Setelah seharian berputar-putar dengan menyenangkan bersama Anggi, sore ini Raven akan mengantar Nana pulang. Sekarang baru pukul empat sore tapi Raven sudah mengajak Nana pulang karena tidak mau ingkar janji tentang jam pulang. Raven terbiasa profesional dalam segala hal agar tidak mengecewakan rekan kerjanya dan sekarangpun dia demikian agar ayah Nana tidak kecewa.
"Raven tapi ini kan masih jam empat sore." Rengek Anggi sambil memegangi tangan Nana. Masih belum rela berpisah dengan calon menantunya yang manis itu. Nana diam saja tidak bersuara.
"Raven janji pulangin Nana sebelum jam lima sore mah. Besok-besok kan mama bisa ketemu lagi sama Nana." Jawab Raven dengan nada datar. Nana sendiri heran karena Raven tidak banyak berekspresi padahal wajahnya tampan dan terlihat ramah sebenarnya.
"Ya kan bisa setengah jam lagi." Anggi bersikeras membuat Raven mendesah.
"Na, tunggu mas di mobil." Ujar Raven membuat Anggi mengulum senyum dengan sebutan mas yang Raven ucapkan. Menggemaskan.
"Iya mas." Nana mengangguk kemudian mencium tangan Anggi dan berpamitan lalu melangkah menuju ke mobil.
"Ya udah oke, sana mas antar calon istrinya pulang. Besok jangan lupa jemput lagi ya mas." Ujar Anggi geli. Mengulum senyum sambil melambai melihat putranya tampak cemberut dan sedikit memerah. "Bawa mobilnya hati-hati ya mas! jangan ngebut loh awas aja mas kalau calon menantu mama kenapa-napa." Ucap Anggi lagi sambil sedikit berteriak. Setelahnya dia cekikikan sendiri. Menggemaskan sekali menyaksikan dua sejoli itu.
"Kata mama kamu pengen kuliah yah? Mau kuliah dimana?" Raven membuka percakapan setelah beberapa menit mobilnya melaju dalam keheningan.
"Ohh mama udah bilang yah mas?" Raven mengangguk. "Nana belum tahu mau kuliah dimana mas, sebelumnya Nana udah daftar di Universitas di luar kota tapi kayaknya sekarang nyari yang dekat aja kalau boleh sama mas." Jawab gadis itu jujur. Raven tersenyum.
"Boleh kok kuliah, tapi yang deket aja yah biar aku bisa antar jemput sambil ke kantor. Nanti mas carikan beberapa kampus yang deket dan kamu nanti yang milih mau dimana." Ucap Raven. Sebuah percakapan paling panjang yang pernah Raven lakukan bukan dengan rekan bisnisnya. Apalagi percakapan ini adalah dia yang memulainya. Jika anggi lihat pasti dia akan cekikkan sambil menggoda.
"Iya mas terimakasih yah?" Raven mengangguk. Matanya masih fokus ke jalanan. "Mmm mas.." Ucap Nana ragu. Raven menoleh, saat ini mereka sedang berada di lampu merah.
"Kenapa?" Tanya Raven penasaran. Wajah Nana tampak memerah membuat Raven gemas.
"Nanti kalau udah nikah boleh gak kalau kita tinggal sama mama Anggi dan papa Raka aja." Ucap Nana lirih. Dengan suara malu-malu terutama ketika menyebut pernikahan. Membuat Raven gemas sekali ingin melakukan sesuatu pada gadis manis di sampingnya ini. Raven tentu saja laki-laki normal yang cukup merasakan gerataran berbeda di tubuhnya ketika berdekatan dengan Nana. Bahkan miliknya sempat mengeras ketika dia menubruk Nana yang hanya menggunakan pakaian dalam di kamarnya saat itu.
"Disuruh mama bilang gitu?" Tanya Raven dan Nana mengangguk polos. Raven terkekeh geli."Nanti kita bicarakan lagi yah soal ini. Mas udah siapin rumah soalnya buat kita." Ucap Raven lagi.
"Rumahnya deket sama rumah mama gak mas?"
