengulanginya lagi. Kali ini lebih lembut, Nana merasa lemas tiba-tiba dan meremas kemeja Raven kuat-kuat. Terlebih ketika laki-laki itu menggigit-gigit mesra bibirnya kemudian mengulumnya lagi dan mempermainkan lidahnya lagi-dan lagi membuat Nana semakin tidak berdara.
"Mas Raven udah, Nana gak bisa napas." Ucap gadis itu terengah-engah. Raven tersenyum kemudian menarik Nana kedalam pelukannya.
"Seharusnya mas yang merasa bersalah karena menghalangi rencana kuliahmu. Tapi mas malah tidak bisa menolak ketika ayah kamu meminta mas menikahimu. Dan sekarang malah semakin tidak bisa menolak setelah kenal kamu. Mas kayaknya mulai cinta sama kamu Na. Kalau kamu belum nggak papa kok, pelan-pelan aja nanti mas pasti bikin kamu cinta juga sama mas." Ucap Raven lembut sambil membelai rambut panjang Nana. Sementara Nana sendiri masih belum bisa menguasai debaran di jantungnya yang menggila akibat ciuman nakal dari mas Ravennya. "Pokoknya kamu milik mas, karena itu mas akan marah kalau kamu deket-deket cowok lain." Ucap Raven lagi. Wajah Nana makin panas, membayangkan nanti setelah menikah pasti akan terjadi hal-hal yang lebih jauh dari ciuman tadi. Mengingat lama-lama Raven mulai mendekat dan mulai mesum. Nana tidak tahan membayangkannya sehingga dia meremas punggung kemeja Raven dan mengeratkan pelukannya. Pikiran Nana sepertinya mulai kotor, dan itu gara-gara drama korea yang suka di tontonnya diam-diam serta tersangka paling utamanya adalah Raven.
***
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget
Dua hari yang lalu Nana akhirnya diijinkan pulang ke rumah. Rasanya sudah rindu sekali pada kamar mungilnya yang sering dia buat berantakan. Semua orang dewasa tampak sangat sibuk mengurusi pernikahan sehingga membuat Nana tidak enak karena dia sebagai calon pengantin malah bersantai-santai di rumah sampai bosan. Bahkan kak Miko saja ikutan sibuk membantu mengurus pernikahannya, ayahnya juga menjadi sibuk kesana kemari. Sementara ponsel Nana di sita sebagai bagian dari pingitan yang menurut Raven sangat berlebihan. Nana menjadi bosan sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Tapi siang ini ternyata mama Anggi datang bukan dengan Papa Raka saja. Tapi ada seorang laki-laki dengan wajah sedatar Raven dan mereka rupanya sangat mirip. Nana berpikir dia pasti yang bernama Jayden, adik Raven yang tinggal di luar negri itu. Ekspresinya terlihat sangat tidak ramah, Nana pikir anak itu pasti lebih datar dan cuek dari Raven. Tapi ekspresi laki-laki itu langsung berubah menjadi cerah begit
Nana tidak bisa berhenti tersenyum membaca isi surat Raven yang terasa dipenuhi kerinduan yang mendalam. Tidak menyangka bahwa pertemuan mendadaknya yang penuh insiden dengan laki-laki itu bisa mengantarkannya pada perasaan bahagia seperti ini. Nana mulai percaya bahwa seberapa lama mengenal seseorang tidak menjamin apapun karena semuanya tergantung bagaimana cara Tuhan mengirimkan perasaan indah itu di hati masing-masing. Hingga pagi ini gadis itu masih senyum-senyum aja. Miko ikut tersenyum bahagia melihat adik kecilnya tampak begitu bahagia."Dicariin Jayden dek, katanya kemarin pulpen dia ketinggalan di simpen kamu?" Ucap Miko membuat Nana berdebar. Di laci mejanya sudah ada balasan surat untuk Raven yang sudah dia semprot parfumnya dan dia tulis dengan penuh perasaan. Ketika Miko keluar Nana tidak mampu lagi menyembunyikan senyumnya. Mengambil surat itu memeluknya sekali lagi kemudian mengambil sebuah pulpen asal dan keluar untuk menemui Jayden. Tapi Nana kaget bukan mai
