Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah.
"Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya.
"Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak cinta mana mau anak papah yang keras kepala ini suruh nikah. Mama yakin di kamar gak terjadi apa-apa." Raven diam saja. Menghabiskan sisa makanannya dengan buru-buru. Karena jika tidak di habiskan maka ibunya akan mengamuk dan itu menyebalkan. Raka terlihat tersenyum sambil memandang putranya geli. "Dan kenapa mama panggil mas, itu loh pah si Nana manggil Raven pakai mas. Gemes kan pah?" Tambah Anggi lagi. Raka tertawa terlebih melihat wajah Raven tampak memerah. Langsung berdiri dan bersiap berangkat kantor padahal masih terlalu pagi. Raka tahu putranya akan kabur karena menjadi bahan ledekan seperti ini.
"Raven berangkat mah, pah." Ucap anak itu kemudian mencium tangan kedua orangtuanya.
"Nanti jemput Nananya jangan telat loh Ven, anterinnya juga jangan telat. Kamu harus kasih kesan yang baik sebagai calon suami. Dan jangan kasih Nana makanan pedas dia punya lambung. Terus selai itu eehhh Ravennn udah pergi aja mama belum selesai ngomong." Anggi berteriak di kalimat terakhirnya tapi Raven sudah melipir pergi membuat dia cemberut. Raka tertawa geli. "Punya anak kok ngomong aja pelit." Gumam Anggi. Raka semakin tertawa.
"Mirip siapa kaya gitu mah?"
"Mirip papanya lah, siapa lagi." Jawab Anggi kesal. Tapi kemudian menoleh ke arah Raka dengan penasaran. "Eh pah menurut papa kenapa yah kok bisa malam itu Raven ada di kamarnya Nana? Mama penasaran ihh."
"Papa belum dapet info mah, orang-orang papah lagi selidiki." Jawab Raka tidak memuaskan Anggi sama sekali.
"Papa gak seru." Gerutunya. Raka kembali tertawa hanya seperti itu jika didekat istrinya. Dan dia selalu berharap Raven mendapatkan pendamping yang melengkapi kehidupannya seperti Anggi yang melengkapi Raka diantara berjuta-juta kekurangannya.
"Katanya sih Raven di jebak gitu sama orang. Tapi dia berhasil kabur dan masuk kamar Nana untuk sembunyi. Tapi ketauan sama ayahnya Nana pas posisi dia lagi diatas tubuh Nana karena gadis itu akan berteriak. Tapi papah belum dapet info detai mengenai kejadiannya mah. Dan siapa yang berani bermain-main dengan anak kita. Tapi papa setuju, sepertinya Raven menyukai Nana sejak pandangan pertamanya. Sehingga dia tidak menolak sedikitpun ketika di cecar pernikahan. Dia bahkan tampak tenang saat itu. Papa rasa Nana gadis baik-baik, keluarganya juga keluarga baik biarpun bukan yang bergelimang harta. Nana juga memiliki reputasi yang bagus dimata teman-teman dan sekolahnya. Anak itu juga masih lugu soal lelaki jadi dia tidak akan mempermainkan Raven. Karena itu papa makin setuju dengan pernikahan mereka." Raka menjelaskan dengan panjang lebar yang diangguki oleh Anggi sambil tersenyum.
"Papa menyelidiki Nana?" Cecar Anggi, Raka terkekeh.
"Itu perlu loh mah buat memastikan lagi apakah firasat papah yang mengatakan Nana itu baik sebuah kebenaran atau bukan. Mengingat dari banyakanya orang yang hendak memanfaatkan Raven." Jawaban Raka diangguki Anggi sambil tersenyum.
"Iya mama setuju, jadi gak sabar liat mereka nikah. Gemes banget loh pah masa Raven malah jadi keliatan genit gitu kalau sama Nana. Padahal kan biasanya anak papah itu cenderung tidak bergerak." Anggi melaporkan.
"Benarkah seperti itu?" Anggi mengangguk.
"Mereka mau kencan nanti dan Raven yang ajakin loh pah."
***
Raven menyelesaikan meeting dengan cepat, entah kenapa dia sudah tidak sabar untuk menjemput Nana dan mengajaknya pergi. Semalam dia sudah membuat kesepakatan dengan Miko untuk mengajak adik kesayangannya itu pergi. "Oke sekian untuk Meeting kali ini. Jangan lupa untuk terus meningkatkan kinerja kita bersama agar minggu besok hasilnya lebih baik." Ucap laki-laki itu mengakhiri sesi Meeting kali ini. Raven keluar dari ruang Meeting setelah para karyawannya keluar dan menemukan Fitri tampak sedang menunggunya.
"Mbak Bunga menunggu bapak di ruangan bapak. Tadi saya sudah bilang kalau bapak ada urusan setelah Meeting tapi beliau bersikeras mau menunggu bapak di dalam." Ucap Fitri melaporkan. Raven mengangguk saja kemudian masuk ke ruangannya dan memang benar Bunga sudah duduk di sofa, menunggunya sambil nonton Tv.
"Raveennn, akhirnya kamu selesai Meeting juga. Aku udah nunggu dari tadi loh." Ucapnya manja. Raven menghampiri kemudian duduk di sebrang tempat Bunga duduk. Raven memang selalu seperti itu, dia tidak pernah sekalipun mendekati posisi duduk Bunga atau bahkan berusaha untuk bersikap lebih intim. Padahal Bunga sangat tahu laki-laki dihadapannya ini menyukainya tapi tampak sangat jauh. Sehingga sering membuatnya kesal.