"Lumayan lah, kenapa? kamu suka yah tinggal sama mama?" Nana mengangguk.
"Nanti mas pertimbangkan yah buat tinggal sama mama kalau kamu suka disana." Ucap Raven mengalah pada akhirnya. Nana mengangguk kemudian tersenyum. "Tapi aku punya syarat." Tambah Raven lagi.
"Apa mas?"
"Nanti mas kasih tahu yah kalau kita udah nikah." Ucap Raven penuh rencana. Entahlan, dia juga tidak mengerti kenapa perasaannya menginginkan selalu menggoda Nana.
"Gak yang aneh-aneh kan mas?" Tanya Nana curiga. Raven tertawa dan itu tampan sekali, Nana bahkan sampai tidak berkedip. Kenapa raven yang lebih tampan dari Artis kesukaan Nana ini bersedia menikahinya hanya karena insiden konyol itu? Padahal seharusnya laki-laki itu bisa saja menolak karena memang diantara mereka tidak terjadi apapun.
"Nggak kok, emang mas keliatan kaya aneh-aneh?" Ucap Raven geli. Nana menggeleng jujur. Setelah itu keheningan kembali tercipta selama beberapa menit.
"Na, kamu punya pacar?" Tanya Raven tiba-tiba sambil menghentikan mobilnya. Sekarang mereka hampir sampai ke rumah tapi Raven merasa harus bicara dengan Nana.
"Nggak mas." Jawab Nana pelan. Raven mendesah lega di dalam hati. "Kamu lagi suka sama seseorang?" Tanya Raven lagi, dan ekspresi Nana tampak ragu membuat Raven berdebar. Rasanya seperti menunggu jawaban setelah menyatakan perasaan.
"Ada sih mas tapi jangan bilang ayah yah? nanti dia marah." Ucap Nana ragu.
"Siapa?" Tanya Raven berubah datar. Entah kenapa dia jadi tidak suka mendengar pengakuan Nana tentang laki-laki yang di sukainya.
"Nana suka sama Na Jaemin." Ujar Nana malu-malu. Raven mengernyit karena nama itu terdengar asing.
"Na siapa?"
"Na Jaemin mas, itu loh artis korea yang boyband itu." Nana menjelaskan dengan malu-malu. Raven ingin tertawa karena Nana polos sekali dan sedikit lega walau masih penasaran. "Jangan bilangin ayah yah mas, ayah gak suka Nana suka korea-koreaan."
"Iya mas gak akan bilang selama itu bukan laki-laki lain. Tapi kalau laki-laki lain mas akan langsung aduin sama ayah kamu." Ucap Raven sedikit mengancancam.
"Nana gak pernah deket sama laki-laki kok mas kalau yang mas maksud temen Nana. Soalnya ayah dan kak Miko pasti marah kalau Nana deket sama laki-laki."
"Berarti kamu gak pernah pacaran?" Nana menggeleng dan jawaban itu sudah cukup memuaskan rasa penasaran Raven. Kemudian laki-laki itu kembali melajukan mobilnya sambil tersenyum tipis. Merasa beruntung karena malam itu dia masuk ke kamar Nana bukan kamar orang lain. Raven tidak menyesal sedikitpun mengenai insiden itu. Apalagi papa dan mamanya juga sangat menyukai Nana, itu seperti keajaiban mengingat mereka adalah orang yang sangat pemilih. Itu lebih baik daripada Raven harus menikah dengan wanita genit yang menjebaknya pada insiden malam itu. Dan Nana juga lebih baik dari Vera, mantan kekasih Raven yang dulu sempat mengukir masa indah bersama. Tapi Raven belum bisa berkata apapun jika membandingkan Nana dengan Bunga. Temannya sejak kecil yang pernah di sukai dan selalu ingin dia lindungi.