Dua hari menjelang pernikahan Raven semakin uring-uringan. Pasalnya acara surat menyuratnya dengan Nana ketahuan oleh Anggi dan sukses membuat Raven mendapatkan ceramah panjang dari ibunya yang cerewet itu. Jayden juga tidak membantunya sedikitpun mengenai masalah itu. Anak itu masih jengkel karena Raven tidak mau membantunya membujuk Raka soal sekolahnya."Mau kemana kamu Raven? gak boleh kemana-mana! nanti kamu ngeluyur ke rumah Nana lagi." Ucap Anggi sengit, Raven mendesah. Memang dia ada rencana seperti itu sebenarnya. Sayang sekali Anggi sangat peka orangnya."Raven bosan mah, cuma mau cari angin doang." Jawabnya. Berharap Anggi akan berbaik hati melepaskannya tapi tentu saja tidak. Wanita itu melotot dengan galak dan memberi isyarat pada Raven untuk duduk di hadapannya."Calon pengantin itu gak boleh ngeluyur Raven, pamali kalau kata orang dulu. Banyak sialnya loh nanti. Kamu mau pernikahan yang udah kamu tunggu itu terpaksa gagal karena kamu kena
Sehari menjelang pernikahan, Raven sudah berdebar. Entah kenapa banyak sekali perasaan yang sulit untuk di ungkapkan. Semuanya jadi semakin mendebarkan melihat semua orang terlihat sibuk kesana kemari mengurus yang belum selesai. Tadi pagi Raven ikut Anggi meninjau gedung tempat resepsi akan diadakan. Dia cukup puas dengan pilihan bunga-bunga putih kesukaan Nana dan ada sentuhan warna biru kesukaannya juga. Terasa sempurna sesuai dengan apa yang selama ini dimpikannya. Dulu bersama Bunga tapi kali ini seribu persen bersama Nana."Ven ini baju yang akan dipakai resepsi besok, ayo cobain dulu sekali lagi." Anggi mengintruksi yang diangguki anak itu tanpa protes. Setelah semuanya pas, Anggi tersenyum puas dan kembali disibukkan dengan urusan lain. Miko juga tampak sibuk ikut mengurus pernikahannya, beberapa kali Raven melihatnya datang ke rumah ikut berdiskusi dengannya maupun Anggi dan Raka. Saat inipun demikian, laki-laki itu terlihat datang mengantarkan bundanya untuk urusan
Nana melihat pantulan dirinya di cermin. Hampir tidak percaya bahwa dia bisa terlihat secantik itu. Gaunnya sederhana, tidak terlalu banyak renda atau manik-manik seperti yang biasanya digunakan pada gaun pengantin. Tapi semuanya seolah pas sekali di tubuh Nana. Riasan dan gaya rambutnya juga sederhana. Hanya ada sanggul modern dan hiasan bunga putih yang menghiasinya. Tapi karena semua itu melekat di tubuh Nana siapapun akan setuju bahwa itu sempurna. Cantik dengan berkelas. Cantik yang tidak palsu, yang tidak dibuat-buat. Cantik yang Anggi sangat yakin mampu membuat mata Raven mebelalak sampai mau keluar."Menantu mama memang cantik banget deh." Puji Anggi senang. Akad pernikahan memang sudah selesai di kumandangkan oleh Raven dalam satu kali tarikan napas beberapa menit lalu. Itu artinya Nana sudah sah menjadi seorang istri dari Raven Dirgantara. Nana semakin berdebar karena sekarang sudah saatnya dia keluar untuk menemui suaminya dan para tamu undangan. Untungnya tamu und