"Ada apa Nga? aku ada janji sama seseorang." Ucap Raven to the point. Bunga merengut.
"Dengan gadis kecil kemarin itu? Demi Tuhan Raven dia keliatan kaya anak SMA gak cocok buat kamu. Pasti tante Anggi yang paksa-paksa kamu yah?" Ucap Bunga yang membuat Raven membatin tidak suka.
"Nggak kok, aku emang suka Nana. Karena itu aku akan menikahinya." Jawaban Raven membuat Bunga sakit hati tapi dia tetap bertahan. Raven mana peka dengan perasaannya sekarang. Laki-laki itu selalu saja terlihat dingin, cuek dan bicara seperlunya.
"Jadi selera kamu yang kaya gitu Ven?" Pertanyaan Bunga membuat Raven tidak suka. Seolah dia menghina Nana. Tapi Raven pasti sudah di tunggu Nana sekarang, dan mendebat Bunga maka akan memperlama waktu.
"Kalau kamu gak ada yang penting aku tinggal yah? Soalnya aku udah ditunggu gak enak." Ucap laki-laki itu. Bunga semakin kesal.
"Apa bagusnya dia sih Ven? sampai kamu mengabaikan aku kaya gini?" Cecar Bunga tidak terima.
"Udah yah Nga, kita gak perlu debat kaya gini. Ini udah keputusan aku dan kalau aku mengabaikanmu aku udah dari tadi langsung pergi tanpa temuin kamu dulu." Jawab Raven masih sabar. Tapi Bunga belum mau melepaskan Raven. Dia datang ke sini berencana mengungkapkan perasaannya agar Raven membatalkan menikahi Nana. Dia tidak mau kehilanga Ravennya yang dulu perhatiannya hanya fokus kearahnya.
"Tapi aku suka kamu Ven. Selama ini aku pacaran sama cowok lain itu karena aku mau buat kamu cemburu. Tapi kamu gak peka." Ucap Bunga. Matanya berkaca-kaca dan Raven kaget sampai tidak sanggup berbicara.
***
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget
Dua hari yang lalu Nana akhirnya diijinkan pulang ke rumah. Rasanya sudah rindu sekali pada kamar mungilnya yang sering dia buat berantakan. Semua orang dewasa tampak sangat sibuk mengurusi pernikahan sehingga membuat Nana tidak enak karena dia sebagai calon pengantin malah bersantai-santai di rumah sampai bosan. Bahkan kak Miko saja ikutan sibuk membantu mengurus pernikahannya, ayahnya juga menjadi sibuk kesana kemari. Sementara ponsel Nana di sita sebagai bagian dari pingitan yang menurut Raven sangat berlebihan. Nana menjadi bosan sendiri karena tidak tahu harus melakukan apa. Tapi siang ini ternyata mama Anggi datang bukan dengan Papa Raka saja. Tapi ada seorang laki-laki dengan wajah sedatar Raven dan mereka rupanya sangat mirip. Nana berpikir dia pasti yang bernama Jayden, adik Raven yang tinggal di luar negri itu. Ekspresinya terlihat sangat tidak ramah, Nana pikir anak itu pasti lebih datar dan cuek dari Raven. Tapi ekspresi laki-laki itu langsung berubah menjadi cerah begit
Nana tidak bisa berhenti tersenyum membaca isi surat Raven yang terasa dipenuhi kerinduan yang mendalam. Tidak menyangka bahwa pertemuan mendadaknya yang penuh insiden dengan laki-laki itu bisa mengantarkannya pada perasaan bahagia seperti ini. Nana mulai percaya bahwa seberapa lama mengenal seseorang tidak menjamin apapun karena semuanya tergantung bagaimana cara Tuhan mengirimkan perasaan indah itu di hati masing-masing. Hingga pagi ini gadis itu masih senyum-senyum aja. Miko ikut tersenyum bahagia melihat adik kecilnya tampak begitu bahagia."Dicariin Jayden dek, katanya kemarin pulpen dia ketinggalan di simpen kamu?" Ucap Miko membuat Nana berdebar. Di laci mejanya sudah ada balasan surat untuk Raven yang sudah dia semprot parfumnya dan dia tulis dengan penuh perasaan. Ketika Miko keluar Nana tidak mampu lagi menyembunyikan senyumnya. Mengambil surat itu memeluknya sekali lagi kemudian mengambil sebuah pulpen asal dan keluar untuk menemui Jayden. Tapi Nana kaget bukan mai
Dua hari menjelang pernikahan Raven semakin uring-uringan. Pasalnya acara surat menyuratnya dengan Nana ketahuan oleh Anggi dan sukses membuat Raven mendapatkan ceramah panjang dari ibunya yang cerewet itu. Jayden juga tidak membantunya sedikitpun mengenai masalah itu. Anak itu masih jengkel karena Raven tidak mau membantunya membujuk Raka soal sekolahnya."Mau kemana kamu Raven? gak boleh kemana-mana! nanti kamu ngeluyur ke rumah Nana lagi." Ucap Anggi sengit, Raven mendesah. Memang dia ada rencana seperti itu sebenarnya. Sayang sekali Anggi sangat peka orangnya."Raven bosan mah, cuma mau cari angin doang." Jawabnya. Berharap Anggi akan berbaik hati melepaskannya tapi tentu saja tidak. Wanita itu melotot dengan galak dan memberi isyarat pada Raven untuk duduk di hadapannya."Calon pengantin itu gak boleh ngeluyur Raven, pamali kalau kata orang dulu. Banyak sialnya loh nanti. Kamu mau pernikahan yang udah kamu tunggu itu terpaksa gagal karena kamu kena