Nana dan Bunga sangat berbeda karakter. Nana sangat polos dan masih sangat muda, sementara Bunga sudah seumuran Raven dan sangat berpengalaman mengenai laki-laki. Raven hanya pernah pacaran sekali dengan Vera dan itu juga terjadi agar pacar Bunga tidak lagi cemburu pada Raven, sementara Bunga sudah puluhan kali dekat dengan wanita dan jika sedang patah hati maka dia akan lari ke pelukan Raven. Anggi benci sekali dengan Bunga sekalipun orang tua mereka bersahabat. Begitu juga dengan Raka, dia selalu memarahi Raven jika masih mendekati wanita yang juga berprofesi sebagai model itu. Tapi Raven tidak bisa membenci Bunga karena di dalam hatinya masih ada perasaan yang Raven sendiri kadang sulit untuk menjelaskannya.
Dan sekarang ada Nana, Raven akan berusaha menyingkirkan bunga dari proiritasnya. Entah kenapa Raven merasa akan ikut terluka jika meliat Nana terluka kelak. Karena itu dia akan memastikan Nana aman dan bahagia di sampingnya. "Kayaknya sepi yah Na?" Ucap Raven ketika mereka sampai di pelataran rumah Nana.
"Ayah sama bunda pergi kayaknya mas, mobilnya juga gak ada." Ujar Nana. Tapi kemudian pintu depan rumah Nana terbuka ketika mereka turun dan keluar Miko dari sana. Nana langsung menghampiri kakaknya dan mencium tangan.
"Kamu masuk Na, kaka perlu bicara sama Raven." Ucap Miko sambil menatap lurus ke arah manik mata kebiruan milik Raven. Raven tahu bahwa hal ini pasti terjadi dan dia memaklumi perilaku Miko. Kakak mana yang tidak khawatir jika adiknya akan menikahi orang asing. Tapi Raven akan berusaha meyakinkan calon kakak iparnya itu sebab Raven tidak mungkin bisa menghentikan rencana pernikahan ini. Terutama hatinya, hatinya sudah tidak mungkin bisa berhenti.
***
Raven sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di hadapannya ketika pintu kantornya dibuka tampa mengetuk. Sekertarisnya ikut masuk dengan tidak enak bersama seorang gadis yang saat ini sedang cemberut sambil menatapnya. "Maaf pak nona bunga memaksa masuk padahal saya sudah bilang bapak sedang tidak bisa di ganggu." Ucap Fitri, sekertaris Raven. Raven mengangguk saja sambil mengisyaratkan Fitri keluar. Bunga mendekat sambil menghentakkan kakinya."Ada apa lagi?" Tanya Raven karena jika ekspresi Bunga seperti itu maka sudah bisa di tebak bahwa perempuan itu pasti sedang patah hati."Aku diputusin sama Bian Ven, dia selingkuh di belakang aku." Ujar bunga dengan nada manja. Di luar ruangan Fitri menampilkan ekspresi ingin muntahnya mendengar sedikit percakapan mereka. Fitri memang tidak suka pada teman dekat bossnya itu karena sangat centil menurutnya. Tentu saja dia berada di pihak Anggi untuk memusuhi gadis itu dan selalu melaporkan jika gadis itu datang."Kok bisa
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah."Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya."Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget
Dua hari yang lalu Nana akhirnya diijinkan pulang ke rumah. Rasanya sudah rindu sekali pada kamar mungilnya yang sering dia buat berantakan. Semua orang dewasa tampak sangat sibuk mengurusi pernikahan sehingga membuat Nana tidak enak karena dia sebagai calon pengantin malah bersantai-santai di rumah sampai bosan. Bahkan kak Miko saja ikutan sibuk membantu mengurus pernikahannya, ayahnya juga menjadi sibuk kesana kemari. Sementara ponsel Nana di sita sebagai bagian dari pingitan yang menurut Raven sangat berlebihan. Nana menjadi bosan sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Tapi siang ini ternyata mama Anggi datang bukan dengan Papa Raka saja. Tapi ada seorang laki-laki dengan wajah sedatar Raven dan mereka rupanya sangat mirip. Nana berpikir dia pasti yang bernama Jayden, adik Raven yang tinggal di luar negri itu. Ekspresinya terlihat sangat tidak ramah, Nana pikir anak itu pasti lebih datar dan cuek dari Raven. Tapi ekspresi laki-laki itu langsung berubah menjadi cerah begit